• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat pemiliknya. Pandangan hidup suatu masyarakat tercermin dalam berbagai unsur kebudayaan, seperti filsafat, kepercayaan, kesenian, mode pakaian, dan adat istiadat popular. Apabila salah satu aspek unsur kebudayaan tersebut tidak lagi dapat dikatakan sebagai identitas, maka pandangan hidup suatu bangsa atau nilai budaya suatu bangsa mulai lepas dari genggaman tangan pemiliknya.

Salah satu kebudayaan yang masih ada sejak berabad-abad yang lalu hingga sekarang adalah upacara sekaten. Grebeg sekaten adalah salah satu peristiwa yang penting bagi keraton Yogyakarta. Upacara grebeg sekaten dimaknai sebagai upacara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan kepada rakyat. Selain sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, upacara Grebeg Sekaten ini sebagai sarana menyebarkan dakwah agama Islam. Meskipun Upacara adat grebeg sekaten ini sudah berabad-abad lamanya dijalankan, upacara Sekaten masih terjaga sampai sekarang. Tradisi ini sudah ada sejak jaman kerajaan Demak (abad ke 16) dan diadakan setiap bulan ke tiga dalam tahun jawa.

(2)

Upacara adat grebeg sekaten dalam pelaksanaannya memiliki simbol-simbol yang terdapat pada setiap prosesinya. Sekaten sebagai salah satu tradisi masyarakat Yogyakarta sarat dengan penggunaan bahasa, baik bahasa suara, bahasa gerak, dan bahasa visual. Bahasa, yang pertama adalah sistem ungkap melalui suara yang bermakna, dengan satuan-satuan utamanya berupa kata dan kalimat, yang masing-masing memiliki kaidah-kaidah pembentukannya. Kedua, bahasa yang berarti bermakna kiasan, istilah “bahasa” juga digunakan untuk menamakan cara-cara ungkap apapun yang mempunyai susunan dan aturan. Kekhasan budaya dapat diamati dalam upacara adata grebeg sekaten, sebagai penanda maupun sebagai petanda dengan penggunaan bahasa baik bahasa suara, bahasa gerak, dan bahasa visual.

Bahasa suara, dalam grebeg sekaten sebagai sistem ungkap melalui suara yang bermakna, baik kata-kata maupun kalimat yang masing-masing membentuk struktur sekaten. Upacara adat grebeg sekaten yang dibangun dari satuan-satuan unsur yang membentuk, masing-masing memiliki struktur dan kaidah yang sangat kompleks. Unsur dalam cerita atau lakon, unsur musik, suara gending (termasuk suara masing-maing instrumen/ricikan gamelan), suara gerongan, suara sindenan, suara tembang, dan sebagainya tergatung ruang dan waktu. Bahasa gerak, bisa dilihat pada saat mereka berekspresi, berakting, berkomunikasi dengan penonton, dan sebagainya. Bahasa visual, dapat diamati lewat sarana dan properti grebeg sekaten; gunungan beserta lauk pauknya, jajan pasar, penggunaan kostum pelaku, dan sebagainya.

(3)

Upacara adat grebeg sekaten mempunyai peran penting dalam penyebaran agama Islam, karena dalam menyebarkan suatu agama dalam masyarakat yang menjunjung tinggi nilai adat tidaklah mudah. Pada awalnya Hindu-Budha adalah kepercayaan awal yang masuk ke Indonesia sebelum Islam datang. Islam dalam penyebarannya di pulau Jawa tidak lepas dari kiprah para wali, mereka mempunyai cara dan siasat tersendiri untuk memperkenalkan islam kepada masyarakat yang masih kental dengan kepercayaan Hindu-Budha, ditambah dengan keadaan masyarakat jawa yang terkenal dengan sifatnya yang konservatif dan sulit menerima ajaran baru apalagi ajaran baru tersebut bertentangan dengan adat Jawa. Salah satu metode penyebaran agama Islam pada waktu itu adalah dengan pendekatan budaya. Metode ini digunakan karena pada saat itu budaya dan seni berkembang dengan baik. Melalui metode tersebut, Islam disebarkan dengan memasukkan berbagai ajaran Islam dengan proses asimilasi dan akulturasi.

Sekaten identik dengan pasar malam, tempat hiburan untuk rakyat. Suatu event besar kerajaan yang menjadi magnet bagi rakyat untuk mengunjunginya. Sekaten sendiri dalam sejarahnya memang diadakan dalam rangka menyebarkan ajaran Islam, dimana kelahiran Nabi Muhammad SAW dipilih sebagi medianya. Tradisi kuno ini telah dimulai sejak kerajaan Demak dan berlangsung hingga sekarang di Kasultanan Yogyakarta dan Kasultanan Sukarta.

Asal usul sekaten mempunyai versi yang berbeda-beda dalam pemahaman masyarakat, yang pertama berasal dari istilah dalam agama Islam, yaitu Syahadatain. Sekaten dalam proses islamisasi di tanah Jawa sangat berhubungan

(4)

erat. Para wali dalam menyebarkan agama Islam menggunakan berbagai cara berdakwah, di antaranya melalui media budaya. Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang adalah tokoh yang menggunakan cara berdakwah tersebut.

Pada saat perayaan maulid Nabi Muhammad, Sunan Kalijaga berencana mengadakan pertunjukan wayang kulit sekaligus untuk menarik perhatian orang-orang agar memeluk agama Islam. Untuk melihat pertunjukan terebut tiket masuknya hanya satu yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, dan itu berarti mereka memeluk agama islam. Seiring berjalannya waktu, pengucapan Syahadatain oleh orang Jawa mulai bergeser menjadi sekaten. Versi yang kedua dari asal-usul kata sekaten adalah Sekati, yaitu nama gamelan pusaka Kyai Sekati milik kerajaan Demak. Gamelan sendiri adalah media hiburan yang digemari saat itu, sehingga Sunan Kalijaga memanfaatkan gamelan dan tetabuhan yang dimainkan di halaman Masjid Agung untuk menarik perhatian masyarakat pada waktu itu yang belum mengetahui ajaran Islam. Dengan adanya tetabuhan yang dibunyikan ini masyarakat berbondong-bondong datang untuk menikmati gamelan, masyarakat diberikan ceramah-ceramah ringan mengenai Islam dan pengenalan ajaran-ajaran Islam. Tentu saja dengan materi yang sederhana dan mudah dimengerti, mengingat pada saat itu Islam adalah agama baru yang sedang berkembang. Dengan adanya keramaian ini, banyak masyarakat yang kemudian berjualan disekitar halaman masjid dan alun-alun.

Tradisi yang rutin digelar setiap bulan maulud dan masyarakat yang berjualan disekitar masjid ini kemudian berkembang menjadi suatu acara besar yang bisa dikatakan mirip dengan arena pasar malam. Keluar dan ditabuhnya gamelan Kyai

(5)

Sekati serta syiar ajaran Islam ini kemudian secara familiar oleh masyarakat disebut dengan acara Grebeg Sekaten. Tradisi ini berlanjut hingga kerajaan-kerajaan Islam setelah era kerajaan-kerajaan Demak. Pada masa Kasultanan Yogyakarta berdiri, Sekaten menjadi event besar kerajaan. Tempat rakyat berkumpul dan mencari hiburan,meskipun begitu semangat dalam mencari syiar Islam tetap menjadi kegiatan utama. Dalam perkembangannya Sekaten kemudian menjadi acara menarik yang ditunggu-tunggu rakyat kerajaan. Acara yang seakan menjadi kewajiban bagi rakyat untuk mengunjunginya, bahkan bagi mereka yang berada di pelosok atau di tempat yang jauh dari pusat kerajaan. Saat ini meskipun tradisi Sekaten bagi masyarakat Yogyakarta tetap berlangsung dan meski pelaksaannya sudah tidak sekuat era kerajaan dahulu, namun Sekaten dengan tradisi dan ritualnya tetap menyimpan keunikan dan kekhasan yang tidak dapat ditemui di arena pasar malam lainnya.

Pemaknaan penting simbolik dalam acara Grebeg Sekaten adalah sebuah Gunungan yang melambangkan kesejahteraan kerajaan, di mana gunungan tersebut terbuat dari beras ketan, makanan, buah-buahan dan sayur-sayuran hasil bumi masyarakat. Arak-arakan gunungan ini dibawa dari istana Kemandungan melewati Sitihinggil dan Pagelaran menuju Masjid Agung untuk didoakan. Gunungan ini dipercaya akan membawa berkah bagi mereka yang berhasil mendapatkannya. Bagian Gunungan yang dianggap sakral ini kemudian oleh masyarakat dibawa pulang untuk disimpan atau ditanam di sawah/ ladang, agar sawah/ladang mereka menjadi subur dan bebas dari segala macam bencana dan

(6)

malapetaka. Untuk memaknai setiap prosesi upacara adat Grebeg Sekaten diperlukan kajian semiotika dalam pelaksanaannya.

Dalam konsep semiotik oleh Ferdinand de Saussure menjelaskan bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi antara “yang ditandai” dengan “yang menandai”. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau petanda. Dengan kata lain petanda adalah bunyi atau coretan yang bermakna. Semiotika biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta semua tanda dan sinyal yang bisa diakses dan diterima oleh indera yang kita miliki.

Menurut Larry A. Samovar dan Richard E Porter (dalam Mulyana, 2000) ,"Pesan Komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima". Pesan non verbal mempunyai klasifikasinya dalam pesan non verbal itu sendiri yang sebagaimana tercantum menurut Larry A Samovar dan Richard E Porter mengklasifikasikan pesan-pesan non verbal kedalam dua kategori utama. Kategori pertama yaitu perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian,gerakan, postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata,sentuhan, bau-bauan, dan bahasa. Kategori yang kedua yaitu ruang , waktu dan diam.

(7)

Berdasarkan konsep makna dan pemaknaan tanda maka penulis menggunakan klasifikasi tersebut sebagai acuan untuk melakukan penelitian. Seperti pada upacara adat grebeg sekaten dimana dalam setiap prosesinya terdapat pergerakan dan perlengkapan yang mengandung tanda yang tidak semua orang mengetahui makna dan pesan yang disampaikan dalam tradisi grebeg sekaten kepada masyarakat awam. Dari latar belakang tersebut maka karena itulah dipilih "Pemaknaan Tradisi Sekaten Di Yogyakarta (Tinjauan Semiotika Ferdinand de Saussure )" sebagai judul penelitian.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana pemaknaan penanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan semiotika Ferdinand de Saussure?

2) Bagaimana pemaknaan petanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan semiotika Ferdinand de Saussure?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mendeskripsikan pemaknaan penanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan Semiotika Ferdinand de Saussure.

2) Untuk mendeskripsikan pemaknaan petanda pada tradisi sekaten di Yogyakarta dalam tinjauan Semiotika Ferdinand de Saussure.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoretis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah dan pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu budaya secara umum

(8)

dan dalam penyelenggaraannya secara teoretis khususnya yang berkaitan dengan pemaknaan berdasarkan tanda dan petanda.

1.4.2 Manfaat praktis :

Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah untuk lebih mendekatkan tradisi sekaten kepada masyarakat, memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang pesan yang terkandung dalam upacara adat grebeg sekaten di keraton Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membuat penulis dan pembaca lebih mengetahui dan dapat menambah wawasan dalam bidang budaya khususnya dalam upacara adat grebeg sekaten.

1.5 Penegasan Istilah

a. Tradisi : adalah segala sesuatu seperti adat istiadat, kepercayaan, gaya hidup nilai-nilai, norma-norma taat kelakuan dan sebagainya yang turun temurun dari nenek moyang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2012:1483) b. Sekaten : adalah salah satu peristiwa yang penting bagi Keraton

Yogyakarta. Upacara grebeg sekaten dimaknai sebagai upacara untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan kepada rakyat. Selain sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan, upacara Grebeg Sekaten ini sebagai sarana menyebarkan dakwah agama Islam. (Haryanto, 2012:76)

c. Semiotika : adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan dengan demikian menjadi bagian dari psikologi sosial.

(9)

Tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. (Saussure dalam Sobur, 2004:12) d. Penanda : adalah aspek material, apa yang dikatakan atau didengar dan apa

yang ditulis atau dibaca. (Sobur, 2004:46)

e. Petanda : adalah gambaran mental, pikiran atau konsep, dan petanda adalah aspek mental dari sebuah tanda. (Sobur, 2004:46)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian pernah dilakukan oleh Rocky Aji Wibowo (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem Informasi Keluar Masuk Barang Pada Inside Distro Jakarta”, yang membahas tentang:

terhadap rendahnya kompetensi penyuluh adalah rendahnya efektivitas pelatihan penyuluh, rendahnya tingkat pengembangan diri penyuluh dan rendahnya motivasi penyuluh, (3)

Aktifitas permainan yang tersaji dalam bentuk game tidak lepas dari perkembangan teknologi informasi, implementasi game menggunakan media atau perangkat teknologi

Ri R in ng gk ka as sa an n S Se es si i Introduction 10 menit Menyampaikan latar belakang, tujuan dan hasil belajar, sert langkah- langkah kegiatan Mengingatkan

1) Hipotesis 1: Ada pengaruh yang signifikan perilaku pemimpin terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Surabaya. Model regresi

Dalam tahapan ini melakukan perubahan proses yang sebelumnya dilakukan secara konvensional menjadi lebih terintegrasi yang diimplementasikan dalam sebuah sistem

RPKPS: Audio Visual Hal: 3 dari 10 visual 3 Mahasiswa dapat:  Memahami definisi tentang film  Memahami sejarah film  Memahami era pramodern dan modern dunia

Program Bantuan Studi S3 Luar negeri merupakan program bantuan yang diberikan oleh Kementerian Agama RI kepada tenaga pendidik (dosen) dan kependidikan yang berada pada