Bab ini dimulai dengan penyampaian hasil penelitian, yaitu deskripsi
karakteristik responden pemuda dilanjutkan dengan bentuk-bentuk peran pemuda
dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Bagian berikutnya adalah
pembahasan faktor- faktor yang mempengaruhi peran pemuda yang terdiri dari
hasil empiris (kuantitatif) bentuk-bentuk peran pemuda, determinan peran
pemuda, faktor- faktor penentu peran pemuda, dekomposisi faktor-faktor penentu
peran pemuda, dan korelasi antar faktor penentu peran pemuda. Bagian akhir dari
bab ini merupakan implikasi kebijakan untuk meningkatkan peran pemuda dalam
pembangunan kelautan dan perikanan.
5.1 Karakteristik Responden Pemuda
Usia responden rata-rata 28 tahun dengan kisaran umur 18 – 35 tahun
sesuai dengan persyaratan umur pemuda. Sebagian besar responden berjenis
kelamin laki- laki (373 orang atau 96%), selebihnya (17 orang) berjenis kelamin
perempuan. Jarang sekali pemuda perempuan yang terlibat dalam pembangunan
sektor kelautan dan perikanan. Keterlibatan pemuda perempuan hanya dalam
bidang yang relatif terbatas, misalnya pelayan toko yang menjual sarana produksi
atau peralatan untuk menangkap ikan, mengolah ikan menjadi bahan pangan lain
seperti bakso. Beberapa pemuda perempuan juga menjadi penjual ikan, walaupun
demikian pekerjaan menjual ikan umumnya dilakukan oleh laki- laki. Disamping
itu bagi perempuan yang sudah menikah, yang menjadi responden adalah
Latar belakang pendidikan paling rendah kelas 1 SD dan tertinggi tamat
sarjana, denga n rata-rata mencapai kelas 1 SMP atau 7 tahun (Tabel 19). Jumlah
pemuda responden yang tamat sarjana hanya 4 orang atau 1% dari total sampel.
Hal ini sesuai dengan data yang diterbitkan BPS Sukabumi (2004) dimana
sebanyak 50,4% penduduk Kabupaten Sukabumi hanya tamat SD, sedangkan
penduduk yang tamat perguruan tinggi hanya 1,13%. Tingginya angka putus
sekolah atau tidak melanjutkan sekolah setelah tamat SD atau SMP merupakan
gambaran umum di daerah pedesaan dimana anak-anak sudah menjadi angkatan
kerja terutama untuk membantu orang tua mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
Hal ini merupakan indikasi bahwa dari latar belakang akademik para pemuda di
daerah penelitian relatif tertinggal. Di pihak lain, peluang yang ada untuk berperan
dalam pembangunan kelautan dan perikanan mungkin tidak menuntut latar
belakang pendidikan yang relatif tinggi.
Dari segi usia, umumnya responden masih sangat produktif. Usia pemuda
responden sebagian besar dalam kelompok 30 tahun ke bawah (65,4%). Sedang
yang usianya antara 31-35 tahun sebanyak 35% (Lampiran 8). Walaupun
demikian, dari segi pendidikan hampir 60% di antaranya maksimal hanya tamat
sekolah dasar. Hal ini merupakan indikasi bahwa para pemuda umumnya putus
sekolah sebelum tamat SD atau tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan ke
sekolah menengah. Sedangkan pemuda yang sempat duduk di bangku perguruan
Tabel 19 Karakteristik responden pemuda nelayan di Kabupaten Sukabumi (2006)
No Faktor yang mempengaruhi peran pemuda Minimal Maksimal Rata-rata
1. Kewirausahaan
1 Usia (tahun) 18 35 28
2 Pendidikan formal (tahun) 1 16 7
3 Pengalaman bisnis (tahun) 1 28 10
4 Membaca berita bisnis (hari per bulan) 0 30 3 5 Mendengar berita bisnis dari radio/TV (hr per bln) 0 30 15
2. Kebijakan publik
6 Nilai kredit yang diterima (Rp) 0 18.000.000 362.167 7 Pajak yang dibayar (Rp) 0 43.200.000 1.318.234 8 Intensitas penyuluhan yang diikuti (kali per tahun) 0 12 1
9 Waktu untuk ijin usaha (hari) 0 90 5
3. Sumberdaya
10 Nilai aset usaha (Rp) 0 200.000.000 6.724.214 11 Nilai lahan non perikanan (Rp) 0 100.000.000 3.129.154
12 Jumlah tenaga kerja keluarga (orang) 0 10 1
13 Keuntungan bisnis perikanan (Rp/tahun) 0 180.000.000 16.312.262
14 Saldo tabungan (Rp) 0 15.000.000 663.695
15 Perkiraan kenaikan keuntungan tahun depan (%) 0 100 15
4. Kapital sosial
16 Nilai warisan dari orang tua (Rp) 0 465.000.000 4.379.346 17 Kekayaan keluarga (Rp) 100.000 852.300.000 54.941.535 18 Lama mengikuti organisasi politik (tahun) 0 20 0,5 19 Lama mengikuti organisasi agama (tahun) 0 20 1
20 Jumlah mitra bisnis (orang) 0 55 5
Catatan: jumlah sampel 390 orang
Pengalaman berbisnis atau berusaha dalam bidang perikanan bervariasi
dari 1 sampai 28 tahun, dengan rata-rata pengalaman yang cukup lama (10
tahun). Bisa dikatakan bahwa pengalaman berbisnis para pemuda relatif memadai.
Bahkan bagi yang berpengalaman selama 28 tahun berarti sudah berbisnis sejak
anak-anak atau usia 7 tahun. Faktor lingkungan sangat mendorong para pemuda
untuk berusaha di bidang perikanan sejak dini walaupun hanya sebagai anak buah
kapal atau berjualan di pasar ikan.
Sebanyak 41% responden mempunyai pengalaman bisnis relatif sedikit,
tahun sebanyak 3,6% atau dialami oleh mereka yang sudah berbisnis sejak usia
belia.
Rata-rata pemuda dalam membaca berita bisnis hanya 3 hari dalam
sebulan, dengan variasi dari tidak pernah membaca sama sekali hingga membaca
setiap hari. Hampir 65% responden tidak pernah membaca koran sama sekali.
Hanya 5,4% pemuda yang relatif sering atau hampir tiap hari membaca koran.
Akses terhadap surat kabar, seperti koran dan majalah, merupakan masalah utama.
Di kota kecamatan bisa dibeli berbagai koran dan majalah yang di dalamnya juga
dapat ditemukan berbagai berita bisnis, tetapi harganya relatif mahal bagi
sebagian pemuda. Program koran masuk desa yang pernah puluhan tahun lalu
dicanangkan perlu digalakkan kembali agar penduduk, termasuk para pemuda,
yang tinggal di pedesaan bisa turut membaca koran. Disamping itu minat baca
para pemuda perlu ditanamkan sejak usia sekolah agar memiliki pengalaman yang
lebih luas. Kebiasaan membaca berita bisnis akan memperluas cakrawala serta
mampu mengenali berbagai pengaruh faktor yang bersifat internal maupun
eksternal, khususnya dalam bidang perikanan.
Mendengar berita bisnis dari radio atau televisi dilakukan oleh responden
rata-rata 15 hari dalam sebulan, dengan kisaran tidak pernah hingga setiap hari
mengikuti berita bisnis. Masih ada hampir 25% pemuda yang tidak pernah
mengikuti berita bisnis melalui radio atau televisi. Sedangkan yang relatif sering
atau hampir tiap hari me ngikuti berita bisnis dari radio atau televisi sebanyak
42,3%. Disamping berfungsi sebagai media hiburan, radio maupun televisi juga
menyajikan beragam berita termasuk berita bisnis yang sangat aktual, misalnya
satu hambatan dalam mengikuti berita dari radio dan televisi adalah kurangnya
akses karena banyak yang tidak memiliki peralatan tersebut.
Nilai kredit untuk bidang perikanan yang pernah diterima responden
rata-rata Rp 362.000 per orang. Walaupun demikian cukup banyak responden yang
belum pernah menerima kredit sama sekali. Jumlah maksimal kredit yang pernah
diterima responden adalah Rp 18 juta per orang (Tabel 19). Sebanyak 82,6%
pemuda belum pernah menerima kredit atau bantua n dari pemerintah dan hanya
3,8% yang pernah menerima bantuan dengan nilai Rp 2 juta atau lebih (Lampiran 9).
Umumnya responden yang pernah menerima kredit adalah para pemilik kapal,
sedangkan anak buah kapal maupun pedagang jarang yang menerima kredit.
Besarnya pajak yang dibayar oleh responden rata-rata Rp 1,3 juta per
orang per tahun. Sebagian responden (45,4%) tidak membayar pajak usaha karena
hanya sebagai pekerja. Sebanyak 21,0% membayar pajak dengan nilai lebih dari
Rp 960.000 per tahun. Nilai pajak yang tertinggi dibayar oleh responden adalah
Rp 43,2 juta per tahun per orang. Pajak yang dibayar akan semakin tinggi dengan
semakin tingginya total pendapatan dari bisnis.
Intensitas penyuluhan yang diterima responden rata-rata satu kali dalam
setahun. Frekuensi penyuluhan tertinggi adalah 12 kali dalam setahun atau sekali
sebulan. Sebagian besar responden (61,3%) tidak pernah memperoleh penyuluhan,
umumnya mereka adalah pekerja atau bukan pemilik usaha. Kelompok yang
memperoleh penyuluhan hampir tiap bulan hanya sebanyak 1,8%. Hal ini
mengindikasikan bahwa sasaran yang memperoleh penyuluhan secara rutin relatif
lebih banyak kelompok yang berperan dalam bidang kelautan dan perikanan.
Disamping itu materi penyuluhan harus selalu aktual sesuai keperluan pemuda.
Waktu untuk mengurus ijin usaha rata-rata 5 hari dengan waktu paling
lama mencapai 90 hari atau tiga bulan. Sebagian besar responden (61,3%) tidak
pernah mengurus ijin usaha karena perijinan diurus oleh pemilik usaha tempat
mereka bekerja.
Nilai aset usaha bervariasi dari yang tidak memiliki sama sekali (41,5%)
hingga yang tertinggi senilai Rp 200 juta. Pekerja di sektor kelautan dan perikanan
umumnya tidak mempunyai aset usaha. Disamping itu sebagian penjual ikan
secara eceran di pasar tradisional hanya menggunakan peralatan sederhana (tali
rafia dan styrofoam bekas) yang sangat murah biayanya. Sedangkan para pemilik
perahu penangkap ikan memiliki aset yang relatif mahal.
Nilai lahan yang digunakan untuk kegiatan non perikanan beragam dari
nol (85,9%) atau tidak mempunyai sama sekali hingga bernilai Rp 100 juta.
Sebagian responden memiliki lahan untuk bertani atau kegiatan lain, misalnya
sawah, lahan perkebunan, baik yang produktif maupun tidak produktif.
Jumlah tenaga kerja keluarga produktif bervariasi dari satu orang, yang
berarti hanya responden sendiri, yang bekerja hingga 10 orang. Umumnya
respoden yang bekerja sendiri (76,4%) berumur relatif muda, belum menikah atau
sudah menikah tetapi keluarganya tidak bisa membantu bekerja. Rata-rata jumlah
tenaga kerja produktif adalah satu orang per responden.
Keuntungan bisnis perikanan rata-rata Rp 16,3 juta per tahun dengan
kisaran dari nol yaitu yang bukan sebagai pelaku bisnis atau sebagai pekerja saja,
Sebanyak 42,3% responden memperoleh keuntungan lebih dari Rp 10 juta per
tahun.
Tabungan responden rata-rata Rp 663 ribu hingga Rp 15 juta. Sebagian
besar responden (61,0%) tidak memiliki tabungan sama sekali yang umumnya
disebabkan oleh penghasilan sehari- hari yang relatif rendah dibanding biaya
hidup. Kegiatan usaha untuk tahun berikutnya rata-rata diperkirakan biasa dengan
harapan peningkatan keuntungan sebesar 15% atau sedikit di atas inflasi tahunan
yang minimal mencapai 10%.
Rata-rata warisan dari orang tua responden adalah Rp 4,4 juta dengan
kisaran dari nol atau tidak punya sama sekali hingga Rp 465 juta rupiah. Warisan
dari orang tua biasanya berupa tanah termasuk bangunan rumah di atasnya.
Sebanyak 87,4% responden tidak atau belum menerima warisan dari orang tua
mereka.
Kekayaan keluarga rata-rata Rp 55 juta dan bervariasi dari Rp 100 ribu
untuk responden dari keluarga tidak mampu hingga Rp 850 juta bagi yang
keluarganya relatif kaya. Responden yang mempunyai kekayaan keluarga lebih
dari Rp 100 jut a sebanyak 15,1%.
Lama mengikuti kegiatan organisasi sosial politik rata-rata setengah tahun
dengan variasi dari tidak pernah mengikuti hingga sudah terlibat 20 tahun.
Sebanyak 89,7% pemuda belum pernah menjadi anggota organisasi sosial politik.
Hal ini merupakan indikasi bahwa secara praktis sebagian besar responden tidak
tertarik pada kegiatan partai politik.
Rata-rata mengikuti kegiatan agama selama satu tahun yang berkisar dari
Sebanyak 79,7% responden belum pernah terlibat dalam organisasi keagamaan.
Di daerah penelitian, organisasi keagamaan yang umum dijumpai adalah pondok
pesantren.
Jumlah mitra bisnis responden rata-rata lima orang. Sebagian responden
(16,4%) tidak mempunyai mitra bisnis, yaitu para pekerja. Sementara itu
sebagian pemilik kapal ada yang mempunyai mitra bisnis hingga 55 orang.
5.2 Deskripsi Peran Pemuda
Secara umum bentuk peran pemuda paling banyak dijumpai dalam hal
produksi, diikuti oleh monitoring dan evaluasi, perencanaan, dan kelembagaan.
Dalam hal perencanaan, bentuk peran pemuda yang paling banyak adalah dalam
mengikuti rapat di tingkat desa atau daerah, yaitu sebanyak 124 orang atau 32%
dari responden. Bentuk perencanaan berikutnya adalah sosialisasi program (19%),
memberi saran dalam rapat (17%) dan menyusun program sebanyak 7% (Tabel
20).
Peran pemuda dalam aspek produksi yang paling menonjol adalah me njadi
tenaga kerja (98%) sebagian diantaranya mengelola pekerjaan sendiri atau
menjadi manejer usaha (45%). Lebih dari separuh (55%) responden pemuda
memiliki alat tangkap (55%) karena pekerjaan mereka adalah me nangkap ikan di
laut. Peran berikutnya adalah memiliki aset pemasaran ikan (28%), memiliki aset
pengolahan ikan (28%), menyiapkan layanan reparasi (8%), dan menjual sarana
produksi (6%). Sangat sedikit pemuda yang memiliki lahan budidaya (1%) karena
pekerjaan mereka yang utama adalah menangkap ikan, mengolah, atau
Tabel 20 Bentuk-bentuk peran pemuda nelayan di Kabupaten Sukabumi (2006)
No. Bentuk peran Frekuensi (orang) Persentase (%)
1. Perencanaan
1. Ikut rapat tingkat desa 124 32
2. Memberi saran dalam rapat 65 17
3. Ikut menyusun program 27 7
4. Ikut sosialisasi program 76 19
2. Produksi
5. Memiliki aset penangkapan 215 55
6. Memiliki lahan budidaya 4 1
7. Memiliki aset pengolahan ikan 46 12
8. Memiliki aset pemasaran ikan 108 28
9. Menjadi manajer usaha 174 45
10. Menjadi tenaga kerja 383 98
11. Menjual sarana produksi 24 6
12. Menyiapkan layanan reparasi 32 8
3. Monitoring dan evaluasi sumberdaya
13. Mencatat produksi dan biaya usaha 152 39
14. Melaporkan data produksi 43 11
15. Melaporkan jika ada pelanggaran 243 62
16. Melaporkan jika ada hama/penyakit 259 66
4. Lembaga perikana n
17. Anggota kelompok/koperasi perikanan 40 10
18. Pengurus kelompok/koperasi perikanan 12 3
19. Mengikuti program pemerintah (utusan) 61 16
20. Anggota HNSI 96 25
21. Pengurus HNSI 13 3
Catatan: jumlah sampel 390 orang
Monitoring dan evaluasi sumberdaya yang paling dominan dilakukan pemuda adalah melaporkan jika ada hama penyakit (66%) dan jika ada pelangaran
(62%). Responden yang mencatat jumlah produksi dan biaya usaha berjumlah
152 orang (39%), sedangkan yang bersedia melaporkan data produksi hanya 11%.
Sejak era otonomi daerah, tidak ada kewajiban melaporkan dan menjual hasil
tangkapan ikan di pelabuhan perikanan/tempat pelelangan ikan setempat.
Peran dalam lembaga perikanan rata-rata relatif rendah. Pemuda paling
keanggotaannya secara riil relatif pasif. Mengikuti program pemerintah dengan
cara mewakili kelompok untuk melakukan kegiatan di daerah lain atau menjadi
utusan dilakukan oleh 61 orang (16%). Sebagian responden juga menjadi anggota
kelompok/koperasi perikanan (10%) dimana mereka bisa memperoleh pinjaman
modal atau untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Sementara itu pemuda yang
menjadi pengurus HNSI sebanyak 13 orang (3%) dan yang menjadi pengurus
kelompok/koperasi perikanan adalah 12 orang (3%).
5.3 Pengujian Hipotesis
Hipotesis umum maupun operasional dalam penelitian ini diuji
menggunakan model yang dicantumkan pada Gambar 3. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa tidak semua hipotesis diterima. Semua hipotesis dalam
determinan kewirausahaan diterima. Terdapat dua hipotesis dalam determinan
kebijakan publik yang tidak diterima, yaitu nilai pajak yang dibayar (X22), dan
lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus ijin usaha (X24). Sedangkan
dalam determinan sumberdaya terdapat satu peubah yang ditolak, yaitu
keuntungan bisnis perikanan saat ini (X34). Pada determinan kapital sosial terdapat
satu peubah yang tidak diterima, yaitu nilai warisan dari orang tua (X41).
Sedangkan bentuk-bentuk peran pemuda yang tidak nyata adalah memiliki lahan
budidaya (Y6), melaporkan data produksi (Y14), dan menjadi pengurus HNSI
(Y21).
Pajak yang dibayar tidak berpengaruh terhadap peran pemuda diduga
karena pajak yang dibayar oleh responden masih dalam batas kelayakan nilainya.
Lamanya waktu mengurus ijin juga tidak nyata mempengaruhi peran pemuda
Keuntungan bisnis perikanan tidak berpengaruh terhadap peran pemuda karena
umumnya responden masih berharap bahwa keuntunga n pada tahun berikutnya
akan bertambah baik. Nilai warisan dari orang tua juga tidak mempengaruhi peran
pemuda karena mereka tetap bekerja atau berperan terlepas dari berapa pun nilai
warisan yang mereka terima.
Keterlibatan responden dalam pemilikan lahan budidaya relatif sedikit,
melaporkan data produksi tidak menjadi kewajiban, dan hanya sedikit yang
berminat menjadi pengurus HNSI. Hasil uji hipotesis ditampilkan pada Gambar 4
Gambar 4 Hasil uji empiris peran pemuda di Kabupaten Sukabumi Usia Kewirausahaan Kebijakan Publik Sumberdaya Kapital Sosial Peran Pemuda Mengikuti rapat Pendidikan Pengalaman bisnis
Membaca berita bisnis
Mendengar berita bisnis
Penyuluhan Kredit Aset usaha Lahan non-perikanan Tenaga kerja Saldo tabungan Kenaikan keuntungan Kekayaan keluarga Organisasi politik Organisasi agama Mitra bisnis Menyusun program Sosialisasi program
Memiliki aset tangkap
Menjadi manajer usaha
Mengolah ikan
Memiliki aset pemasaran
Menjadi tenaga kerja
Menjual sarana produksi
Layanan reparasi
Mencatat biaya us aha
Lapor hama/penyakit
Anggota kelompok
Pengurus kelompok
Anggota HNSI Mewakili kelompok Lapor jika ada pelanggaran
Memberi saran dalam rapat
5.3.1 Hasil empiris bentuk -bentuk peran pemuda
Bentuk-bentuk peran pemuda yang penting ditampilkan pada Tabel 20.
Peran masyarakat berbeda-beda sesuai denga n tahapan. Sebagian terlibat dalam
identifikasi atau perencanaan. Sebagian lagi terlibat dalam tahap implementasi.
Sementara itu ada juga yang terlibat pada tahap monitoring dan evaluasi. Perlu
dicatat bahwa mendidik dan melatih masyarakat adalah sangat penting dalam
meningkatkan peran mereka (BOBP 1990).
Seperti tampak pada Tabel 21, bentuk-bentuk peran pemuda yang paling
kuat pengaruhnya terhadap pembangunan kelautan dan perikanan dalam
penelitian ini adalah memberikan saran dalam rapat di desa, sosialisasi program,
mengikuti rapat, dan menyusun program. Keempat faktor tersebut termasuk dalam
kelompok perencanaan. Dalam suatu organisasi atau kelompok, perencanaan
merupakan proses menentukan tujuan dan memilih cara untuk mencapai tujuan
tersebut. Tanpa perencanaan akan sangat sulit bagi pemimpin untuk mengarahkan
anggotanya dan mengelola sumberdaya secara efektif. Tanpa perencanaan juga
sulit bagi pemimpin untuk mengelola kegiatan dengan percaya diri. Disamping itu
tanpa perencanaan akan sangat kecil peluangnya bagi suatu kelompok untuk
mencapai tujuan. Ada dua jenis perencanaan dalam suatu organisasi, yaitu:
(1) perencanaan strategis yang dirancang oleh pimpinan kelompok yang
menguraikan tujuan organisasi secara umum, dan (2) perencanaan operasional
yang berisi tentang rincian kegiatan sehari- hari dari perencanaan strategis.
Perencanaan strategis berhubungan dengan pihak-pihak di luar kelompok.
Sedangkan perencanaan operasional berhubungan dengan sesama anggota di
akan terlibat lebih jauh dalam program-program pembanguan kelautan dan
perikanan jika terlibat sejak dari perencanaan, apalagi jika program yang ada
direncanakan dengan baik maka akan menarik minat pemuda untuk berperan.
Bentuk peran berikutnya yang penting adalah mengikuti program
mewakili kelompok untuk kegiatan di luar daerah. Umumnya kegiatan tersebut
terkait dengan pengenala n teknologi baru atau dinamika kelompok yang bisa
mendorong mereka berusaha di bidang kelautan dan perikanan secara lebih baik.
Kegiatan ini bisa menambah wawasan atau pengalaman anggota yang mewakili
kelompoknya. Tambahan pengalaman yang diperoleh anggota melalui mengikuti
program (semacam studi banding) ke luar daerah akan bermanfaat bukan hanya
bagi anggota itu sendiri. Jika peserta studi banding tersebut diwajibkan membagi
pengalamannya kepada anggota-anggota lainnya maka akan diperoleh sinergi
yang sangat memadai demi kemajuan kelompok. Pengalaman di berbagai negara,
seperti Malaysia dan Filipina, menunjukkan bahwa pengalaman anggota sangat
membantu kesuksesan kelompok (Pollnac 1988).
Selanjutnya adalah peran pemuda dengan mencatat volume produksi dan
biaya usaha. Jika pemuda dengan kesadaran sendiri bersedia mencatat volume
produksi dan biaya produksi menunjukkan peran yang relatif tinggi. Hal ini juga
akan mempermudah pencatatan statistik perikanan oleh Dinas Kelautan dan
Perikanan setempat. Menurut BOBP (1990) peran semacam ini termasuk peran
serta tingkat kelima dari tujuh tingkat peran dalam pembangunan sektor
Tabel 21 Hasil analisis bentuk-bentuk peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006)
Bentuk Peran Koefisien Nilai t Beda nyata No.
1.Perencanaan
1. Mengikuti rapat 0,3497 39,739 BN
2. Memberi saran dalam rapat 0,3565 40,511 BN
3. Menyusun program 0,3457 39,284 BN
4. Melakukan sosialisasi 0,3529 40,102 BN
2. Produksi
5. Memiliki aset tangkap 0,3235 36,761 BN
6. Memiliki lahan budidaya - - TBN
7. Menjadi manajer usaha 0,3368 38,273 BN
8. Melakukan pengolaha n ikan 0,3343 37,989 BN
9. Memiliki aset pemasaran 0,3302 37,523 BN
10. Menjadi tenaga kerja 0,3093 35,148 BN
11. Menjual sarana produksi 0,3294 37,432 BN
12. Menyiapkan layanan reparasi 0,3188 36,227 BN 3. Monitoring dan evaluasi sumberdaya
13. Mencatat produksi/biaya usaha 0,3375 38,352 BN
14. Melaporkan data produksi - - TBN
15. Melaporkan jika ada pelanggaran 0,3199 36,352 BN
16. Melaporkan hama/penyakit 0,3276 37,227 BN
4. Lembaga perikanan
17. Menjadi anggota kelompok 0,3290 37,386 BN
18. Menjadi pengurus kelompok 0,3296 37,455 BN
19. Mengikuti program ke luar daerah 0,3448 39,182 BN
20. Menjadi anggota HNSI 0,3238 8,681 BN
21. Menjadi pengurus HNSI - - TBN
Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)
Sedangkan manajer adalah urutan peran berikutnya yang penting. Menjadi
manajer disamping memiliki keahlian memadai juga keberanian dan modal dalam
menggeluti sektor kelautan dan perikanan. Seorang manajer atau pengelola suatu
kegiatan bisnis umumnya memiliki kemampuan lebih dibandingkan para pegawai
yang dikoordinirnya. Tugas manajer antara lain menciptakan tujuan dan menjaga
konsistensinya, mengurangi ketergantungan inspeksi massal atau secara
besar-besaran, secara terus menerus memperbaiki sistem produksi dan pelayana n,
memberikan pelatihan kerja secara moderen, menghilangkan hambatan diantara
Pengolahan ikan dan pemasaran ikan adalah bentuk peran berikutnya.
Kedua kegiatan tersebut, yang merupakan tahapan dalam rantai agribsinis,
memerlukan ketekunan maupun kreativitas dan merupakan proses yang mampu
menciptakan nilai tambah. Konsep agribisnis semula diperkenalkan oleh John
Davis dan Ray Goldberg pada tahun 1957 (HBS Staff 2001). Agribisnis
merupakan rangkaian kegiatan dalam memproduksi dan mendistribusikan sarana
produksi pertanian, proses produksi, pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran
produk pertanian. Dalam hal ini produk pertanian meliputi produk tanaman,
ternak, dan ikan. Dalam rantai agribisnis terdapat empat kelompok, yaitu suplai
sarana produksi termasuk penyediaan modal, produksi, pengolahan, dan
pemasaran. Produsen, dalam hal ini nelayan, bisa mendapat nilai tambah yang
lebih tinggi jika produk yang dihasilkan tidak hanya dipasarkan secara langsung.
Pengolahan menjadi produk lain berbasis ikan, maupun pemasaran yang lebih
tepat sasaran konsumennya akan memberi keuntungan yang relatif lebih memadai.
Menjadi pengurus kelompok merupakan contoh peran selanjutnya.
Pemuda yang bersedia menjadi pengurus kelompok umumnya memiliki
kemampuan atau keahlian (expertise) yang lebih baik dibanding yang lainnya.
Pollnack (1988) melaporkan bahwa kemampuan manajemen yang baik oleh
pengurus kelompok menjadi kunci keberhasilan kelompok nelayan di berbaga i
negara, seperti di Malaysia dan Grenada, sedangkan kemampuan manajemen yang
rendah membuat kelompok kurang bagus kinerjanya, misalnya di Filipina.
Selanjutnya bentuk peran pemuda yang penting adalah menjual sarana
produksi. Kegiatan ini sangat mendukung dari sisi produksi perikanan tangkap.
cadang perahu. Penjualan sarana produksi sangat bermanfaat dalam rantai
agribisnis perikanan terutama dari sisi suplai input. Pemerintah secara khusus
tidak perlu menyediakan sarana produksi karena mekanisme pasar sudah relatif
berkembang dalam hal pasar sarana produksi untuk perikanan tangkap. Mankiw
(2004) mengungkapkan bahwa sistem perekonomian yang relatif banyak
digerakkan oleh pasar biasanya lebih efisien dibanding yang banyak campur
tangan pemerintah. Kondisi ini perlu terus didukung agar tetap kondusif dimana
penjual sarana produksi bisa memperoleh keuntungan wajar dan juga menciptakan
lapangan kerja. Di pihak lain, pembeli sarana produksi (nelayan) bisa memperoleh
barang yang diperlukan dalam harga yang terjangkau.
Menjadi anggota kelompok perikanan juga merupakan peran pemuda yang
penting. Kelompok perikanan biasanya berupa kelompok informal yang dibentuk
secara lokal oleh para pemuda. Sebagian lagi berupa koperasi, walaupun
umumnya tidak berbadan hukum. Pengalaman kelompok perikanan di Teluk
Cenderawasih, Irian Jaya (Sembiring 1992), menunjukkan bahwa ada dua jenis
anggota. Anggota penuh adalah yang membayar iuran bulanan, sedangkan calon
anggota adalah yang tidak membayar iuran bulanan. Kedua jenis anggota tersebut
mempunyai persamaan dalam kelompok perikanan tersebut, yaitu harapan bahwa
mereka mendapat manfaat yang sulit diperoleh dari pihak lain khususnya kredit
motorisasi untuk perahu tangkap mereka. Nelayan akan tetap mempertahankan
keanggotaannya dalam kelompok perikanan jika mereka mendapatkan manfaat
yang memadai. Menurut Krisnamurthi (2002) terdapat beberapa alasan
masyarakat untuk bergabung dalam suatu koperasi. Pertama, koperasi
koperasi memberikan manfaat lebih dibandingkan lembaga lainnya. Misalnya,
kemudahan dan keringanan kredit bagi anggota koperasi. Ketiga, koperasi adalah
organisasi yang dimiliki anggotanya sehingga koperasi bisa bertahan melewati
masa- masa sulit dimana para anggotanya tetap setia mempertahankan usaha
tersebut. Walaupun demikian terdapat koperasi, seperti Koperasi Unit Desa
(KUD) yang ditinggalkan oleh anggotanya. Penyebab hal tersebut adalah KUD
tidak bisa memberikan layanan sesuai yang dijanjikan. Disamping itu pengurus
KUD juga banyak melakukan penyimpangan serta tidak ada sangsi yang tegas
dari pihak berwenang.
Melaporkan jika ditemukan hama/penyakit juga merupakan bentuk peran
yang nyata. Kegiatan ini terutama untuk perikanan budidaya dimana
hama/penyakit biasa dijumpai. Peran semacam ini merupakan bentuk monitoring
yang dilakukan oleh pemuda nelayan. Pihak yang terkait, misalnya Dinas
Kelautan dan Perikanan setempat, akan menjadi lebih mudah menangani masalah
hama dan penyakit jika masyarakat secara proaktif memberikan laporan.
Menjadi anggota HNSI merupakan bentuk peran yang penting dalam
organisasi sosial. Dengan aktif menjadi anggota HNSI pemuda berharap bisa
mencapai kepentingan bersama sebagai nelayan, yaitu memperoleh penghasilan
yang memadai dari profesi yang digelutinya. Organisasi sosial bisa digunakan
oleh para anggotanya sebagai upaya mengakumulasikan basis kekuasaan sosial
(Suharto 2003).
Pemilikan aset untuk penangkapan ikan adalah bentuk peran para pemuda
yang memiliki modal memadai. Dalam hal ini peran mereka dalam agribisnis
yang dimiliki disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja (ABK), potensi ikan
yang bisa ditangkap, serta pemasaran hasil tangkapan.
Melaporkan pelanggaran yang terjadi di laut juga dilakukan oleh para
responden. Peran serta ini sangat bermanfaat bagi penegak hukum untuk
menindak pihak-pihak yang melanggar peraturan yang berlaku. Rasa aman para
nelayan akan lebih terjamin jika peraturan yang berlaku ditegakkan (law
enforcement). Tindakan hukum yang tegas dari penegak hukum merupakan salah bentuk pemberdayaan masyarakat (Suharto 2003).
Layanan reparasi kapal/perahu maupun peralatan tangkap juga dilakukan
oleh sebagian pemuda. Pelayanan jasa reparasi ini memperlancar kegiatan
penangkapan ikan. Aktivitas penangkapan yang relatif intensif memerlukan
perawatan yang juga intensif. Peluang ini ditangkap secara baik oleh masyarakat
setempat yang ternyata bisa menciptakan lapangan kerja di luar penangkapan ikan.
Menjadi tenaga kerja merupakan bentuk peran yang pengaruhnya paling
rendah. Cara partisipasi dengan menjadi tenaga kerja adalah yang paling mudah
selama ada pihak lain yang bersedia mempekerjakan responden sesuai dengan
keterampilan yang dimiliki, maka yang bersangkutan bisa menjadi tenaga kerja.
Walaupun pengaruhnya terhadap peran paling rendah, tetapi bukan berarti
menjadi tenaga kerja tidak mempunyai peran signifikan. Yang perlu didorong
adalah pihak-pihak tertentu, baik swasta maupun pemerintah, mampu
5.3.2 Faktor penentu peran pemuda
Hubungan antara aspek peran dengan peran secara kuantitatif ditampilkan
pada Tabel 22. Aspek kebijakan publik memiliki pengaruh yang paling besar
diikuti oleh kewirausahaan, kapital sosial dan sumberdaya. Kebijakan publik yang
dilaksanakan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan, masih
sangat signifikan dibanding aspek lainnya. Untuk itu kebijakan publik yang sudah
dilaksanakan perlu ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya agar peran serta
pemuda semakin tinggi.
Kebijakan publik yang dilaksanakan pemerintah harus bisa mendorong
aspek-aspek lainnya. Aspek kewirausahaan perlu didorong agar pemuda bisa
berperan melalui sektor informal maupun formal. Secara informal antara lain
melakukan kegiatan bisnis perikanan dalam skala kecil, baik dalam hal
penangkapan, pengolahan, maupun pemasaran. Sedangkan secara formal pemuda
bisa terdorong mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang perikanan secara
resmi berbadan hukum atau bekerja pada perusahaan perikanan.
Khrisna (2001) melakukan survei di India meliputi 60 desa dengan
menghubungkan berbagai peubah kapital sosial dengan kemiskinan rumah tangga.
Peubah tersebut meliputi keanggotaan dalam kelompok tenaga kerja gotong
royong, pengendalian hama penyakit, berbagi lahan garapan, solidaritas, dan
hubungan timbal balik. Studi ini juga mempelajari peubah kemampuan individual,
hubungan majikan-buruh, kasta, dewan desa, partai politik, dan hambatan menjadi
pemimpin desa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya melalui interaksi
kapital sosial dan kemampuan individual maka kesejahteraan rumah tangga bisa
Lebih jauh lagi kebijakan publik juga diharapkan memberi iklim kondusif
terhadap kapital sosial. Dengan kapital sosial yang kuat akan diperoleh daya tahan
masyarakat yang kuat dalam melakukan kegiatan sehari- hari. Selanjutnya
kebijakan publik harus dibuat sedemikian rupa sehingga pemuda mampu
memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya secara optimal.
Tabel 22 Faktor- faktor penentu peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006)
Faktor Penentu Koefisien Nilai t Beda nyata
X1 (Kewiraswastaan) 0,1769 20,102 BN
X2 (Kebijakan Publik) 0,2322 26,386 BN
X3 (Sumberdaya) 0,1570 17,841 BN
X4 (Kapital Sosial) 0,1663 18,898 BN
Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)
5.3.3 Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda ditampilkan pada Tabel
23. Hasil pengujian dengan SEM menunjukkan bahwa faktor- faktor dalam aspek
kewirausahaan berdasarkan urutan pengaruhnya adalah membaca berita bisnis
dari koran, mengikuti berita bisnis melalui siaran radio dan/atau televisi, usia,
pendidikan, dan pengalaman bisnis di bidang perikanan. Kemauan membaca
berita bisnis atau mengikuti siaran berita bisnis merupakan indikasi bahwa
responden mempunyai kesadaran yang tinggi untuk mengetahui kegiatan bisnis
secara umum yang pada taraf tertentu akan mempengaruhi bisnis yang sedang
mereka kerjakan. Dalam hal ini pemuda yang rajin mengikuti berita bisnis lewat
koran maupun radio/TV mempunyai motivasi yang lebih tinggi dibanding
mempunyai motivasi tinggi akan mendapatkan hasil (prestasi), afiliasi,
kompetensi, dan kekuatan (Newstrom dan Davis 1997).
Tabel 23 Dekomposisi faktor-faktor yang mempengaruhi peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006)
Faktor yang mempengaruhi peran
pemuda Koefisien Nilai t Beda nyata
No. 1.Kewirausahaan (X1) 1. Usia 0,2956 33,591 BN 2. Pendidikan 0,2918 33,159 BN 3. Pengalaman bisnis 0,2791 31,716 BN 4. Membaca berita 0,2975 33,807 BN 5. Mendengar berita 0,2966 33,705 BN 2. Kebijakan Publik (X2) 6. Kredit 0,3793 43,102 BN
7. Pajak yang dibayar - - TBN
8. Penyuluhan 0,3895 44,261 BN
9. Waktu untuk ijin - - TBN
3. Sumberdaya (X3)
10. Aset usaha 0,2498 28,386 BN
11. Lahan non-perikanan 0,2589 29,420 BN
12. Tenaga kerja 0,2577 29,284 BN
13. Keuntungan bisnis perikanan TBN
14. Saldo tabungan 0,2591 29,443 BN
15. Kenaikan keuntungan 0,2541 28,875 BN
4. Kapital Sosial (X4)
16. Nilai warisan dari orang tua - - TBN
17. Kekayaan keluarga 0,2636 29,955 BN
18. Orsospol 0,2701 30,693 BN
19. Organisasi agama 0,2636 29,955 BN
20. Mitra bisnis 0,2752 31,273 BN
Catatan: BN (berbeda nyata), TBN (tidak berbeda nyata)
Usia responden menunjukkan korelasi positif dengan aspek kewirausahaan.
Dalam hal ini semakin tinggi usia responden, semakin tinggi jiwa wirausahanya.
Hasil penelitian Dobrev (2004) di Amerika terhadap para lulusan program
magister bidang administrasi bisnis menunjukkan bahwa hingga usia 31 tahun
adalah masa yang paling kuat jiwa kewirausahaan mereka. Setelah usia 31 tahun
jiwa wirausaha masih bertambah hingga usia 43 tahun karena akumulasi
(2006), petani yang lebih tua di Calhoun County, Michigan cenderung investasi
pada teknologi (praktik ) yang konservasi lingkungan (program pemerintah, berupa
penukaran pupuk kandang yang sudah digunakan). Selanjutnya Benjumea (2002)
menyatakan bahwa generasi muda (suatu kelompok) tertentu harus menghormati
kelompok yang lain. Karena pemuda berasal dari la tar belakang yang berbeda, hal
ini harus merupakan kontribusi untuk membangun suatu masyarakat. Pemuda
patut mengembangkan kesetiakawanan melampaui batas-batas lingkungannya
karena nilai-nilai yang berasal dari cinta kasih dan kesetiakawanan dapat
menyela matkan pemuda di tengah konflik sosial politik yang begitu banyak.
Keragaman di antara pemuda mena mbahkan kekayaan terhadap semua proses,
meskipun sulit mencapai konsensus.
Pendidikan juga mempengaruhi kewirausahaan seseorang. Pendidikan, baik
yang formal, non-formal, dan informal, tidak diragukan lagi merupakan cara yang
efektif untuk membentuk sikap, nilai, perilaku, dan keahlian yang secara efektif
akan memungkinkan intregrasi ke dalam masyarakat global. CEUE (2006)
menyatakan pentingnya pendidikan untuk memupuk kewirausahaan pemuda.
Lembaga ini juga mengharapkan supaya pemuda mempunyai kesadaran bahwa
wirausaha adalah pilihan pekerjaan pada masa depan. Program kewirausahaan
akan diajarkan dari tingkat SD hingga perguruan tinggi. Keterampilan yang
diperole h secara formal maupun informal (kursus), misalnya keterampilan
komputer sangat bermanfaat bagi pemuda. Keterampilan komputer di
Pensylvania, misalnya, sangat penting dan signifikan dalam melakukan tugas
kemampuan komputer untuk keberhasilan usaha tani dan pembangunan pedesaan
dimasa yang akan datang (Brasier et al. 2006).
Pada aspek kebijakan publik, penyuluhan memiliki pengaruh yang lebih
kuat dibanding nilai kredit yang diterima responden. Penyuluhan bisa memotivasi
responden untuk mengikuti program yang akan dilaksanakan oleh Dinas Kelautan
dan Perikanan setempat. Jika penyuluhan semakin luas menjangkau pemuda
sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) akan semakin baik
dampaknya terhadap peran pembangunan kelautan dan perikanan. Di sisi lain,
pemberian kredit bisa mendorong pemuda untuk melakukan kegiatan yang
memerlukan modal yang tidak mudah diperoleh melalui bank karena berbagai
persyaratan. Rivera dan Qamar (2003) menya takan bahwa penyuluhan saat ini
selain dilaksanakan oleh pegawai pemerintah, bisa juga dilaksanakan oleh
lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bersifat nirlaba maupun perusahaan
yang mencari keuntungan. Penyuluhan dilakukan untuk melayani kebutuhan
publik dan termasuk untuk tujuan ketahananan pangan. Kegiatan penyuluhan
masa kini harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal, seperti pengaruh
globalisasi dan liberalisasi perdagangan, yang dampaknya sangat besar bagi
masyarakat lokal. Penyuluhan memerlukan visi dan strategi yang bersifat
nasional, baik pelaksanaannya secara terpusat, otonomi, maupun dilakukan oleh
LSM dan perusahaan. Pelaksanaan penyuluhan juga harus sistematis,
terkoordinasi, dan siap menghadapi perubahan.
Jumlah kredit yang lebih besar dan lebih tepat sasaran akan berdampak
baik terhadap peran serta pemuda. Kredit bisa dikatakan sebagai tulang punggung
maupun perusahaan untuk meminjam modal berdasarkan kepercayaan dan
membayarnya kembali sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Kredit
dikatakan lancar jika debitur bisa mengembalikan pinjaman sesuai jadwal. Hal ini
menunjukkan bahwa usaha yang dijalankan berhasil. Kredit bermasalah terjadi
jika pengembalian pinjaman tidak sesuai dengan yang dijadwalkan (Smith 2004).
Penyusunan suatu kebijakan publik yang baik harus didasarkan pada
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik. Keterbukaan (transparansi) atas
berbagai proses pengambilan keputusan akan mendorong peran masyarakat dan
membuat para penyusun kebijakan publik menjadi bertanggung jawab
(accountable) kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan
proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Transparansi adalah sebuah kondisi
minimum bagi peran masyarakat dan merupakan awal dari terwujudnya
akuntabilitas. Prinsip partisipatif menunjukan bahwa masyarakat yang akan
memperoleh manfaat dari suatu kebijakan publik harus turut serta dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan kata lain, masyarakat menikmati faedah
kebijakan publik tersebut bukan semata-mata dari hasil (produk) kebijakan
tersebut, tetapi dari keikutsertaan dalam prosesnya. Prinsip partisipatif dalam
penyusunan kebijakan publik membantu terselenggaranya proses perumusan
kebijakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan, dan memudahkan penentuan
prioritas (transparansi). Prinsip akuntabilitas publik menuntut kapasitas para
aparat publik untuk dapat membuktikan bahwa setiap tindakan yang mereka ambil
ditujukan untuk kepentingan publik, dapat dipertanggungjawabkan kepada
Penyuluhan merupakan faktor penting dalam kebijakan publik, dari hasil
rekomendasi yang dapat disimpulkan dari hasil diskusi yang berkembang dalam
pemaparan kegiatan ini, antara lain : (1) Penyuluhan merupakan hak setiap warga
negara dan pemerintah wajib memenuhinya, karena tak ada program
pembangunan yang tidak didukung dengan penyuluhan, termasuk program
pembangunan di bidang kelautan dan perikanan; (2) Penyelenggaran penyuluhan
perikanan hendaknya terkoordinasi dan terintegrasi mulai dari pusat sampai
dengan di daerah sehingga faktor penghambat dalam penyelenggaraannya dapat
diperkecil; (3) Komponen untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan
kualitas penyuluh, merupakan sasaran antara kepentingan nelayan, pembudidaya
ikan dan pengolah ikan dalam mendapatkan haknya untuk memperoleh informasi
dan teknologi; (4) Perlu penataan kelembagaan dan tata penyelenggaraan
penyuluhan perikanan sehingga dapat mempercepat peningkatan kompetensi
tenaga penyuluh, sistem kerja yang intensif dan pengembangan kariernya. Perlu
dibentuk forum/wadah bersama setiap daerah kabupaten/kota yang anggotanya
antara lain terdiri dari kelompok masyarakat, para pakar, pengusaha dan aparat
pemerintah untuk mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan
penyuluhan di daerah serta untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan
penyuluhan perikanan (DKP 2006). Disamping itu, menurut Benaboud (2006),
tidak ada perbedaan antara laki- laki dan perempuan dalam merespon kebijakan
publik. Keefektifan hak perempuan tidak tergantung pada aturan atau regulasi
resmi tetapi pada bagaimana perempuan mempraktekkan dan mengimplementasi
Sedangkan pada aspek sumberdaya, jumlah saldo tabungan yang dimiliki
responden mempunyai pengaruh yang paling kuat dibanding faktor-faktor lainnya.
Pengaruh faktor lainnya berdasarkan besarnya pengaruh adalah pemilikan lahan
non perikanan, jumlah tenaga kerja keluarga produktif, perkiraan kenaikan
keuntungan tahun depan, dan nilai aset usaha. Banyaknya saldo tabungan
merupakan salah satu indikasi bahwa bisnis perikanan yang ditekuni memberikan
penghasilan lebih sehingga bisa ditabung.
Dalam aspek kapital sosial, jumlah mitra bisnis mempunyai pengaruh
paling kuat. Selanjutnya diikuti oleh faktor keikutsertaan dalam organisasi sosial
politik, keterlibatan dalam organisasi keagamaan, dan kekayaan keluarga. Dalam
hal ini tampak bahwa banyaknya mitra bisnis yang dimiliki responden
menunjukkan kesungguhan dalam menekuni bisnis perikanan. Semakin banyak
mitra bisnis akan menambah jaringan usaha dan memperluas wawasan.
Antar aspek yang mempengaruhi peran pemuda terdapat korelasi (Tabel
24). Dalam hal ini korelasi yang paling kuat adalah antara aspek kewirausahaan
dengan sumberdaya. Selanjutnya terdapat korelasi antara aspek kapital sosial dan
kewir ausahaan, kebijakan publik dan sumberdaya, serta kewirausahaan dan
kebijakan publik. Tidak terdapat korelasi antara kebijakan publik dan kapital
sosial serta sumberdaya dan kapital sosial. Hal ini merupakan indikasi bahwa
pengaruh faktor determinan, misalnya kewirausahaan, terhadap peran pemuda
tidak berdiri sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh kebijakan publik, sumberdaya,
Tabel 24 Korelasi antar faktor yang mempengaruhi peran pemuda di Kabupaten Sukabumi (2006) Faktor Penentu X1 (Kewirausahaan) X2 (Kebijakan Publik) X3 (Sumberdaya) X4 (Kapital Sosial) X1 (Kewirausahaan) 1,0000 0,3716 0,5496 0,5188 X2 (Kebijakan Publik) 0,3716 1,0000 0,4187 TBN X3 (Sumberdaya) 0,5496 0,4187 1,0000 TBN X4 (Kapital Sosial) 0,5188 TBN TBN 1,0000
Catatan: TBN (tidak berbeda nyata)
5.4 Implikasi Kebijakan
Hasil penelitian ini merupakan basis empiris untuk merumuskan kebijakan
publik. Setidaknya ada tiga kelompok kebijakan yang dapat dirumuskan yaitu:
(1) kebijakan bentuk peran pemuda, (2) kebijakan tentang determinan peran
pemuda, dan (3) kebijakan komprehensif. Bentuk kebijakan sebagai implikasi
penelitian ini diuraikan pada bagian berikut.
5.4.1 Kebijakan bentuk peran pemuda
Berdasarkan identifikasi bentuk-bentuk peran pemuda dalam
pembangunan kelautan dan perikanan di daerah penelitian, ditemukan bahwa
pemuda umumnya lebih berperan dalam bidang (kegiatan) produksi atau
pemanfaatan sumb erdaya pesisir dan laut dibandingkan dengan bidang (kegiatan)
perencanaan pembangunan, monitoring dan evaluasi sumberdaya, serta
keikutsertaan dalam lembaga (organisasi) kelautan dan perikanan. Karena
kegiatan produksi lebih berorientasi dan beralaskan pada kepentingan ekonomi
maka dapat dikatakan bahwa pemuda cenderung menempatkan kepentingan
ekonomi di atas kepentingan lainnya dalam menentukan bagaimana dan dimana
Dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut, kegiatan perencanaan
yang bertujuan untuk memperoleh cara terbaik dalam pemanfaataan sumberdaya
tersebut serta kegiatan monitoring dan evaluasi pada hakekatnya sangat penting.
Perencanaan yang keliru dalam pemanfaatan sumberdaya akan diikuti oleh
pemanfaatan yang salah dan berakhir pada kerusakan sumberdaya. Demikian pula
monitoring dan evaluasi yang tidak dilakukan dengan baik akan tidak memberikan umpan balik yang benar bagi perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya.
Monitoring dan evaluasi sumberdaya adalah juga tahapan dimana koreksi bisa dilakukan selagi sumberdaya yang dimaksudkan sedang dalam proses
pemanfaatan.
Dengan dasar argumentasi seperti ini maka dapat dikatakan bahwa peran
pemuda pada bidang (kegiatan) ekonomi memang seharusnya sebanding dengan
peran mereka pada bidang perencanaan serta monitoring dan evaluasi. Rendahnya
peran pemuda dalam bidang perencanaan serta monitoring dan evaluasi bisa
disebabkan karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka untuk dapat
berperan sebagaimana seharusnya.
Pendidikan yang relatif rendah bisa merupakan justifikasi tentang hal ini.
Sampel pemuda pada penelitian ini berpendidikan formal rata-rata tujuh tahun
atau setingkat kelas 1 SMP. Dengan rata-rata tingkat pendidikan seperti ini maka
hal tersebut bisa merupakan kendala bagi keikutsertaan mereka dalam
kegiatan-kegiatan yang bukan menyangkut langsung pemanfaatan sumberdaya alam yang
membutuhkan kemampuan nalar dan intelektual yang lebih tinggi.
Pemuda juga seharusnya bisa berperan dalam organisasi sosial ekonomi
sebagai anggota, mereka dapat memiliki akses ke berbagai informasi dan
sekaligus memperbesar kapital sosial yang dimiliki yang pada akhirnya dapat
digunakan dalam mendukung perannya pada kegiatan produksi. Akan tetapi hasil
empiris penelitian ini menunjukkan bahwa peran pemuda dalam hal ini masih
sangat rendah. Hanya 10% pemuda sebagai anggota koperasi, 16% partisipasi
dalam program pemerintah dan 25% sebagai anggota asosiasi nelayan.
Bentuk-bentuk peran pemuda seperti yang terjadi di daerah penelitian
meskipun bukan sesuatu yang ideal, yang menuntut mereka bisa berperan di
semua bidang secara merata, tetapi sesungguhnya tidak bisa disalahkan. Bila
peran seseorang merupakan ekspresi dari kebutuhan hidupnya maka
bentuk-bentuk peran pemuda yang terjadi di daerah penelitian ini adalah sesuai dengan
status dan kondisi ekonomi yang memang relatif miskin dan rendah
pendapatannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Schoorl (1981) yang mengatakan bahwa
karena alasan kemiskinan serta dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup maka
pada masyarakat pedesaan dan agraria, seseorang cenderung lebih berperan dalam
kegiatan produksi dibandingkan dengan perannya pada bidang lain. Tahapan
selanjutnya, dia dapat berperan dalam kegiatan lainnya manakala kebutuhan dasar
telah terpenuhi.
Karena di satu sisi diharapkan bahwa pemuda dapat berperan secara
merata di bidang perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan sumberdaya, namun
di sisi lain harapan tersebut belum bisa diwujudkan manakala peran pemuda
masih dikungkungi oleh sifat-sifat pedesaan dan agraris (termasuk perikanan)
mengembangkan bentuk kebijakan pemuda yang lebih dapat diterima bagi
pembangunan kelautan dan perikanan secara khusus serta pembangunan pedesaan
pesisir secara umum.
Kebijakan untuk mendorong peran pemuda dalam kegiatan ekonomi masih
harus terus dilakukan. Kebijakan tersebut patut diarahkan agar supaya pemuda
dapat me miliki aset produksi dan tidak sekedar menjadi pelaku atau tenaga kerja
pada usaha yang dimiliki orang lain. Dengan kata lain kebijakan patut diarahkan
agar pemuda dapat usaha secara mandiri dan sekaligus mempersiapkannya untuk
bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Selain kebijakan untuk mendorong kemandiran pemuda dalam aktivitas
ekonomi, perlu juga dilakukan intervensi kebijakan yang melaluinya pemuda
dapat lebih berperan dalam perencanaan pemanfaatan serta pengawasan
sumberdaya. Dalam upaya untuk mewuj udkan pemanfaatan sumberdaya kelautan
dan perikanan secara berkelanjutan maka konsep pengelolaan bersama
(co-management) perlu diperkenalkan di daerah penelitian. Co-management adalah kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya perikanan. Dengan pendekatan co-management, maka akan ada ruang
dan peluang bagi pemuda untuk berperan serta berpartisipasi dalam program dan
kegiatan yang diinisiasikan oleh pemerintah.
Pemuda juga perlu ditingkatkan peranannya dalam berorganisasi yang
merupakan wadah bagi mereka meningkatkan kapital sosial dan kemampuan
individu. Untuk itu pula pemerintah patut memiliki kebijakan yang mendorong
organisasi pemuda di daerah, bukan hanya organisasi masyarakat dan organisasi
organisasi usaha lainnya yang mendorong pelibatan dan peran pemuda perlu
didorong pembentukannya dan diberikan lingkungan yang kondusif bagi
perkembangannya.
5.4.2 Kebijakan tentang faktor determinan peran pemuda
Sudah dijelaskan sebelumnya tentang faktor- faktor penentu (determinan)
peran pemuda di daerah penelitian. Determinan tersebut adalah kebijakan publik,
jiwa kewirausahaan pemuda, pemilikan kapital sosial, serta pemilikan sumberdaya
lainnya oleh pemuda. Dengan manipulasi determinan-determinan ini maka peran
pemuda dapat lebih ditingkatkan.
Kebijakan publik yang mempengaruhi peran pemuda adalah : (1) adanya
kegiatan penyuluhan serta (2) adanya kredit yang dapat digunakan pemuda
sebagai modal usaha dan modal kerja.
Semakin banyak intensitas penyuluhan semakin besar peran pemuda.
Penyuluhan yaitu penyampaian informasi kepada pemuda agar mereka
menggunakan informasi tersebut untuk perubahan. Karena itu maka penyuluhan
adalah peubah penting dalam pembangunan.
Kebijakan penyuluhan di dalam bidang kelautan dan perikanan mengalami
mati suri sejak dimulai era otonomi daerah. Sebelumnya, kegiatan penyuluhan
kelautan dan perikanan adalah bagian dari penyuluhan pertanian, baik organisasi,
sumberdaya manusia tenaga penyuluh maupun programnya. Namun dengan
diserahkannya kegiatan penyuluhan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,
kegiatan penyuluhan dalam bidang kelautan dan perikanan cenderung tidak
Menyadari pentingnya penyuluhan kepada masyarakat pedesaan,
pemerintah baru saja menetapkan Undang-Undang (UU) No. 16 Tahun 2006
tentang penyuluhan. Namun demikian pada saat penelitian ini dilakukan,
implementasi UU No.16/2006 ini belum ada di lapangan. Oleh karena itu,
mengingat pentingnya kegiatan penyuluhan yang diantaranya dapat meningkatkan
peran pemuda dalam pembangunan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan
perikanan di pedesaan maka UU ini harus segera diimplementasikan.
Pentingnya peubah penyuluhan dalam meningkatkan peran pemuda dapat
juga menjadi alasan untuk menempatkan pemuda sebagai kelompok sasaran
(target group) dalam pembangunan pedesaan. Dinamika pemuda, meskipun ada
banyak kelemahan yang dimiliki mereka seperti tingkat pendidikan yang rendah
dan pengalaman yang kurang, dapat digunakan untuk menyebarkan program
pemerintah kepada masyarakat pedesaan secara keseluruhan. Dalam hubungan ini,
pemuda dapat dijadikan kelompok early adaptor yaitu mereka yang lebih dulu
menerima pembaruan yang dari luar. Selanjutnya adalah tanggung jawab early
adaptor ini untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung, secara sistematis maupun tanpa perencanaan.
Determinan kredit kepada pemuda juga merupakan aspek penting.
Semakin besar kredit usaha, baik untuk modal investasi maupun modal kerja,
yang dapat dimanfaatkan pemuda semakin besar peranan mereka dalam
pembangunan. Dengan alasan itu pemerintah perlu memiliki kebijakan untuk
membuka akses pemuda kepada sumber kredit usaha. Selain itu program bantuan
modal usaha dalam bentuk bantuan modal, bantuan sosial, baik untuk kelompok
Karena akses yang mudah ke sumber permodalan akan meningkatkan
peran pemuda dalam pembangunan maka pemerintah pun harus memiliki
kebijakan untuk membangun lembaga permodalan di tingkat pedesaan. Adanya
beberapa bank yang dapat menyalurkan kredit usaha kepada pemuda adalah
situasi ideal. Namun sebagai alternatif, pemerintah perlu mendorong terbentuknya
lembaga keuangan non bank, koperasi simpan pinjam, atau bentuk lembaga
permodalan lainnya yang dapat melayani pemuda di pedesaan pesisir.
Dikaitkan dengan program pemerintah yang sedang dijalankan saat ini,
khususnya oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, maka program
pemberdayaan masyarakat pesisir yang di dalamnya termasuk pendirian lembaga
keuangan non-bank, penyediaan cash collateral (sebagai jaminan agunan kepada
perbankan), serta pelayanan usaha mikro dan kecil melalui fasilitasi Konsultan
Keuangan Mitra Bank (KKMB) perlu dipertahankan bahkan dikembangkan lebih
jauh untuk menjangkau lebih banyak orang khususnya pemuda di pedesaan
pesisir.
Determinan lain yang menentukan peran pemuda yaitu membaca dan
mendengar berita. Semakin sering seorang pemuda membaca dan mendengar
berita, semakin besar peranannya dalam pembanguna n kelautan dan perikanan,
khususnya dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Determinan ini
dianggap sebagai faktor yang menentukan seseorang mengembangkan jiwa
kewirausahaan. Asumsinya yaitu dengan mendengar dan membaca berita,
khususnya yang berkenaan dengan usaha kelautan dan perikanan, maka seseorang
akan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang besar yang menentukannya
Implikasi dari fakta ini yaitu bahwa pemerintah perlu mengembangkan
program penyampaian informasi kepada pemuda di pedesaan. Program
penyuluhan melalui media cetak dan media elektronik (radio dan televisi) perlu
dikembangkan. Selain itu program radio, televisi, atau koran yang khusus tentang
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut perlu ditingkatkan.
Disamping program penyampaian berita melalui radio, televisi, dan koran,
maka pemerintah juga patut mendiseminasikan teknologi dan informasi yang
diperoleh melalui kegiatan riset, penelitian, dan pengembangan yang dilakukan
secara internal. Selain itu, teknologi dan informasi yang mungkin diperoleh secara
eksternal dari sumber lain perlu disampaikan juga kepada pemuda pedesaan dalam
bahan cetakan atau audio- visual.
Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa jiwa kewirausahaan dapat
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman berusaha. Semakin tinggi
pendidikan serta semakin banyak pengalaman maka semakin besar peran pemuda
dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.
Dengan fakta bahwa pendidikan di daerah penelitian masih cukup rendah
maka hal ini merupakan justifikasi yang kuat bahwa pendidikan perlu
ditingkatkan. Pendidikan yang diukur sebagai determinan peran pemuda dalam
penelitian ini tentu saja terbatas pada pendidikan formal. Faktanya, seseorang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan tidak saja melalui pendidikan formal tetapi
juga pendidikan non- formal yaitu pelatihan di luar sekolah. Karena itu bagi
peningkatan peran pemuda dalam pembangunan maka perlu dilakukan pendidikan
non- formal atau pendidikan luar sekolah yang dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang dalam hal teknis dan manajerial maka pendidikan formal yang
diprogramkan pemerintah patut meliputi kedua aspek ini.
Kelompok determinan kapital sosial yaitu : (1) jumlah mitra bisnis,
(2) keikutsertaan dalam organisasi masa dan politik, (3) keikutsertaan dalam
organisasi agama, dan (4) kekayaan keluarga mempenga ruhi peran pemuda secara
positif. Determinan kapital sosial ini memang sulit diintervensi atau dimanipulasi
pemerintah dalam rangka meningkatkan peran pemuda. Adanya dan kepemilkan
kapital sosial lebih banyak tergantung pada pemuda itu sendiri. Kendati demikian,
pemerintah dapat mengembangkan kebijakan dalam hal mendorong dan
memfasilitasi lahir dan berkembangnya organisasi masa, politik, dan agama di
pedesaan.
Bagaimana mekanisme pengaruh kapital sosial terhadap peran pemuda
adalah sesuatu yang sulit dideskripsikan. Mungkin saja dengan memiliki kapital
sosial seperti ini seseorang pemuda memiliki wawasan dan cara pandang terhadap
usaha (bisnis) yang makin luas sehingga memampukan dia melihat
peluang-peluang bisnis yang bisa dikembangkan. Mungkin juga pemilikan kapital sosial
seperti ini membuat seseorang pemuda dengan lebih mudah dapat berhubungan
dengan orang yang lain. Yang jelas, bahwa kapital sosial sangat tipis batasnya
dengan kolusi dan nepotisme. Namun dengan adanya koneksi seseorang pemuda
dengan orang lain yang terbangun sebagai kapital sosial akan memperbesar
peluang pemuda tersebut dalam bekerja dan berusaha.
Kelompok determinan kepemilikan sumberdaya berupa : (1) kepemilikan
(4) kepemilikan tenaga kerja dalam keluarga berpengaruh positif terhadap peran
pemuda. Semakin besar sumberdaya yang dimiliki, semakin besar peran pemuda.
Pemilikan tabungan oleh pemuda adalah aspek menarik yang patut
menjadi perhatian mengingat stigma masyarakat nelayan yang boros, tidak
berhemat, dan tidak menabung. Sifat usaha perikanan tangkap yang mengejar ikan
yang hidup secara natural ikut membentuk sifat ini. Akan tetapi penelitian ini
mengungkapkan bahwa rata-rata responden memiliki tabungan saat ini. Semakin
besar tabungan yang dimiliki pemuda semakin besar perannya dalam
pembangunan.
Mengingat bahwa tabungan yang dimaksud ini tidak hanya tabungan di
bank tetapi justru lebih banyak tabungan di rumah atau disimpan oleh orang lain
maka sudah saatnya kebiasaan menabung di bank ditingkatkan di kalangan
pemuda. Sejalan dengan rekomendasi kebijakan sebelumnya untuk membangun
bank atau lembaga simpan pinjam di pedesaan maka apabila hal itu diwujudkan
akan lebih banyak pemuda menabung dan lebih mudah akses mereka ke sumber
permodalan.
5.4.3 Kebijakan komprehensif
Penelitian ini mengungkapkan bahwa kelompok determinan peran pemuda
saling berkorelasi secara positif. Jiwa kewirausahaan pemuda berkorelasi dengan
kebijakan publik, kepemilikan sumberdaya, dan kepemilikan kapital sosial.
Kebijakan publik selain berkorelasi dengan jiwa kewirausahaan juga berkorelasi
dengan kepemilikan sumberdaya. Kelompok determinan kepemilikan kapital
Dengan adanya saling keterkaitan antara kelompok determinan peranan
pemuda ini maka kebijakan yang diambil haruslah kebijakan yang komprehensif
yang menyangkut peubah yang dibahas sebelumnya. Dengan kata lain peran
pemuda akan meningkat hanya bila ada kebijakan secara komprehensif.
Kebijakan komprehensif tersebut menyangkut : (1) kebijakan penyediaan
modal usaha, (2) kebijakan peningkatan penyuluhan, (3) kebijakan penyediaan
berita melalui media cetak dan audio-visual, (4) kebijakan peningkatan
pendidikan luar sekolah dan pelatihan, serta (5) kebijakan pengembangan
organisasi usaha, organisasi masa dan organisasi sosial politik di pedesaan.
Dengan dilakukan kebijakan ini secara bersama maka pemuda akan lebih
memiliki peluang dan kesempatan untuk meningkatkan peranan mereka dalam