• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA UNTUK KELUAR DARI KEMELUT LEMAK JAHAT EKONOMI STUDI KAJIAN PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PEMERINTAH INDONESIA UNTUK KELUAR DARI KEMELUT LEMAK JAHAT EKONOMI STUDI KAJIAN PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA UNTUK KELUAR DARI KEMELUT “LEMAK JAHAT” EKONOMI STUDI KAJIAN PROFIL

KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2012 - 2013 Fajar Budiman

STAI-YAPTIP Pasaman Barat

fajar_budiman13@yahoo.co.id

Abstrak

Kemiskinan di negara manapun merupakan problem yang mesti dicarisolusikan pengetasannya. Namun sepanjang sejarah peradaban ekonomi yang kapitalistik, kemiskinan merupakan penyakit akut yang menjadi “lemak jahat” yang terkesan sulit untuk dientaskan. Oleh karenanya tulisan ini berdasar kasus sejarah ekonomi indonesia tahun 2012-2013 mencoba menguraikan faktor pemicu kemiskinan dan di mana letak kerumitan penuntasan kemiskinan itu sendiri.

Kata Kunci: kemiskinan, upaya penuntasan, dan lemak jahat ekonomi PENDAHULUAN

Banyak ragam pendapat mengenai sebab-sebab kemiskinan. Namun, secara garis besar dapat dikatakan ada tiga sebab utama kemiskinan. Pertama, kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang; misalnya cacat mental atau fisik, usia lanjut sehingga tidak mampu bekerja, dan lain-lain. Kedua, kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM akibat kultur masyarakat tertentu; misalnya rasa malas, tidak produktif, bergantung pada harta warisan, dan lain-lain. Ketiga, kemiskinan stuktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kesalahan sistem yang digunakan negara dalam mengatur urusan rakyat. Dari tiga sebab utama tersebut, yang paling besar pengaruhnya adalah kemiskinan stuktural. Sebab, dampak kemiskinan yang ditimbulkan bisa sangat luas dalam masyarakat. Kemiskinan jenis inilah yang menggejala di berbagai negara dewasa ini. Tidak hanya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada maret 2013 mencapai 28,07 juta orang (11,37 persen). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada september 2012, maka selama enam bulan terjadi

(2)

penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 0,52 juta. Berdasarkan daerah terdapat tinggal, pada periode september 2012-maret 2013, baik penduduk miskin di perkotaan maupun di pedesaan sama-sama mengalami penurunan, yaitu masing-masing turun sebesar 0,18 juta orang dan 0,34 juta orang.

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan1

Gambaran kemiskinan yang dimunculkan oleh BPS untuk kondisi masyarakat miskin di indonesia tahu 2013:

Tabel 1

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2012-Maret 2013

Daftar/tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta orang) Persentase Penduduk Miskin (%) (1) (2) (3) Perkotaan September 2012 10,51 8,60 Maret 2013 10,33 8,39 Perdesaan September 2012 18,08 14,70 Maret 2013 17,74 14,32 Perkotaan + Perdesaan September 2012 28,59 11,66 Maret 2013 28,07 11,37

Sumber: Diolah dari data Susenas September 2012 dan Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 juli 2013)

Kajian Literasi

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKMN). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan,

(3)

daging, telur, susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain). Garis Kemikinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan2

Adapun Rumus Penghitungannya adalah sebagai berikut3:

GK : Garis Kemiskinan

GKM : Garis Kemiskinan Makanan

GKNM : Garis Kemiskinan Non Makanan

1. Teknik penghitungan GKM

Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah4: Dimana : 2 Ibid 3 Ibid 4 Ibid GK = GKM + GKNM

(4)

GKMj : Gris Kemiskinan Makanan daerah j (sebelum disetarakan

menjadi 2100 kilokalori).

Pjk : Harga komoditi k di daerah j.

Qjk : Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j.

Vjk : Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j.

j : Daerah (perkotaan atau pedesaan)

Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan

mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga :

Dimana :

Kjk : Kalori dari komoditi k di daerah j

HKj : Harga rata-rata kalori di daerah j

Dimana :

Fj : Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang

menghasilkan energi setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari.

2. Teknik Mengukur Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM)

Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut5:

5 Ibid

(5)

Dimana:

NFp : Pengeluaran minimun non-makanan atau garis kemiskinan non

makanan daerah p (GKNMp).

Vi : Nilai pengeluaran per komoditi/sub-kelompok non-makanan

daerah p (dari Susenas modul konsumsi).

ri : Rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok non-makanan

menurut daerah.

i : Jenis komoditi non-makanan terpilih di daerah p.

p : Daerah (perkotaan atau pedesaan).

Adapun daftar komoditi yang memberikan sumbangan terhadap garis kemiskinan makanan dan non makanan ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 2.

Daftar Komoditi Yang Memberikan Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Beserta Kontribusinya (%). Maret 2013

Komoditi Kota Desa

(1) (2) (3)

Makanan

Beras 25,86 33,37

Rokok kretek filter 8,82 7,48

Telur ayam ras 3,50 3,67

Mie instan 2,67 2,57

Gula pasir 2,65 2,49

Tempe 2,26 2,28

Bawang merah 2,24 1,97

Daging ayam ras 2,20 1,57

Tahu 2,00 1,57 Kopi 1,27 1,44 Bukan makanan Perumahan 9,70 7,30 Listrik 3,57 2,05 Pendidikan 3,06 1,68 Bensin 2,37 1,93 Angkutan 2,13 - Kayu bakar - 1,59

Sumber: Diolah dari data Susenas September 2012 dan Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No.47/07/Th. XVI, 1 juli 2013)

3. Indeks Kedalam Kemiskinan Dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk

(6)

miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan6.

Rumus Penghitungan :

Dimana :

α : 1

z : Garis Kemiskinan.

yi : Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang

berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z

q : Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis

kemiskinan.

N : jumlah penduduk.

Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin7.

Rumus Penghitungan :

Dimana :

α : 2

z : Garis Kemiskinan.

Yi : Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang

berada dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z

6 Ibid 7 Ibid

(7)

q : Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

n : jumlah penduduk.

Tabel 3

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Di Indonesia Menurut Daerah, September 2012-Maret 2013

Tahun Kota Desa Kota + Desa

(1) (2) (3) (4)

Indeks kedalaman kemiskinan (P1)

September 2012 1,38 2,42 1,90

Maret 2013 1,25 2,24 1,75

Indeks keparahan kemiskinan (P2)

September 2012 0,36 0,61 0,48

Maret 2013 0,31 0,56 0,43

Sumber: Diolah dari data Susenas September 2012 dan Maret 2013 (Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1 juli 2013)

Apabila dibandingkan antara daerah perkotaan dan perdesaan, maka nilai Indeks Kedalam Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan

daerah perkotaan. Pada Maret 2013, nilai Indeks Kedalam Kemiskinan (P1) untuk perkotaan sebesar 1,25 sementara di daerah perdesaan

mencapai 2,24. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk

perkotaan hanya 0,31 sementara di daerah perdesaan sebesar 0,56.

Faktor-faktor Penyumbang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2012-2013 Menurut BPS

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012 mencapai Rp2.618,1 triliun, naik Rp153,4 triliun dibandingkan tahun 2011 (Rp2.464,7 triliun). Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2012 naik sebesar Rp819,1 triliun, yaitu dari Rp7.422,8 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp8.241,9 triliun pada tahun 2012 (Berita Resmi Statistik No.14/02/Th. XVI, 5 Februari 2013,8

8 Ibid

(8)

Ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2012 bila dibandingkan dengan triwulan IV-2011 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,11 persen. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 9,63 persen, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran tumbuh 7,80 persen, Sektor Konstruksi tumbuh 7,79 persen, Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan tumbuh 7,66 persen, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih tumbuh 7,25 persen, Sektor Industri Pengolahan tumbuh 6,24 persen, Sektor Jasa-Jasa tumbuh 5,26 persen, Sektor Pertanian tumbuh 1,98 persen, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh 0,48 persen (Berita Resmi Statistik No.14/02/Th. XVI, 5 Februari 2013, www.bps.go.id) .

PDB atas dasar harga berlaku tahun 2012 sebesar Rp8.241,9 triliun, sebagian besar digunakan untuk Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar Rp4.496,4 triliun. Komponen penggunaan lainnya meliputi Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar Rp732,3 triliun, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau Komponen Investasi Fisik sebesar Rp2.733,2 triliun, Komponen Perubahan Inventori sebesar Rp178,2 triliun, transaksi Ekspor sebesar Rp1.999,4 triliun, dan Impor sebesar Rp2.127,5 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2011, PDB atas dasar harga berlaku meningkat dari Rp7.422,8 triliun menjadi Rp8.241,9 triliun (Berita Resmi Statistik No.14/02/Th. XVI, 5 Februari 2013.

PEMBAHASAN

Jika ditelusuri penyebab dari melambatnya pengurangan kemiskinan Indonesia (0,52 juta) selama 6 bulan (periode September 2012- Maret 2013), maka kita bisa melihat bagaimana kinerja dari pertumbuhan ekonomi. Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 6,11 % tahun lalu ternyata dalam kondisi tidak baik. Hal ini disebabkan oleh ekspetasi inflasi yang mendekati 10%, kondisi melemahnya nilai tukar Rupiah (artinya menguatnya Dollar), dan terakhir adanya Defisit Transaksi Berjalan (DTB) (www.infobanknews.com).

Meskipun cukup banyak faktor penyebab inflasi yang demikian tinggi, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI Arif Budimanta menyatakan

(9)

bahwa efek dari harga bahan bakar minyak (BBM) yang dinaikkan pemerintah pada bulan Juni yang lalu salah satu penyebabnya (www.aktual.co). Adapun Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin menuturkan, ada beberapa

komponen yang membuat inflasi tinggi pada bulan Agustus (

www.sindonews.com: Sep 2, 2013):

Dia menyebut, naiknya harga emas menyumbangkan 0,12 persen dari keseluruhan angka inflasi bulan ini. Hal ini terjadi karena pergerakan harga emas internasional dan terjadi di 57 kota Indeks Harga Konsumen (IHK). Faktor pembentuk kedua yaitu harga ikan segar dengan andil 0,11 persen dan peningkatan harga 3,68 persen dari keseluruhan inflasi. Suryamin menuding faktor cuaca dan berkurangnya aktifitas pelayaran nelayan sebagai biang keladinya. Sementara, tarif listrik merupakan komponen penyumbang inflasi urutan ketiga dengan share 0,1 persen. Dia mengaku kebijakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) selama empat triwulan di 2013 adalah penyebab utamanya. Keempat, kenaikan tarif angkutan kota menyumbang 0,09 persen dari keseluruhan inflasi dan dipicu oleh tuslah sebelum dan sesudah Lebaran. Sedangkan yang kelima adalah bawang merah dengan andil 0,07 persen dan perubahan harga sebesar 5,26 persen. Faktor pembentuk inflasi keenam dan ketujuh, kata Suryamin adalah kentang dan tarif angkutan udara yang menyumbang inflasi sebesar 0,04 persen. Sedangkan ke delapan, sembilan dan sepuluh adalah beras, tomat sayur, dan kelapa dengan sumbangan angka inflasi sebesar 0,03 persen.

Faktor kedua dari penyakit “akut” ekonomi Indonesia saat ini adalah melemahnya nilai rupiah. Nilai tukar rupiah beberapa waktu terakhir ini terus berada di posisi yang mengkhawatirkan. Kini, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika di atas angka Rp 11.000 per 1 Dollar AS. Menurut dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) I Kadek Dian Sutrisna Artha, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (humas.ui.ac.id, Sep 4, 2013).

Menurut Kadek (2013), faktor internal yang menyebabkan penurunan nilai tukar rupiah adalah akibat inflasi. Inflasi, menurut peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE ini, menyebabkan investor punya keengganan untuk menanamkan modal. Jumlah investor saham maupun

(10)

obligasi berkurang. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap investor yang melakukan aksi jual dan membawanya ke negara lain. Defisit neraca perdagangan yang meningkat di triwulan kedua 2013 ini juga menjadi penyebab menurunnya nilai tukar rupiah. Selain itu, menurunnya ekspor dan semakin meningkatnya impor menyebabkan aksi jual saham terus terjadi. Penyebab lainnya adalah kebijakan pemerintah yang terus mengundur penetapan kenaikan BBM sampai bulan Juni. Hal tersebut mengakibatkan tekanan terhadap inflasi semakin besar karena bersamaan dengan liburan sekolah dan Hari Raya Lebaran. Besarnya tekanan terhadap inflasi menyebabkan insentif melakukan investasi di finansial market berkurang. Sementara itu dari faktor eksternal penyebab menurunnya nilai rupiah menurut Kadek (2013) adalah akibat kebijakan bank sentral AS yang mengurangi stimulus moneter. Hal tersebut mengakibatkan investor banyak menjual saham dan yang membeli saham di Indonesia berkurang. Hal ini juga terkait dengan pemulihan negara maju.

Adapun faktor ketiga yang menjadi penyakit ekonomi Indonesia saat ini adalah adanya defisit transaksi berjalan (DTB). Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution (www.tempo.co, 2013) menyatakan, defisit neraca pembayaran telah dimulai sejak kuartal III 2011. Saat ini, persoalan defisit menjadi terakumulasi sehingga efeknya sangat terasa. Menurut Darmin akumulasi ini telah terjadi sejak 2011, adapun saat ini nilainya lebih besar dibandingkan pada 2011. Menurutnya, defisit ini disebabkan oleh sejumlah 'penyakit'. Di antaranya adalah persoalan bahan bakar minyak (BBM), pertumbuhan ekonomi, dan kondisi ekonomi dunia. Persoalan BBM, kata Darmin, pemerintah dihadapkan pada tingkat konsumsi yang berlebihan. Kenaikan harga BBM dinilai tidak efektif karena terlambat dijalankan. Hal ini mengakibatkan impor migas menjadi lebih besar. Dari segi pertumbuhan ekonomi, Darmin menilai ekonomi Indonesia tumbuh cukup cepat sehingga permintaan produksi menjadi tinggi di bidang perindustrian. "Permintaan bahan baku impor pun jadi tinggi," kata dia. Terlebih Indonesia masih mendatangkan banyak bahan baku dari luar. Permintaan ini membuat pertumbuhan ekspor kalah cepat dibandingkan dengan impor. Faktor eksternal yang mempengaruhi defisit adalah kondisi ekonomi dunia yang sedang

(11)

Kurs , e Kurs , e Kurs , e Ekspor neto, NX e2 e1 NX(e2) NX(e1) Kurs , e Kurs , e Pendapata n,Y Pendapat an,Y Y1 Y2 Pendapatan,Y Pengeluaran, E Pengeluaran, E Y1 Y2 IS*

(a) Kurva ekspor-Neto

(c) Kurva IS*

Pengeluaran yang direncanakan Pengeluaran aktual

b) perpotongan keynesian

lemah. Pelemahan ini mempengaruhi pelemahan ekspor sehingga membuat defisit transaksi berjalan.

Adapun kondisi ekonomi Indonesia saat ini, dapat diilustrasikan dengan mengunakan grafik model Mundell- Fleming berikut dalam perekonomian terbuka kecil.

Gambar 2.

Proses Melambatnya Pertumbuhan Ekonomi (disadur dari Mankiw, 2006: 330)

(12)

Adanya inflasi yang terjadi adalah disebabkan oleh faktor-faktor naiknya harga barang di dalam negeri yang telah mengakibatkan nilai rupiah jatuh dari segi faktor internal (domestik), dari segi faktor eksternal adalah adanya melemah ekonomi di luar negeri seperti AS dan Eropa. Sehingga tujuan ekspor ke negara tersebut menurun, dalam satu sisi kita membutuhkan impor bahan baku dari luar negeri, sebagai akibat kelangkaan barang tertentu di dalam negeri seperti, kedelai, dan daging sapi, misalnya. Dalam kondisi ini NX kita bernilai negatif (sebagai bentuk selisih antara impor dengan besarnya ekspor). Dalam keadaan yang terbentuk akan menyebabkan nilai dollar menguat dan nilai rupiah melemah, karena tingginya faktor kebutuhan terhadap dollar ditambahnya banyak para investor membawa uangnya keluar negeri sebagai bentuk ketidak pastian dunia usaha dalam negeri akibat inflasi, hal ini digambarkan pada kurva (a). Akibatnya dari adanya inflasi ini, perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya terpaksa direvisi ulang, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi terpaksa sebagian besar digunakan untuk menutupi defisit transaksi berjalan karena adanya kebutuhan terhadap barang impor dan pembayaran hutang jatuh tempo. Sehingga pertumbuhan ekonomi tidak terserap secara penuh untuk membuka lapangan kerja atau program ekonomi lainya. akibatnya pengetasan kemiskinan tidak dapat berjalan secara sebagaimana yang telah direncanakan. Dalam kondisi ini kinerja ekonomi melambat terhadap penuntasan kemiskinan yang hanya 0,52 juta orang dimana sebelumnya pemerintah telah merencanakan untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 10,5 % (www.infobanknews.com, Sep 27, 2013), hal ini digambarkan oleh kurva (b). Dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dan berdampak turunnya daya beli masyarakat, maka akan menyebabkan menurunnya permintaan di pasar barang (IS), dan akhirnya berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi, sebagaimana hal ini digambarkan oleh kurva (c).

Dalam rangka menurunkan tensi ekonomi yang semakin meninggi akibat tingginya inflasi, melemahnya rupiah dan defisitnya transaksi berjalan maka sejumlah ekonom, analis dan lembaga riset dalam dan luar negeri sepakat untuk menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini pada rentang

5,2-5,9% dari sebelumnya berkisar 6,0-6,4% (Kiryanto,www.infobanknews.com,

(13)

Hal ini dilakukan sebagai pandangan mereka untuk mengatasi persoalan penyakit ekonomi supaya tidak semakin parah. Untuk itu Bank Indonesia melakukan berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan ini. Menurut Kiryanto, dalam waktu tiga bulan terakhir BI terus mengerek suku bunga acuan atau BI rate secara agresif. Kebijakan BI ini memunculkan tudingan BI sengaja memperlambat pertumbuhan ekonomi. Istilahnya adalah decelerating, untuk menunjukkan perekonomian tetap tumbuh positif namun melambat. Lebih lanjut Kiryanto menyatakan, Soal BI rate, BI sudah menaikkan secara agresif sebesar 150 basis poin dari 5,75% menjadi 7,25%. Beberapa analis dan ekonom meramalkan BI masih akan menaikkan lagi BI rate sebesar 25 bps menjadi 7,5% guna meredam ekspektasi inflasi yang mendekati 10%. Terakhir pada 12 September 2013, BI menaikkan BI rate 25 bps menjadi 7,25%. Meskipun demikian, menurut Kiryanto, kenaikan BI rate ini masih dapat diterima pelaku usaha, terutama dalam melakukan berbagai usaha untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah. Kenaikan suku bunga acuan tersebut merupakan langkah lanjutan dari penguatan bauran kebijakan BI yang difokuskan untuk pengendalian inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta memastikan berlangsungnya penyesuaian defisit transaksi berjalan (DTB) pada tingkat yang berkelanjutan. Menurut Kiryanto, langkah BI memang menjadi resep yang diharapkan dapat mengerem pertumbuhan secara terarah dan terukur dengan dosis kenaikan suku bunga acuan secara terukur pula yang akan memaksa korporasi mengurangi kapasitas produksi. Hal ini juga akan mendorong korporasi yang menggantungkan bahan baku dan bahan penolong impor akan mengurangi impornya. Otomatis permintaan dolar AS akan menyusut dan oleh karenanya akan mendorong penguatan rupiah. Pada saat yang sama, tekanan terhadap neraca pembayaran membaik karena permintaan dolar AS untuk impor berkurang. Lantas, defisit transaksi berjalan (DTB) dapat diperbaiki atau dipersempit. Ketika suku bunga bank naik sebagai respon kenaikan BI rate, pemilik dana cenderung menyimpan dananya di perbankan karena imbal hasilnya menarik. Alhasil, dorongan konsumsi akan melemah dan berujung pada penurunan inflasi (Kiryanto, www.infobanknews.com,).

(14)

Jika kita urut terus dari konsep kapitalis di atas maka kita hanya bagaikan berputar dalam sebuah lingkaran yang tidak akan menemukan ujung dan pangkalnya, yang pada akhirnya kembali kemasalah yang sedang diperbaiki. Sebagai contoh, jika saat ini dihadapkan dengan persoalan kemiskinan dari harapan hasil yang didapat dari bagusnya kinerja pertumbuhan ekonomi, maka kemiskinan bisa diatasi namun yang ada kita sedang menghadapi dampak dari pertumbuhan itu sendiri seperti, inflasi, melemahnya nilai rupiah, dan DTB.

Bila kita amati secara baik maka kita bisa menyimpulkan bahwa kinerja ekonomi yang melemah itu adalah sebagai dampak dari pertumbuhan itu sendiri. Artinya pertumbuhan yang tinggi telah mendorong kita untuk mengkonsumsi lebih banyak lagi dan memicu naiknya harga-harga. Keterbatasan barang dan jasa dalam negeri sebagai bentuk pemenuhan akan permintaan yang terus meningkat maka memaksa upaya untuk mengimpor barang sejenis dari luar negeri dari satu sisi, dalam sisi yang lain terhambatnya ekspor kita keluar negeri akibat adanya resesi ekonomi di negara tujuan ekspor, telah menyebabkan defisitnya neraca perdagangan dalam artian besar impor daripada ekspor. Faktor lain karena banyak uang keluar dari Indonesia yang dibawa oleh para investor, sebagai tanggapan melemahnya nilai rupiah. Akibatnya tidak lagi terjadi keseimbangan dalam transaksi keuangan, oleh sebab itu, menyebabkan kita harus mengimpor dollar dari luar negeri. Disinilah rupiah semakin jatuh harganya. Yang akhirnya kita disibukan dengan masalah baru dan bukan masalah kemiskinan. Akibatnya masalah baru ini juga menimbulkan pengangguran yang berujung pada kemiskinan baru lagi. Begitulah konsep ekonomi kapitalis mengurai persoalan ekonominya. Hingga konsep ini mereka namakan dengan nama memutus “lingkaran setan”.

Dari kasus ekonomi di atas dapat kita pahami bahwasannya penyebab melambatnya pengetasan kemiskinan di Indonesia saat ini walau dalam keadaan ekonomi tumbuh yang sangat tinggi, no 2 di dunia setelah tiongkok, namun tidak berdaya dihadapan ganasnya inflasi yang berakibat pada defisit transaksi berjalan dan mendorong untuk terbangun “macan yang sedang sakit” (Dollar). Faktor penyebabnya tidak lain adalah nilai mata uang itu sendiri. Nilai mata uang kertas yang tidak bersandarkan kepada emas memang sangat rentan terhadap inflasi.

(15)

Apalagi permintaan terhadap emas naik. Harga emas yang naik itu biasanya dimulai oleh kenaikan harga barang-barang atau jasa. Karena sebagian besar orang khawatir nilai mata uang yang dipegangnya saat itu akan banyak kehilangan nilai dimasa datang. Dalam artian tingginya permintaan emas dipicu oleh semangat untuk menyelamatkan nilai kekayaan. Dan sebenarnya tidak ada kaitan dengan investasi. Karena hakikatnya, naik harga emas dalam rangka mengiringi akan kenaikan harga barang. Hal ini bisa dibuktikan, jika dahulunya seekor kambing itu adalah 500.000 maka kita melihat berapa harga emas saat itu lalu kita bandingkan dengan harga kambing saat ini dan berapa harga emasnya. Maka kita bisa menyimpulkan harga kambing dari waktu kewaktu adalah sama jika di ekuivalenkan dengan harga emas. Kenaikan harga yang kita rasakan dengan menaiknya uang kertas yang kita pegang untuk membeli harga barang sama dari waktu ke waktu, atau istilah lainnya inflasi, pada hakikatnya adalah hilangnya nilai rill yang kita rasakan ketika kita membelanjakan uang tadi. Berapa kehilangannya itu setara dengan berapa selisih harga saat itu dengan harga sebelumnya. Lalu dimana titik temunya pemahaman selama ini yang mengatakan mereka sedang berinvestasi dengan membeli emas. Jawabannya memang mereka bukan sedang berinvestasi tetapi mereka sedang melindungi kekayaanya.

DAFTAR REFERENSI

Anonim. 2013. Statistics Indonesia. www.bps.go.id

Anonim. 2013. Inflasi Tinggi Akibat Pemerintah Naikkan Harga BBM. www.aktual.co/.../194310inflasi-tinggi-akibat-pemerin... Translate this page Sep 2, 2013.

Anonim. 2013. Mengapa Nilai Rupiah Terus Turun?.

humas.ui.ac.id/node/7657 Translate this page Sep 4, 2013

Berita Resmi Statistik No.14/02/Th. XVI, 5 Februari 2013. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pertumbuhan Pdb Tahun 2012 Mencapai 6,23 Persen. www.bps.go.id/brs_file/pdb_05feb13.pdf.

Berita Resmi Statistik No. 47/07/Th. XVI, 1Juli 2013. Jumlah Penduduk Miskin Maret 2013 Mencapai 28,07 Juta Orang. www.bps.go.id.

(16)

Daud, Ameidyo. 2013. Ini 10 komponen utama penyumbang inflasi Agustus. www.sindonews.com/.../2013/.../ini-10-komponen-uta... Translate this page Sep 2, 2013 .

Kiryanto, Ryan. 2013. Mencermati Perlambatan Ekonomi: Percepatan pembangunan infrastruktur harus dilakukan segera. Dengan infrastruktur memadai, investasi akan mudah untuk ditarik masuk dan menjaga ekonomi Indonesia tetap bertumbuh moderat.

www.infobanknews.com/2013/.../mencermati-perlamb... Translate this

page, Sep 27, 2013.

Mankiw, Gregory. 2006. Makro Ekonomi. Edisi ke-6. Penerbit Erlangga. Jakarta Prasetyo, Sigit. 2013. Studi Faktor Penyebab Kemiskinan Dan Mekanisme

Penanggulangan Kemiskinan Di Indonesia. Makalah. Magister Ilmu Ekonomi. Fakultas Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung. staff.unila.ac.id.

Referensi

Dokumen terkait

Berasal dari bahasa Yunani echimos (landak) dan derma (kulit) semua hewan yang termasuk filum echinodermata biasanya hidup di laut, bentuk tubuhnya simetris

Tingkat kecemasan pada siswa perempuan saat melakukan guling belakang lebih tinggi daripada guling depan dan terdapat perbedaan cukup signifikan antara 2.19 dengan 1.91 atau

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI (STUDI KORELASIONAL PADA PESERTA DIDIK KELAS X SMA ANGKASA LANUD HUSEIN SASTRANEGARA BANDUNG TAHUN AJARAN

Dengan melakukan perhitungan yang sama dapat diperoleh nilai sekarang dari besaran manfaat JHT yang akan diberikan pada saat pencairan untuk seluruh peserta

Analisis usaha agroindustri sale pisang goreng yang diambil dalam penelitian ini adalah analisis biaya, pendapatan, penerimaan, R/C dan titik impas yang dihitung

[r]

Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) V Surabaya which aims to identify the risk of a supply chain. After that, the interviews and discussions are underway to

Tegangan normal dan tegangan geser yang bekerja pada sembarang bidang dapat juga ditentukan dengan menggambarkan pada sebuah lingkaran Mohr seperti terlihat