3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanan pada bulan November 2010 hingga April 2011. Bahan baku rumput laut Kappaphycus alvarezii berasal dari petani rumput laut di Pulau Panjang Kabupaten Serang. Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium antara lain laboratorium program studi THP (Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Organoleptik serta Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan), laboratorium program studi Ilmu Pangan (Laboratorium Pengolahan dan Biokimia Pangan dan Gizi), Laboratorium Balai Pengujian Ekspor Impor Jakarta dan Laboratorium Geologi Kuarter PPGL.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu bahan untuk ekstraksi karaginan, pembuatan edible film karaginan dan bahan untuk analisis penurunan mutu udang kupas rebus. Bahan baku untuk ekstraksi karaginan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii sebagai penghasil kappa karaginan. Kappa karaginan yang dihasilkan dengan spesifikasi terbaik akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Bahan pendukung yang digunakan untuk ekstraksi karaginan meliputi KOH teknis dan isopropil alkohol teknis, sedangkan bahan yang digunakan untuk karakterisasi karaginan adalah BaCl2, H2O2, dan KCl. Pada tahap pembuatan edible film, bahan yang digunakan adalah tepung karaginan dan gliserol. Bahan yang digunakan untuk analisis penurunan mutu udang kupas rebus adalah score sheet, larutan TCA 7%, larutan asam borat 4%, larutan K2CO3 jenuh, larutan HCl 1/70 N, larutan H2SO4 pekat, akuades, NaOH, larutan asam borat 4%, indikator BCG-MR, larutan HCl 0,01 N dan nutrien agar.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini juga terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu alat yang digunakan untuk ekstraksi karaginan, pembuatan edible
film karaginan dan alat untuk analisis penurunan mutu udang kupas rebus.
wadah kaca, ember/baskom, kain saring, termometer, oven, dan kompor listrik; sedangkan alat untuk karakterisasi karaginan adalah seperangkat alat uji kadar air dan abu, rheoner, refluks, hot plate, magnetic stirer, erlenmeyer, timbangan, cetakan silinder, dan termometer. Pembuatan edible film menggunakan alat-alat antara lain adalah hot plate, magnetic stirer, cetakan kaca, dan oven; sedangkan untuk karakterisasi edible film alat yang digunakan adalah jangka sorong. Alat yang digunakan untuk analisis penurunan mutu udang kupas rebus adalah lemari pendingin, cawan petri, seperangkat alat uji protein, pHmeter, timbangan, autoklaf dan kompor listrik.
3.3 Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah tahap optimasi ekstraksi kappa karaginan serta karakterisasi tepung karaginan yang dihasilkan. Tahap kedua adalah pembuatan edible film dari tepung karaginan terbaik yang dihasilkan pada tahap pertama, sedangkan tahap ketiga adalah aplikasi edible
coating karaginan untuk mempertahankan mutu udang kupas rebus.
Tahap 1. Optimasi ekstraksi karaginan
Ekstraksi karaginan dilakukan berdasarkan metode Sinurat et al. (2006) yang telah dimodifikasi. Perlakuan yang diberikan untuk menentukan metode ekstraksi karaginan adalah konsentrasi KOH dan lama ekstraksi. Parameter yang digunakan untuk menentukan metode ekstraksi yang optimal adalah rendemen dan viskositasnya. Pada tahap 1 akan diperoleh konsentrasi KOH dan lama ekstraksi yang akan digunakan dalam proses ekstraksi karaginan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Sebelum digunakan dalam pembuatan edible film, tepung karaginan dikarakterisasi terlebih dahulu untuk mengetahui sifat-sifatnya meliputi rendemen, kekuatan gel (FMC 1977), viskositas (FMC 1977), kadar air (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar abu tak larut asam (FMC 1977), dan kadar sulfat (AOAC 1995). Diagram alir prosedur ekstraksi karaginan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Diagram alir prosedur ekstraksi karaginan (Sinurat et al.* 2006 yang telah dimodifikasi).
Pencucian
Penepungan Pengeringan
Pengendapan dengan IPA 1,5 x volume filtrat Penyaringan
Ekstraksi dengan variasi konsentrasi KOH 0,5%; 1%* dan 1,5% (faktor A) dan variasi lama ekstraksi 1; 2* dan 3 jam (faktor B), perbandingan rumput
laut dan larutan KOH 1:40 pada suhu 90-95 oC Residu
Filtrat
Tepung karaginan Rumput laut kering
Uji: rendemen, viskositas Perendaman dalam air 24 jam
Pengecilan ukuran
Tepung karaginan terbaik
Karakterisasi : kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, kadar sulfat
Tahap 2. Pembuatan edible film
Edible film yang dihasilkan dari tepung karaginan dengan konsentrasi
berbeda kemudian dianalisis untuk menentukan karakteristiknya. Pada tahap ini akan didapatkan edible film dengan karakteristik terbaik untuk konsentrasi tepung karaginan yang digunakan. Parameter yang diuji meliputi ketebalan menggunakan alat jangka sorong, kuat tarik dan persen pemanjangan dengan testing machine MPY (ASTM 1983), laju transmisi uap air dengan metode cawan (ASTM 1967) dan struktur mikroskopis menggunakan scanning electron microscope (SEM). Diagram alir pembuatan edible film dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Diagram alir pembuatan edible film (Cha et al.* 2002 yang telah dimodifikasi).
Larutkan dalam air suhu 80 oC dan dihomogenkan selama 30 menit
Penuangan pada plate
Pengeringan suhu 50 oC selama 8 jam Penambahan plasticizer (gliserol) 0,75%
dihomogenkan Larutan homogen Edible film Tepung karaginan (0,5%; 1%*; 1,5%; 2%) Uji : Ketebalan, kuat tarik, persen
pemanjangan, WVTR, SEM
Tahap 3. Aplikasi edible coating pada udang kupas rebus
Udang kupas rebus akan diaplikasikan menggunakan larutan karaginan konsentrasi terbaik pada tahap 2 dengan cara pencelupan untuk melihat pengaruh penggunaan larutan karaginan terhadap mutu udang kupas rebus yang disimpan pada suhu dingin (2 oC). Sebelum dilakukan penelitian utama untuk melihat pengaruh penggunaan coating karaginan terhadap mutu udang kupas rebus, dilakukan penelitian pendahuluan untuk menentukan daya simpan udang kupas rebus tanpa coating pada suhu dingin (2 oC). Udang kupas rebus tanpa coating disimpan dalam lemari pendingin suhu 2 oC kemudian dilakukan pengamatan TPC setiap 2 hari sekali untuk mengetahui jumlah bakteri udang selama penyimpanan. Udang kupas rebus dikatakan busuk atau tidak dapat diterima lagi jika jumlah bakterinya melebihi 5,0x104 kol/g (SNI 01-3458.1-2006). Lama pengamatan dan selang pengamatan untuk penelitian utama ditentukan berdasarkan daya simpan udang hingga mengalami kebusukan yang merupakan hasil dari penelitian pendahuluan. Diagram alir prosedur aplikasi edible coating pada udang kupas rebus dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Diagram alir prosedur aplikasi edible coating karaginan pada udang kupas rebus (Riyanto 2006 yang telah dimodifikasi).
Pencelupan dalam larutan karaginan 40 oC selama 5 detik
Pengamatan tiap 3 hari meliputi TPC, kadar air, pH, kadar protein, TVBN, organoleptik
Penyimpanan pada suhu dingin (4-6oC) Udang kupas rebus
3.4 Prosedur Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis kimia, fisika dan mikrobiologi. Analisis kimia yang dilakukan terdiri dari kadar air, kadar abu, viskositas, pH, kadar abu tak larut asam, kadar sulfat, kekuatan gel, kadar protein dan TVBN. Analisis fisika yang dilakukan meliputi rendemen, ketebalan film, persentase pemanjangan dan kuat tarik film serta laju transmisi uap air film; sedangkan analisis mikrobiologi yang dilakukan adalah TPC.
3.4.1 Rendemen
Analisis rendemen dilakukan dengan cara membandingkan berat tepung karaginan dengan berat rumput laut kering yang digunakan. Rendemen dihitung berdasarkan rumus :
Rendemen (%) = Berat karaginan kering
Berat rumput laut kering x 100%
3.4.2 Kadar air (Metode Gravimetri, AOAC 1995)
Sampel karaginan yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1-2 gram dalam botol timbangan yang telah bersih dan kering dan diketahui beratnya. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama waktu tertentu tergantung jenis bahannya. Untuk bahan-bahan yang relatif kering seperti biji-bijian, kedelai, kacang-kacangan memerlukan waktu 3-5 jam, sedangkan bahan-bahan basah memerlukan waktu 24 jam. Makin besar kandungan air dalam suatu bahan pangan makin lama waktu pemanasan yang diperlukan. Pengeringan dilakukan selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang; perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan yang dihitung dengan rumus :
Kadar air(%) = Berat awal − akhir
3.4.3 Kadar abu (Metode Gravimetri, AOAC 1995)
Analisis kadar abu dilakukan dengan cara memanaskan sampel hingga menjadi abu menggunakan muffle furnace. Pertama-tama, krus porselen dengan tutupnya dipijarkan dalam muffle furnace kemudian didinginkan dalam oven dan dimasukkan ke dalam eksikator sampai dingin. Krus yang telah dingin ditimbang untuk mengetahui berat krus kosong.
Sampel karaginan kering ditimbang dalam krus porselen yang telah diketahui beratnya (kira-kira 2 gram), selanjutnya dipanaskan di atas kompor listrik sehingga bahan menjadi arang. Kemudian dipijarkan dalam muffle suhu 600 oC selama 6 jam sampai menjadi abu berwarna keputih-putihan, biarkan
muffle sampai menunjukkan suhu kamar, kemudian baru dibuka tutupnya. Krus
didinginkan dengan cara dimasukkan ke dalam oven suhu 105 oC selalam 1 jam kemudian dimasukkan ke dalameksikator hingga dingin. Krus yang telah dingin selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan rumus :
Kadar abu (% db)= Berat abu (g)
Berat sampel kering (g) x 100%
3.4.4 Kadar abu tak larut asam (FMC 1977)
Karaginan yang telah diabukan kemudian didihkan dengan 25 ml HCl 10% selama 5 menit. Bahan-bahan yang tidak terlarut disaring dengan kertas saring tidak berabu (kertas saring Whatman 42). Kertas saring diabukan seperti prosedur di atas lalu didinginkan dalam oven suhu 105 oC selama 1 jam kemudian dimasukkan ke dalam esikator dan selanjutnya ditimbang. Kadar abu tak larut asam dihitung dengan rumus :
Kadar abu tak larut asam (%) = Berat abu
3.4.5 Kadar sulfat (AOAC 1995)
Karaginan sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam labu erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,2 N dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Sebanyak 25 ml larutan H2O2 (1:10) ditambahkan dan direfluks selama 5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan yang diperoleh dipindahkan kedalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih, kemudian ditambahkan 10 mL larutan BaCl2 (tetes demi tetes sambil diaduk) diatas penangas air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berabu dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut :
Kadar Sulfat (%) =
P x BM SO4 BM BaSO4
Berat sampel x 100% P = berat endapan BaSO4 (garam)
3.4.6 Viskositas (FMC 1977)
Larutan karaginan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur hingga mencapai suhu 75 oC. Viskositas diukur menggunakan alat viscometer pada saat suhu larutan mencapai 75 oC. Pembacaan dilakukan setelah 1 menit putaran penuh untuk spindel no 1. Viskositas yang terukur mempunyai satuan poise (1 poise = 100 centipoise).
3.4.7 Kekuatan gel (FMC 1977)
Larutan panas dimasukkan kedalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 oC selama 2 jam. Gel dalam cetakan dimasukkan kedalam alat ukur (Rheoner RE-3305) sehingga plunger yang akan bersentuhan dengan gel berada ditengahnya. Plunger diaktifkan dan dilakukan pengamatan.
3.4.8 Ketebalan film (ASTM 1983)
Ketebalan film diukur dengan jangka sorong yang mampu mengukur ketebalan dengan ketelitian 0,001 mm. Ketebalan sebuah film diukur pada lima tempat yang berbeda. Dari lima tempat tersebut kemudian di rata-rata.
3.4.9 Kuat tarik dan persen pemanjangan (ASTM 1983)
Daya rentang dan persen pemanjangan diukur dengan Testing Machine MPY (tipe : PA-104-30, Ltd. Tokyo, Jepang). Daya rentang ditentukan berdasarkan beban maksimum dan persen pemanjangan dihitung pada saat film pecah atau sobek.
Kuat tarik kgf/cm2 = Gaya Luas 3.4.10 Laju transmisi uap air (ASTM 1967)
Laju transmisi uap air diukur dengan menggunakan water vapor
transmition rate tester bargerlahr metode cawan. Tutup cawan diletakkan
sedemikian rupa sehingga bagian yang beralur menghadap ke atas. Film diletakkan ke dalam tutup cawan, lalu cincin karet diletakkan untuk sealing ke dalam, ditutup hingga cincin tersebut menekan film.
Cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g kemudian diletakkan dalam
humidity chamber, ditutup lalu kipas angin dijalankan. Cawan ditimbang tiap hari
pada jam yang sama dan ditentukan pertambahan berat cawan. Nilai laju transmisi uap air ditentukan dengan rumus :
WVTR g/m2/hari =g x 24 t x a 3.4.11 TPC (Fardiaz 1993)
Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah mikroba yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Campuran diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 ml larutan garam 0,85% steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2. Kemudian dilakukan prosedur serupa untuk pengenceran 10-3 dan seterusnya hingga
pengenceran 10-5. Agar steril dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan dibiarkan membeku. Sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut. Contoh diratakan di atas permukaan medium agar menggunakan batang gelas steril dan diinkubasi pada suhu 10 oC selama 5 hari. Jumlah koloni dihitung berdasarkan rumus :
Jumlah Koloni (kol/g) =Koloni yang terhitung x 1
Faktor Pengenceran
3.4.12 Kadar protein (AOAC 1995)
Pengujian kadar protein dilakukan dalam tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Tahapan pengujian kadar protein adalah sebagai berikut :
a. Destruksi
Labu diletakkan pada alat pemanas dengan suhu 400 oC di dalam ruang asam. Destruksi dilakukan hingga larutan menjadi bening (1-1,5 jam). Hasil destruksi kemudian didinginkan dan diencerkan dengan akuades secara perlahan hingga mencapai 100 ml.
b. Destilasi
Sebanyak 10 ml hasil dekstruksi dipipet dan dimasukkan ke dalam labu destilasi. Ujung kondensor harus terendam di bawah larutan asam borat. Tambahkan sampel hasil destruksi dengan 8-10 ml larutan NaOH kemudian lakukan destilasi sampai berwarna hijau kebiruan.
c. Titrasi
Titrasi hasil destilasi menggunakan larutan HCl 0,01 N hingga larutan berwarna merah muda. Kadar protein dihitung dengan rumus :
Kadar protein (%) = Kadar N x 6,25
3.4.13 Derajat keasaman (pH) (AOAC 1995)
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pHmeter digital. Sebelum digunakan, alat pHmeter dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu. Selanjutnya dikalibrasi menggunakan larutan buffer pH 4 lalu dicelupkan pada buffer pH 7 dan dibiarkan sesaat hingga stabil.
3.4.14 TVBN (AOAC 1995)
Analisis TVBN dilakukan dengan menimbang sampel sebanyak 100 gram dan ditambah dengan 300 ml larutan TCA 7% kemudian dihaluskan. Larutan disaring dengan kertas saring hingga didapat filtrat jernih. Lakukan destilasi, destilat ditampung dengan 15 ml HCl 0,01 M. Tambahkan beberapa tetes indikator merah fenol ke dalam destilat kemudian dititrasi dengan NaOH 0,01 M hingga berwarna merah muda.
3.4.15 Struktur mikroskopis menggunakan SEM (Toya et al. 1986)
Scanning electron microscope (SEM) merupakan mikroskop yang bekerja
dengan prinsip pancaran elektron diradiasi terhadap specimen. Sampel yang akan diuji menggunakan SEM harus dalam keadaan kering, bisa ditempel pada
specimen holder dengan ukuran 8 mm, bebas dari kotoran dan tidak berminyak. Specimen holder dibersihkan dengan hand blower untuk menghilangkan
debu-debu pengotor kemudian sampel ditempelkan. Spesimen selanjutnya diberi lapisan tipis (coating) dari emas-paladium (Au : 80% dan Pd : 20%) dengan menggunakan mesin ion sputter JFC-1100. Pemberian coating bertujuan agar sampel atau spesimen yang akan dipotret menggunakan SEM dapat menghantarkan listrik. Ketebalan coating adalah 400 Å. Spesimen yang telah dicoating dimasukkan ke dalam specimen chamber pada mesin SEM untuk dilakukan pemotretan.
3.4.16 Uji organoleptik (SNI 2006)
Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji skoring menggunakan 30 orang panelis non standar. Pengujian dilakukan pada ruangan khusus organoleptik yaitu Laboratorium Organoleptik program studi THP IPB. Sampel yang akan diamati diberi kode sesuai dengan tabel kode contoh. Lembar pengujian skoring mengacu pada lembar penilaian sensori udang kupas rebus beku. Tiap panelis diminta untuk mengisi skor sampel yang diamati pada lembar yang tersedia. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dan diurutkan dari besar ke kecil untuk selanjutnya diuji menggunakan uji Krusskal Wallis.
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Penelitian tahap 1 dan 3 menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Pada tahap 1, faktor A adalah konsentrasi KOH 0,5%; 1% dan 1,5%, sedangkan faktor B adalah lama ekstraksi 1; 2 dan 3 jam. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Pada tahap 3, faktor A adalah aplikasi coating dan tanpa coating, sedangkan faktor B adalah lama penyimpanan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali. Model matematika rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dapat dirumuskan sebagai berikut :
Yijk = µ+ A1 + B1 + (AB)ij + Єijk
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k
µ = Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh utama faktor A pada taraf ke-i Bj = Pengaruh utama faktor B pada taraf ke-j
Penelitian tahap 2 menggunakan metode eksperimental rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak dua kali. Rancangan acak lengkap (RAL) dapat ditulis dalam model matematika sebagai berikut:
Yij = µ + τi + Єij
Keterangan : Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam untuk mengetahui adanya pengaruh atau tidak dari masing-masing perlakuan pada tingkat signifikansi 95%. Apabila ada pengaruh, maka dilanjutkan dengan uji jarak Duncan (DMRT) untuk melihat perbedaan dari masing-masing perlakuan (Sastrosupadi 2004).
Data organoleptik diolah menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan disusun mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar dan kemudian ditentukan peringkatnya masing-masing. Statistik uji yang digunakan adalah : H= 12 n+(n+1)+ Ri2 ni - 3 (n+1) H1= H pembagi Pembagi=1- ∑ T ( n-1)( n+1) dengan T=(t-1)(t+1) Keterangan :
n = jumlah data total
ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i
T = banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H = simpangan baku
H1 = H terkoreksi
t = banyaknya pengamatan seri
Apabila data hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Uji lanjut perbandingan berganda (multiple comparison) dapat dirumuskan sebagai berikut :
|R − R > Zα
k (n + 1) 6
Keterangan :
R = rata-rata ranking perlakuan ke-i Rj = rata-rata ranking perlakuan ke-j
k = banyaknya ulangan n = jumlah data total