• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

SEBARAN SPASIAL KOMUNITAS LAMUN DI PERAIRAN PESISIR

KAMPUNG PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KECAMATAN

GUNUNG KIJANG KABUPATEN BINTAN

Ahmad Muhaimin(1) Dr.Ir. T. Efrizal(2), Andi Zulfikar(3)

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 29125.

ABSTRAK

Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermeae) yang sudah menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam air laut dangkal. Padang lamun sebagai salah satu ekosistem ekosistem di wilayah pesisir mempunyai fungsi ekologis dan manfaat ekonomis. Padang lamun dikawasan perairan Kampung Pulau Pucung belum banyak data dan informasinya sedangkan telah dimanfaatkan. Tujuan penelitian untuk mengetahui komposisi jenis lamun, kerapatan, frekuensi, tutupan dan sebaran spasial lamun. Penelitian dilakukan pada bulan juni 2013 dengan menggunakan metode sampling acak sederhana (simple random sampling) atau mengunakan tehnik plot sampling. Setelah dilakukan penelitian lamun ditemukan 7 jenis tumbuh bersama – sama pada substrat pasir bercampur butiran pecahan karang dan remahan cangkang siput dengan nilai struktur komunitas berpariasi. Sebaran spasial lamun mulai dari bibir pantai yang mendapat genangan air waktu surut hingga kearah tubir dimulai dari tumbuhan lamun pembuka atau pionir dan tumbuh secara berkelompok- kelompok tersebar disepanjang pesisir kawasan perairan Pulau Pucung serta bertipe campuran.

Kata kunci: Lamun, Sebaran Spasial, Kampung Pulau Pucung

THE SPATIAL DISTRIBUTION COMMUNITY SEAGRASS COASTAL WATERS AT VILLAGE ISLAND PUCUNG, VILLAGE MALANG RAPAT, DISTRICT KIJANG

MOUNTAIN IN BINTAN REGNCY

Ahmad Muhaimin (1) Dr.Ir. T. Efrizal, (2), Andi Zulfikar, S. Pi, MP (3)

Department of Water Resources Management, Faculty of Marine Sciences and Fisheries, Raja Ali Haji Maritime University, Tanjungpinang, Riau Islands, 29 125.

ABSTRACT

Seagrasses are flowering plants (Angiospermeae) that have adapted to live submerged in the shallow ocean water. Seagrass beds as one ecosystem ecosystems in coastal areas have ecological functions and economic benefits. Seagrass area of water Kampung Island Pucung not a lot of data and information while being exploited. Research purposes to determine seagrass species composition, density, frequency, and spatial distribution of seagrass cover. The study was conducted in June 2013 by using simple random sampling method (simple random sampling) or using plot sampling technique. After a study found 7 seagrass species growing together on a substrate of sand grains mixed rubble and crumbled to the value of snail shells berpariasi community structure. The spatial distribution of seagrass from the beach that gets stagnant water receded until towards the edge of time starting from the opening or pioneer seagrass plants and grow in small groups scattered along the coastal areas and island waters Pucung mixed type.

(2)

PENDAHULUAN

Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermeae) sudah menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam air laut dangkal. (Bengen, 2001 dalam Nainggolan, 2011).

Pulau Pucung merupakan salah satu nama perkampungan (Dusun) yang terdapat di wilayah Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Pada perairan Pulau Pucungmemiliki hamparan padang lamun yang cukup luas, namun belum ada sumber-sumber data mengenai sebaran lamun padahal data lamun suatu hal yang sangat penting agar status- satus lamun dapat di ketahui saat ini dan kedepanya sehingga kegiatan pemantauan berkala padang lamun dalam pengelolaannya nanti lebih mudah dan terarah dengan ada penelitian sebelumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang sebaran spasial lamun di kawasan tersebut termasuk komposisi, kerapatan jenis dan persen tutupan lamun.

Penelitian ini diharapkan dapat mengambaran kondisi penyebaran spasial ekosistem padang lamun dan diharapkan menjadi data sebagai informasi awal bagi pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut khususnya ekosistem padang lamun di kawasan perairan Pulau Pucung Kabupaten Bintan.

METODEOLOGI

Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 di wilayah pesisir perairan Pulau Pucung,Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Stasiun pengamatan terdiri tiga stasiun.

Peralatan yang digunakan yaitu Roll meter, Tali raffia, Transek kuadrat, Refraktrometer, Termometer, Botol sampel, Kertas lakmus , Skop kecil, Alat

tulis dan kertas, Buku identifikasi, Buku estimasi tutupan, GPS, Kamera dan Penggaris besi.

Penelitian ini menggunakan metode transek yang telah ditetapkan atau sampling acak sederhana (simple random sampling) (Soegianto, 1994). Untuk identifikasi jenis dan persen tutupan lamun menggunakan buku panduan McKenzie dan Campbell 2003.

Data yang dikumpulkan yaitu primer dan data sekunder. Data primer meliputi: Suhu, Salinitas, Kekeruhan, pH, DO dan Substrat. Data sekunder meliputi: jenis, keraptan, frekuensi, tutupan dan sebaran. Semua data ditabulasi dan di analisa secara diskripsi dalam bentuk table dan gambar. Penganalisaan data menggunakan rumus- rumus umum tentang penganalisaan data lamun.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kawasan kampung Pulau Pucung secara administrative masuk kedalam RT 3/RW 2 wilayah Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Penduduknya kebanyakan berprofesi sebagai nelayan

Hasil identifikasi di tiga stasiun pengamatan, diketahui perairan Pulau Pucung terdapat 7 komposisi jenis lamun. Komposisi jenis lamun di perairan Pulau Pucung disajikan pada Tabel 1.

Di dalam sampel plot pengamatan jenis lamun dapat di jumpai mulai dari tiga jenis hingga enam jenis, padang lamun di perairan Pulau Pucung berbentuk padang lamun campuran Sitorus (2011) mengatakan padang lamun di perairan Indonesia umumnya termasuk padang lamun vegetasi campuran, tumbuh di daerah pasang surut terletak diantara ekosistem terumbkarang dan ekosistem hutan mangrove.

(3)

Tabel 1. Komposisi Jenis Lamun diperairan Kampung Pulau Pucung

Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) setiap stasiun disajikan pada Tabel 2.

kerapatan tertinggi pada Stasiun 1 kerapatan kedua pada Stasiun 2 dan kerapatan terendah pada Stasiun 3. Nilai kerapatan ini terkait dengan perbedaan tingkat aktivitas pada setiap stasiun, Stasiun 1 rendah aktivitas penduduk

ataupun ekowisatanya. Stasiun 2 dan Stasiun 3 relatif tinggi aktivitas penduduk maupun ekowisatanya. Nontji (2009), mengatakan bahwa kerusakan lamun di timbulkan oleh beberapa akibat seperti gangguan fisik dan lingkungan baik oleh alam maupun manusia akibatnya dapat mempengaruhi jumlah tegakan, kerapatan, pola sebaran dan dapat mengurangi persen tutupan lamun. Tabel 2. Kerapatan, Kerapatan Relatif, Frekuensi dan Frekuensi Relatif

JENIS STASIUN 1 2 3 K KR F FR K KR F FR K KR F FR EA 38.20 10% 0.8 21% 23.40 7% 0.8 22% 36.30 12% 0.9 23% TH 27.90 8% 0.4 11% 29.50 9% 0.5 14% 37.10 12% 0.6 15% CS 45.40 12% 0.5 13% 87.90 26% 0.7 19% 35.20 12% 0.4 10% CR 93.40 25% 0.9 24% 40.40 12% 0.6 17% 50.10 17% 0.8 20% HU 40.60 11% 0.4 11% 45.10 13% 0.3 8% 30.10 10% 0.4 10% SI 39.70 11% 0.3 8% 33.70 10% 0.4 11% 80.90 27% 0.7 18% HP 83.70 23% 0.5 13% 76.30 23% 0.3 8% 31.60 10% 0.2 5% Total 368.90 100% 3.8 100% 336.30 100% 3.6 100% 301.30 100% 4 100% Keterangan : K :Kerapatan KR :Kerapatan Relatif F :Frekuensi FR :Frekuensi Relati

Persen penututpan mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004. Tutupan lamun setiap stasiun di sajikan pada tabel 3. Table 3. tutapan lamun

Stasiun Tutupan Status

1 65 Sehat

2 54 Kurang sehat

3 58 Kurang sehat

Tutupan tertinggi di stasiun 1 dengan katagori sehat dan tutupan terendah di stasiun 2 dengan katagori kurang sehat. Namun, walaupun secara umum Stasiun 2 dan 3 termasuk kedalam kategori kurang sehat tetapi beberapa plot menunjukkan kondisi sehat.. Dilihat dari jumlah total tegakan jenis lamun Stasiun 3 termasuk sedikit dibandingkan Stasiun

Suku Marga Jenis

Potamogetonaceae Cymodoceae Syringodium Holodule Cymodoceae serrulata Cymodoceae rotundata Syringodium isotifolium Halodule pinifolia Halodule uninervis Hydrocharitaceae Enhalus Thalassia Enhalus acoroides Thalassia hemprichii

(4)

2, namun nilai persen penutupan Stasiun 2 yang paling rendah.

(Nainggolan, 2011) mengungkapkan menghitung persen penutupan lamun tidak bisa mengandalkan kerapatan jenis karena tiap jenis lamun mempunyai ukuran yang berbeda. Stasiun 2 terendah dibandingkan dengan stasiun lainya diduga karena Stasiun 2 mendapat banyak masukan sedimen dari daratan yang dibawa oleh air terutama bila hari hujan.

Lamun dalam populasi tersebar melalui tiga pola yaitu acak, seragam dan mengelompok. Setelah dilakukan uji tingkat akurasinya ,emggunakan uji statistik Chi-Square dan dilihat seberapa besar derajat pengelompokannya digunakan Indeks Green hasilnya menunjukan mengelompok.

Pengelompokan tertinggi di stasiun 2, terendah di stasiun 1. Pengelompokan di tiga stasiun tidak ada yang mendekati acak. Kandungan nutrient pada substrat dan sifat refroduksi yang menjadi perbedaan nilai pengelompokanya. (Fauziyah, 2004) mengatakan pengelompokan didorong oleh sifat proses pertumbuhan lamun yang menggunakan akar rhizoma dan perbedaan kandungan nutrient substrat dasar. Jenis lamun yang menjadi sebagai penyusun diperairan Kampung Pulau Pucung ada 7 jenis yaitu: Halodule pinifolia selanjutnya Cymodoceae serrulata ,Enhalus acoroides, Cymodoceae rotundata, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis dan Syringodium isotifolium.

Jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodoceae serrulata, Cymodoceae rotundata, Halodule uninervis sebarannya dapat dijumpai hingga ke tubir. Namun berbeda dengan jenis lamun Syringodium isotifolium, jenis lamun ini sering di jumpai hanya pada perairan yang tingkat perendaman lebih dalam, baik Stasiun 1, 2 maupun Stasiun 3. Jenis lamun Halodule pinifolia banyak di jumpai dibagian pinggir pantai hingga ke tubir semakin kearah ke tubir semakin sedikit di jumpai.

Pengelompokan jenis lamun di perairan Pulau Pucung tidak mempunyai batasan yang jelas, pengelompokan terjadi di duga akibat dari karakteristik hidup jenis-jenis lamun. (Odum, 1973 dalam Fauziyah, 2004) mengatakan pengelompokan jenis lamun merupkan akibat dari pengumpulan jenis Dalam menanggapi perubahan cuaca harian dan musiman. Menanggapi perubahan habitat setempat. Sebagai akibat dari proses reproduktif, persaingan ruangan dan hara.

Parameter lingkungan yang diukur saat penelitian meliputi suhu, salinitas, kekeruhan, pH dan okesigen terlarut (DO) dengan ulangan tiga kali. Hasil pengukuran parameter lingkungan disajikan di table 4.

Table 4. Parameter Lingkungan Parameter St. 1 St.2 St.3 Suhu 29 28 28.3 Salinitas 33.3 32.7 33.3 Kekeruhan 2.7 2.2 2.3 pH 7 7 7 DO 6.9 6.7 7.3

Suhu yang didapat dikategorikan normal untuk tumbuhan lamun melakukan proses fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Pernyataan ini didukung oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut. (Dahuri dalam Hendra, 2011) juga mengatakan, kisaran suhu optimal bagi spesies lamun untuk perkembangan adalah berkisar 28°C - 30°C.

Kandungan garam dalam air laut diperairan Kampung Pulau Pucung tergolong baik untuk mendukung pertumbuhan lamun. Kekeruhan hasil pengukuran (Tabel 6) dikategorikan tergolong jernih. Demikian juga pH dan DO perairannya serta jenis substrat nya campyran lumpur, pasir, krikil dan patahan karang mati. Kesemua nilai yang didapat di tiap stasiun menggambarkan bahwa kondisi perairan Pulau Pucung secara umum adalah baik

(5)

dan sangat mendukung untuk pertumbuhan padang lamun.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua Dosen Pembimbing yang telah banyak member masukan dan arahan. Seluruh Dosen FIKP dan keluarga tercinta serta teman- teman yang telah banyak membantu penyelesaian penelitian ini yang tidak dapat di sebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA

Fauziyah, I.M. 2004. Sturktur Komunitas Padang Lamun di Pantai Jibar Sanur, Bali. Jurusan Ilmu Dan Teknoligi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Skripsi. IPB. Bogor. Hendra, 2011. Pertumbuhan dan

Produktifitas Biomassa Daun Lamun Halophila Ovalis, syringgodium isoetifolium Dan Holodule uninerversis Pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo, Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Unhas.

Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. Salinan Keputusan menteri lingkungan hidup nomor 200 tentang kriteria baku kerusakan dan pedoman penentuan status padang lamun. Jakarta.

McKenzie, L.J. & Campbell, S.J. 2003. Manual for Community (Citizen) Monitoring of Seagrass Habitat. Wester Pasific Edition. Seagrass-Wach. Department of Primary Industries Queensland. Australia. Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial

dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi, IPB. Bogor.

Nontji, A. 2009. Pengelolaan dan Rehabilitasi Lamun, Jurnal

Program TRISMADES

Kabupaten Bintan, Propinsi Kepulauan Riau.

Nur, C. 2011. Inventarisasi Jenis Lamun dan Gastropoda Yang Berasosiasi di Perairan Pulau Karangpuang, Mamuju, Propinsi Sulawesi Barat. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Uversitas Hasanuddin, Makasar. Santo Sitorus, S.A.R. 2011. Kajian

Sumberdaya Lamun Untuk Pengembangan Ekowisata di Teluk Bakau, Kepulauan Riau. Skripsi IPB. Bogor.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya-Indonesia. 173 hal.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Jenis Lamun diperairan Kampung Pulau Pucung
Table 4. Parameter Lingkungan  Parameter   St. 1  St.2  St.3  Suhu   29  28  28.3  Salinitas   33.3  32.7  33.3  Kekeruhan   2.7  2.2  2.3  pH  7  7  7  DO  6.9  6.7  7.3

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dilakukan oleh CEO Suargo fm dalam menangani masalah ini adalah mengharuskan setiap penyiar untuk membuat materi pada setiap program terlebih dahulu dengan

Pembangunan yang kurang berorientasi pada lingkungan tersebut pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menerapkan konsep pembangunan lain yang lebih memperhatikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat kering daun, berat kering batang dan total produksi hijauan yang diberi pupuk bioslurry nyata lebih tinggi dibandingkan

Hasil menunjukkan metode MEZW memiliki nilai PSNR lebih besar (walaupun tidak jauh berbeda) pada Q (2) (threshold 128) untuk setiap citra uji (kecuali lena yang

Hasil perhitungan nilai positive rate (rata-rata sel positif terinfeksi Dengue) dari uji imunositokimia SBPC pada sel vero yang diinfeksi virus Dengue-2 inkubasi satu hari dan

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama fermentasi yang terbaik dalam fermentasi Jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap Bahan Kering, dan Bahan Organik, dan Abu

Menurut saya, ekspresi wajah yang diperlihatkan SPG FMCG tersebut.. kurang mampu menggambarkan sosok SPG

Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, melakukan peran pembinaan dan fasilitasi teknis kepada pemerintah daerah, khususnya