• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasca Indonesia merdeka, Belanda masih berupaya untuk kembali menguasai Indonesia. Begitu pula pimpinan sekutu, Laksamana Mountbatten secara resmi memerintahkan kepada pimpinan tentara Jepang, Jendral Terauci untuk tidak mengakui dan membatalkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.1 Berbagai peristiwa dan pertempuran terjadi setelah Kemerdekaan Indonesia, seperti Pertempuran Lima Hari di Semarang, Pertempuran di Yogyakarta, Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, dan juga Peristiwa Palagan Ambarawa. Peristiwa pertempuran tersebut hanya sebagian dari usaha usaha rakyat Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Pertempuran lainnya yang terjadi setelah kemerdekaan adalah operasi militer yang dilancarkan oleh militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli sampai 5 Agustus 1947 (Agresi Militer I) dan dari 19 Desember 1948 sampai 5 Januari 1949 (Agresi Militer II). Setelah diadakannya Perjanjian Linggarjati, Belanda justru mengingkarinya. Secara serentak pasukan Belanda menyerang wilayah-wilayah republik.2

Pemerintah Indonesia pada awal kemerdekaan membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang berfungsi untuk menjaga keamanan pada masa itu. Anggota BKR pada waktu itu adalah bekas anggota PETA, HEIHO, bekas prajurit pelaut, dan para pemuda. Golongan pemuda telah turun tangan untuk mengisi

1

Aan Ratmanto, Kronik Tni Tentara Nasional Indonesia 1945-1949, (Yogyakarta: Mata Padi Presindo, 2013), hlm. 9-10.

2

(2)

kekosongan suatu alat pertahanan dengan cara membentuk organisasi-organisasi perjuangan, laskar dan ada juga yang berjuang sebagai Tentara Pelajar (TP). Kekurangan mereka adalah tidak mempunyai senjata yang memadai dan kurang terlatih. Laskar-laskar ini seringkali berselisih paham dengan pemerintahan Soekarno dan tidak mau menerima perintah dari pimpinan nasional yang tidak bersikap tegas dalam menentang pendaratan pasukan-pasukan Sekutu dan Belanda, yang kemudian berusaha menekan semangat mereka untuk bertindak.3 Pada masa revolusi kemerdekaan, semua komponen bangsa terlibat dalam perjuangan perang semesta melawan kekuatan penjajah, meski keterlibatan warga sipil dalam perang kemerdekaan tersebut amat tergantung pada kemauan dan kesukarelaan mereka sendiri.4

Berdasarkan berbagai pertimbangan pasca proklamasi, pada 5 Oktober 1945 Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat perihal pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Maklumat tersebut juga berisi tentang pengangkatan Supriyadi sebagai menteri Keamanan Rakyat. Supriyadi tidak pernah muncul untuk menduduki jabatannya, sehingga diadakan konferensi untuk memilih pimpinan tertinggi pada 12 November 1945 di Yogyakarta.Hasil dari konferensi itu adalah terpilihnya Panglima Divisi V Komandeman Jawa Tengah, Kolonel Soedirman sebagai Pemimpin Tertinggi TKR. Pada tanggal 18 Desember 1945, Pemerintah Republik Indonesia secara resmi mengesahkan pengangkatan Soedirman menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal. Pemerintah Indonesia berusaha untuk memperluas fungsi ketentaraan dalam mempertahankan

3

Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967 : Menuju Dwi

Fungsi ABRI, (Jakarta: LP3ES, 1986), hlm. 10.

4

(3)

kemerdekaan dan menjaga keamanan rakyat Indonesia, maka pada tanggal 7 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 yang mengganti nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.5 Kementerian Keamanan Rakyat diubah pula menjadi Kementerian Pertahanan. Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman bahwa mulai tanggal 8 Januari 1946, nama Tentara Keamanan Rakyat diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.6

Perubahan masih terjadi di organisasi ketentaraan Indonesia. Untuk menyempurnakan organisasi tentara menurut standar militer internasional, maka pada tanggal 26 Januari 1946 pemerintah mengeluarkan maklumat tentang penggantian nama Tentara Keselamatan Rakyat menjadi Tentara Republik Indonesia. Maklumat ini dikeluarkan melalui Penetapan Pemerintah No.4/SD Tahun 1946.7 Pada awal tahun 1946 masih banyak sekali laskar-laskar perjuangan dan barisan-barisan bersenjata yang dibentuk oleh rakyat Indonesia di daerahnya masing-masing, pembentukan TRI adalah bentuk penegasan Pemerintah Indonesia, bahwa TRI adalah satu-satunya organisasi militer di Negara Republik Indonesia.8

Pemerintah Indonesia terus berusaha menyempurnakan struktur organisasi ketentaraan Republik Indonesia. Pemerintah berusaha mencegah kesalahpahaman dengan mencoba menggabungkan TRI dengan laskar-laskar perjuangan serta

5

Pergantian Nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia, Arsip

Sekretariat Negara RI no. 230.

6

Markas Besar TNI, Sejarah TNI Jilid I (1945-1949), (Jakarta: Pusat Sejarah Dan Tradisi TNI, 2000), hlm. 25.

7

Ibid.,hlm. 32.

8

(4)

barisa-barisan bersenjata di wilayah Republik Indonesia, melalui Penetapan Presiden No. 24 Tahun 1947, secara resmi Presiden Soekarno mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia. 9

Pada tanggal 19 Desember 1948, tentara Belanda melancarkan Agresi Militer yang kedua terhadap wilayah RI, termasuk daerah Kota Surakarta, namun pasukan Belanda baru memasuki Kota Surakarta pada tanggal 20 Desember 1948. Surakarta, dalam perspektif strategi militer Belanda memang penting untuk segera dikuasai.10 Posisi Kota Surakarta sangat strategis, tidak jauh dari ibukota dan merupakan kota besar di wilayah republik. Kondisi yang semakin mendesak membuat MBKD (Markas Besar Komando Djawa) mengeluarkan maklumat yang menyatakan keadaan perang, dan pemberlakuan pemerintahan militer untuk seluruh Pulau Jawa.11 Maklumat tersebut berlaku pula di Surakarta. Surakarta memiliki kedudukan penting pada masa Revolusi. Wilayah Surakarta juga merupakan pusat perjuangan dan banyak terjadi perlawanan.12 Perlawanan perlawanan yang terjadi melibatkan berbagai unsur militer dan sipil. TNI, Tentara Pelajar, Laskar Perjuangan hingga rakyat sipil turut berperan dalam perjuangan mempertahankan kemerdeakaan di Surakarta.

Keunggulan peralatan tempur yang dimiliki Belanda membuat Belanda kemudian mampu menguasai Surakarta meskipun sempat terjadi perlawanan. Letnan Kolonel Slamet Riyadi pada saat itu merasa pasukannya yang baru saja

9

Aan Ratmanto, Op.Cit., hlm. 82.

10

Julius Pour, Doorstoot Naar Djokja., Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hlm. 140.

11

Jenderal Besar DR. A.H. Nasution, Pokok-pokok Gerilya dan

pertahanan Republik Indonesia di Masa Yang Lalu dan Yang Akan Datang,

(Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2012), hlm. 171.

12

(5)

“dibersihkan” dari pengaruh komunis tidak sedang berada dalam kondisi siap tempur, maka Letnan Kolonel Slamet Riyadi memerintahkan pasukannya untuk mundur ke arah utara Surakarta. Kota Surakarta seolah ditinggalkan, namun penempatan pasukan penghadang oleh Letnan Kolonel Slamet Riyadi membuat Belanda sempat kerepotan untuk menembus pertahanan Surakarta. Perjuangan Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan pasukannya dilanjutkan dengan bergerilya, hingga datanglah perintah Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta. Wilayah Surakarta yang saat itu dikuasai Belanda juga terjadi pertempuran yang menyebabkan pasukan Belanda di Surakarta tidak dapat membantu pasukan Belanda di Yogyakarta.

Serangan Umum 1 Maret yang terjadi di Yogyakarta menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih tetap berdiri. Pertempuran serupa juga terjadi di wilayah Surakarta, yaitu Serangan Umum Empat Hari Surakarta. Serangan Umum Empat Hari di Surakarta yang menjadi salah satu keberhasilan pejuang RI yang paling gemilang. Serangan ini membuktikan kepada Belanda bahwa keterbatasan bukan menjadi halangan. Pejuang-Pejuang di Surakarta tidak hanya dapat melakukan penyergapan atau sabotase, tetapi juga mampu melakukan serangan secara frontal ke tengah kota Surakarta yang dipertahankan dengan pasukan

kavalerie seperti kendaraan lapis baja, persenjataan berat artileri, pasukan infantri

dan komando yang tangguh. Serangan diawali oleh Mayor Achmadi pada Minggu pagi 7 Agustus 1949.13 Puncak Serangan Umum terjadi pada tanggal 10 Agustus,

13

Kavalerie dalam dunia militer merupakan sebutan untuk barisan pasukan berkuda, selain itu bisa juga sebutan untuk kendaraan lapis baja ( tank).

Artileri merupakan sebutan untuk pasukan bersenjata berat, seperti senjata yang

dapat melontarkan proyektil. Infantri merupakan angkatan bersenjata yang termasuk dalam kesatuan pasukan berjalan kaki.

(6)

dengan masuknya pasukan TNI Brigade V dibawah pimpinan Letnan Kolonel Slamet Riyadi.14 Pejuang-pejuang tersebut tentunya adalah contoh pelaku dan saksi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Tema sejarah militer ini dipilih karena peristiwa perjuangan ataupun militer menarik untuk diteliti. Tema tentang kesaksian pejuang tentang Revolusi di Surakarta menjadi fokus dalam penelitian ini. Pejuang-pejuang di Surakarta berperan penting dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, khususnya dalam perjuangan di Surakarta. Berbagai peristiwa yang terjadi sangat menarik untuk diteliti mengingat segala keterbatasan pada waktu itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berperan aktif dalam mempertahankan kemerdekaan.

14

(7)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh peristiwa proklamasi 1945 di Surakarta? 2. Bagaimana pengaruh diplomasi Linggarjati dan Renville di

Surakarta?

3. Bagaimanakah perlawanan pejuang Republik Indonesia pada masa Agresi Militer ke II di Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh proklamasi 1945 di Surakarta.

2. Untuk mengetahui pengaruh diplomasi Linggarjati dan Renville di Surakarta?

3. Untuk Mengetahui perlawanan pejuang Republik Indonesia pada masa Agresi Militer ke II di Surakarta

D. Manfaat Penelitian

Dari kajian tentang peranan Letnan Kolonel Slamet Riyadi dalam upaya mempetahankan Kemerdekaan Indonesia di Surakrta maka hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai berbagai peristiwa yang dialami para pejuang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Surakarta. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kepentingan penelitian dan pendidikan.

(8)

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan Skripsi ini menggunakan berbagai sumber referensi yang dapat membantu penulisan ini. Baik berupa buku dan jurnal..

Penulisan Skripsi ini menggunakan buku yang berjudul Makna Ofensif

Empat Hari di Surakarta Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia

1945-1949.15 Buku ini menjadi referensi dalam memahami tentang dampak dari

serangan umum empat hari di Surakarta, baik itu dampak politik maupun dampak militer. Dijelaskan pula perjuangan perjuangan para pemimpin Republik Indonesia dalam melakukan perjuangan baik secara diplomasi maupun perjuangan militer. Buku ini juga mengungkap peran kunci yang dilakukan rakyat dalam mendukung perjuangan yang dilakukan secara diplomasi maupun militer. Diungkapkan juga bagaimana kegemilangan pasukan pimpinan Letnan Kolonel Slamet Riyadi dalam melakukan serangan terhadap pasukan Belanda. Pasukan dibawah pimpinan beliau diangap paling berhasil dalam melakukan serangan. Pada bab akhir buku ini lebih banyak membahas bagaimana makna dan dampak dari Serangan Umum Surakarta yang melibatkan pasukan dibawah pimpinan Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan Mayor achmadi.

Buku selanjutnya adalah karya Julius Pour yang berjudul Ignatius Slamet

Rijadi Dari Mengusir Kempetai Sampai Menumpas RMS16. Buku ini menjadi

referensi dalam memahami tentang perjalanan perjuangan Letnan Kolonel Slamet Riyadi. Buku ini merupakan buku yang banyak mengupas sosok Slamet Riyadi

15

Dewan Redaksi Sejarah EX Anggota TNI Detasemen II Brigade 17.,

Makna Ofensif Empat Hari di Solo Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia 1945-1949, (Jakarta, Tanpa Penerbit, 1999).

16

Julius Pour., Ignatius Slamet Rijadi Dari Mengusir Kempetai Sampai

(9)

dari awal karir militernya hingga wafatnya. Buku ini diawali dengan cerita yang “maju ke depan” karena menceritakan dulu peristiwa RMS, baru kemudian menceritakan asal usul seorang Slamet Riyadi. Selain itu juga diceritakan ketika beliau memimpin penyerangan markas Kempetai memimpin rekan-rekannya sesama pejuang muda untuk menguasai markas Kempetai. Slamet Riyadi sempat mengalami kehilangan setelah sahabatnya Kapten Sadono gugur dalam peperangan di Front Srondol namun Beliau bangkit dan selanjutnya juga diterangkan bagaimana peranan beliau menghadang Brigade Tijger akibat strategi-strategi yang Beliau terapkan demi menghadang Brigade Tijger. Penjelasan selanjutnya didalam buku menceritakan bagaimana strategi beliau pada masa Agresi Militer Belanda, kisah persahabatan Beliau dengan Mayor Achmadi, dan beberapa penumpasan pemberontakan di Indonesia seperti DITII di Jawa Barat dan pemberontakan RMS di Maluku yang menjadi peperangan terakhirnya, karena Beliau gugur di Maluku

Buku selanjutnya adalah buku Pokok-Pokok Gerilya karya A.H Nasution17. Buku ini menjadi referensi dalam memahami tentang strategi perang gerilya. Buku ini membahas mengenai pokok pokok perang gerilya yang juga digunakan dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada saat itu dan juga hal-hal yang dapat mendukung atau menghambat dalam strategi perang gerilya. Buku ini menggambarkan definisi gerilya itu sendiri. Di dalam Buku ini A.H. Nasution menulis, “Perang Gerilya adalah perang semesta”. Adalah sebuah kemustahilan meraih kemenangan dalam perang gerilya tanpa dukungan dari

17

A.H. Nasution., Pokok-Pokok Gerilya(Fundamentals of Guerrilla

Warfare) dan Pertahanan Republik Indonesia di Masa yang Lalu dan ysang akan Datang, (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2012).

(10)

rakyat. Karena itu, kesatuan militer dan rakyat merupakan kunci dan keberhasilan dalam perang gerilya. Sebagai seorang tokoh militer, Nasution dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasannya yang gemilang tentang perang gerilya dituangkan dalam buku ini. Di dalam buku ini A.H. Nasution juga menekankan bagaimana pentingnya komunikasi perhubungan antara atasan dengan bawahan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengkoordinasi. Di dalam buku ini juga terdapat beberapa salinan maklumat atau keputusan keputusan yang menyangkut keadaan Indonesia saat itu, seperti pemberlakuan pemerintahan militer ketika adanya Agresi Militer Riyadi.

Buku selanjutnya adalah Doorstoot Naar Djokja karya Julius Pour.18 Buku ini lebih menyorot kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi semasa Agresi Militer Belanda ke II. Buku ini menjadi referensi dalam memahami tentang permasalahan yang terjadi pada masa Agresi Militer Belanda ke wilayah Indonesia. Penjelasan dalam buku tersebut cukup detail dengan menggambarkan pula bagaimana pasukan Belanda yang memang seperti telah dipersiapkan untuk menguasai Ibukota Yogyakarta kala itu. Beberapa tokoh juga diceritakan dalam buku ini bahkan beberapa dilengkapi dengan biodata singkat mengenai tokoh tersebut. Buku ini tidak hanya membahas mengenai keadaan Yogyakarta pada masa itu tetapi juga bagaimana dampak Agresi Militer Belanda ke II pada waktu itu hingga wilayah Surakarta. Peristiwa ini memiliki banyak kaitan dengan penelitian yang sedang penulis lakukan. Dijelaskan juga di dalam buku ini bagaimana sosok Letnan Kolonel Slamet Riyadi memimpin pasukannya menghadapi Belanda dan bagaimana peranannya pada waktu itu. Selain itu juga, dijelaskan beberapa tokoh

18

Julius Pour., Doorstoot Naar Djokja Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer, (Jakarta : Penerbit Kompas, 2009).

(11)

yang ikut berjuang seperti sahabatnya, yakni Mayor Achmadi. Di buku ini nampak Julius Pour ingin memberi gambaran bahwa peristiwa di Yogyakarta juga memiliki kaitan dengan peristiwa yang terjadi di wilayah Surakarta. Namun buku ini sesuai dengan judulnya lebih menonjolkan Yogyakarta yang pada masa itu menjadi ibukota Indonesia sedangkan peranan Letnan Kolonel Slamet Riyadi tidak terlalu banyak dibahas.

Buku Selanjutnya adalah buku yang berjudul Ignatius Slamet

Riyadi karya Suhadi.19 Buku ini menjadi referensi mengenai perjalanan

perjuangan Slamet Riyadi. Penyertaan foto dan gambar serta salinan-salinan surat atau tulisan tangan Slamet Riyadi juga disertakan. Pembahasan mengenai Serangan dituliskan dalam beberapa bagian dengan alur yang tidak berurutan. Penulisan cerita cukup singkat dan terkadang disertai singkatan-singkatan yang tidak mudah dipahami, meski demikian buku ini dapat dijadikan referensi mengenai seputar perjuangan Slamet Riyadi.

Buku Selanjutnya yang menjadi referensi adalah buku Mengenang

Ignatius Slamet Riyadi yang disusun oleh Keluarga Besar SA/CSA, dan mantan

Perwira Brigade V Divisi II.20 Buku ini dijadikan referensi dalam memahami tentang peran Slamet Riyadi dalam mempertahankan kemerdekaan. Dimulai dari awal perjuangan hingga akhir hayatnya. Namun buku ini memiliki pola penulisan yang dalam beberapa bagian beralur mundur, sehingga perlu melihat kembali peristiwa yang telah terjadi, termasuk beberapa penulisan dan istilah yang tidak mudah dipahami.

19

Suhadi, Ignatius Slamet Rijadi, (Jakarta: PT. Inaltu, 1976).

20

Keluarga Besar SA/CSA dan Mantan Perwira Brigade V Divisi II,

(12)

Sumber selanjutnya adalah tulisan Tugas Tri Wahono dalam Jurnal Patrawidya volume 10.21 Tulisan di dalam jurnal tersebut membahas mengenai Gerilya Slamet Riyadi. Gerilya yang dilakukan Slamet Riyadi terjadi setelah kota Surakarta diduduki Belanda pada masa Agresi Militer ke II. Keadaan Kota Surakarta dan berbagai peristiwa pertempuran semasa gerilya Slamet Riyadi dituliskan didalam jurnal tersebut, hingga puncaknya ketika Serangan Umum Empat Hari di Surakarta.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang digunakan untuk mengadakan penelitian terhadap data dan fakta yang objektif agar sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat terbukti secara ilmiah. Metode yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode budaya kemiliteran. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dari masa lampau yang mendasarkan pada empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.22

1. Heuristik

Heuristik merupakan langkah-langkah mencari dan menemukan sumber atau data. Heuristik adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber. Tempat untuk memperoleh sumber informasi sumber sejarah di antaranya museum, perpustakaan, arsip negara, maupun arsip pribadi berupa dokumentasi, termasuk harus mencari bahan-bahan yang mungkin ada sangkut-pautnya

21

Tugas Tri Wahyono, Menelusuri Rute Gerilya Slamet Riyadi (Pak Met): Sejak Doorstoot Belanda, 20 Desember 1948 Sampai Penyerahan Kota Solo, 12 November 1949, Patrawidya, (Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2009).

22

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1975), hlm. 32.

(13)

perseorangan di wilayah yang diperlukan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Studi Dokumen

Sesuai dengan ciri-ciri Ilmu Sejarah yaitu mencari sumber berupa dokumen. Studi dokumen dimaksudkan untuk memperoleh sumber yang berkaitan dengan penelitian.

Dokumen yang berhasil ditemukan untuk penelitian ini antara lain :

Arsip tentang Slamet Riyadi yang diantaranya berisi surat perintah, pengalaman Slamet Riyadi dan sejarah singkat Slamet Riyadi. Arsip tersebut antara lain adalah Medan Juang Ambarawa, arsip Slamet Riyadi, Pedoman Gerilya Slamet Riyadi, Sejarah Kodam VII Diponegoro, Arsip No. SP 0034/D/09/01 mengenai pengumpulan bahan Letnan Kolonel Slamet Riyadi, Surat Salinan dari KNIL kepada Slamet Riyadi No. SP. 08/H/2/9 dan arsip sejarah singkat Slamet Riyadi No. SP.0031/D/09/02. Keseluruhan arsip tersebut adalah koleksi Dinas Sejarah TNI AD di Bandung. Arsip yang dapat ditemukan selanjutnya adalah arsip koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Arsip yang ditemukan diantaranya adalah Arsip Delegasi Indonesia No. 650, Arsip Kementrian Pertahanan No. 1433, Arsip Kepolisian No. 40, dan Arsip Sekretariat Negara RI No. 230 berisi Penetapan Pemeritah No : 2/S.D Tahun 1946 tentang perubahan nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, dan 231 tentang Penetapan Pemeritah No : 4/S.D Tahun 1946 tentang perubahan nama Tentara Keamanan Rakjat menjadi Tentara Republik Indonesia. Arsip atau dokumen selanjutnya adalah arsip koleksi Rekso

(14)

Pustoko Mangkunegaran, di antaranya adalah Arsip Revolusi Di Surakarta tahun 1945-1950 dengan kode B. 58.

b. Studi Pustaka

Teknik Studi Pustaka Ini digunakan untuk memperoleh data-data teoritis dan sebagai pelengkap suberdata yang tidak terungkap di sumberdata primer. Data tersebut berupa buku, majalah, surat kabar dan sumber sekunder lainnya yang sesuai dengan tema penelitian ini. Studi pustaka antara lain dilakukan di UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Reksopustoko Mangkunegaran, Perpustakaan Arsip Nasional Republik Indonesia, Dinas Sejarah TNI AD dan Perpustakaan Sejarah TNI AD di Bandung, serta Kantor Dewan Harian Cabang (DHC) Angkatan 45 Kota Surakarta.

c. Wawancara

Wawancara merupakan Teknik pengumpulan data secara lisan dengan narasumber. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapat keterangan dan data dari individu untuk keperluan informasi. Wawancara dilakukan dengan pihak yang berkepentingan guna melakukan perbandingan kebenaran data. Adapun wawancara akan dilakukan dengan veteran-veteran yang turut berperan dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI di Wilayah Surakarta di antaranya adalah veteran yang dulu tergabung sebagai Tentara Pelajar yang direkomendasikan oleh Dewan Harian Cabang (DHC) Angkatan 45 Kota Surakarta.

(15)

2. Kritik sumber

Kritik Sumber adalah proses mengkritik sumber baik secara interen maupun ekstern. Kritik interen digunakan untuk mengetahui kredibilitas informasi yang diperoleh, yaitu dengan cara menguji isi sumber baik melalui verifikasi dengan sumber lain atau menyesuaikan data dan peristiwa. Sedangkan kritik ekstern dipergunakan untuk mengetahui orentasi informasi yang diperoleh, yaitu dengan melihat bentuk fisik sumber yang digunkan.

3. Interpretasi

Tahap ini dilakukan untuk menafsirkan informasi yang saling berhubungan scara kronologis dengan fakta-fakta yang diperoleh dan telah dilakukan kritik sumber. Tahap ini berisi tentang penafsiran data data tentang pengalaman para pejuang pada masa Revolusi.

4. Historiografi

Historiografi yaitu proses penulisan sejarah sebagai langkah akhir dari penelitian sejarah. Tujuannya adalah merangkai fakta yang telah dikumpulkan menjadi cerita sejarah. Cerita sejarah itu isinya terbagi dalam bab-bab, sub-sub dan butir-butir dari sub-sub yang didasarkan atas prinsip serialisasi dan disajikan dalam uraian secara deskriptif yaitu melukiskan suatu keadaan berdasarkan fakta-fakta yang tersedia.23

(16)

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, penelitian mengunakan sistematika penulisan yang terbagi dalam lima bab pokok pembahasan sebagai berikut:

BAB I, merupakan bab pendahuluan yang mencankup mengenai garis besar penulisan yang di dalamnya memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tujuan pustaka, metode penelitian dan sistematika skripsi.

BAB II, pada bab ini berisi tentang pengaruh proklamasi terhadap wilayah Surakarta. Selain itu juga terdapat berbagai macam konflik yang menyebabkan kondisi Surakarta bergejolak. Bab ini juga berisi tentang perkembangan organisasi perjuangan di Surakarta.

BAB III, pada bab ini menjelaskan mengenai diplomasi Linggarjati dan Renville serta pengaruhnya di Surakarta. Perjanjian Linggarjati dan Renville memiliki pengaruh tersendiri di Surakarta, terutama tentang konflik dan bentrokan-bentrokan yang terjadi sebagai salah satu pengaruh dari perjanjian-perjanjian tersebut.

BAB IV, pada bab ini mengkaji mengenai peristiwa Agresi Militer ke II Belanda dan dampaknya terhadap wilayah Surakarta, termasuk bagaimana cara untuk melawan Belanda dan pengalaman perjuang semasa terjadi Agresi Militer ke II di Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Uraian tugas kepala ruangan yang ditentukan oleh Depkes (1994) dalam melaksanakan fungsi perencanaan adalah (1) Merencanakan jumlah dan kategori tenaga keperawatan serta tenaga

Penelitian ini ditujukan untuk pengembangan sistem informasi administrasi, diharapkan dapat menghasilkan sebuah produk berupa Sistem Informasi Administrasi Santri Pada

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi amonium nitrat yang rendah dalam medium dasar sesuai untuk pembentukan, pertumbuhan, dan regenerasi kalus pada kultur anther Anthurium..

Penelitian ini menganalisis parameter unjuk kerja yang mempengaruhi pada mobile TV saat user melakukan handover pada jaringan mobile WiMAX seperti jitter, end to

Fathul Qodir, selaku Dosen Pembimbing Muda yang dengan penuh ketulusan dan kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada penulis.. Rif’an Tsaqif, MT,

• Limfa adalah transudate dari darah yang mengandung protein yang sama dengan plasma, tetapi lebih sedikit.. • Limfa terutama

 Mampu menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral, dan etika (CP1.02  Karakteristik Akhlak Mahmudah  Karakteristik Akhlak