BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art)
Sebagai pijakan penelitian, berikut lampiran State of The Art yang merupakan referensi penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya mengenai topik yang sesuai dengan \ pembahasan penelitian yang tengah dilakukan, yaitu sebagai berikut :
1. Ogba, Ike Elechi dan Tan Zhenzhen : Exploring the impact of brand image on costumer loyalty and commitment in China (Journal of Technology Management in China. Vol. 4, No.2, 2009, pp. 132-144)
Hasil dari penelitian kuantitatif yang di1akukan ini memberikan gambaran secara lebih mendalam mengenai pembangunan brand image yang baik tentu akan menimbulkan efek baik dalam meningkatkan keputusan pembelian, kepuasan pelanggan dan loyalitas dalam jangka panjang dari pasar konsumen di China terhadap produk mobile phone.
2. Ken Clarke : What price on loyalty when a brand switch is just a click away? (Qualitative Market Research: An International Journal (ProQuest Entrepreneurship). Vol.4 , No.3, 2006. Pp 160-168).
Membandingkan dua brand termana di USA, Amazon.com dan Wal-Mart, kedua brand ini memiliki ekuitas merek konsumen yang sama dan didefinisikan dari tingkat loyalitas yang dirasakan konsumennya. Pemasaran langsung atau direct marketing memberikan dampak yang kuat terhadap loyalitas pelanggan yang sudah ada, dimana internet marketing atau e-commerce baru tetap memfokuskan pada retensi pelanggan yaitu meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan lama serta mengoptimalkan akuisisi pelanggan baru.
3. Dewi Kurniawati : Pengaruh citra merek dan kualitas produk terhadap kepuasan pelanggan KFC Ngawi Malang. (Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 14 No. 2, Sept 2014.)
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh Citra Merek terhadap Kepuasan Pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh langsung dan signifikan antara citra merek dan kepuasan pelanggan.
4. Mohammad Rizan, Basrah Saidani, dan Yusiyana Sari : Pengaruh brand image dan brand trust terhadap brand loyalty Teh Botol Sosro (Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol. 3, No.1, 2012)
Hasil penelitian menunjukkan pembangunan citra merek yang dilakukan Teh Botol Sosro memberikan pengaruh terhadap brand trust dan loyalitas konsumennya.
5. Muhammad Thambrin, staf pengajar FE : Pengaruh Brand Image pelanggan kartu simpati terhadap kepuasan mahasiswa Universitas Trunojoyo, Madura (Jurnal Studi Manajemen – Vol.4, No. 1, April 2010).
Penelitian dilakukan untuk mengukur dampak dari citra merek yang dibangun oleh Simpati terhadap kepuasan pelanggan yaitu mahasiswa Universitas Trunojoyo, Madura. Dimana hasilnya yaitu terhadap pengaruh signifikan dari kedua variabel.
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya Nama Penelitian Topik / Judul Hasil
Penelitian
Sumber Manfaat bagi
Penelitian
Ogba, Ike-Elechi dan Tan, Zhenzhen
Exploring the impact of brand image on customer loyalty and commitment in China Penelitian mencerminkan brand image yang baik akan menimbulkan efek yang baik pula terhadap loyalitas pelanggan Journal of Technology Management in China. Vol. 4, No.2, 2009, pp. 132-144 Penelitian ini menimbulkan efek baik, dan bermanfaat
dalam membantu
mengukur efek brand image terhadap loyalitas.
Nama Penelitian Topik / Judul Hasil Penelitian
Sumber Manfaat bagi
Penelitian
Ken, Clarke What price on
loyalty when a brand switch is just a click away?
Penelitian terhadap layanan dan produk dengan harga bersaing dan memberi kemudahan dalam pembelian yang menciptakan citra merek dan berdampak pada loyalitas konsumen Qualitative Market Research: An International Journal (ProQuest Entrepreneurship). Vol.4 , No.3, 2006. Pp 160-168
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk melihat perilaku konsumen dan strategi perusahaan dalam membangun loyalitas konsumen terhadap sebuah produk.
Kurniawati, Dewi Pengaruh citra
merek dan kualitas produk terhadap kepuasan pelanggan KFC Kawi Malang Penelitian yang memfokuskan pada pengaruh antara citra merek dan kualitas terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen dimana hasil analisis data mengatakan adanya Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 14 No. 2, Sept 2014.
Dapat menimbulkan efek baik dalam memberikan referensi mengenai citra merek
yang berperan
penting dalam
Nama Penelitian Topik / Judul Hasil Penelitian
Sumber Manfaat bagi
Penelitian pengaruh yang siginifikan dari kedua variabel. Mohammad Rizan, Basrah Saidani, dan Yusiyana Sari
Pengaruh brand image dan brand trust terhadap brand loyalty Teh Botol Sosro Penelitian menekankan pengaruh brand image dan brand trust yang dikelola dengan baik akan berpengaruh baik pula terhadap brand loyalty Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) Vol. 3, No.1, 2012 Bermanfaat bagi penelitian untuk mengukur efektifitas dan hubungan antarvariabel yaitu pengaruh brand
image, dan brand trust terhadap brand loyalty. Muhammad Thambrin, staf pengajar FE Pengaruh Brand Image pelanggan kartu simpati terhadap kepuasan mahasiswa Universitas Trunojoyo, Madura Hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan mahasiswa terhadap kartu seluler simpati dipengaruhi oleh citra merek yang dibangun oleh provider tersebut
Jurnal Studi
Manajemen –
Vol.4, No. 1, April 2010
Memberikan efek
baik dalam mengukur
adanya hubungan
yang signifikan
antara pengaruh
brand image dengan kepuasan
pelanggannya.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Citra Merek (Brand Image)
Hal yang menarik dari kegiatan yang dilakukan perusahaan atau pemasar professional adalah bagaimana mereka menciptakan, melindungi, mmemelihara dan meningkatkan merek. Karena merek memiliki fungsi sebagai hal yang membedakan satu produk dengan produk yang lain. Kita cenderung mengingat atau menyimpan memori dalam pikiran kita mengenai suatu produk tentang apa kita kenal dari produk tersebut, bukan mengenai apakah fungsi atau kegunaan produk tersebut sama. Para pemasar professional juga mengatakan bahwa merek adalah seni dan bagian krusial atau penting dalam pemasaran yang berkontribusi dalam menyukseskan sebuah organisasi atau kegiatan pemasaran.
Menurut America Marketing Association (Kotler, 2007) merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk mendiferensiasikannya dari barang atau jasa pesaing.
Berbeda dengan yang lain, Neumeier menyatakan bahwa brand adalah perasaan seseorang terhadap sebuah produk, jasa atau perusahaan. Brand adalah perasaan karena semua manusia bersifat emosional dan merupakan makhluk intuisi, seberapapun kerasnya kita mencoba untuk menjadi rasional. Brand adalah perasaan seseorang karena pada akhirnya brand ditentukan oleh perseorangan, bukan perusahaan, pasar, maupun publik. Setiap orang menciptakan versi brandnya masing-masing. (Neumeier, 2006)
Merek dapat memiliki enam level pengertian menurut (Kotler P., 2005) sebagai berikut :
1. Atribut (attributes), merek mengingatkan pada atribut tertentu. Seperti contoh. Mobil Mercedes memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dengan kualitas yang tinggi, dirancang dengan baik, tahan lama, dan bergensi tinggi. 2. Manfaat (benefit), bagi konsumen kadang sebuah merek tidak sekedar
menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk bukan membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional.
Sebagai contoh, atribut “tahan lama” diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu segera membeli lagi”, atribut “mahal” diterjemahkan menjadi manfaat emosional “bergengsi”, dan lain-lain.
3. Nilai (value), merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain. Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai yang tinggi dibenak masyarakat. Oleh karena itu perusahaan Mercedes juga harus mencari kelompok pembeli atau target konsumen mana yang mencari nilai-nilai ini. 4. Budaya (culture), merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili
budaya Jerman; terorganisir, efisien, konsisten, memiliki tingkat keseriusan dan bermutu tinggi.
5. Kepribadian (personality), merek mencerminkan kepribadian tertentu. Sering kali produk menggunakan kepribadian orang, hewan atau objek terkenal untuk menopang merek produknya. Mercedes mencerminkan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (hewan), atau istana yang agung (objek).
6. Pemakai (user), merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Kebanyakan pemakainya adalah orang-orang yang menghargai nilai budaya dan kepribadian produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau eksekutif, manajer puncak, dan sebagainya.
Citra merek (brand image) adalah visual atau representasi dari keseluruhan persepsi dan pandangan merek yang dibentuk dari informasi yang terdapat dalam merek sersebut. Menurut (Kotler, 2007) : “Identitas adalah berbagai cara yang diarahkan perusahaan untuk mengidentifikasikan dirinya atau memposisikan produknya”.
Menurut Keller, brand image adalah persepsi mengenai merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut (Ferrinadewi, 2008). Brand image yang positif dapat dilihat melalui tanggapan konsumen mengenai asosiasi merek pada merek tersebut.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa brand adalah pembeda produk atau perusahaan melalui penggunaan nama, logo, trademark, slogan, dan sebagainya yang jika dilakukan secara konsisten dapat membuat segala sesuatu yang berkaitan dengan merek tersebut lebih mudah dikenali dan diingat oleh konsumen. Brand juga merupakan wajah perusahaan dan dapat berwujud suatu emosi yang ditimbulkan oleh brand tersebut. Brand dapat berupa banyak hal, dan tanpa disadari brand dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan kita.
2.2.2.1 Faktor-Faktor yang Membentuk Citra Merek
Menurut Hogan (Ratri, 2007) citra merek adalah asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi tersebut didapat dari dua cara, yang pertama melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek diciptakan tidak hanya untuk dapat bekerja maksimal dan memberi performa yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh konsumen dan juga dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek tersebut. Kedua persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Menurut Nimpoeno (Ardianto, Public Relations Praktis , 2009) pembentukan citra dapat digambarkan sebagai : CITRA Pengalaman Kognisi Sikap (Afeksi) Motivasi Persepsi Respons Stimulus
Sumber : Public Relations praktis
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Citra
Stimulus : Rangsangan (kesan lembaga yang diterima dari luar untuk membentuk persepsi). Sensasi adalah fungsi alat indra dalam menerima informasi dari langganan.
Persepsi : (1) Hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang langsung dikaitkan dengan suatu pemahaman.
(2) Pembentukan makna pada stimulus indrawi (sensor stimulus) Kognisi : Aspek pengetahuan yang berhubungan dengan kepercayaan, ide
dan konsep.
Motivasi : Kecenderungan yang menetap untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan sedapat mungkin menjadi kondisi kepuasan maksimal bagi individu setiap saat.
Sikap : Hasil evaluasi negative atau positif terhadap konsekuensi-konsekuensi penggunaan suatu objek.
Respons : Akibat atau tindakan individu sebagai organisme terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari dalam dirinya maupun lingkungan.
Citra pada suatu merek merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji yang dibuat merek tersebut pada konsumennya. Citra merek terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada merek tersebut. Menurut Christine Restall dalam (Ratri, 2007) brand personality menjelaskan mengapa orang menyukai merek-merek tertentu dibandingkan merek lain ketika tidak ada perbedaan atribut fisik yang cukup besar antara merek yang satu dengan yang lain.
Menurut Timmerman dalam (Ratri, 2007), citra merek sering terkonseptualisasi sebagai sebuah koleksi dari semua asosiasi yang berhubungan dengan sebuah merek yang terdiri dari :
1. Faktor fisik, karakteristik fisik dari merek tersebut, seperti desain kemasan, logo, nama merek, fungsi, dan kegunaan produk dari merek itu
2. Faktor psikologis, dibentuk oleh emosi, kepercayaan, nilai, kepribadian yang dianggap oleh konsumen menggambarkan produk dari merek tersebut Citra merek sangat erat kaitannya dengan apa yang orang pikirkan, rasakan terhadap suatu merek tertentu, sehingga dalam citra merek faktor psikologis lebih banyak berperan dibandingkan faktor fisik dari merek tersebut.
Menurut Keller (Ferrinadewi, 2008), Brand Image adalah persepsi tentang brand yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada brand tersebut. Brand image merupakan bagian dari brand yang dapat dikenali namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain huruf atau warna khusus, atau persepsi pelanggan atas sebuah produk atau jasa yang diwakili oleh brand-nya. Dari beberapa definisi diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa brand image adalah kesan yang muncul dan dirasakan oleh konsumen terhadap suatu brand yang tersimpan dalam ingatan konsumen dan dapat mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.
Menurut Keller (dalam Ferrinadewi, 2008) faktor-faktor pendukung terbentuknya brand image dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Kekuatan Asosiasi Merek (strenght of brand association)
Tergantung pada bagaimana informasi masuk dalam ingatan konsumen dan bagaimana informasi tersebut dikelola oleh data sensoris di otak sebagai bagian dari brand image. Ketika konsumen secara aktif memikirkan dan menguraikan arti informasi pada suatu produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat pada ingatan konsumen. Kekuatan di sini berkaitan dengan seberapa kuat hubungan yang mampu diciptakan oleh merek dengan konsumen. Biasanya pengukuran kekuatan ini dapat dibentuk melalui pengalaman masa lalu, kualitas, harga kualitas rekomendasi, perorangan, iklan, dsb.
Sebuah brand haruslah unik dan menarik sehingga produk tersebut memiliki ciri khas dan sulit untuk ditiru oleh para produsen. Uniqueness adalah kemampuan untuk membedakan sebuah merek diantara merek- merek yang lainya. Kesan unik ini muncul dari atribut produk, yang berarti terdapat diferensiasi antara produk satu dengan produk lainya. Termasuk dalam kelompok unik antara lain: variasi layanan yang bisa di berikan sebuah produk, variasi harga harga dari produk yang bersangkutan, maupun diferensiasi dari penampilan fisik sebuah produk.
c) Keunggulan Asosiasi Merek (favorability of brand association)
Keunggulan asosiasi merek dapat membuat konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh suatu brand dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga menciptakan sikap yang positif terhadap brand tersebut. Kekuatan asosiasi merek. Favorable mengarah pada kemampuan merek tersebut untuk mudah diingat oleh konsumen. Termasuk dalam kelompok favorable ini antara lain kemudahan merek produk untuk di ucapkan, kemampuan merek untuk tetap mudah diingat konsumen maupun kesesuaian antara merek di benak konsumen dengan citra yang diinginkan perusahaan atas merek yang bersangkutan.
2.2.2 Loyalitas Merek (Brand Loyalty) 2.2.2.1 Pengertian Brand Loyalty
Perilaku konsumen sebagai bagian dari kegiatan manusia akan selalu berubah sesuai dengan pengaruh lingkungan dan sosial dimana ia berada. Namun perilaku konsumen yang diharapkan tetap terus ada bagi perusahaan adalah loyalitas. Loyalitas berarti pelanggan terus melakukan pembelian secara berkala. Namun terdapat beberapa definisi dari loyal menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :
1. Menurut Lovelock “Loyalitas sebagai kemauan pelanggan untuk terus mendukung sebuah perusahaan dalam jangka panjang, membeli dan menggunakan produk dan jasanya atas dasar rasa suka yang eksklusif dan secara sukarela merekomendasikan produk perusahaan pada para kerabatnya.
2. Menurut Aaker, Loyalitas merupakan satu ukuran keterkaitan seorang pelanggan pada sebuah merek. Aaker menambahkan, suatu cara langsung untuk menetapkan loyalitas, terutama untuk perilaku kebiasaan (habitual behavior) adalah memperhitungkan pola-pola pembelian actual. Diantara ukuran-ukuran yang digunakan adalah laju pembelian ulang, persentase pembelian dan jumlah merek yang dibeli. Loyalitas tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, namun melalui proses belajar atau proses pencarian informasi dan berdasarkan pengalaman dari pembelian yang konsisten sepanjang waktu. Orang yang setia terhadap merek (brand loyalist) memiliki ikatan perasaan (afektif) yang kuat terhadap merek favorit yang biasa mereka beli.
Menurut (Tjiptono, 2005) juga mengemukakan bahwa loyalitas merek merupakan komitmen yang dipegang teguh untuk membeli ulang atau berlangganan dengan produk atau jasa yang disukai secara konsisten di masa mendatang, sehingga menimbulkan pembelian merek yang sama secara berulang meskipun pengaruh situasional dan upaya pemasaran berpotensi menyebabkan perilaku beralih merek.
Jacoby dan Chesnut mengemukakan bahwa loyalty adalah respon perilaku yang biasa ditunjukkan dari waktu ke waktu dalam pengambilan keputusan dengan respek terhadap satu atau beberapa brand alternatif dibanding brand yang lain, yang merupakan fungsi psikologis seseorang (Lee, 2013) Ketika seseorang suka dengan apa yang kita jual, maka ia akan condong dengan brand kita meski brand lain mempunyai produk yang lebih baik.
Dari sudut pandang yang disampaikan diatas, dapat dikatakan bahwa brand loyalty merupakan sebuah perilaku yang bersifat objektif dan bertujuan menguntungkan perusahaan. Untuk menciptakan sebuah brand loyalty diperlukan berbagai upaya perusahaan untuk membuat pelanggan terus membeli produk suatu brand dan membuat calon pembeli baru menjadi pelanggan tetap yang memiliki kesetiaan tinggi terhadap brand yang dimiliki perusahaan.
2.2.2.2 Tingkatan Brand Loyalty
Menurut Aaker dalam (Durianto, 2005) tingkatan-tingkatan yang terdapat dalam loyalitas merek adalah sebagai berikut :
1. Berpindah-pindah (switcher)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkatan paling dasar. Semakin tinggi frekuensi untuk memindahkan pembelinya dari suatu brand ke brand-brand yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada brand tersebut. Pada tingkatan ini, brand apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusannya pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah orang yang membeli suatu produk karena harganya murah.
2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer)
Pembeli pada tingkat ini di kategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini membeli suatu merek karena kebiasaan.
3. Pembeli yang puas karena biaya peralihan (satisfied buyer)
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk ke dalam kategori puas bila mereka mengonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya kemerek lain dengan menanggung biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek.
4. Menyukai Merek (liking the brand)
Pembeli dalam kategori ini adalah pembeli yang benar-benar menyukai merek tersebut. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait dengan merek. Rasa suka pembeli ini bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya
baik yang dialami pribadi maupun kerabatnya ataupun yang disebabkan oleh karena persepsi kualitas yang tinggi.
5. Pembeli yang berkomitmen (committed buyer)
Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditujukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
2.2.2.3 Pengukuran Loyalitas Merek
Menurut Durianto (2005) untuk mengukur kesetian merek dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan diantaranya :
1. Pengukuran Perilaku
Pengukuran perilaku pelanggan merupakan cara lansung untuk menentukan kesetian, terutama perilaku kebiasaan terhadap pola pembelian pelanggan. Jenis pengukuran ini dilakukan dengan pengumpulan data yang mempunyai keterbatasan dalam dalam mendiaknosa untuk masa depan, atau dengan data yang susah untuk membedakan antara produk substitusi yang dibeli oleh pelanggan.
2. Switching Cost
Analisa switching cost akan menyediakan pandangan perusahaan dalam memilih switching cost yang tepat, guna menyediakan basis brand loyalty. Salah satu jenis switching cost adalah resiko dari adanya suatu perubahaan. Misalnya sebuah sistem lama digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya dapat berjalan dengan baik. Oleh karena adanya kemajuan teknologi maka perusahaan bermaksud untuk mengganti sistem lama dengan sistem baru dalam bidang produksi. Dalam setiap perusahaan akan mempunyai kemungkinan resiko-resiko yang akan mereka hadapi dengan adanya suatu perubahan tersebut.
3. Pengukuran Kepuasaan Terhadap Merek
Pengukuran terhadap kepuasan merek maupun ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator penting dari brand loyalty. Bila ketidakpuasaan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk beralih menggunakan merek lain kecuali ada faktor penarik yang kuat.
4. Pengukuran Kesukaan Terhadap Merek
Kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan-perasaan hormat atau bersahabat dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dalam perasaan pelanggan.
5. Pengukuran Komitmen Merek
Merek yang terkuat akan mempunyai ekuitas yang sangat tinggi maka akan mempunyai sejumlah pelanggan yang komitmen.
2.2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Loyalitas Merek
Schiffman, Leon & Kanuk (2008) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya loyalitas merek adalah :
a. Perceived Product Superiority (Penerimaan Keunggulan Produk)
b. Personal Fortitude (Keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap merek tersebut
c. Bonding with the Product or Company (keterikatan dengan produk atau perusahaan)
d. Kepuasan yang diperoleh Konsumen
Sedangkan Marconi mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap loyalitas merek adalah sebagai berikut :
1. Nilai (harga dan kualitas), penggunaan suatu merek dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena itu pihak oerusahaan harus bertanggungjawab untuk menjaga merek tersebut. Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan mengecewakan bahkan bagi konsumen loyal sekalipun begitu pula dengan perubahan harga. Karena
itu pihak perusahaan harus mengontrol kualitas merek dan harga produk yang dipasarkan.
2. Citra (baik kepribadian yang dimiliki maupun reputasi dari merek tersebut), citra dari perusahaan dan merek diawali dengan kesadaran. Berdsarkan penelitian yang dilakukan ada korelasi antara kesadaran dan market share, sehingga dapat disimpulkan juga terdapat hubungan antara citra merek dengan market share.produk yang memiliki citra merek yang baik akan dapat menimbulkan loyalitas pada merek.
3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan merek. Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan pasar yang menuntuk akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.
4. Kepuasan yang dirasakan oleh konsumen
5. Pelayanan, dengan kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh suattu merek dapat mempengaruhi loyalitas konsumen pada merek.
6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh merek.
Jenis produk yang dihasilkan suatu merek juga mempengaruhi loyalitas merek. Pada barang-barang konsumsi sehari-hari (consumer goods) seperti makanan, minuman, sabun, dsb, konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam proses pembeliannya. Umumnya para konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik tentang merek, dan memutuskan merek apakah yang akan dibeli. Untuk kategori consumer goods tersebut, dalam proses pembeliannya melalu tahapan trial (coba-coba) yang biasanya dipengaruhi oleh iklan yang beredar. Setelah melakukan pembelian dan mendapatkan kepuasan, bila dibandingkan dengan merek lain, maka pembelian produk tersebut akan dilakukan secara berulang atau bahkan merekomendasikan produk tersebut kepada kerabat atau orang lain hal ini akan mengarahkan pada loyalitas merek.
2.3 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber : Diolah dari hasil penelitian Brand Image (X)
• Kekuatan (strength) • Keunikan
(uniqueness) • Favourable
Loyalitas Konsumen (Y)
• Berpindah-pindah (switcher) • Bersifat kebiasaan (habitual
buyer)
• Puas karena biaya peralihan (satisfied buyer)
• Menyukai Merek (liking the brand)
• Pembeli yang berkomitmen (committed buyer)
Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep
Indikator
No.
Pernyataan
Keterangan
Kekuatan / Strength 1.
Saya memiliki kesan yang baik saat pertama kali minum Mytea
Bagaimana informasi dari sebuah merek diterima di benak konsumen
2. Setiap merasa haus saya akan mencari Mytea
Informasi yang dikelola di benak konsumen menjadi bagian dari citra merek
3.
Saya merasa lebih bugar dan sehat setelah minum mytea
Faktor yang menjadi kekuatan merek dan sugesti yang diberikan ketika mengkonsumsi Mytea
4.
Vino G Bastian (brand ambassador) sangat cocok dengan image mytea sebagai produk minuman kemasan yang praktis dan menyehatkan bagi remaja
Pembangunan citra merek melalui brand ambassador yang tepat menjadi salah satu kekuatan produk Mytea
Keunikan / Uniqueness 5.
Mytea memiliki citarasa dan aroma teh oolong yang khas dan berbeda dengan teh kemasan lain
Bagaimana produk memiliki daya tarik dalam hal cita rasa
6.
Tagline “Bikin Lemak Lewat” dalam Mytea sesuai dengan gaya hidup remaja yang sehat, aktif dan dinamis
Tagline Mytea memberi kesan unik bagi konsumennya.
7.
Desain / bentuk kemasan Mytea menjadi salah satu alasan mengapa saya membeli mytea
Atribut produk Mytea yang membedakannya dari produk lain
8. Iklan Mytea memberikan kesan yang kuat dan positif di benak saya
Kegiatan advertising melalui media berperan dalam pembangunan image melalui kesan yang baik
Keunggulan / Favourable 9.
Saya membeli Mytea karena harganya yang terjangkau
Bagaimana produk dapat disukai dan unggul melalui harga yang sesuai target konsumen
10. Nama produk “Mytea” mudah dilafalkan dan diingat dibenak saya
Nama brand yang simple dan general dapat membuat produk mudah diingat oleh konsumennya
11.
Promo dan event mytea sangat menarik dan bermanfaat
Kegiatan promosi dapat memberi dampak positif terhadap brand Mytea
Switcher 12. Saya tidak akan minum teh oolong selain Mytea
Untuk mengetahui perilaku konsumen terhadap sebuah produk
13. Saya selalu merasa puas dengan produk Mytea
Tahap dimana brand memiliki peranan yang kecil dalam keputusan pembelian
Habitual
Buyer 14. Dirumah saya selalu tersedia Mytea
Konsumen yang membeli suatu brand karena kebiasaan
15. Jika haus saya terbiasa minum Mytea sebagai penghilang rasa haus saya
Konsumen yang terbiasa dan merasa puas setiap mengkonsumsi produk
16.
Saya sudah terbiasa mengkonsumsi Mytea karena pegaruh orang-orang disekitar saya
Konsumen tidak memiliki alasan untuk beralih ke brand lain terutama karena pengaruh orang disekitarnya
Satistied
Buyer 17.
Saya bersedia untuk berjalan ke mini market hanya untuk membeli Mytea
Konsumen yang bersedia untuk
mengeluarkan tenaga demi mendapat produk
18.
Meskipun harga Mytea berubah / lebih mahal saya tidak akan beralih ke produk lain
Bersedia untuk menanggung biaya peralihan
Liking the
brand 19.
Saya tidak melakukan pertimbangan ketika membeli ulang produk Mytea
Tumbuhnya perasaan emosional antara konsumen dan brand terkait
20. Saya sudah menyukai keseluruhan produk Mytea
Bagaimana konsumen menyukai brand yang didasari oleh pengalaman ketika
mengkonsumsi brand tersebut 21. Saya merasa senang ketika
mengkonsumsi Mytea
Tahap dimana konsumen memiliki persepsi yang tinggi akan sebuah produk
22. Saya selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan produk Mytea
Menunjukkan kesetiaan produk dengan mengikuti perkembangan
Commited
Buyer 23.
Saya akan menginformasikan hal-hal positif dari Mytea kepada rekan dan kerabat saya
Konsumen sudah kesetiaan yang tinggi terhadap brand
24. Saya akan mendorong orang lain untuk mencoba produk Mytea
Kesukaannya terhadap produk membuatnya merekomendasikan produk kepada orang lain
25.
Jika stok Mytea habis, saya bersedia menunggu sampai persediaan ada
Sebagai bentuk aktualisasi loyalitas konsumen terhadap sebuah produk Sumber : Diolah dari hasil penelitian
Gambar diatas merupakan gambar Kerangka Pemikiran, dimana hal ini didasari dari suatu tahapan dalam memecahkan sebuah Rumusan Masalah yang ada. Di kolom pertama menjelaskan mengenai variabel X yaitu brand image dengan unsur-unsur yang terdapat didalamnya menurut Keller (Ferrinadewi, 2008) Dan di kolom kedua menjelaskan mengenai variabel Y yaitu loyalitas konsumen dengan unsur-unsur yang terdapat didalamnya, menurut Aaker dalam Durianto darmadi (2005) dimana penelitian dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh atau hubungan yang signifikan dari kedua variabel tersebut.
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2007) hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Kebenaran hipotesis itu harus dibuktikan melalui data yang terkumpul.
Variabel :
X : Brand Image
Y : Loyalitas Konsumen
Hipotesis penelitian ini berdasarkan rumusan masalah :
1. Hipotesis 1 : Brand image berpengaruh besar terhadap loyalitas konsumen a) Ho = Tidak ada pengaruh signifikan antara Brand image Mytea
b) Ha = Ada pengaruh signifikan antara Brand image Mytea terhadap loyalitas konsumen
2. Hipotesis 2 : Brand image memiliki hubungan signifikan terhadap loyalitas konsumen
a) Ho = Tidak ada hubungan signifikan antara Brand image Mytea terhadap loyalitas konsumen
b) Ha = Ada hubungan signifikan antara Brand image Mytea terhadap loyalitas konsumen