i
PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP
PERUBAHAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI
BANJAR MANDALA SARI, DESA DANGRI KELOD DENTIM
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
NI KOMANG ANA MERLIANTIKA
NIM. 1102105011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ni Komang Ana Merliantika
NIM : 1102105011
Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir/Skripsi yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir/Skripsi ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Denpasar, Juni 2015
Yang membuat pernyataan,
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI
PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP
PERUBAHAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI
BANJAR MANDALA SARI, DESA DANGRI KELOD DENTIM
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH:
NI KOMANG ANA MERLIANTIKA NIM. 1102105011
TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
iv
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP
PERUBAHAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI
BANJAR MANDALA SARI, DESA DANGRI KELOD DENTIM
OLEH:
NI KOMANG ANA MERLIANTIKA NIM. 1102105011
TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : SENIN
TANGGAL : 15 JUNI 2015
TIM PENGUJI:
1. Ns. I Dewa Gede Anom, S.Kep., MM (Ketua) : ………..
2. Ns. Kadek Eka Swedarma, S.Kep.,M.Kes (Sekretaris) : ………..
3. Ns. Ni Made Dian, M.Kep., Sp.KepJ (Pembahas) : ………..
MENGETAHUI
DEKAN KETUA
FK UNIVERSITAS UDAYANA PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Perubahan Tingkat
Depresi Pada Lansia di Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan proposal ini. Ucapan terima kasih penulis berikan
kepada:
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp. OT (K). M.Kes sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan
dalam menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF sebagai Ketua PSIK Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana yang memberikan saya pengarahan dalam proses
menuntut ilmu pendidikan di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar.
3. Ns. I Dewa Gede Anom, S.Kep., MM sebagai pembimbing utama yang
membimbing dan memberikan bantuan selama proses penyelesaian skripsi
sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
4. Ns. Kadek Eka Swedarma, S.Kep., M.Kes sebagai pembimbing pendamping
yang membimbing dan memberikan bantuan selama proses penyelesaian
vi
5. Kepala Puskesmas Dentim 1 yang telah memberikan saya izin untuk
melakukan penelitian di Desa Dangri Kelod yang merupakan Desa kelolaan
dari Puskesmas Dentim 1.
6. Kepala Desa Dangri Kelod dan dan Kepala Dusun Mandala Sari yang telah
memberikan saya izin untuk melakukan penelitian di tempatnya.
7. Orang tua saya yang selalu berdoa dan mensupport saya untuk tetap semangat
sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
8. Teman-teman saya yang selalu mensupport dan membantu memberikan
solusi selama proses penyelesaian skripsi sehingga skripsi ini dapat selesai
tepat waktu.
9. Seluruh pihak yang telah membantu saya dalam proses penyelesaian skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna sehingga penulis bersedia untuk menerima masukan berupa kritikan dan
saran yang bersifat membangun untuk menjadi lebih baik ke depannya.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk
perkembangan dunia keperawatan khususnya dalam keperawatan gerontik dan
menjadikan pengetahuan yang secara luas.
Denpasar, Juni 2015
vii
ABSTRAK
Merliantika, Ni Komang Ana. 2015. Pengaruh Terapi Relaksasi Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Depresi Pada Lansia di Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim. Tugas Akhir, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Pembimbing (1) Ns. I Dewa Gede Anom, S.Kep., MM (2) Ns. Kadek Eka Swedarma, S.Kep., M.Kes
Depresi dipengaruhi oleh banyak faktor dan dapat terjadi pada semua orang termasuk pada lansia. Penatalaksanaan depresi dapat dilakukan dengan farmakologi dan nonfarmakologi. Pada nonfarmakologi dapat dilakukan dengan teknik relaksasi progresif. Teknik relaksasi progresif dapat dilakukan dengan melakukan peregangan otot yang mengalami ketegangan pada lansia sehingga ketegangan otot yang terjadi sebelumnya akan hilang dan akan memberikan kondisi yang relaks pada otot yang mengalami ketegangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh terapi relaksasi progresif terhadap perubahan tingkat depresi pada lansia di Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim. Desain penelitian ini menggunakan rancangan Quasy Experimental
dengan pre-test and post-test with control group. Jumlah sampel yang digunakan berjumlah 30 lansia yang dibagi menjadi 15 kelompok perlakuan dan 15 kelompok kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling. Pengukuran tingkat depresi menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS). Penelitian akan dilaksanakan selama 1 bulan. Uji statistik yang digunakan untuk menganalisis perbedaan perubahan tingkat depresi lansia pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah Mann Whitney U Test. Diperoleh hasil dari nilai p value=0.148. Nilai signifikansi p value > α (0.05). Hasil nilai signifikansi dari hasil penelitian ini adalah p value (0.148) > α (0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan perubahan tingkat depresi pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
viii
ABSTRACT
Merliantika, Ni Komang Ana. 2015. Effects of Progressive Relaxation Therapy Rate Changes Against Depression in Elderly at Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim. Final Assignment, Nursing Science, Medical Faculty, Udayana University. Advisor (1) Ns. I Dewa Gede Anom, S.Kep., MM (2) Ns. Kadek Eka Swedarma, S.Kep., M.Kes
Depression is influenced by many factors and can occur in all people, including the elderly. Management of depression can be done with pharmacological and nonpharmacological. At nonfarmakologi can be done with the progressive relaxation technique. Progressive relaxation techniques can be done by stretching the muscles under stress in the elderly so that muscle tension that happened before will be lost and will provide a relaxed condition of the muscles under stress. This study aims to investigate the influence of progressive relaxation therapy to changes in the level of depression in the elderly at Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim. This study design using Quasy Experimental design with pre-test and post-test with control group. The samples used were 30 elderly people who were divided into 15 treatment group and 15 control group. The samples in this study using purposive sampling technique. Measurement of levels of depression using the Geriatric Depression Scale (GDS). Research will be conducted for one month. Statistical tests were used to analyze differences in changes in the level of depression of elderly in the treatment group and the control group was Mann Whitney U Test. The results obtained from p value=0.148. The significant value of p value > α (0.05). Results of the significance of these results is the p value (0.148) > α (0.05). It can be concluded that Ho accepted and Ha rejected. It can be said there is no difference changes in the level of depression in the treatment group and the control group.
x
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ………... 42
BAB V HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ………. 55
5.2.1 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Pre-Test dan Post-Test Pada Kelompok Perlakuan ……… 67
5.2.2 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Pre-Test dan Post-Test Pada Kelompok Kontrol ……… 70
5.2.3 Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Post-Test ………... 71
5.2.4 Analisis Perbedaan Perubahan Tingkat Depresi Lansia Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……….. 72
5.3 Keterbatasan Penelitian ……… 81
xi
6.2 Saran ……….. 85
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 40
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ... 56
Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin … 57
Tabel 3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan …… 57
Tabel 4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan … 58 Tabel 5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 59
Tabel 6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pencetus Depresi ……….. 60
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pre-Test dan Post Test Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……….. 61
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Post-Test Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……… 61
Tabel 9. Perubahan Tingkat Depresi Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol ……… 62
Tabel 10. Analisa Perbedaan Tingkat Depresi Pre-Test dan Post-Test Pada Kelompok Perlakuan ………. 63
Tabel 11. Analisa Perbedaan Tingkat Depresi Pre-Test dan Post-Test Pada Kelompok Kontrol ……… 64
Tabel 12. Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Post-Test ……….. 65
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ……… 38
Gambar 2. Rancangan Penelitian Quasy Ekperimental………. 42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 2 : Penjelasan Penelitian
Lampiran 3: Surat Pengantar Kuesioner
Lampiran 4: Surat Permohonan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 5 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 6 : Langkah-langkah Teknik Relaksasi Progresif
Lampiran 7 : Kuesioner GDS
Lampiran 8 : Realisasi Anggaran Dana Penelitian
Lampiran 9 : Master Tabel
Lampiran 10 : Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Lampiran 11 : Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Lampiran 12 : Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pendidikan
Lampiran 13: Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan
Lampiran 14 : Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Lampiran 15 : Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor Pencetus Depresi
Lampiran 16 : Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Pre-Test Pada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Lampiran 17: Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi Post-Test Pada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Lampiran 18 : Distribusi Frekuensi Perubahan Tingkat Depresi Pada Kelompok
xv
Lampiran 19 : Hasil Uji Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Pre-Test dan
Post-Test Pada Kelompok Perlakuan dengan Uji Wilcoxon Signed
Ranks Test
Lampiran 20 : Hasil Uji Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Pre-Test dan
Post-Test Pada Kelompok Kontrol dengan Uji Wilcoxon Signed Ranks
Test
Lampiran 21 : Hasil Uji Analisis Perbedaan Tingkat Depresi Pada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol Post-Test
Lampiran 22 :Hasil Uji Analisis Perubahan Tingkat Depresi Pada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol
Lampiran 23 : Surat Izin Penelitian dari Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi
Bali
Lampiran 24: Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol dan Linmas Kota Denpasar
Lampiran 25 : Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kota Denpasar
Lampiran 26 : Surat Izin Penelitian dari Kepala Desa Dangri Kelod
Lampiran 27 : Surat Pernyataan Selesai Melakukan Penelitian
Lampiran 28 : Lembar Konsultasi Bimbingan
xvi
DAFTAR SINGKATAN
BUN : Blood Urea Nitrogen
DEPKES : Departemen Kesehatan
DANGRI : Dangin Puri
DENTIM : Denpasar Timur
ECT : Electro Convulsive Therapy
GDS : Geriatric Depression Scale
MAOI : Monoamine Oxidase Inhibitor
NaSA : Noradrenalin and Serotonin Antidepressants
NIMH : National Institute of Mental Health
PPDGJ-III : Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III
SAD : Seasonal Affective Disorder
SOP : Standard Operational Prosedur
SSRI : Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor
UHH : Umur Harapan Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua orang nantinya akan mengalami pertambahan usia pada setiap
tahunnya. Berawal dari masa bayi sampai menjadi lansia. Hal itu akan terjadi
seiring adanya pertambahan usia yang semakin lama, semakin meningkat dan hal
itu tidak dapat untuk dihindari oleh semua orang. Dalam memasuki pertambahan
usia, seseorang akan mengalami proses penuaan. Proses penuaan merupakan suatu
proses yang sudah ada dari awal kehidupan dan tidak hanya berawal pada waktu
tertentu dan seseorang akan menjadi tua. Proses menjadi tua terjadi secara
alamiah. Jika sudah memasuki masa menjadi tua, seseorang akan mengalami
beberapa penurunan, khususnya penurunan pada fisiknya, seperti: kulit yang
mengalami kekenduran, gangguan pada pendengaran dan penglihatan, rambut
yang menjadi memutih dan gerakan tubuh yang menjadi lambat (Nugroho,
2014:11).
Lansia merupakan suatu perkembangan yang fisiologis yang dapat dilihat
dari perubahan jasmani seseorang yang sudah mencapai usia lanjut. Biasanya pada
perubahan jasmani akan terlihat terjadinya penurunan, seperti adanya penurunan
di sebagian fungsi organ tubuh dan pada segi sosialnya (Anies, 2005:76).
Berdasarkan jumlah populasi lansia di Indonesia yang didapatkan dari
2
lansia laki-laki dan jumlah lansia perempuan. Pada tahun 2010 usia 60 tahun ke
atas berjumlah 18.036,7 penduduk lansia. Pada tahun 2011, jumlah lansia ini
meningkat menjadi 18.619,8 penduduk lansia. Pada tahun 2012 dari jumlah
sebelumnya di tahun 2011 tersebut meningkat menjadi 19.267,8 penduduk lansia.
Pada tahun 2013 jumlah lansia meningkat kembali menjadi 19.989,1 penduduk
lansia sehingga pada tahun 2014, jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan
kembali menjadi 20.793 penduduk lansia. Total jumlah penduduk lansia dari
tahun 2010 sampai 2014 sebanyak 75.934,193 penduduk lansia yang terdapat di
Indonesia. Jumlah penduduk lansia ini akan terus meningkat pada tahun
selanjutnya (Badan Pusat Statistik, 2013).
Jumlah populasi lansia di Bali yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik
pada tahun 2010 sampai 2014 dan gabungan dari jumlah lansia laki-laki dan
jumlah lansia perempuan. Pada tahun 2010 usia 60 tahun ke atas berjumlah 377,8
penduduk lansia. Pada tahun 2011, jumlah lansia ini meningkat menjadi 385,7
penduduk lansia. Pada tahun 2012 dari jumlah sebelumnya di tahun 2011 tersebut
meningkat menjadi 394,6 penduduk lansia. Pada tahun 2013 jumlah lansia
meningkat kembali menjadi 404,5 penduduk lansia sehingga pada tahun 2014,
jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan kembali menjadi 415,4 penduduk
lansia. Total jumlah penduduk lansia dari tahun 2010 sampai 2014 di Bali
sebanyak 1.978 penduduk lansia. Jumlah penduduk lansia ini akan terus
meningkat pada tahun selanjutnya (Badan Pusat Statistik, 2013).
Perkembangan populasi lansia di Indonesia akan semakin banyak
3
meningkat sekitar 10,0% dan pada tahun 2020 nanti diperkirakan akan
mengalami peningkatan sekitar 11,4% (Nugroho, 2014:4). Perkembangan ini akan
dipengaruhi dengan adanya perkembangan usia dan karena adanya kemajuan di
berbagai bidang khususnya pada bidang perekonomian, pelayanan kesehatan,
penurunan terhadap angka kematian pada bayi dan anak, adanya perbaikan
terhadap gizi buruk dan kesadaran perilaku dalam hidup bersih, teknologi yang
sudah canggih, dan ada peningkatan dalam pengawasan terhadap penyakit infeksi.
Hal itu yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu peningkatan Umur Harapan
Hidup (UHH) (Nugroho, 2014:3).
Adanya peningkatan umur harapan hidup ini, tentunya akan berdampak
tidak baik untuk lansia. Lansia akan mengalami penurunan pada fungsi organnya,
lansia akan lebih rentan mengalami penyakit yang bersifat akut dan kronis,
memiliki penyakit degeneratif, metabolik, mengalami gangguan psikososial dan
peningkatan terhadap penyakit infeksi (Nugroho, 2004 dalam Oktizulvia, 2011).
Selain ada penyakit degeneratif yang dimiliki, adapun masalah psikologis yang
dapat menimbulkan faktor yang mempengaruhi pada kehidupan lansia itu sendiri,
contohnya: merasa kesepian, merasa asing terhadap lingkungan, tidak berdaya,
mengalami ketergantungan, kepercayaan diri yang kurang, lansia yang miskin
cenderung akan mengalami hidup yang terlantar dan berkurangnya dukungan dari
anggota keluarga yang dimiliki. Lansia merupakan tahap akhir dari siklus
kehidupan yang sering ditandai dengan kondisi yang tidak sesuai dengan harapan
4
menyebabkan timbulnya gangguan mental pada lansia. Salah satu gangguan
mental yang sering muncul pada lansia adalah depresi.
Dari hasil studi pendahuluan yang sudah dilakukan di Puskesmas Dentim
1 untuk mengetahui jumlah lansia terbanyak yang ada di Dentim. Data jumlah
lansia yang didapatkan dari buku laporan kunjungan lansia ke Poli Lansia untuk
melakukan cek kesehatan yang ada di Puskesmas Dentim 1, didapatkan jumlah
data lansia yang datang ke Poli lansia terbanyak dari 6 Desa yang dikelola oleh
Dentim 1 berada di Desa Dangri Kelod, Dentim yang terdiri dari jumlah pra lansia
yang berusia 45-59 tahun dan gabungan dari jumlah lansia laki-laki dan jumlah
lansia perempuan sebanyak 230 pra lansia dan lansia yang berusia 60 tahun ke
atas sebanyak 130 lansia yang ada di Desa Dangri Kelod, Dentim. Total
keseluruhan penduduk yang berusia 45 tahun sampai 60 tahun ke atas berjumlah
360 penduduk. Studi pendahuluan juga dilakukan di Desa Dangri Kelod, Dentim.
Dari beberapa Banjar yang ada di Desa Dangri Kelod Dentim ini, Banjar yang
dipilih sebagai tempat penelitian, yaitu di Banjar Mandala Sari karena di Banjar
tersebut Posyandu Lansia masih aktif dikarenakan baru berdiri pada bulan
Februari 2014 dan lansia yang ada di Banjar tersebut masih aktif dalam
melaksanakan kegiatan yang diadakan oleh Posyandu Lansia di Banjar Mandala
Sari. Data jumlah lansia yang didapatkan dari Kader Posyandu lansia di Banjar
Mandala Sari tersebut tercatat berjumlah 130 penduduk lansia, yang terdiri dari
pra lansia yang berusia 45-59 tahun dan lansia yang berusia dari 60 tahun sampai
60 tahun ke atas. Jumlah lansia yang berusia dari 60 tahun sampai 60 tahun ke
5
Depresi adalah suatu perasaan sedih dan kecemasan yang berlebihan
dialami oleh seseorang dan merupakan gangguan mental yang sangat serius.
Depresi ini biasanya dapat menghilang begitu saja tetapi dapat juga terjadi secara
berkepanjangan dalam waktu yang tidak mudah diprediksi secara tepat dan dapat
juga mempengaruhi aktivitas sehari-hari dalam kehidupan seseorang (National
Institute of Mental Health, 2010 dalam Tasmil, 2013). Depresi merupakan suatu
gangguan mental yang berkaitan dengan adanya gejala penurunan mood,
kehilangan minat terhadap sesuatu yang diinginkan, memiliki perasaan bersalah,
mengalami gangguan pada pola tidur, adanya penurunan terhadap nafsu makan,
tubuh kehilangan energi, dan mengalami penurunan dalam daya konsentrasi
(World Health Organization, 2010 dalam Tasmil, 2013).
Terjadinya masalah depresi pada lansia setelah memasuki usia lanjut,
dihubungkan dengan adanya suatu perubahan yang disebabkan karena berbagai
faktor, diantaranya karena sudah pensiun dari pekerjaannya, hilangnya lingkungan
sosial, adanya perubahan dalam kegiatan, status dalam perkawinan, kondisi sosial
dan ekonomi yang rendah, adanya penurunan pada fungsi kognitif dan fungsi
tubuh. Penurunan fungsi tubuh ini, dapat menurunkan/memperburuk kondisi
tubuh yang memicu timbulnya berbagai penyakit-penyakit kronis pada lansia
(Djaali & Sappaile, 2013). Keadaan depresi pada lansia sulit untuk diketahui
sehingga sering diabaikan yang dikarenakan lansia itu sering tidak
memperlihatkan keluhan mengenai perasaannya yang berkaitan dengan
6
Prevalensi depresi pada lansia yang menjalani rawat jalan dengan
mengalami depresi sekitar 12%-36%. Angka tersebut meningkat dengan masalah
lansia dengan penyakit kronis dan mengalami depresi yang juga sudah mendapat
perawatan yang lama menjadi 30%-50%. Lansia yang berada di rumah perawatan
dan pada komunitas lansia ditemukan sekitar 25% lansia dengan gejala depresi.
Depresi tersebut menyerang lansia yang berusia 65 tahun ke atas sebanyak
10%-15% dengan lansia yang tinggal bersama dengan keluarganya. Lansia yang
menjalani perawatan dalam jangka waktu yang lama, berpotensi akan mengalami
gejala depresi dari depresi ringan sampai depresi sedang sekitar 50%-75%
(Stanley & Beare, 2006 dalam Aprilian, 2013). Dari jumlah lansia yang berusia 60
tahun ke atas sebanyak 55 lansia tersebut, diambil 11 orang lansia secara acak
yang dijadikan responden dalam studi pendahuluan sebagai penentu ada/tidak
masalah depresi di Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim. Dari 11
orang responden tersebut yang sudah dilakukan penelitian dalam studi
pendahuluan menggunakan kuisioner Geriatric Depression Scale, didapatkan 4
orang tidak mengalami depresi, 4 orang mengalami depresi ringan dan 3 orang
mengalami depresi berat. Dapat disimpulkan bahwa di Banjar Mandala Sari
tersebut, terdapat kasus dengan depresi pada lansia dengan gejala depresi yang di
dapat pada lansia di Banjar Mandala Sari, yaitu: mengalami tekanan, memiliki
perasaan bersalah, tidak bersemangat dalam menjalani aktivitasnya, kurang dalam
kepercayaan diri.
Dampak yang dapat ditimbulkan karena mengalami gangguan mental
7
sakit di bagian punggung, rasa sakit di bagian persendian, sakit di bagian dada,
gangguan masalah pencernaan, merasa kelelahan dan keletihan yang secara
berlebihan, mengalami permasalahan tidur/kesulitan untuk tidur, mengalami
perubahan dalam nafsu makan/berat badan menjadi turun, dan pikiran tiba-tiba
berubah menjadi kosong (Kompas, 2009) dan mengalami ketegangan pada
otot-otot tubuhnya (Saragih, 2011). Salah satu terapi alternatif yang dapat digunakan
untuk merilekskan kembali otot-otot yang mengalami ketegangan akibat depresi
yang dialami serta menjadikan pikiran dan mental menjadi rileks kembali, yaitu
dengan menggunakan terapi relaksasi progresif.
Relaksasi progresif merupakan suatu teknik relaksasi fisik yang bersifat
sistematis, yang dapat dimulai dari bagian atas tubuh. Contohnya, dari bagian
kepala kemudian turun ke bagian bawah atau kaki, dan dapat juga dilakukan dari
arah yang sebaliknya. Disertai dengan adanya visualisasi dan sugesti dalam
menjadikan tubuh rileks kembali dan memperdalam kondisi keadaan diri yang
tetap rileks. Relaksasi juga dapat dilakukan kembali sampai pikiran benar-benar
dan tubuh menjadi rileks sehingga kondisi yang dihasilkan tubuh menjadi trance
sesuai yang diharapkan (Gunawan, 2006:92-93). Pada saat melakukan terapi
relaksasi progresif, individu akan melakukan secara bertahap teknik terapi ini
yang bertujuan untuk menahan dan mengencangkan, kemudian sekelompok otot
akan relaks kembali saat tubuh melepaskan ketegangannya melalui pernapasan
yang teratur (Videbeck, 2008:322). Berdasarkan uraian di atas, peneliti sangat
tertarik untuk melakukan penelitian ini, mengenai teknik relaksasi progresif dan
8
alasan peneliti melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Terapi Relaksasi
Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Depresi Pada Lansia di Banjar Mandala
Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
suatu permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Adakah pengaruh terapi relaksasi
progresif terhadap perubahan tingkat depresi pada lansia di Banjar Mandala Sari,
Desa Dangri Kelod, Dentim?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh
terapi relaksasi progresif terhadap perubahan tingkat depresi pada lansia di Banjar
Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim.
1.3.2 Tujuan Khusus
(1) Mengidentifikasi karakteristik umur, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, pekerjaan dan faktor pencetus depresi pada lansia yang
mengalami depresi di Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim.
(2) Mengidentifikasi tingkat depresi pada lansia sebelum diberikan terapi
relaksasi progresif pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di
9
(3) Mengidentifikasi tingkat depresi pada lansia sesudah diberikan terapi
relaksasi progresif pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol di
Banjar Mandala Sari, Desa Dangri Kelod, Dentim.
(4) Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi Pre-Test dan Post-Test pada
kelompok perlakuan
(5) Mengidentifikasi perbedaan tingkat depresi Pre-Test dan Post-Test pada
kelompok kontrol
(6) Menganalisis perbedaan perubahan tingkat depresi pada kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan intervensi pada pilihan terapi
non farmakologis yang baik di dalam masyarakat, terutama pada lansia yang
mengalami depresi.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dan diterapkan pada
keperawatan gerontik dalam penatalaksanaan terapi non farmakologis, yaitu
dengan menggunakan terapi relaksasi progresif terhadap perubahan tingkat
depresi pada lansia dan dapat dipergunakan sebagai pedoman penelitian
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Konsep Dasar Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Menurut Pudjiastuti (2003) dalam Efendi & Makhfudli (2009:243)
menyatakan bahwa lansia merupakan suatu tahap lanjut dalam menjalani proses
kehidupan, dimana seseorang dapat mempertahankan kemampuan tubuhnya
dalam menghadapi stres yang dikarenakan oleh lingkungan sekitarnya.
Menurut Hawari (2001) dalam Efendi & Makhfudli (2009:243)
menyatakan bahwa lansia merupakan suatu kegagalan yang dialami oleh
seseorang yang dihubungkan dengan adanya daya kemampuan yang menurun
dalam menjalani hidup dan adanya peningkatan dalam kepekaan dengan
sendirinya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan
tahap lanjut dalam menjalani proses kehidupan yang dihubungkan dengan suatu
kegagalan yang ditandai dengan penurunan daya kemampuan dalam menghadapi
11
2.1.1 Rentang Usia Pada Lansia
Usia yang dapat dijadikan patokan dalam menentukan lansia menurut
World Health Organization (WHO) yaitu: pada usia pertengahan middle age
(45-59 tahun),
pada lanjut usia elderly (60-74 tahun), pada lanjut usia tua old (75-90 tahun) dan
pada usia yang sangat tua very old (di atas 90 tahun) (Nugroho, 2014:24).
2.1.2 Perubahan yang terjadi karena proses penuaan pada Lansia
Menurut Nugroho (2014:27-40) menyatakan ada 3 perubahan yang terjadi
akibat proses penuaan, yaitu perubahan fisik dan fungsi, perubahan mental dan
perubahan psikososial.
a. Perubahan Fisik dan Fungsi
1. Sel. Adanya penurunan pada jumlah sel, ukuran sel menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan dalam intraseluler, adanya
penurunan pada jumlah sel otak dan terganggunya mekanisme dalam
perbaikan sel tubuh.
2. Sistem Saraf. Adanya penurunan pada hubungan persarafan, lambatnya
reaksi merespon dan waktu dalam mengatasi stres. Penglihatan dan
pendengaran mengalami gangguan, terjadinya pengecilan pada saraf
penciuman dan perasa. Pada perubahan suhu lebih sensitif dan tidak tahan
12
3. Sistem Pendengaran. Pada telinga bagian dalam mengalami hilangnya
daya pendengaran terhadap nada yang tinggi/bunyi suara, suara yang
didengarkan tidak jelas dan sulit mengerti kata-kata. Terjadinya penurunan
pada fungsi pendengaran dan mengalami vertigo.
4. Sistem Penglihatan. Terjadinya kekeruhan pada lensa mata, mengalami
penurunan dalam daya membedakan warna, timbulnya sklerosis pada
sfingter pupil dan menyebabkan menghilangnya respon terhadap sinar.
5. Sistem Kardiovaskuler. Terjadi penebalan pada katup jantung, penurunan
pada curah jantung, terjadi penurunan elastisitas pada dinding aorta dan
terjadi peningkatan tekanan darah yang diakibatkan adanya resistensi pada
pembuluh darah perifer yang meningkat.
6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh. Mengalami penurunan temperatur
tubuh yang disebabkan penurunan metabolisme, mengalami keterbatasan
refleks dalam menggigil dan tidak dapat memproduksi panas tubuh yang
maksimal.
7. Sistem Pernapasan. Penurunan pada aktivitas silia, kelemahan pada otot
pernapasan yang disebabkan karena terjadinya atrofi, hilangnya elastisitas
pada paru dan berkurangnya elastisitas pada bronkus.
8. Sistem Pencernaan. Penurunan pada indra pengecap, penurunan terhadap
rasa lapar, lemahnya peristaltik usus dalam mengolah makanan dalam
13
9. Sistem Reproduksi.
a) Pada pria. Testis masih dapat dalam memproduksi spermatozoa dan
masih ada dorongan seksual selama kesehatannya dalam kondisi yang
baik.
b) Pada wanita. Terjadinya pengecilan pada vagina, uterus mengalami atrofi
dan penurunan pada selaput lendir vagina.
10. Sistem Genitourinaria.
a) Ginjal. Terjadi pengecilan pada nefron di glomerulus yang disebabkan
karena atrofi, penurunan aliran darah ke ginjal dan berkurangnya fungsi
tubulus dan menyebabkan kemampuan dalam mengonsentrasi urin
menurun, menurunnya berat jenis urin, terjadi proteinuria, Blood Urea
Nitrogen (BUN) mengalami peningkatan. Jumlah darah yang difiltrasi oleh
ginjal berkurang.
b) Vesika Urinaria. Melemahnya otot pada vesika urinaria, penurunan
kapasitas sampai 200 ml/peningkatan dalam frekuensi membuang urine.
c) Pembesaran prostat. Terjadi pada pria yang berusia di atas 65 tahun
sekitar kurang lebih 75%.
11. Sistem Endokrin. Mengalami penurunan pada hormon Estrogen,
Progesteron, Aldosteron, dan Testosteron. Penurunan terhadap aktivitas
14
Berkurangnya aktivitas pada kalenjar adrenal/anak ginjal pada lansia. Pada
hipofisis terdapat pertumbuhan hormon, tetapi lebih rendah dan hanya
terdapat di dalam pembuluh darah dan dalam produksi ACTH, TSH, FSH,
dan LH berkurang.
12. Sistem Integumen. Kulit menjadi mengerut/keriput yang disebabkan
karena kehilangan jaringan lemak. Pada permukaan kulit cenderung
tampak kusam, menjadi kasar, dan bersisik yang disebabkan karena
hilangnya proses keratinasi dan dalam perubahan ukuran dan bentuk dari
sel epidermis. Timbulnya bercak pigmentasi yang dikarenakan proses
melanogenesis yang terjadi secara tidak merata pada permukaan kulit.
Adanya perubahan pada daerah sekitar mata dan timbulnya kerut-kerut
halus di ujung mata, pertumbuhan pada kuku lebih lambat.
13. Sistem Muskuloskeletal. Tulang mengalami kehilangan cairan dan rapuh,
menurunnya kekuatan dan stabilitas tulang. Terjadi kifosis. Keterbatasan
dalam gerakan pada pinggang, jari-jari pergelangan dan lutut.
Membesarnya pada bagian persendian dan menjadi kaku, tendon
mengerut. Berkurangnya aliran darah ke otot yang dikarenakan proses
menua.
b. Perubahan Mental
Perubahan mental dapat berupa sikap yang semakin egois, mudah curiga
kepada orang lain dan tamak apabila mempunyai sesuatu. Sikap yang sering
15
panjang dan ingin menghemat tenaganya sesuai yang diinginkan. Selalu ingin
diberikan peranan dalam masyarakat. Keinginan dalam mempertahankan hak
dan hartanya dan tetap ingin berwibawa. Saat sudah meninggal, lansia ingin
meninggal secara terhormat dan dapat masuk surga. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perubahan mental, yaitu: adanya perubahan fisik, memiliki
kesehatan yang umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan dan
perubahan kepribadian yang drastis.
c. Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial dilihat dari produktivitasnya dan identitasnya
yang dihubungkan dengan peranan seseorang dalam pekerjaannya. Apabila
seseorang mengalami pensiun, seseorang akan merasa kehilangan terhadap
finansial (berkurangnya pendapatan yang didapat), status (sebelumnya
memiliki jabatan/posisi yang tinggi dan dilengkapi dengan semua fasilitas yang
nyaman, kehilangan kenalan/teman yang sudah merasa akrab, kehilangan
terhadap pekerjaan/kegiatan yang sering dulunya dilakukan dan
merasakan/sadar terhadap kematian, adanya perubahan cara hidup, kemampuan
dalam ekonomi yang sudah tidak pada jabatan dan biaya hidup yang semakin
meningkat dengan penghasilan yang sulit didapat, biaya terhadap pengobatan
yang semakin meningkat, mulai timbulnya penyakit kronis dan
ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas, adanya perasaan kesepian karena
adanya pengasingan dari lingkungan sosialnya dan berbagai rangkaian
kehilangan yang dialami, yaitu kehilangandalam hubungan dengan teman dan
16
2.2Konsep Dasar Depresi
2.2.1 Definisi Depresi
Menurut Videbeck (2008) dalam Tobing (2012) menyatakan bahwa
depresi merupakan suatu gangguan alam perasaan/mood yang dapat mengganggu
dalam kehidupan seseorang. Seseorang akan diliputi dengan perasaan yang
bersalah, mudah marah yang akan melibatkan hubungannya dengan orang lain
serta pekerjaan yang dimilikinya, meragukan dirinya dan mengalami kesedihan
yang berkepanjangan.
Menurut Davison, dkk (2006)Depresi merupakan suatu kondisi emosional
yang tidak stabil ditandai dengan mengalami hilangnya napsu makan, selalu
merasa bersalah terhadap dirinya dan merasa dirinya tidak berguna, mengalami
kesedihan yang mendalam, tidak dapat tidur dengan nyenyak dan hilangnya minat
dalam melakukan berbagai aktivitas
Menurut Nugroho (2008:129) menyatakan bahwa depresi merupakan suatu
perasaan yang selalu merasa sedih, merasa tidak berdaya dalam menghadapi
sesuatu dan merasa bahwa dirinya hilang semangat. Hal inilah yang dikaitkan
dengan adanya suatu penderitaan yang dialaminya. Masalah yang dihadapi dapat
berupa sebuah serangan yang langsung ditunjukkan kepada diri sendiri/dengan
perasaan yang penuh amarah yang sangat mendalam.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa depresi merupakan
suatu gangguan alam perasaan/mood yang dapat mengganggu dalam kehidupan
seseorang yang ditandai dengan hilangnya napsu makan, selalu merasa bersalah
17
mendalam, tidak dapat tidur dengan nyenyak, hilangnya minat dalam melakukan
berbagai aktivitas, merasa tidak berdaya dalam menghadapi sesuatu dan merasa
bahwa dirinya hilang semangat. Hal inilah yang dikaitkan dengan adanya suatu
penderitaan yang dialaminya.
2.2.2 Faktor Penyebab Depresi
Menurut Artikel Kesehatan, (2013) menyatakan faktor-faktor penyebab
Depresi dibagi menjadi 2, yaitu: Faktor Fisik dan Faktor Psikologis.
a. Faktor Fisik
1. Faktor genetik. Faktor Genetika/keturunan dapat berpengaruh terhadap
munculnya depresi pada diri seseorang karena merupakan bawaan sebelum
lahir. Faktor genetik ini bahkan mempengaruhi dari berbagai tingkatan
depresi dari depresi ringan sampai depresi berat.
2. Susunan Otak dan Tubuh Secara Kimiawi. Pada saat pengendalian
emosi, terdapat suatu zat kimia yang berada pada otak dan tubuh
seseorang, zat kimia itu yang berperan sebagai pengendalian emosi. Saat
mengalami depresi terdapat perubahan jumlah pada zat kimia dalam tubuh.
Pada pengendalian emosi terdapat suatu hormon yang dinamakan hormon
noradrenalin. Apabila jumlah hormon noradrenalin rendah pada seseorang,
maka orang tersebut akan mudah mengalami depresi.
3. Faktor Umur. Pada usia remaja dan usia yang tua dikatakan akan lebih
18
usia-usia ini, akan mengalami perubahan yang cepat dalam dirinya dan
memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalani hidupnya.
4. Gender. Pada wanita lebih rentan mengalami resiko depresi dibandingkan
pada pria dengan perbandingan 30% pada wanita dan 12,6% pada pria. Hal
ini yang diungkapkan dari data World Bank (Desjarlis, 2005).
5. Gaya hidup. Pada seseorang yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat
akan lebih mudah mengalami depresi. Tingkat stres dan rasa cemas yang
tinggi dapat membuat seseorang lebih mudah berada dalam keadaan
depresi.
6. Obat-obatan. Pada obat-obatan juga dapat meningkatkan terjadinya resiko
mengalami depresi. Menurut McKenzie (1999), terdapat beberapa
obat-obatan yang dapat menimbulkan depresi, yaitu: tablet antieplipsy, obat anti
tekanan darah tinggi, obat antimalaria-melfloquine, obat antiparkinson,
obat kemoterapi, pil kontrasepsi, digitalis, diuretik, interferon-alfa
(hepatitis c), obat penenang dan terapi steroid.
7. Penyakit Fisik. Apabila seseorang divonis mengalami penyakit yang
parah dan tidak dapat disembuhkan. Hal itu dapat membuat seseorang
terkena depresi yang dikarenakan tidak mudah menerima kenyataan yang
19
b. Faktor Psikologis
1. Kepribadian. Pada individu yang memiliki kepribadian yang pesimis dan
sering merasa cemas terhadap sesuatu akan lebih rentan mengalami
depresi. Pada seseorang yang memiliki kepribadian optimis dan selalu
berpendapat baik terhadap suatu keadaan juga dapat mengalami depresi
yang dikarenakan terlalu memaksakan dirinya untuk selalu menjadi baik.
2. Pola pikir. Pada seseorang yang selalu memiliki pikiran negatif terhadap
dirinya sendiri akan lebih rentan mengalami depresi.
3. Stres. Stres merupakan suatu masalah yang sering dijumpai dalam setiap
kehidupan dan dapat menyebabkan depresi. Banyak penyebab terjadinya
stres, diantaranya: karena kehilangan sesuatu yang dimiliki, kehilangan
seseorang yang disayangi, kehilangan/bermasalah terhadap pekerjaannya
dan lain-lain.
4. Lingkungan. Dalam lingkungan yang tidak baik/tidak sehat dapat
menyebabkan depresi, baik dalam lingkungan pekerjaan, lingkungan
pergaulan, lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi keadaan
psikologis pada seseorang.
2.2.3 Tanda dan Gejala Depresi
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) dalam
penelitian Trisnapati (2011) dalam Siahaan (2014) menyatakan gejala depresi
20
a. Gejala utama meliputi: Terdapat perasaan depresi/perasaan yang
mengalami tekanan, kehilangan pada minat dan semangat, kurangnya
energi dalam menjalani aktivitas dan mudah merasa lelah.
b. Gejala lain meliputi: Berkurangnya daya konsentrasi dan perhatian,
memiliki perasaan selalu bersalah dan tidak berguna, gangguan tidur,
berkurangnya terhadap harga diri dan kepercayaan diri, adanya perbuatan
yang dapat membahayakan diri dan memiliki keinginan untuk bunuh diri,
selalu merasa pesimis dan berkurangnya napsu makan.
2.2.4 Tingkatan Depresi
PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) dalam
penelitian Trisnapati (2011) dalam Siahaan (2014) menyatakan bahwa depresi
digolongkan menjadi tingkatan depresi ringan, sedang, dan berat yang disesuaikan
dengan banyak dan beratnya gejala dan dampak terhadap fungsi kehidupan
seseorang. Gejala ini terdiri dari kumpulan gejala utama dan gejala lain, yaitu:
1. Ringan. Sekurang-kurangnya harus terdapat dua dari tiga gejala depresi
dan ditambah dua dari gejala di atas ditambah dua dari gejala lain namun
tidak diperbolehkan terdapat gejala diantaranya. Lama periode depresi
ringan, sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Hanya sedikit mengalami
kesulitan dalam melakukan kegiatan sosial yang umum biasa
dilakukannya.
2. Sedang. Sekurang-kurangnya harus terdapat 2 dari 3 gejala utama depresi
21
Lama episode depresi sedang, minimal selama 2 minggu dan menghadapi
kesulitan yang nyata dalam meneruskan kegiatan sosial yang akan
dilakukannya.
3. Berat. Tanpa adanya gejala psikotik, yaitu semua 3 gejala utama harus
terdapat ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lain. Lama episode
depresi berat, sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Apabila terjadi gejala
yang sangat berat dan onsetnya sangat cepat, maka dibenarkan untuk
menegakkan diagnosa dalam kurun waktu selama 2 minggu. Orang sangat
tidak mungkin akan mampu dalam meneruskan kegiatan sosialnya yang
biasa dilakukannya.
2.2.5 Dampak Depresi pada Lansia
Pada lansia, depresi dapat terjadi secara sendiri/terjadi bersamaan dengan
penyakit lain. Hal ini harus ditangani dengan baik. Apabila tidak ditangani dengan
baik, maka dapat memperburuk terhadap perjalanan penyakit dan memperburuk
prognosisnya. Pada depresi ini, terdapat tanda dan gejala seperti di bawah ini
(Mudjaddid, 2003):
1. Depresi dapat meningkatkan terjadinya angka kematian pada pasien
dengan penyakit kardiovaskuler
2. Pada depresi dapat terjadi ketidakseimbangan hormonal yang akan
22
peningkatan pada hormon adrenokortikotropin yang akan meningkatkan
dari kadar kortisol).
3. Terganggunya metabolisme serotonin pada depresi yang akan
menimbulkan efek trombogenesis.
4. Perubahan suasana hati (mood) dikaitkan dengan adanya gangguan
respons imunitas dan perubahan dari fungsi limfosit dan adanya penurunan
jumlah limfosit.
5. Penurunan aktivitas sel natural killer tejadi pada depresi berat.
6. Pada pasien depresi dapat menunjukkan adanya kepatuhan yang buruk
pada suatu program pengobatan/rehabilitasi.
Depresi pada lansia yang tidak ditangani dengan baik, akan menyebabkan
berlangsung dengan bertahun-tahun lamanya dan dihubungkan dengan adanya
kualitas hidup yang tidak baik/tidak mendukung, adanya kesulitan dalam fungsi
sosial dan pada fisik, tidak patuh terhadap terapi, dan adanya peningkatan pada
morbiditas dan mortalitas yang dikarenakan melakukan bunuh diri dan penyebab
lain (Unutzer, 2007). Dari beberapa penelitian, menyatakan bahwa depresi pada
lansia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap penggunaan rumah
sakit dan out patient medical services (Blazer, 2003). Pada beberapa penelitian
juga menyatakan depresi mayor pada lansia yang setelah menjalani masa
follow-up yang lebih lama, dapat menunjukkan adanya perjalanan yang kronik (Blazer,
2003). Gallo & Gonzales (2001) dalam Saragih (2011) menyatakan bahwa lansia
23
dialami dan memiliki waktu untuk relapse yang lebih singkat dibandingkan
orang-orang yang lebih muda.
2.2.6 Cara Mengukur Tingkat Depresi
Instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi disebut
Geriatric Depression Scale (GDS). Instrumen GDS ini terbagi menjadi 2, yaitu
GDS panjang yang terdiri dari 30 pertanyaan dan GDS pendek terdiri dari 15
pertanyaan yang nantinya akan dijawab oleh klien. Klien nantinya hanya akan
menjawab dengan jawaban Ya/Tidak pada setiap pertanyaan yang diajukan pada
instrumen GDS ini. Pada tahun 1982, instrumen GDS ini dibuat oleh Yesavage J
A dan teman-teman dalam GDS panjang. Pada tahun 1986 direvisi kembali oleh
Yesavage J A menjadi GDS pendek. GDS dapat juga digunakan untuk
mengetahui tingkat depresi lansia yang berada di institusi. Pada tahun 1989,
Parmelee et al sudah melakukan pengujian pada lansia yang berada di panti dan
kompleks perumahan, khususnya pada lansia dengan jumlah 806 lansia. Nilai
yang didapatkan pada setiap pertanyaan yang berjumlah 30 pertanyaan ini,
semuanya valid dan reliabel. Pada tahun 2010, Lopez, Quan & Carvajal
menyatakan GDS ini juga dapat digunakan pada lansia yang mengalami gangguan
kognitif dari hasil penelitian yang sudah dilakukannya dengan menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan pada penderita gangguan kognitif/tidak dalam
penggunaan GDS ini. Pada penelitian Cornett tahun 2009, GDS digunakan untuk
membedakan tingkat kerusakan kognitif pada lansia dengan adanya perubahan
kognitif sedang, demensia tipe alzheimer, dan demensia vaskuler. Hasilnya
24
umum, tidak dapat membedakan jenis dari demensia. Tetap peneliti menggunakan
GDS pada responden lansia dengan berbagai tingkat demensia. Hal ini dapat
membuktikan bahwa GDS dapat digunakan untuk lansia tanpa gangguan kognitif
dan adanya gangguan kognitif. Pada penelitian yang sudah dilakukan oleh Adam
et al pada tahun 2004, mereka mengelompokkan setiap dari pertanyaan di GDS
menjadi lima klasifikasi besar, yaitu perasaan depresi (dysporia), cemas,
gangguan kognitif/memori, agitasi (gejolak emosi), dan tiga serangkai (dimensi):
menarik diri, apatis dan semangat (MAS) (Sari, 2012:26).
2.2.7 Penatalaksanaan Depresi
Depresi dapat ditangani dengan 2 jenis pengobatan, yaitu dengan
pengobatan farmakologis dan nonfarmakologis.
a. Pengobatan dengan farmakologis
Obat antidepresan efektif dapat membantu penderita depresi dan efektif
dalam mencegah kumatnya depresi dan digunakan dalam jangka panjang. Obat
antidepresan hanya boleh diresepkan oleh dokter umum/psikiater (Sydney &
South Western Sydney LHD Mental Health Services, 2009). Efek dari
antidepresan baru akan terlihat dalam 4 sampai 12 minggu. Sebelum
mengurangi/menghapus dari gejala-gejala pada gangguan depresi, walaupun
hasilnya sudah dapat dirasakan membuat perbaikan dalam waktu 2 sampai 3
minggu. Efek samping akan tetap dirasakan selama masa terapi ini. Efek
samping yang ditimbulkan ada yang bersifat sementara dan ada juga menghilang
25
seperti mulut mejadi kering, mengalami konstipasi dan efek seksual. Pada lansia
perlu mendapatkan perhatian dengan adanya daya absorbsi dan kepekaan
terhadap efek dari obat. Memantau obat dan gejala yang timbul perlu dilakukan
lebih cermat (Departemen Kesehatan RI, 2007). Ada beberapa jenis obat
Antidepresan yang digunakan, yaitu:
1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja: Obat–obat ini dapat menghambat resorbsi dari serotonin
dan noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf. Obat-obatan yang
termasuk antidepresan klasik, yaitu: imipramin, klomiramin, amitriptilin dan
lithium karbonat.
2. Antidepresan Generasi ke-2
Mekanisme kerja: SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor):
Obat-obat ini dapat menghambat resorbsi dari serotonin. NaSA (Noradrenalin and
Serotonin Antidepressants): Obat-obat ini tidak memiliki khasiat selektif dan
menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Obat-obat yang
termasuk antidepresan generasi ke-2, yaitu: fluoxetin, sertralin, citalopram,
fluvoxamine, mianserin, mirtazapine dan venlafaxine.
3. Antidepresan MAO
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI).
Farmakologi Monoamin oksidase berperan dalam dekomposisi amin biogenic
dan merupakan sistem enzim kompleks yang terdistribusi luas dalam tubuh dan,
26
menghambat dari sistem enzim ini, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan konsentrasi amin endogen. Ada dua tipe MAO, yaitu MAO-A dan
MAO-B. Kedua enzim ini memiliki substrat yang berbeda dan perbedaan dalam
sensitivitas terhadap inhibitor. MAO-A cenderung memiliki aktivitas deaminasi
epinefrin, norepinefrin, dan serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme
benzilamin dan fenetilamin. MAOI hepatik menginaktivasi monoamin yang
bersirkulasi/masuk melalui saluran cerna ke dalam sirkulasi portal (contohnya:
tiramin). Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan
merupakan inhibitor ireversibel dan dibutuhkan sampai 2 minggu untuk
mengembalikan metabolisme amin normal setelah penghentian obat. Dari hasil
studi yang didapatkan, menyatakan bahwa mengindikasikan dari terapi MAOI
kronik dapat menyebabkan terjadinya penurunan dari jumlah reseptor (down
regulation) adrenergik dan serotoninergik.
b. Pengobatan nonfarmakologis
Menurut Sydney & South Western Sydney LHD Mental Health Services,
(2009) dan artikel detik Health dalam Harnowo (2011) menyatakan pengobatan
non farmakologis yang digunakan dalam menangani depresi, yaitu:
1. Terapi Kognitif Perilaku/Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Dengan melakukan konsultasi dengan seseorang yang profesional dalam
kesehatan jiwa, seperti: psikiater, psikolog, pekerja sosial/konselor. Psikoterapi
dapat membantu orang dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi dan
27
2. Terapi Elektro konfulsif
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu pengobatan yang aman
dan efektif untuk mengobati depresi yang parah dan yang tidak bereaksi
terhadap obat-obatan/pengobatan yang digunakan.
3. Olahraga
Olahraga dapat digunakan untuk meredakan depresi. Cara kerjanya adalah
dengan mempengaruhi pengeluaran dari bahan kimia pada otak yang berfungsi
untuk mengatur suasana hati, yaitu: norepinefrin dan serotonin. Olahraga juga
dapat melepaskan endorfin yang dapat membuat perasaan seperti 'melayang'
pada beberapa atlet pelari. Menurut Profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Duke
University School of Medicine di Durham NC, P Murali Doraiswamy MD,
merekomendasikan untuk melakukan olahraga sebanyak 3-5 kali dalam
seminggu selama 20 sampai 30 menit. Latihan aerobik yang dapat dilakukan
seperti jalan cepat adalah olahraga yang terbaik.
4. Terapi Cahaya
Pada cuaca yang mendung di musim hujan, dapat menyebabkan orang
rentan mengalami depresi ringan yang disebut gangguan afektif musiman atau
seasonal affective disorder (SAD). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk
meredakan gejala depresi adalah dengan menggunakan terapi cahaya, dengan
duduk di dekat sebuah kotak dengan cahaya yang terang benderang seperti
cahaya yang ada di luar ruangan. Waktu yang diperlukan selama sekitar 15
28
digunakan tergantung pada tingkat keparahan gejala dari depresi dan intensitas
cahaya yang ditentukan oleh dokter. Terapi cahaya ini tidak menyembuhkan
depresi tetapi dapat meringankan gejala depresi setelah beberapa hari dilakukan.
5. Memiliki Buku Harian atau Diary
Buku harian suasana hati yang sering disebut Diary ini akan menjaga
kejadian negatif yang dialami tetap dalam perspektif yang wajar dan berfungsi
sebagai pengingat bahwa dalam aktivas sehari-hari yang baik dapat terjadi.
6. Dukungan kelompok
Metode ini merupakan cara yang sangat baik untuk membantu klien dalam
mengobati depresi ringan yang dialami. Dalam kelompok ini akan memberikan
pendidikan mengenai depresi dan berperan sebagai komunitas pendukung dan
memberi kesempatan belajar untuk orang-orang yang menghadapi masalah
depresi.
7. Meditasi
Meditasi berperan dalam mencegah kekambuhan pada depresi. Pada
meditasi ini difokuskan pada kesadaran yang berbasis terapi kognitif yang
menggabungkan antara meditasi tradisional dengan pendekatan perilaku
kognitif. Pada hasil penelitian yang sudah dilakukan, tingkat kekambuhan
kelompok yang menggunakan meditasi sama dengan yang meminum obat
antidepresan sekitar 30% dan sekitar 70% lebih rendah dari yang meminum
plasebo. Sedangkan pada penelitian kedua menemukan bahwa sebanyak 47%
29
dibandingkan dengan pasien yang hanya meminum antidepresan saja sekitar
60% orang.
8. Yoga
Berlatih yoga dapat mengurangi stres, rasa permusuhan, kecemasan,
depresi, meningkatkan energi, meningkatkan kualitas tidur dan kesejahteraan
diri. Walaupun tidak terlalu banyak penelitian yang meneliti tentang yoga, yoga
ini sudah terbukti dapat digunakan sebagai alat yang sederhana untuk mengatasi
depresi.
2.3 Konsep Dasar Terapi Relaksasi Progresif
2.3.1 Definisi Relaksasi Progresif
Menurut Gunawan (2006:92-93) menyatakan bahwa relaksasi progresif
adalah suatu teknik relaksasi fisik yang bersifat sistematis, yang dapat dimulai
dari bagian atas tubuh. Contohnya, dari bagian kepala kemudian turun ke bagian
bawah atau kaki, dan dapat juga dilakukan dari arah yang sebaliknya. Disertai
dengan adanya visualisasi dan sugesti dalam menjadikan tubuh rileks kembali dan
memperdalam kondisi keadaan diri yang tetap rileks. Relaksasi juga dapat
dilakukan kembali sampai pikiran benar-benar dan tubuh menjadi rileks sehingga
kondisi yang dihasilkan tubuh menjadi trance sesuai yang diharapkan.
Menurut Videbeck (2008:322) menyatakan bahwa relaksasi progresif
adalah suatu metode yang digunakan untuk merelaksasikan kembali otot-otot yang
mengalami ketegangan. Pada relaksasi progresif ini, seseorang secara bertahap
30
merelaksasikan kembali sekelompok otot saat setelah melepaskan ketegangan
tubuh yang dialami melalui pernapasan yang teratur.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa relaksasi progresif
merupakan suatu teknik relaksasi fisik yang bersifat sistematis, yang dapat
dimulai dari bagian atas tubuh dan adanya visualisasi dan sugesti dalam
menjadikan tubuh rileks kembali dan memperdalam kondisi keadaan diri yang
tetap rileks dengan tahapan mengencangkan otot terlebih dahulu, kemudian
menahannya dan terakhir merelaksasikan kembali sekelompok otot saat setelah
melepaskan ketegangan tubuh yang dialami melalui pernapasan yang teratur.
2.3.2 Manfaat Relaksasi Progresif
Manfaat dari relaksasi progresif ini adalah untuk mengatasi berbagai
macam permasalahan, yaitu: mengatasi stres, kecemasan, insomnia dan dapat
membangun emosi yang positif dari emosi yang bersifat negatif (Psikologi zone,
2009).
2.3.3 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Melakukan Relaksasi Otot
Progresif Dalam Artikel Psikologi Zone (2009), yaitu:
1. Jangan menegangkan otot secara berlebihan karena akan dapat melukai
diri sendiri.
2. Atur posisi tubuh yang nyaman dengan mata yang tertutup dan jangan
berdiri.
31
4. Pada bagian kanan tubuh dilakukan sebanyak 2 kali dan pada bagian kiri
tubuh dilakukan 2 kali.
5. Cek klien, apa sudah benar-benar dalam kondisi rileks.
6. Instruksi diberikan secara terus menerus.
7. Instruksi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan tidak terlalu cepat
dan tidak terlalu lambat.
2.3.4 Langkah-langkah Teknik Relaksasi Progresif
Langkah-langkah teknik relaksasi progresif yang sudah dimodifikasi oleh
Alini (2012); Supriati (2010) dalam Tobing (2012:57-60) dijelaskan bahwa pada
teknik relaksasi progresif terdapat 14 gerakan yang dijadikan 4 sesi. Dalam 14
gerakan itu masuk ke dalam sesi 1,2 dan 3 sedangkan sesi ke 4 dilakukan
terminasi. Pada penelitian sebelumnya dijelaskan untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, latihan relaksasi dilakukan secara rutin selama 25-30 menit setiap sesi.
Dalam sehari dilakukan 2 kali sehari, 2 jam setelah makan untuk mencegah
mengantuk setelah makan. Jadwal latihan dilakukan minimal 1 minggu untuk
hasil yang lebih maksimal (Tobing, 2012:56-60). Pada penelitian ini, relaksasi
progresif akan dilakukan 1 kali dalam seminggu, dalam sehari dilakukan 1 kali
terapi. Setiap sesi dilakukan selama 25-30 menit dalam waktu ±2 jam.
1 Otot dahi
Kerutkan dahi dan alis sekuatnya hingga kulit terasa mengerut dan
32
kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
2 Otot mata
Pejamkan mata sekuatnya hingga ketegangan otot di daerah mata terasa
dan pertahankan selama 10 detik, kemudian buka mata secara perlahan dan
ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
3 Otot rahang
Katupkan mulut dan gigi dirapatkan sekuatnya hingga terasa tegangan
disekitar otot rahang dan pertahankan selama 10 detik, kemudian lemaskan
secara perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
4 Otot sekitar mulut
Moncongkan bibir ke depan sekuatnya hingga terasa tarikan pada otot
daerah bibir dan pertahankan selama 10 detik, kemudian lemaskan kembali
33
5 Otot leher bagian belakang
Tekan kepala ke arah punggung hingga terasa tarikan pada otot leher di
bagian belakang dan pertahankan selama 10 detik, kemudian lemaskan
secara perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
6 Otot leher bagian depan
Dagu diturunkan/ditekuk hingga dagu menyentuh dada dan pertahankan
posisi tersebut selama 10 detik, kemudian lemaskan secara perlahan dan
ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
7 Otot tangan
Kepalkan tangan sekuatnya hingga terasa tarikan pada otot tangan dan
pertahankan posisi tersebut selama 10 detik kemudian lemaskan secara
perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama pada masing-masing
tangan sebanyak 2 kali.
8 Otot tangan bagian belakang
34
menghadap ke atas lakukan perlahan hingga terasa tarikan pada otot tangan
bagian belakang, pertahankan kondisi selama 10 detik kemudian tanggan
diturunkan secara perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama
sebanyak 1 kali.
9 Otot lengan (Bisep)
Kepalkan kedua tangan tarik ke atas pundak hingga terasa tarikan pada otot
lengan, pertahankan posisi selama 10 detik, kemudian lepaskan secara
perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
10 Otot bahu
Angkat kedua bahu sampai menyentuh telinga, lakukan secara perlahan
hingga terasa tarikan pada otot bahu dan pertahankan kondisi selama 10
35
gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
11 Otot punggung
Tubuh diangkat dari sandaran kursi dan dada dibusungkan ke depan dan
pertahankan posisi selama 10 detik, kemudian lemaskan badan secara
perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak 1 kali.
12 Otot dada
Tarik nafas dalam sedalamnya/semampunya dan ditahan untuk beberapa
saat hingga terasa tarikan pada otot dada, kemudian dihembuskan kembali
secara perlahan dari bibir dan ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak
1 kali.
13 Otot perut
Tarik perut ke arah dalam sekuatnya secara perlahan, ditahan selama 10
detik hingga pada daerah perut terasa tegang dan kencang, kemudian
lemaskan secara perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama sebanyak
36
14 Otot kaki
Kedua kaki diluruskan secara perlahan selama 10 detik hingga terasa
tarikan pada otot kaki khususnya pada daerah paha, kemudian
lemaskan secara perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama
sebanyak 1 kali.
Kedua telapak kaki ditarik ke arah dalam hingga terasa tarikan pada
kedua otot kaki dan pertahankan kondisi selama 10 detik, kemudian
lemaskan secara perlahan dan ulangi kembali gerakan yang sama
sebanyak 1 kali.
2.3.5 Pengaruh Relaksasi Progresif Tehadap Depresi
Depresi memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan tubuh. Depresi
dapat mengganggu kesehatan tubuh dan menciptakan siklus-siklus lanjutan
dimana depresi akan semakin memburuk seiring dengan memburuknya dari
kondisi kesehatan tubuh seseorang, seperti: mengalami kecemasan dan stres.
37
semakin rentan terhadap serangan dari bakteri, virus, dan berbagai penyebab
penyakit lain. Hal-hal ini yang menyebabkan penyakit-penyakit yang berat dapat
mucul pada saat mengalami depresi. Penyakit-penyakit berat itu juga dapat
menyebabkan depresi semakin memburuk (Kolom Sehat, 2014). Gejala depresi
yang mucul,yaitu: adanya gangguan terhadap tidur, terdapat nyeri pada dada dan
perut, sakit kepala dan punggung, mengalami mual, makan yang berlebihan dan
mengalami pusing (Stuart 2007:209). Gejala yang sering dialami oleh penderita
depresi adalah mengalami nyeri pada otot dan sendi yang ditandai dengan rasa
lelah, lemah dan lesu sehingga dapat menghambat aktivitas sehari-hari (Kolom
Sehat, 2014). Sedangkan gejala depresi yang biasa dialami oleh lansia di Banjar
Mandala Sari, yaitu: mengalami tekanan, memiliki perasaan bersalah, tidak
bersemangat dalam menjalani aktivitasnya, kurang dalam kepercayaan diri dan
mengalami ketegangan pada otot-otot tubuhnya. Terapi yang baik digunakan
untuk merileksasikan kembali otot-otot yang mengalami ketegangan yaitu dengan
menggunakan terapi relaksasi progresif. Terapi Relaksasi Progresif merupakan
suatu teknik relaksasi fisik yang bersifat sistematis, yang dapat dimulai dari
bagian atas tubuh dan adanya visualisasi dan sugesti dalam menjadikan tubuh
rileks kembali dan memperdalam kondisi keadaan diri yang tetap rileks dengan
tahapan mengencangkan otot terlebih dahulu, kemudian menahannya dan terakhir
merelaksasikan kembali sekelompok otot saat setelah melepaskan ketegangan