1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karst merupakan bentuklahan yang terbentuk akibat adanya proses pelarutan. Bentuklahan karst tergolong dalam bentuklahan yang unik dimana di dalamnya memiliki kondisi hidrologi yang khas dengan berkembangnya porositas sekunder dan batuan yang mudah larut oleh air (Ford dan Williams, 2007). Keunikan bentuklahan karst dicirikan dengan terdapatnya bentukan cekungan tertutup dengan berbagai ukuran yang disebut doline, bentukan residual atau sisa proses pelarutan berupa bukit, dan terdapatnya sistem aliran bawah tanah yang terbentuk akibat adanya proses pelarutan intensif.
Gambar 1.1. Kenampakan Bentuklahan Karst
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan karst yang cukup luas dengan luasan berkisar 15,4 juta hektar yang tersebar hampir di setiap wilayah seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Madura, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua (Sudariyono, 2004). Salah satu kawasan karst di Indonesia yang telah dikenal secara nasional dan internasional yaitu kawasan Karst Gunungsewu yang terletak di Pulau Jawa. Kawasan Karst Gunungsewu merupakan bagian dari Plato Selatan Jawa Tengah yang masuk dalam tiga wilayah administrasi yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Wonogiri, dan
DANAU DOLINE KEGELKARST
GUA SUNGAI BAWAH TANAH
2 Kabupaten Pacitan. Karst Gunungsewu ini termasuk dalam tipe karst yang berkembang di daerah tropis dengan bentukan – bentukan berupa bukit – bukit batugamping berketinggian antara 20 – 50 meter yang didominasi bentukan menyerupai kerucut (kegelkarst) (Samodra, 2001).
Kawasan Karst Gunungsewu membentang dari bagian barat hingga timur dari Jawa bagian tengah dengan luasan berkisar 13 hektar. Mengingat luasnya kawasan Karst Gunungsewu ini menyebabkan belum semua wilayah Karst Gunungsewu terekpos dan diteliti terutama pada bagian barat yaitu sekitar Kecamatan Panggang dan Purwosari. Masih minimnya penelitian di wilayah karst bagian Kecamatan Panggang dan Purwosari ini menarik untuk dikaji. Daerah sekitar Mataair Ngeleng yang berada pada Desa Giritirto Kecamatan Purwosari ini menjadi objek kajian yang cukup menarik dimana selain daerah ini masih jarang diteliti juga potensi mataair yang cukup besar. Hal ini terlihat dimana, kondisi Mataair Ngeleng yang termasuk dalam mataair perennial (mengalir sepanjang tahun) dan dimanfaatkan oleh 4 padukuhan disekitar mataair berada yaitu Padukuhan Petoyan, Padukuhan Susukan, Padukuhan Nglegok, dan Padukuhan Tompak untuk kebutuhan domestik warga padukuhan tersebut. Pentingnya keberadaan Mataair Ngeleng ini menyebabkan perlunya pengkajian lebih mendalam terkait kondisi di daerah imbuhannya baik secara geomorfologi dan hidrologi untuk tetap menjaga kuantitas dan kualitas dari Mataair Ngeleng ini.
Proses pembentukan bentuklahan karst didominasi oleh proses pelarutan atau yang sering disebut karstifikasi. Proses pelarutan atau karstifikasi secara ringkas dirumuskan sebagai berikut (Haryono dan Adji, 2004).
CaCO3 + H2O + CO2 Ca
2++ 2 HCO3
Dilihat dari proses kimianya, keberadaan karbondioksida (CO2) memiliki
peranan penting dalam proses pelarutan atau karstifikasi. Karbondioksida (CO2)
dan air (H2O) berperan sebagai reaktan untuk membentuk ion H- yang akan
melarutkan batuan karbonat. Hal ini menyebabkan besarnya konsentrasi karbondioksida (CO2) akan mempengaruhi terhadap daya larut batuan karbonat
(Haryono dan Adji, 2004). Semakin tinggi konsentrasi karbondioksida (CO2)
3 batuan karbonat. Hubungan antara konsentrasi karbondioksida (CO2) dengan daya
larut batuan karbonat ditunjukkan oleh gambar berikut.
Gambar 1.2. Grafik Hubungan Konsentrasi CO2 dengan Daya Larut
Batuan Karbonat
Sumber : Haryono dan Adji, 2004
Sumber karbondioksida (CO2) untuk karstifikasi dapat berasal dari
atmosfer maupun dari tanah. Konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfer secara
umum tidaklah bervariasi sehingga variasi karstifikasi yang terjadi pada bentuklahan karst lebih banyak dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida (CO2) yang berada dalam tanah. Variasi konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam
tanah cenderung lebih bervariasi dan fluktuatif tergantung dari kondisi waktu dan tempat dari tanah tersebut berada.
Sumber utama karbondioksida (CO2) dalam tanah dihasilkan dari oksidasi
bahan organik oleh mikroorganisme tanah. Proses oksidasi bahan organik tanah oleh mikroorganisme akan menghasilkan karbondioksida (CO2) yang menjadi
pemasok utama konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam tanah (Lassard. et al,
1994). Proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme dapat dilihat dari reaksi berikut (Irawan, 2009).
(C, 4 H) + O
2 CO
2+ 2H
2O + Energi
Proses oksidasi bahan organik tersebut disebut sebagai oksidasi enzimatik, yaitu oksidasi yang melibatkan mikroorganisme dengan hasil utama berupa karbondioksida (CO2), air (H2O), dan energi (Hanafiah, 2004).
Keberadaan karbondioksida (CO2) dalam tanah yang dihasilkan akibat
4 mikroorganisme tanah menyebabkan fluktuasi kandungan karbondioksida (CO2)
dalam tanah dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban tanah (Trudgill, 1977). Suhu dan kelembaban tanah menjadi kontrol utama dalam peningkatan aktivitas mikroorganisme dan respirasi tanaman sebagai produsen utama karbondioksida (CO2) dalam tanah (Risk, et.al, 2002).
Proses – proses yang telah diterangkan di atas seperti karstifikasi, oksidasi oleh mikroorganisme, dan respirasi tanah merupakan proses yang mempengaruhi dinamika karbondioksida (CO2) dalam tanah pada kawasan karst. Dinamika
karbondioksida (CO2) dalam tanah pada kawasan karst memiliki keunikan
dibandingkan tanah pada umumnya dimana proses karstifikasi ikut berperan dalam dinamika ini. Proses karstifikasi menyebabkan karbondioksida (CO2) tanah
digunakan untuk melarutkan batuan karbonat pada tanah bawah permukaan yang mengalami kontak dengan batuan karbonat. Adanya proses karstifikasi ini juga menyebabkan terbentuknya rezim karbondioksida (CO2) tanah secara vertikal
yang unik pada kawasan karst. Keunikan terjadi dengan semakin meningkatnya konsentrasi karbondioksida (CO2) tanah seiring bertambahnya kedalaman tanah
dari permukaan sampai kedalaman 100 – 120 cm kemudian kembali menurun sampai adanya kontak dengan batuan (Shengyou and Shiyi, 2002). Adanya proses karstifikasi menyebabkan karbondioksida (CO2) tanah menjadi terpakai sehingga
nantinya input karbondioksida (CO2) dari tanah ke atmosfer menjadi semakin
berkurang. Berkurangnya input karbondioksida (CO2) tanah ke atmosfer jelas
akan mengurangi pemanasan global yang terjadi akibat berlebihnya konsentrasi gas rumah kaca (CO2) di atmosfer. Hal inilah yang menjadikan bentanglahan karst
menjadi penting dibandingkan bentanglahan lainnya karena adanya potensi penyerapan karbondioksida (CO2) dalam jumlah cukup besar untuk proses
karstifikasi atau pelarutan.
Dinamika karbondioksida (CO2) dalam tanah oleh aktivitas
mikroorganisme, karstifikasi dan respirasi tanah menunjukkan adanya variasi secara spasial, temporal, dan vertikal pada profil tanah (Davidson, et.al, 2006). Sebagian besar studi mengenai siklus karbondioksida (CO2) tanah ditekankan
5 karbondioksida (CO2) pada profil tanah juga sangat penting diteliti dan dipahami.
Variasi vertikal karbondioksida (CO2) pada profil tanah merupakan faktor penting
untuk memahami dinamika karbon tanah (Davidson, et.al, 2006). Mengingat akan hal tersebut maka penelitian mengenai variasi vertikal karbondioksida (CO2)
dalam profil tanah menjadi penting terutama pada kawasan karst karena adanya variasi laju pelarutan atau karstifikasi cenderung dipengaruhi adanya variasi karbondioksida (CO2) dalam tanah karst.
1.2. Perumusan Masalah
Kawasan Karst Gunungsewu yang membentang di bagian selatan Jawa bagian tengah memiliki fungsi strategis, salah satunya sebagai kawasan penyerap karbondioksida (CO2). Daerah sekitar Mataair Ngeleng, Desa Giritirto,
Kecamatan Purwosari yang termasuk dalam kawasan Karst Gunungsewu ini juga memiliki potensi dalam penyerapan karbondioksida (CO2) untuk mengurangi
dampak pemanasan global melalui proses karstifikasi atau pelarutan. Proses karstifikasi ini membutuhkan karbondioksida (CO2) sebagai bahan utama yang
digunakan untuk melarutkan batuan karbonat. Karbondioksida (CO2) dalam
proses pelarutan atau karstifikasi dapat diperoleh dari atmosfer dan juga dari dalam tanah. Konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfer cenderung lebih
bersifat statis dan kurang bervariasi sehingga variasi karstifikasi yang terjadi pada bentuklahan karst lebih banyak dipengaruhi oleh variasi kandungan karbondioksida (CO2) dalam tanah yang cenderung lebih variatif (Haryono dan
Adji, 2004).
Kandungan karbondioksida (CO2) dalam tanah karst mengalami dinamika
akibat adanya difusi, respirasi, oksidasi oleh mikroorganisme, infiltrasi dan karstifikasi pada berbagai kedalaman tanah. Dilihat dari proses yang terjadi, vegetasi memiliki peran penting dalam dinamika karbondioksida (CO2) tanah.
Adanya perubahan kondisi vegetasi saat perbedaan musim pada lahan tegalan dan hutan di daerah sekitar Mataair Ngeleng dapat digunakan untuk menjelaskan peran penting vegetasi dalam dinamika karbondioksida (CO2) tanah.
6 Dinamika karbondioksida (CO2) dalam tanah dikontrol oleh suhu dan
kelembaban tanah. Faktor suhu dan kelembaban tanah menjadi kontrol utama terjadinya variasi karbondioksida (CO2) baik secara vertikal, spasial, dan temporal
karena adanya peningkatan aktivitas mikroorganisme dan respirasi tanah mengikuti fungsi suhu dan kelembaban tanah (Risk, et.al, 2002). Adanya proses oksidasi mikroorganisme dengan memanfatkan bahan organik sebagai sumber utama penghasil karbondioksida (CO2) menyebabkan dinamika karbondioksida
(CO2) dalam tanah juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik dalam tanah.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana variasi spasial, temporal, dan vertikal konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam profil tanah pada penggunaan lahan hutan
dan tegalan di daerah penelitian ?
2. Bagaimana hubungan atau keterkaitan antara kondisi suhu, kelembaban, kadar air tanah dan bahan organik tanah terhadap konsentrasi karbondioksida (CO2) yang ada di dalam profil tanah pada daerah
penelitian ?
Pemikiran inilah yang menjadi acuan penelitian dalam mengkaji fenomena variasi vertikal kandungan karbondioksida (CO2) yang ada di dalam tanah pada
bentuklahan karst. Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah maka penelitian yang dilakukan memiliki judul “Distribusi Karbondioksida (CO2)
Tanah pada Kawasan Karst Gunungsewu”.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu :
1. Mengukur dan mengidentifikasi besarnya variasi spasial, temporal, dan vertikal karbondioksida (CO2) dalam profil tanah pada penggunaan lahan
hutan dan tegalan di daerah penelitian.
2. Mengetahui keterkaitan atau hubungan antara kondisi suhu, kelembaban, kadar air tanah dan bahan organik tanah dengan variasi karbondioksida (CO2) dalam profil tanah di daerah penelitian.
7 1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian mengenai diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya untuk :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pemahaman mengenai kondisi kawasan karst terutama kondisi tanahnya dan memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya pengembangan pengelolaan kawasan karst.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengkaji lebih mendalam terkait faktor – faktor penyebab terjadinya variasi proses pelarutan atau karstifikasi pada kawasan karst.
1.5. Tinjauan Pustaka A. Karst
Karst merupakan bentukan asal proses pelarutan yang memiliki keunikan baik di atas permukaan (eksokarst) maupun di bawah permukaan (endokarst). Karst berasal dari bahasa Slovenia “Kars” yang artinya merupakan batuan dan juga nama geografis dari salah satu daerah di bagian barat Slovenia yang memiliki bentang alam terdiri atas batuan gamping (Jennings, 1971). Kondisi keunikan kawasan karst didefinisikan dengan ditemukannya kondisi hidrologi yang khas akibat adanya proses pelarutan pada batuan mudah larut dan terdapatnya porositas sekunder yang berkembang baik (Ford dan Williams, 2007).
DOLINE
BUKIT KARST
Gambar 1.3. Kenampakan Bentuklahan Karst Sumber : Haryono dan Mick Day, 2004
8 Kawasan karst dapat berkembang pada daerah – daerah dengan batuan induk yang mudah terlarut seperti batugamping dan dolomit. Akan tetapi kawasan karst sering diidentikkan dengan kawasan dengan batuan gamping. Hal ini terjadi karena hampir sekitar 12% dari permukaan bumi memiliki bahan batuan induk berupa batugamping (Ford dan Williams, 2007) sehingga kawasan karst sering diidentikkan dengan kawasan batugamping karbonatan.
Proses geomorfik penting yang bekerja pada daerah – daerah berbatuan gamping atau karbonat adalah proses pelarutan atau karstifikasi. Proses terbentuknya karst sering disebut dengan proses karstifikasi dimana menurut Ritter (1979), Karstifikasi merupakan proses kerja oleh air terutama secara kimiawi, meskipun secara mekanik pula, yang menghasilkan kenampakan – kenampakan topografi karst. Proses pelarutan atau karstifikasi tergolong dalam proses kimiawi dimana terjadi reaksi kimia di dalamnya dengan katalisator penting berupa air hujan dan karbondioksida.
Proses pelarutan yang terjadi pada bentuklahan karst ini terjadi karena adanya kontak dan reaksi kimia antara udara, air, dan batuan karbonat. Proses pelarutan diawali dengan larutnya CO2 di atmosfer oleh air hujan sehingga
membentuk larutan H2CO3 (Haryono dan Adji, 2004). Adapun reaksi kimia dapat
dituliskan sebagai berikut.
CO
2+ H
2O H
2CO
3 ... (1)Selanjutnya larutan asam akan terurai menjadi ion – ion untuk mencapai kestabilan (2) dengan reaksi kimia sebagai berikut.
H
2CO
3 H
++ HCO
3- ... (2)Batugamping (CaCO3) akan mengalami penguraian menjadi ion – ion (3)
yang nantinya akan berinteraksi dengan ion H+ (4) dengan reaksi kimia sebagai berikut.
CaCO
3 Ca
2++ CO
32- ... (3)CO
32-+ H
+ HCO
3- ... (4)Reaksi ion – ion yang berasal dari dissosiasi CaCO3 dan H+ yang berasal
9 Hal ini akan menyebabkan lebih besar terdifusi dari udara ke dalam air dan selanjutnya akan terjadi reaksi kimia sebagai berikut.
CaCO3 + H2O + CO2 Ca
2++ 2HCO3
- ... (5) Kesemua reaksi pelarutan di atas dapat dilihat pada gambar 1.4 berikut.Gas
Cair
Gambar 1.4. Skema proses pelarutan batugamping Sumber : Trudgil, 1985
B. Siklus Karbon
Karbon merupakan salah satu unsur gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya peningkatan suhu di permukaan bumi. Karbon yang terdapat di dalam bumi ini mengalami siklus pertukaran yang sering dikenal dengan siklus karbon. Siklus karbon menggambarkan terjadinya dinamika karbon di alam. Siklus karbon ini merupakan siklus atau daur biogeokimia yang mencakup pertukaran karbon antara biosfer, pedosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi. Siklus karbon tergolong dalam siklus yang rumit dimana setiap proses saling mempengaruhi terhadap proses lainnya (Sutaryo, 2009).
Karbondioksida (CO2) di atmosfer diserap oleh tumbuhan dan organisme
berklorofil untuk melakukan proses fotosintesis. Karbondioksida (CO2) saat
proses fotosintesis diubah menjadi karbohidrat, protein, dan lemak yang
Padat CaCO3 HCO3 2- Ca2+ H2 O CO2(aq) CO2(gas) HCO32 - H2CO 3 H+
10 membentuk biomasa tumbuhan. Proses penimbunan karbon (C) atau biomasa tumbuhan ini dinamakan proses penyerapan karbon (C-sequestration). Biomasa tumbuhan ini kemudian dialirkan ke organisme lainnya melalui proses rantai makanan. Karbon dalam biomasa tumbuhan dapat langsung kembali ke atmosfer melalui proses respirasi. Sementara saat proses dekomposisi berlangsung karbon akan terakumulasi di dalam tanah. Karbon di dalam tanah dan atmosfer dapat terlarut oleh air hujan dan terbawa ke perairan dalam bentuk karbon organik terlarut atau partikel karbon organik (Ulumuddin dan Kiswara, 2010). Proses pertukaran dan perpindahan karbon yang tertera di atas sering disebut sebagai siklus karbon. Adapun secara sederhana siklus karbon tergambar dalam gambar berikut ini.
Gambar 1.5. Siklus Karbon di Permukaan Bumi Sumber : Effendi, 2003
Karbon di bumi ini tersimpan dalam tandon – tandon karbon, menurut Lal (2007) bumi memiliki lima tandon utama karbon. Adapun kelima tandon karbon tersebut yaitu lautan, batuan (formasi geologi), tanah, vegetasi, dan udara. Kelima tandon tersebut menjadi wadah untuk menyimpan karbon dimana nantinya akan terjadi interaksi antara kelima tandon tersebut sehingga terjadilah siklus yang karbon yang rumit. Apabila diurutkan simpanan karbon terbesar terdapat dalam lautan, formasi geologi, tanah, atmosfer, dan terakhir vegetasi.
11 Tanah merupakan tandon karbon terbesar ketiga diantara tandon – tandon karbon lainnya. Simpanan karbon dalam tanah dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu karbon murni (elemental C), karbon organik tanah (soil organic carbon) dan karbon inorganik tanah (soil inorganic carbon) (Schumacher, 2002). Karbon murni dalam tanah terbentuk akibat adanya pembakaran tidak sempurna dari bahan organik, sumber – sumber geologi seperti grafit, batu bara, dan karbon yang terbentuk selama pertambangan, serta proses pengolahan dan pembakaran material. Karbon inorganik dalam tanah terbentuk dari batuan dasar yang ada pada suatu tempat atau daerah. Karbon inorganik ini dapat terbentuk oleh batuan karbonat seperti gamping, kalsit, dan dolomit. Sementara karbon organik dalam tanah terbentuk akibat adanya proses dekomposisi tanaman atau organisme yang telah mati dan terlarutkan dalam tanah. Kandungan karbon inorganik tanah diperkirakan terdapat sekitar 750 Pg di seluruh dunia, sedangkan kandungan karbon organik tanah diperkirakan kandungannya sekitar 1550 Pg di seluruh dunia (Esteban, 2000), dengan asumsi 1 Pg = 1.000.000.000 ton.
C. Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom
oksigen yang terikat kovalen dengan sebuah atom karbon. Karbondioksida (CO2)
memiliki ciri berbentuk gas pada suhu dan tekanan standar, tidak berbau, dan tidak berwarna. Karbondioksida (CO2) dihasilkan oleh semua hewan, tumbuhan,
fungi (jamur), dan mikroorganisme pada proses respirasi. Karbondioksida (CO2)
merupakan hasil akhir dari organisme untuk mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak, dan asam amino dengan oksigen yang dikenal sebagai respirasi sel. Karbondioksida (CO2) pada tumbuhan diserap dari atmosfer pada proses
fotosintesis, pada proses ini tumbuhan menyerap karbondioksida (CO2) dari
atmosfer untuk memproduksi bahan organik dengan bantuan energi cahaya dan mengkombinasikannya dengan air.
Karbondioksida (CO2) termasuk dalam salah satu gas rumah kaca yang
menyebabkan terjadinya peningkatan suhu di permukaan udara dan permukaan laut. Brown dan Zieler (1993 dalam Chiu et al. 2008) menyatakan bahwa gas
12 rumah kaca meningkat drastis di atmosfer bumi sebagai akibat dari aktivitas manusia dan industrialisasi. Karbondioksida (CO2) adalah gas rumah kaca paling
besar kontribusinya terhadap pemanasan global. Konsentrasi alaminya hanya berkisar 0,03 % di atmosfer. Jasad tumbuhan dan hewan yang mati akan melepaskan kandungan karbon dalam bentuk karbondioksida (CO2) termasuk
dalam kegiatan pembakaran bahan bakar fosil. Saat ini laju pertambahan gas CO2
di atmosfer rata – rata berjumlah 1,8 ppmv. Kehadiran gas CO2 memberikan
kontribusi besar terhadap kenaikan suhu permukaan bumi dan IPCC menyarankan agar emisi gas CO2 sekurang – kurangnya 60 % dari emisi gas yang dikeluarkan
saat ini (Bappenas, 2004).
Salah satu tampungan karbondioksida (CO2) di bumi yaitu tanah. Tanah
termasuk dalam sistem yang mengatur konsentrasi karbondioksida (CO2) di
atmosfer melalui fluks CO2 tanah. Menurut Drew (1990 dalam Simojoki, 2001)
fluks CO2 atau respirasi tanah merupakan oksidasi biologi dari senyawa organik
pada mikroorganisme, akar, organ atau bagian tubuh tumbuhan lainnya. Proses respirasi tanah inilah yang menjadi sumber pelepasan karbondioksida (CO2) dari
tanah ke atmosfer (Rochette et al, 2000). Fluks CO2 tanah terdiri dari respirasi
autotrofik dari akar tanaman dan respirasi heterotrofik dari organisme tanah. Akan tetapi dalam penelitian fluks CO2 tanah merupakan respirasi tanah yang berasal
dari respirasi heterotrofik tanah dan menggunakannya berbeda dari respirasi autrofik yang berasal dari akar tanaman (Kirschbaum, 2001).
Konsentrasi karbondioksida (CO2) pada udara tanah menunjukkan adanya
variasi antara 0,1 – 5% dan apabila saat aerasi tanah buruk dapat mencapai 20% (Kohnke 1980 dalam Hanafiah, 2004). Menurut Hanafiah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam tanah yaitu tertera
dalam tabel 1.1, yang secara umum merupakan konsekuensi dari terhambatnya aktivitas akar dan mikroorganisme tanah, serta difusi yang menyebabkan fluktuasi konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam tanah.
13 Tabel 1.1. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kadar CO2 Udara Tanah
No Faktor – faktor
Kadar CO2
Penyebab Lebih Tinggi Lebih Rendah
1. Musim Musim panas Musim dingin Terhambatnya aktivitas akar dan mikroorganisme
2. Perlakuan Penambahan pupuk kandang, kapur dan pupuk ditanami
Tanpa Terhambatnya aktivitas akar dan mikroorganisme
3. Kadar Air Tanah basah Tanah kering Terbatasnya difusi
4. Tekstur Tanah Tekstur halus Tekstur kasar Terhambatnya difusi akibat lebih tingginya kelembaban 5. Struktur Tanah Masif Gembur Terhambatnya difusi akibat
lebih tingginya kelembaban 6. Kedalaman
Tanah
Subsoil Topsoil Terhambatnya difusi akibat lebih tingginya kelembaban akibat keberadaan topsoil Sumber : Kohnke (1980) dalam Hanafiah (2004)
Karbondioksida (CO2) dalam tanah memiliki peranan penting terutama
pada tanah pada kawasan karst. Karbondioksida (CO2) tanah pada kawasan karst
digunakan sebagai bahan dalam proses pelarutan batuan karbonat atau karstifikasi disamping karbondioksida (CO2) dari atmosfer. Keberadaan karbondioksida
(CO2) dalam tanah sangat membantu dalam proses karstifikasi dimana variasi
karstifikasi banyak dipengaruhi oleh adanya variasi karbondioksida (CO2) tanah
pada kawasan karst (Haryono dan Adji, 2004). Dinamika karbondioksida (CO2)
tanah pada kawasan karst selain dipengaruhi oleh aktivitas oksidasi mikroorganisme dan respirasi tanah juga dipengaruhi oleh adanya pelarutan pada batuan karbonat atau karstifikasi (Shengyou and Shiyi, 2002). Ketiga aktivitas tersebut menyebabkan terbentuknya rezim karbondioksida (CO2) dalam tanah
pada kawasan karst. Rezim karbondioksida (CO2) pada permukaan tanah
dipengaruhi oleh adanya aktivitas respirasi tanah dan difusi CO2 ke atmosfer,
sedangkan pada dasar tanah yang memiliki kontak dengan batuan karbonat dipengaruhi oleh adanya aktivitas pelarutan.
14 D. Produksi Karbondioksida (CO2) Tanah
Tanah merupakan salah satu tampungan terbesar bagi karbon, selain pada atmosfer, samudera, litologi, dan vegetasi (Lal, 2007). Secara umum tanah terdiri atas empat komponen utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air, dan udara (Buckman and Brady, 1982). Keempat komponen inilah yang menyusun tanah menjadi satu kesatuan yang padu dengan karakteristik fisika dan kimia yang terdapat di dalamnya. Adapun komposisi dari keempat komponen tersebut yaitu 45% bahan mineral, 25% air, 25% udara, dan 5% bahan organik (Buckman and Brady, 1982). Kandungan karbondioksida (CO2) sendiri termasuk dalam
komponen udara tanah yang persentasenya cukup besar dalam tanah.
Tanah merupakan bagian dari sistem yang mengatur konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfer karena hampir 10% karbondioksida (CO2) dari
tanah sampai ke atmosfer tiap tahunnya (Raich dan Schlesinger, 1992). Fluks karbondioksida (CO2) atau respirasi tanah merupakan jumlah respirasi akar dan
dekomposisi bahan organik heterotrofik tanah (Savage dan Davidson, 2001). Respirasi tanah merupakan salah satu indikator penting dalam ekosistem, meliputi seluruh aktivitas yang berkenaan dengan proses metabolisme di dalam tanah, pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan konversi bahan organik tanah menjadi karbondioksida (CO2).
Produksi karbondioksida (CO2) dalam tanah dihasilkan melalui proses
oksidasi bahan organik tanah oleh mikroorganisme dan organ lainnya melalui respirasi akar tanaman (Lassard et al, 1994). Produksi karbondioksida (CO2)
dalam tanah oleh oksidasi bahan organik dan respirasi akar tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor eksternal meliputi kandungan bahan organik tanah, suhu tanah, ketersediaan oksigen, dan ketersediaan nutrien, sedangkan faktor internal meliputi biomassa akar dan populasi mikroorganisme (Moren and Lindroth, 2000). Menurut Lassard et al (1994) terdapat beberapa faktor berperan penting dalam produksi karbondioksida (CO2) dalam tanah yaitu suhu tanah dan kelembaban tanah.
15 1.6. Penelitian Sebelumnya
Xu Shengyou dan He Shiyi (2002) dalam penelitian “The CO2 Regime of
Soil Profile and Its Drive to Dissolution of Carbonate Rock” di China menerangkan bahwa kandungan karbondioksida (CO2) dalam tanah pada daerah
karst membentuk rezim vertikal yang unik. Dimana terjadi peningkatan kandungan karbondioksida (CO2) dari permukaan sampai kedalaman tanah
berkisar 100 – 200 m dan kemudian berkurang kembali seiring bertambahnya kedalaman tanah. Penelitian ini juga menungkapkan bahwa kandungan karbondioksida (CO2) dalam tanah memiliki variasi secara temporal dan sangat
dipengaruhi oleh kondisi iklim mikro di daerah tersebut.
Sementara Davidson et.al (2006) dalam penelitian “Vertical Partitioning of CO2 Production Within A Temperate Forest Soil” menunjukkan bahwa
konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam tanah mengalami perubahan secara
temporal akibat adanya perubahan suhu dan kandungan air (kelembaban) tanah, dimana konsentrasi karbondioksida (CO2) meningkat dari musim dingin menuju
ke musim panas. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam tanah terutama horizon O (tanah permukaan)
mengalami dinamika yang disebabkan adanya proses respirasi dan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme tanah.
Penelitian mengenai “Carbon Dioxide in The Soils and Adjacent Cave of The Moravian Karst” yang dilakukan oleh Jiri Faimon dan Monika Licbinska (2010) di Slovenia juga menunjukkan bahwa produksi karbondioksida (CO2)
dalam tanah di kontrol oleh suhu atau temperatur tanah dan kelembaban tanah. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa vegetasi tidak terlalu berpengaruh terhadap produksi karbondioksida (CO2) dalam tanah.
Adapun penelitian – penelitian lain yang sejenis dapat dilihat pada tebel berikut :
16 No Peneliti, Tahun,
Lokasi
Judul Tujuan Metode Hasil
1. David Risk, et. al (2001)
Hutan di Nova Scotia, Canada
Carbon Dioxide in Soil Profile : Production and Temperature Dependence
Mengkaji ketergantungan temperatur bagi produksi CO2 tanah pada kedalaman
tanah di beberapa penggunaan lahan.
1. Vented surface flux
chambers dikombinasi multiport gas well
untuk sampling CO2
2. Stasiun meteorologi untuk mengetahui suh di sub surface dan kelembaban
1. Variasi produksi CO2dalam profil
tanah pada berbagai kedalaman dikontrol oleh temperatur.
2. Variasi produksi CO2 pada
beberapa penggunaan lahan terjadi akibat atau dikontrol oleh perbedaan temperatur pada penggunaan lahan.
2. Xu Shengyou and He Shiyi (2002) Mata air di Guilin China
The CO2 Regime of Soil
Profile and Its Drive to Dissolution of Carbonate Rock.
1. Mengetahui rezim CO2
pada tanah kawasan karst
2. Mengkorelasikan hubungan antara rezim CO2 tanah dengan laju
pelarutan pada batuan karbonat
1. Rezim CO2 dicari
dengan menggunakan tube CO2
2. Laju pelarutan dicari dengan menanam
limestone tablet
3. Hidrokimia mata air diukur kandungan HCO3- dan pH
1. Distribusi vertikal atau rezim CO2
tanah mengalami variasi temporal dan dipengaruhi iklim.
2. Konsentrasi CO2 pada tanah
kawasan mengalami peningkatan dari permukaan sampai kedalaman 100 – 200 cm dan kemudian berkurang dengan semakin dalamnya tanah.
3. Laju pelarutan batuan karbonat lebih dipengaruhi oleh aktivitas atau dinamika CO2 dalam tanah
bila dibanding konsentrasinya. 3. Muh. Taufik (2003)
Desa Nopu Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah
Fluks CH4, CO2, dan N2O
dari Permukaan Tanah pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Sulawesi Tengah 1. Mengetahui fluks CH4, N2O, dan CO2 dari permukaan tanah. 2. Mengkaji pengaruh
kelembaban tanah bagi fluks gas – gas di atas pada berbagai penggunaan lahan.
Data sekunder fluks CH4,
N2O, dan CO2, kadar air
tanah, bulk density dari enam penggunaan lahan serta data curah hujan harian.
1. Fluks CO2 tertinggi terjadi pada
lahan jagung diikuti lahan padi ladang, lahan alang – alang, lahan kakao, lahan cabe, dan terakhir lahan hutan sekunder.
2. Fluks CO2 pada enam penggunaan
lahan mengalami peningkatan saat bulan basah.
4. Davidson, et.al Vertical Partitioning of 1. Mengetahui
pembagian rezim
1. Suhu diukur dengan thermocouple.
1. Konsentrasi CO2 tanah mengalami
variasi temporal dengan semakin Tabel 1.2. Tabel Perbandingan Penelitian Sebelumnya
17 (2006)
Hutan di Harvard, USA
CO2 Production Within A
Temperate Forest Soil
produksi CO2 tanah
secara vertikal. 2. Mengetahui
konsentrasi CO2 tanah
pada horizon genetik tanah secara temporal.
2. Kelembaban tanah diukur dengan TDR soil moisture probe. 3. Respirasi tanah dan
konsentrasi CO2 diukur
dengan IRGA.
bertambah dari winter ke summer. 2. Perubahan temporal konsentrasi
CO2 dipengaruhi oleh suhu tanah
dan kandungan air dalam tanah. 3. Konsentrasi CO2 pada horizon O
mengalami dinamika yang disebabkan karena respirasi akar dan dekomposisi organik.
5. Jiri Faimon and Monika Licbinska (2010)
The Moravian Karst
Carbon Dioxide in The Soils and Adjacent Cave of The Moravian Karst
Mengkaji produksi CO2
tanah karst pada variasi vegetasi dan pengaruhnya terhadap CO2 dalam gua.
1. Konsentrasi CO2
diukur dengan
hand-held device dengan
ALMEMO 2290-4 2. Kelembaban relatif dan
temperatur diukur dengan hydro/ thermometer digital.
1. Produksi CO2 dalam tanah
dikontrol oleh temperatur dan kelembaban, sedangkan vegetasi tidak begitu berpengaruh.
2. CO2 dalam tanah tidak terlalu
mengontrol CO2 di dalam gua.
3. Pengaruh antropogenik mungkin berpengaruh terhadap proses alami yang terjadi di dalam gua.
6. Danardono (2012) Profil Tanah Daerah Sekitar Mata Air Ngeleng Giritirto
Distribusi Karbondioksida (CO2) Tanah pada
Kawasan Karst
Gunungsewu (Kasus Profil Tanah Daerah Sekitar Mata Air Ngeleng Giritirto, Purwosari, Gunungkidul)
2. Mengetahui variasi spasial, temporal, dan vertikal konsentrasi CO2 dalam profil tanah
pada penggunaan lahan hutan dan tegalan. 3. Mengetahui hubungan
antara variasi CO2
pada profil tanah dengan suhu tanah, kelembaban tanah, kadar air tanah, dan bahan organik tanah.
1. Suhu tanah diukur dengan termometer 2. Kelembaban tanah
diukur dengan soil
tester
3. Kadar air tanah dan bahan organik tanah diukur di laboratorium 4. Konsentrasi CO2 tanah
diukur menggunakan Kitagawa Gas Detector dan CO2 tube.
1. Karbondioksida tanah meningkat dari musim kering ke musim penghujan.
2. Fluktuasi karbondioksida tanah cenderung besar pada lahan tegalan.
3. Karbondioksida tanah meningkat dari permukaan sampai kedalaman 60 cm kemudian mengalami penurunan dengan bertambahnya kedalaman.
4. Suhu tanah dan kelembaban tanah memiliki hubungan negatif dengan karbondioksida tanah, sedangkan bahan organik tanah dan kadar air tanah memiliki hubungan positif.
18 Penelitian – penelitian sebelumnya yang terdapat dalam tabel di atas merupakan penelitian sejenis yang dijadikan rujukan dalam penelitian mengenai “Distribusi Karbondioksida (CO2) Tanah pada Kawasan Karst
Gunungsewu”. Penelitian yang dijadikan rujukan utama yaitu penelitian yang dilakukan oleh Xu Shengyou and He Shiyi (2002) yang sama – sama dilakukan di bentanglahan karst. Penelitian yang dilakukan di Guilin, Cina ini memiliki kesamaan dalam lokasi yaitu pada daerah sekitar mataair dan terdapat kesamaan dalam parameter yang diukur yaitu karbondioksida tanah. Sementara itu, penelitian – penelitian lainnya dijadikan sebagai rujukan dalam penentuan parameter – parameter pendukung yang mempengaruhi kandungan karbondioksida dalam tanah dan metode pengambilan sampel dari masing – masing parameter yang diukur seperti suhu tanah, kelembaban tanah, kadar air tanah, bahan organik tanah, dan kandungan karbondioksida tanah. Penelitian – penelitian lainnya mengenai karbondioksida tanah ini juga dijadikan sebagai pembanding bagi hasil penelitian yang dilakukan pada kawasan Karst Gunungsewu ini.
1.7. Kerangka Pemikiran
Siklus karbondioksida (CO2) berlangsung dari adanya proses penyerapan
karbondioksida (CO2) dari atmosfer oleh vegetasi. Proses penyerapan
karbondioksida (CO2) oleh vegetasi digunakan untuk proses fotosintesis dengan
bantuan cahaya dan kombinasi dengan air sehingga menghasilkan karbohidrat, protein, dan lemak. Hasil dari proses fotosintesis akan disimpan dalam tubuh vegetasi dalam bentuk biomasa tanaman. Biomasa tanaman yang berasal dari tanaman kemudian akan ditransfer ke organisme lain melalui proses rantai makanan. Biomasa tanaman yang berada di dalam tanah akan diuraikan oleh mikroorganisme tanah melalui proses oksidasi sehingga menghasilkan karbondioksida (CO2) dalam tanah.
Proses oksidasi mikroorganisme tanah ini merupakan sumber utama penghasil karbondioksida (CO2) dalam tanah dengan memanfaatkan biomasa
19 berupa bahan organik yang tersimpan dalam tanah. Oleh karena itu kandungan bahan organik dalam tanah juga ikut berperan dalam menentukan kandungan karbondioksida (CO2) yang berada dalam tanah.
Karbondioksida (CO2) dalam tanah juga mengalami dinamika dengan
adanya proses difusi karbondioksida (CO2) dari tanah ke atmosfer untuk
menyeimbangkan kandungan karbondioksida (CO2) yang terkandung dalam
tanah. Disamping itu karbondioksida (CO2) mengalami pertukaran akibat adanya
proses respirasi tanaman sehingga terjadi pertukaran antara karbondioksida di dalam tanah dengan atmosfer. Karbondioksida (CO2) dari atmosfer juga dapat
menginput langsung karbondioksida (CO2) dalam tanah melalui air hujan. Proses
ini terjadi ketika air hujan yang turun melarutkan karbondioksida (CO2) di
atmosfer dan membawanya masuk ke dalam tanah. Dinamika karbondioksida (CO2) tanah seperti yang dijelaskan di atas terjadi pada tanah – tanah normal
selain tanah pada kawasan karst. Dinamika karbondioksida (CO2) dalam tanah
karst mengalami proses unik dan berbeda daripada dinamika yang terjadi pada tanah – tanah biasa. Perbedaan ini terletak pada adanya proses karstifikasi atau pelarutan batuan karbonat dimana karbondioksida (CO2) dalam tanah ikut
berperan dalam proses tersebut. Karbondioksida (CO2) dalam tanah karst
dijadikan sebagai media pelarut bagi batuan karbonat dengan interaksinya dengan air. Penggunaan karbondioksida (CO2) tanah dalam proses karstifikasi
menyebabkan adanya pengurangan konsentrasi karbondioksida (CO2) dalam
tanah.
Produksi dan kadar karbondioksida (CO2) dalam tanah sangat dipengaruhi
oleh faktor suhu dan kelembaban tanah. Faktor suhu dan kelembaban tanah menjadi sangat penting mengingat aktivitas oksidasi oleh mikroorganisme yang menjadi produsen utama karbondioksida (CO2) dalam tanah sangat dipengaruhi
kedua faktor tersebut. Kondisi suhu yang hangat dan kelembaban yang cukup menjadi tempat favorit bagi mikroorganisme tanah untuk tumbuh dan berkembang. Perkembangan mikroorganisme yang besar akan dapat meningkatkan produksi karbondioksida (CO2) dalam tanah dan begitu pula
20 tidak akan berlangsung baik sehingga berimbas pada menurunnya produksi karbondioksida (CO2) dalam tanah. Adanya aktivitas terkait dinamika
karbondioksida (CO2) dalam tanah di atas dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya seperti suhu, kelembaban, kadar air, dan bahan organik tanah menyebabkan terjadinya variasi karbondioksida (CO2) dalam tanah pada kawasan
21 Gambar 1.6. Gambaran Kerangka Pemikiran Penelitian Karbondioksida (CO2) Tanah di Kawasan Karst
22 1.8. Batasan Operasional
Karst adalah medan dengan kondisi hidrologi dan bentuklahan yang khusus,
yang merupakan hasil kombinasi dari batuan yang mudah larut dan porositas sekunder yang berkembang dengan baik (Ford and Williams, 2007).
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang tersusun atas komponen bahan
mineral, bahan organik, air, dan udara menjadi satu kesatuan padu dengan karakteristik fisika dan kimia yang terdapat di dalamnya (Buckman and Brady, 1982).
Profil tanah adalah Irisan vertikal tanah di lapangan yang memperlihatkan
sedikit atau benyak lapisan datar atau horizontal (horizon) tanah. (Notohadipoero, 1982).
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia yang mencakup pertukaran atau
perpindahan karbon diantara biosfer, pedosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi (Effendi, 2003).
Karbondioksida adalah senyawa kimia yang terdiri dari atom oksigen yang
terikat kovalen dengan sebuah atom karbon berbentuk gas dengan ciri tidak berwarna dan tidak berbau.
Presipitasi adalah titik – titik air yang jatuh dari awan melalui lapisan atmosfer
ke permukaan bumi melalui proses alami siklus hidrologi (Hadisusanto, 2011).
Infiltrasi adalah proses masuknya air hujan yang jatuh ke permukaan bumi ke
dalam tanah, biasanya diukur dalam satuan kedalaman (cm) dalam satu satuan waktu (Knapp,B.J, 1999).
Oksidasi enzimatik adalah oksidasi yang melibatkan mikroorganisme dengan
hasil utama berupa karbondioksida (CO2), air (H2O), dan energi (Hanafiah, 2004). Respirasi tanah adalah Gerak pembaharuan atau pertukaran gas baik antar
horizon tanah maupun antara udara tanah dengan atmosfer (Notohadipoero, 1982).
Karstifikasi adalah proses pelarutan pada batuan karbonat akibat adanya
interaksi antara karbondioksida, air, dan batuan karbonat sehingga membentuk bentuklahan karst.
23
Kelembaban tanah adalah besarnya kandungan atau kadar air yang mengisi
pori – pori tanah dan menentukan sifat kering atau basah dari tanah (Notohadipoero, 1982).
Kadar Air Tanah adalah besarnya air yang terkandung dalam tanah per satuan
volume tanah.
Bahan organik tanah adalah bahan yang terkandung dalam tanah yang
terbentuk akibat adanya akumulasi berupa hancuran dan aktivitas dari makhluk hidup atau organisme baik yang terdapat di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.