Growth of Six Populations of Pulai (Alstonia scholaris) at 4 and 11 Months Old in Gunung Kidul
Ari Fiani
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta
e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Growth evaluation of six populations of pulai (Alstonia scholaris) was carried out at the ex-situ conservation plot in Gunung Kidul, Yogyakarta from January to November 2007. Six populations with four replications (blocks) in Randomized Complete Block Design was used in this study. The treatment consist of six populations, i.e.: 1. Sulawesi Selatan, 2. Kupang, 3. Timor Tengah Selatan, 4. Solok, 5. Nusa Tenggara Barat and 6. Bali. Each block consists of 25 tree plots with 2 x 3 m line spacing. Measurement conducted at 4 months and 11 months to viability, stem diameter and plant height. The result showed that Bali population was higest viability (91%). Populations was significant affected to height and stem diameter at 4 and 11 month, but the increase of plant height was not significant, while the increasing of stem diametre was significant affected by the populations. The higest increasing of plant height showed by Solok population (42.61 cm), and the higests increase of stem diameter showed by Timor Tengah Selatan population (9.56 mm).
Keywords: Pulai Population, growth variation, plant height, stem diametre
ABSTRAK
Penelitian tentang variasi pertumbuhan enam populasi pulai (Alstonia scholaris) telah dilakukan di plot konservasi eks-situ Gunung Kidul pada bulan Januari sampai November 2007. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap berblok dengan 6 populasi pulai, 4
I. PENDAHULUAN
Pulai (Alstonia sp) adalah tanaman asli Indonesia yang termasuk jenis cepat tumbuh (fast growing species), merupakan salah satu jenis multi guna. Akibat kerusakan hutan yang semakin meluas, pulai tidak luput dari ancaman degradasi termasuk keragaman genetiknya. Saat ini, pulai termasuk kedalam kategori rawan (vurnerable). Dengan status tersebut, meskipun pulai tidak termasuk kategori kritis ataupun genting (endangered) pulai mengalami resiko yang kepunahan yang tinggi di alam dalam waktu yang dekat (in the medium-term future) (Pamungkas, dkk., 2006).
Bertitik tolak dari masalah tersebut, telah dilakukan eksplorasi dengan tujuan pengumpulan materi genetik dan menyelamatkan populasi pulai dari kepunahan melalui pembangunan kebun konservasi ex-situ di Petak 93 RPH Playen Gunung Kidul tahun sejak tahun 2003 sampai dengan 2007. Selanjutnya, tulisan ini menyajikan hasil evaluasi pertumbuhan enam populasi pulai yang telah ditanam di Gunung Kidul tersebut. Evaluasi tersebut perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang variasi pertumbuhan dari enam populasi pulai tersebut di lapangan.
II. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Bahan Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Hutan Penelitian Petak 93 RPH Playen Gunung Kidul. Tempat penelitian berada pada ketinggian 150 m dpl, tipe iklim C menurut Schmidt dan Ferguson, dengan rata-rata curah hujan 1894 mm/th, topografi bergelombang dengan kondisi tanah berbatu, jenis tanah Vertisol.
Bahan tanaman berupa materi genetik pulai dari 6 populasi yaitu Sulawesi Selatan, Kupang, Timor Tengah Selatan, Lombok, Solok dan Bali yang di kumpulkan pada tahun 2005 sampai 2006. Keenam populasi pulai tersebut ditanam pada plot konservasi eks-situ pulai di Gunung Kidul pada awal tahun 2007. Adapun informasi tentang 6 populasi pulai tersebut diatas adalah seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi Geografis Enam Populasi Pulai
Lokasi Posisi Geografi Kondisi lokasi
Jenis tanah Ketinggian Iklim
Sudiang, Kota Makasar, Sulawesi Selatan
119025’ BT dan
508’ LS Inceptisol dan Ultisol 1-25 m dpl topografi datar dengan kemiringan 0-5 derajat -Camplong, Kupang 123 035’ BT dan 10011’ LS - Merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 45% CH rata-rata 1500 mm/ th Semiarid, dengan rata-rata kelembaban 75-76% dan temperatur 240-340 C Timor Tengah Selatan 124 0 3’13”-124019’56’ BT dan 9026’-10010’ LS - 0-500 m dpl, dengan kelerengan 0-40% CH rata-rata 750 mm/ th dengan hari hujan 78 hh/th, suhu rata-rata 240 C Tanjung Harapan dan X Koto, Solok, Sumatera Barat 100032’-101041’ BT dan 0032-1041’ LS
Tanah hutan coklat dengan tekstur lempung berpasir, struktur remah dan padat, kesuburan sedang sampai baik dan tebal solum 25-40 cm 500-600 m dpl, topografi datar, berombak, agak curam sampai curam.
Tipe iklim C menurut Schmidt dan Ferguson, dengan CH 2000-2800 mm/th.. Taman Wisata Alam Suranadi, Lombok Barat, NTB 1160-116030’BT dan 8030’ LS - 256 m dpl, dengan topografi datar, landai, miring dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 1-16,5% Tipe iklim D menurut Schmitt dan Ferguson, CH rata-rata 1500-2000 mm/th, Temperatur 22,20-26,90 C. Karangasem dan Buleleng, Bali 115 0 35’8,9”-115054’8,9” BT dan 80-8041’37,8” LS
Regosol Latosol dan
Andosol - Curah Hujan bervariasi antara 893,4
mm-2702,6 mm dengan temperatur 24-30,80 C dan kelembaban udara berkisar antara 60-90%
Yijk = u + Pi + Bj + PiBj + ε ijk
Keterangan:
Yijk : Rata-rata plot populasi ke-j di dalam ulangan ke-i u : Rata-rata populasi
Pi : Pengaruh populasi ke-i Bj : Pengaruh blok ke-j
PiBj : Pengaruh interaksi antara populasi ke-i dengan blok ke-j
ε
ijk : Random eror sisa ke-ijBila hasil Analisa Varian menunjukkan beda nyata antar rata-rata perlakuan, dilanjutkan dengan pengujian Duncan Multiple Range Test (DMRT).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persen Hidup Tanaman
Data pengamatan yang terkumpul di analisis dengan Analisa Varian (ANOVA). Analisa varian (ANOVA) terhadap persen hidup tanaman disajikan pada table 2 berikut.
Tabel 2. Analisis sidik ragam/Analisia varian persen hidup 6 populasi pulai Sumber
Variasi Derajat Bebas KuadratJumlah KuadratRarata
Populasi 5 515,33 103,07
Blok 3 722,00 240,67
Eror 15 2106,00 140,40
Total 23 3343,33
Keterangan: ns = non significant / tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur 11 bulan persen hidup tanaman bervariasi antara 77% (NTB) sampai dengan 91% (Bali) tetapi tidak berbeda nyata secara statistik.Persen hidup merupakan indikasi kemampuan tumbuh dan adaptasi tanaman terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuh. Disamping itu, persen hidup juga dapat digunakan sebagai salah satu kriteria seleksi, terutama pada waktu introduksi jenis dan provenans pada lahan yang memiliki perbedaan lingkungan dengan tempat asalnya. Dari pengamatan terhadap persen hidup tanaman dapat dikatakan bahwa meskipun keenam populasi berasal dari lingkungan yang cukup beragam, namun pulai mampu tumbuh dengan baik di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Populasi Bali mempunyai persen hidup yang paling tinggi (91%). Hal itu mengindikasikan bahwa populasi Bali merupakan populasi yang paling toleran untuk tumbuh pada kondisi lingkungan di Gunung Kidul.
B. Tinggi Tanaman dan Diameter Batang
Analisa varian terhadap data pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman Pulai 4 Bulan
Sumber
Variasi DerajatBebas KuadratJumlah KuadratRarata
Tinggi tanaman umur 4 bulan
Populasi 5 31425,86 6285,17 *
Blok 3 1090,87 363,62 ns
Populasi x Blok 15 10410,53 694,04 *
Eror 150 43661,10 291,07
Total 173 85191,84
Tinggi tanaman umur 11 bulan
Populasi 5 12552,01 2510,40 *
Blok 3 5012,81 1670,94 ns
Populasi x Blok 15 19544,91 1302,99 *
Eror 150 107429,68 716,20
Total 173 143355,34
Pertambahan tinggi tanaman
Populasi 5 516,63 1033,17 *
Blok 3 2179,63 726,54 ns
Populasi x Blok 15 8015,44 534,36 ns
Eror 150 69194,84 446,42
Total 173 84985,58
Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%; ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Variabel tinggi tanaman menunjukkan beda nyata pada umur 4 bulan dan 11 bulan maupun pertambahannya. Pada umur 4 bulan tinggi tanaman bervariasi antara 44,29 cm (Solok) sampai dengan 85,44 cm (Sulawesi Selatan), pada umur 11 bulan bervariasi antara 86,90 cm (Solok) sampai dengan 111,37 cm (Sulawesi Selatan), sedangkan pertambahan tinggi bervariasi antara 25,93 cm (Sulawesi Selatan) sampai dengan 42,61 cm (Solok). Hasil
Tabel 4. Tinggi Tanaman Enam Populasi Pulai Pada Umur 4 dan 11 Bulan serta Pertambahan Tinggi
Provenans Tinggi 4 Bulan (cm) Tinggi 11 Bulan (cm) Pertambahan Tinggi (cm)
Sulawesi Selatan 85,44 a 111,370 a 25,93 b
Kupang 67,42 b 97,970 ab 30,55 b
Timor Tengah Selatan 82,79 a 110,760 a 27,97 b
Solok 44,29 c 86,900 b 42,61 a
Nusa Tenggara Barat 71,36 b 107,570 a 36,21 ab
Bali 70,94 b 102,424 a 31,49 ab
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam 1 kolom berbeda nyata pada taraf nyata 5%
Analisa varian terhadap data pertumbuhan diameter batang disajikan pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Analisis Sidik Ragam Diameter Batang Pulai 4 Bulan, 11 Bulan dan Pertambahannya Sumber
Variasi Derajat Bebas KuadratJumlah KuadratRarata
Diameter tanaman umur 4 bulan
Populasi 5 6,70 1,34 *
Blok 3 0,80 0,27 *
Populasi x Blok 15 1,86 0,12 ns
Kesalahan Percobaan 150 11,36 0,76
Total 173 20,39
Diameter tanaman umur 11 bulan
Populasi 5 191,72 38,34 *
Blok 3 152,07 50,69 *
Populasi x Blok 15 218,22 14,55 ns
Kesalahan Percobaan 150 2541,24 16,94
Total 173 3090,98
Pertambahan diameter batang
Populasi 5 111,26 22,25 *
Blok 3 86,62 28,97 ns
Populasi x Blok 15 147,38 9,83 ns
Kesalahan Percobaan 150 1825,96 11,78
Total 173 2164,95
Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%; ns = tidak berbeda nyata pada taraf 5%.
Variabel diameter batang menunjukkan beda nyata pada umur 4 bulan dan 11 bulan, demikian juga dengan pertambahannya. Pada umur 4 bulan diameter bervariasi antara 0,28 mm (Solok) sampai dengan 0,82 mm (TTS), pada umur 11 bulan bervariasi antara 7,94 mm
(Bali) sampai dengan 10,38 mm (TTS), sedangkan pertambahan diameter bervariasi antara 7,31 mm (Bali) sampai dengan 9,56 mm (TTS). Hasil pengamatan terhadap diameter batang dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Diameter Batang Enam Provenans Pulai Pada Umur 4 Dan 11 Bulan serta Pertambahan Diameter
Provenans Diameter 4 Bulan (mm) Diameter 11 Bulan (mm) Pertambahan Diameter (mm)
Sulawesi Selatan 0,66 b 9,63 ab 8,97 a
Kupang 0,61 b 8,26 b 7,65 b
Timor Tengah Selatan 0,82 a 10,38 a 9,56 a
Solok 0,28 c 8,32 b 8,05 ab
Nusa Tenggara Barat 0,54 b 8,93 ab 8,39 ab
Bali 0,63 b 7,94 b 7,31 b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam 1 kolom berbeda nyata pada taraf nyata 5%
Tinggi dan diameter batang merupakan karakteristik pertumbuhan yang paling mudah diukur dan paling sering dijadikan standar dalam penentuan kualitas pertumbuhan awal di lapangan. Penampilan karakter tinggi dan diameter tanaman pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti unsur hara dalam tanah, ketersediaan air, cahaya serta faktor genetik. Munculnya variasi pada awal pertumbuhan tanaman umumnya lebih banyak didominasi oleh faktor lingkungan yang cukup besar sedangkan peran faktor genetik dari populasi tanaman belum berperan optimal. Namun demikian pada periode lanjut peran faktor genetik akan mulai tampak dalam mempengaruhi pertumbuhan di lapangan sebagaimana terjadinya perubahan rangking populasi. Implikasinya adalah perlu pengamatan periodik terhadap pertumbuhan tanaman sebelum pengambilan kesimpulan awal. Zobel & Talbert (1987) menjelaskan bahwa ciri atau sifat yang sering ditampilkan setiap individu tidak terlepas dari pengaruh lingkungan di mana individu tersebut berada dan pengaruh genetik di dalam individu. Melihat hasil pengamatan yang tidak berbeda nyata pada pertambahan diameter namun berbeda nyata pada pertambahan tinggi tanaman, maka diduga bahwa faktor lingkungan lebih dominan
Wright (1976), bahwa suatu jenis tanaman yang mempunyai sebaran kontinyu memungkinkan selalu terjadi pertukaran pollen antar tanaman sehingga variasi genetik antara populasi yang satu dengan yang lain tidak terlalu besar.
Secara umum pertumbuhan diameter dan tinggi pohon hasil penelitian ini lebih rendah dibanding hasil penelitian riap diameter dan tinggi pohon pulai darat berumur 1-5 tahun di Kabupaten Musi Rawas yang mencapai riap diameter sebesar 3,43 cm/th sedangkan riap tingginya mencapai 1,52 m/th dengan perkiraan produktivitas tanaman mencapai volume + 260 m3/ha pada umur panen 10-12 tahun (Muslimin & Lukman, 2006). Sedangkan di Wonogiri, Jawa Tengah, pertumbuhan pulai darat umur 6 bulan mencapai tinggi batang 0,74-1,03 m dengan diameter batang mencapai 1,42-1,54 cm. Berdasarkan uji adaptibilitas empat populasi pulai darat di Wonogiri tersebut diketahui bahwa asal populasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman, serta berpengaruh nyata terhadap diameter batang (Mashudi, 2013).
Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa variabel tinggi tanaman menunjukkan beda nyata pada umur 4 bulan dan 11 bulan maupun pertambahannya, demikian juga untuk diameter batang pada umur 4 dan 11 bulan, tetapi tidak berbeda nyata untuk pertambahan diameter batangnya.
Pertumbuhan tanaman yang lebih lambat di Gunung Kidul dibandingkan dengan lokasi lain diduga berkaitan dengan lingkungan tumbuh dari plot konservasi tempat penelitian ini berlangsung. Pada penelitian ini, pulai ditanam pada jenis tanah vertisol. Darmawijaya (1990) mengemukakan bahwa jenis tanah ini pada musim kemarau akan membentuk bongkahan-bongkahan dengan retakan yang cukup dalam dan pada saat musim hujan lapisan tanah atas akan mengisi retakan tersebut. Dengan demikian kondisi tanah yang seperti ini tidak mendukung pertumbuhan pulai yang optimal meskipun tanaman pulai masih mampu hidup diatasnya. Sehubungan dengan kondisi tanah yang seperti itu, maka dalam pengembangan pulai di Gunung Kidul memerlukan bentuk pengelolaan dengan aplikasi teknik silvikultur yang intensif untuk memanipulasi faktor lingkungan sehingga dapat diperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal.
Mengingat variasi pertumbuhan antar provenans dan didukung oleh laporan hasil penelitian bahwa besarnya keragaman genetik pulai menunjukkan keragaman individu didalam populasi lebih besar daripada keragaman antar populasi maka dalam pengumpulan materi genetik untuk tujuan program konservasi ex situ jenis pulai harus lebih ditekankan pada variabilitas yang ada didalam populasi sehingga seluruh keragaman dalam suatu populasi dapat terkumpul dan terselamatkan dari kerusakan.
IV. KESIMPULAN
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari hasil ini adalah sebagai berikut:
1. Enam populasi yang diuji di Gunung Kidul menunjukkan penampilan kemampuan hidup, tinggi batang dan pertumbuhan diameter batang yang bervariasi.
2. Kemampuan hidup tertinggi ditunjukkan oleh populasi Bali (91%) sedangkan yang terendah populasi Nusa Tenggara Barat (77%), namun tidak ada perbedaan kemampuan hidup pulai antar populasi.
3. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 4 bulan ke 11 bulan menunjukkan beda nyata. Pertambahan tinggi terkecil dicapai oleh populasi Sulawesi Selatan (25,93 cm) dan terbesar oleh populasi Solok (42,61cm).
4. Pertambahan diameter batang dari umur 4 bulan ke 11 bulan tidak menunjukkan beda nyata, namun berbeda nyata pada sifat pertambahan tinggi tanaman. Pertambahan diameter yang terbesar adalah populasi Timor Tengah Selatan (9,56 mm) sedangkan yang terendah adalah populasi Bali (7,31 mm).
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih disampaikan kepada Bp. Mashudi, Bp. Mulyanto, Bp. Surip, Ibu Dwi Siwi Yuliastuti serta Bp. Suroto atas peran sertanya dalam proses pembangunan plot serta pengumpulan data di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah Dan Pelaksana Pertanian Di Indonesia, Gadjah Mada University Press, 331-337.
Hartati, D., A. Rimbawanto, Taryono, E. Sulistyaningsih dan AYPBC Widyatmoko. 2007.Pendugaan Keragaman Genetik di Dalam dan Antar Provenan Pulai (Alstonia scholaris (L.) R.Br.) Menggunakan Penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan Hutan Tanaman. 1 (2), September 2007. Mashudi, 2013, Adaptabilitas dan Pertumbuhan Empat Populasi Pulai Darat (Alstonia