• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petrologi Batuan Sedimen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Petrologi Batuan Sedimen"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 30

Batuan Sedimen Batubara

Batubara digolongkan pada batuan sedimen non-klastik, yaitu batuan sedimen organik. Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya. Batubara adalah batuan yang mudah terbakar, karena lebih dari 50% - 70% berat volumenya merupakan bahan organik yang merupakan material karbon termasuk inherent moisture. Bahan organik umumnya yaitu tumbuhan yang dapat berupa jejak kulit pohon, daun, akar, struktur kayu, spora, polen, damar, dan lain-lain. Selanjutnya bahan organik tersebut mengalami berbagai tingkat pembusukan (dekomposisi) sehingga menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik maupun kimia baik sebelum ataupun sesudah tertutup oleh endapan lainnnya.

2.15. Gambar batu bara

Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter.

(2)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 31 Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah enjadi gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992).

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut (Stach, 1982, op cit Susilawati 1992). Pada tahap ini persentase karbon akan meningkat, sedangkan persentase hidrogen dan oksigen akan berkurang (Fischer, 1927, op cit Susilawati 1992). Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub-bituminous, sub-bituminous, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

Secara umum, setelah sisa tanaman tersebut terkumpul dalam suatu kondisi tertentu yang mendukung (banyak air), pembentukan dari gambut umumnya terjadi. Dalam hal ini peat tidak dimasukkan sebagai golongan batubara, namun terbentuknya gambut merupakan tahap awal dari terbentuknya batubara. Proses pembentukan batubara sendiri secara singkat dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dari sisa-sisa tumbuhan yang ada, mulai dari pembentukan gambut (peatifikasi) kemudian ligmit dan menjadi berbagai macam tingkat batubara , disebut juga sebagai proses coalifikasi, yang kemudian berubah menjadi antrasit. Pembentukan batubara ini sangat menentukan kualitas batubara, dimana proses yang berlangsung selain melibatkan metamorfosis dari sisa tumbuhan, juga berlangsung pada keadaan pada waktu geologi tersebut dan kondisi local seperti iklim dan tekanan. Jadi pembentukan batubara berlangsung dengan penimbunan akumulasi dari sisa tubuhan yang mengakibatkan perubahan seperti pengayaan unsur karbon, alterasi, pengurangan kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikro organisme juga memegang peranan yang sangat penting.

Proses Pembentukan Batubara

Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama, mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai macam proses

(3)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 32 kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya gambut.

Lapisan batubara umumnya berasal dari gambut deposit disuatu rawa. Factor-faktor penting dalam pembentukan gambut :

 Evolusi perkembangan flora  Iklim

 Geografi dan struktur daerah

Pembentukan gambut terjadi pada daerah yang depresi permukaan dan memerlukan muka air yang relatif tetap sepanjang tahun diatas atau minimal sama dengan permukaan tanah. Kondisi ini banyak muncul pada flat coastal area dimana banyak rawa yang berasosiasi dengan pesisir pantai. Selain itu rawa-rawa juga muncul di darat (shore or inland lakes). Tergantung pada posisi asli geografinya, endapan batubara paralik (sea coast) dan limnic (inland) adalah berbeda.

Paralic soal swamps memiliki sedikit pohon atau bahkan tanpa pohon dan terbentuk diluar distal margin pada delta. Pembentukannya merupakan akibat dari regresi dan transgresi air laut. Banyak coastal swamps besar yang berkembang dibawah perlindungan sand bars dan gambut sehingga dapat menghasilkan endapan batubara yang tebal.

Back swamps terbentuk dibelakang tanggul alam sungai besar. Pada back swamps, gambut kaya dengan mineral matter akibat banjir yang sering terjadi. Gambut (peat) depositas hanya dapat terawetkan pada daerah subsidence. Akibatnya endapan yang kaya batubara banyak berhubungan dengan daerah ini, seperti yang sering muncul pada foredeep pada suatu pegunungan lipatan yang besar.

Pada bagian backdeeps dari suatu pegunungan lipatan yang besar, subsidence biasanya lebih sedikit dan jumlah lapisan batubara lebih sedikit. Ketika paralic coals diendapkan di foredeeps, kebanyakan limnic coals diendapkan di dalam cekungan kontinen yang besar. Limnic coals memiliki karakter yaitu terbentuk pada kontinen graben, jumlah lapisannya sedikit tapi setiap lapisannya sangat tebal.

(4)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 33 2.16. Proses Pembentukan Batubara

Tumbuhan Pembentuk Batubara

Berdasarkan rumpun tumbuhan pembentuk, dikenal ada 4 tipe rawa, yaitu:

a. Rawa daerah terbuka dengan tumbuhan air (in part submerged)

 Pada daerah ini sebagian tumbuhan terendam air, dimana jenis tumbuhan sangat dipengaruhi oleh jenis airnya (air tawar, payau atau air asin).

 Mineral penyusunnya berupa lumpur organik (organik mud deposits) yang terakumulasi dari sisa tumbuhan terapung (nymphaeaceae, utricularia, dan tumbuhan bawah air seperti alga), binatang air dan bakteri.

 Material lain seperti lempung halus, tepung sari, spora dan debu yang berasal dari pembakaran gambut.

(5)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 34 b. Open reed swamp, sering disebut sedges

 Daerah ini hanya ditumbuhi jenis rumputan yang membutuhkan banyak air dan muka air yang lebih tinggi, miskin akan lignit, strukturnya terkompaksi dengan kuat.

Gambar 2.17. Open Reed Swamp c. Forest swamp

 Merupakan rawa dengan tumbuhan kayu.

 Dijumpai di pantai daerah tropis yang ditumbuhi oleh bakau (mangrove) menggantikan rumput laut.

 Dapat terbentuk gambut bila tidak terjadi gangguan laut. Bila gangguan laut kuat dengan oksigen segar di dalam air, mengakibatkan batang mati yang berada di atas air menjadi rusak sehingga yang terawetkan hanya akarnya saja.

 Material hasil tumbuhan yang tersebar contohnya biji erythirina yang dapat membentuk gambut bila muka air tanah bertahan cukup tinggi.

(6)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 35 d. Moss swamp

 Merupakan rawa dengan tumbuh-tumbuhan lumut.

 Pada daerah yang beriklm sedang menjadi perkembangan rumput tumbuhan berurut dari mulai dasar ke atas adalah lumpur, detritur gytjae (lumpur organik), reed peat, forest peat dan most peat.

Gambar 2.19. Moss Swamp

Lingkungan Pengendapan Batubara

Batubara merupakan hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi lingkungan pengendapan tertentu. Akumulasi tersebut telah dikenai pengaruh synsedimentary dan post-sedimentary. Akibat pengaruh-pengaruh tersebut dihasilkanlah batubara dengan tingkat dan kerumitan struktur yang bervariasi.

Lingkungan pengendapan batubara dapat mengontrol penyebaran lateral, ketebalan, komposisi, dan kualitas batubara. Untuk pembentukan suatu endapan yang berarti diperlukan suatu susunan pengendapan yang mempunyai produktifitas organik yang tinggi dan penimbunan secara perlahan-lahan namun terus menerus terjadi dalam kondisi reduksi tinggi dimana terdapat sirkulasi air yang cepat sehingga tidak ada dan zat organik dapat terawetkan. Kondisi demikian dapat terjadi diantaranya di lingkungan paralik (pantai) dan limnik (rawa-rawa). Menurut Diessel (1984, op cit Susilawati 1992) lebih dari 90% batubara di dunia terbentuk dilingkungan paralik yaitu rawa-rawa yang berdekatan dengan pantai. Daerah seperti ini dapat dijumpai di dataran pantai, lagunal, deltaic, atau juga fluviatil. Diessel (1992) mengemukakan terdapat 6 lingkungan pengendapan utama pembentuk batubara (tabel 2.3.) yaitu gravelly braid plain,

(7)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 36 sandy braid plain, alluvial valley and upper delta plain, lower delta plain, backbarrier strand plain, dan estuary. Tiap lingkungan pengendapan mempunyai asosiasi dan menghasilkan karakter batubara yang berbeda.

Proses pengendapan batubara pada umumnya berasosiasi dengan lingkungan fluvial flood plain dan delta plain. Akumulasi dari endapan sungai (fluvial) di daerah pantai akan membentuk delta dengan mekanisme pengendapan progradasi (Allen & Chambers, 1998).

Lingkungan delta plain merupakan bagian dari kompleks pengendapan delta yang terletak di atas permukaan laut. Fasies-fasies yang berkembang di lingkungan delta plain ialah endapan channel, levee, crevase play, flood plain, dan swamp. Masing – masing endapan tersebut dapat diketahui dari litologi dan struktur sedimen.

Endapan channel dicirikan oleh batupasir dengan struktur sedimen cross bedding, graded bedding, parallel lamination, dan cross lamination yang berupa laminasi karbonat. Kontak di bagian bawah berupa kontak erosional dan terdapat bagian deposit yang berupa fragmen-fragmen batubara dan plagioklas. Secara lateral endapan channel akan berubah secara berangsur menjadi endapan flood plain. Di antara channel dengan flood plain terdapat tanggul alam (natural levee) yang terbentuk ketika muatan sedimen melimpah dari channel. Endapan levee yang dicirikan oleh laminasi batupasir halus dan batulanau dengan struktur sedimen ripple dan parallel lamination.

Pada saat terjadi banjir, channel utama akan memotong natural levee dan membentuk crevase play. Endapan crevase play dicirikan oleh batupasir halus – sedang dengan struktur sedimen cross bedding, ripple lamination, dan bioturbasi. Laminasi batupasir, batulanau, dan batulempung juga umum ditemukan. Ukuran butir berkurang semakin jauh dari channel utamanya dan umumnya memperlihatkan pola mengasar ke atas.

Endapan crevase play berubah secara berangsur kea rah lateral menjadi endapan flood plain. Endapan flood plain merupkan sedimen klastik halus yang diendapkan secara suspense dari air limpahan banjir. Endapan flood plain dicirikan oleh batulanau, batulempung, dan batubara berlapis.

(8)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 37 Endapan swamp merupakan jenis endapan yang paling banyak membawa batubara karena lingkungan pengendapannya yang terendam oleh air dimana lingkungan seperti ini sangat cocok untuk akumulasi gambut.

Tumbuhan pada lingkungan upper delta plain akan didominasi oleh pohon-pohon keras dan akan menghasilkan batubara yang blocky. Sedangkan tumbuhan pada lower delta plain didominasi oleh tumbuhan nipah-nipah pohon yang menghasilkan batubara berlapis (Allen, 1985).

Jenis jenis Pengandapan Batubara

Dikenal ada dua tipe pengendapan batubara, yaitu :

a. Tipe Autochtonous, dimana material pembentuk batubara berasal dari cekungan atau material penyusun bukan dari hasil transportasi. Hampir semua batubara yang terkenal berasal dari tipe pengendapan ini, dimana lapisan batubaranya tebal.

b. Tipe Allochtonous, biasanya berupa detritus halus dengan mineral tinggi dan lapisan yang tipis. Terbentuk dari proses penghancuran gambut menjadi detritus halus dan terendapkan kembali.

Tahap Pendeskripsian

1. Tekstur batuan sedimen batubara memiliki tekstur yaitu micograined. 2. Struktur pada batuan sedimen batubara teksturnya hampir sama dengan

sedimen klastik, yaitu bedded (perlapisan) dengan ketebalan antara 1 cm – 3 cm, laminasi dengan ketebalan < 1 cm, cross lamination, graded bedding dan massive (struktureles).

3. Komposisi batuan pada sedimen batubara adalah dominan yang berasal dari organik.

(9)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 38

Dasar Penamaan

Adapun batubara terbentuk karena adanya suatu proses dimana terjadi beberapa proses yang terbagi berdasarkan dua tahap, yakni tahap biokimia dan termodinamika. Tahap-tahap inilah yang dijadikan sebagai dasar penamaan batuan sedimen batubara.

Menurut Suprapto (1966), terbagi atas:

a. Proses Biokimia, yaitu proses penghancuran oleh bakteri anaerobik terhadap bahan kayu-kayuan (sisa tumbuhan) hingga terbentuk gel seperti agar-agar yang disebut Gelly.

b. Proses Termodinamika, yaitu proses perubahan dari gambut/peat menjadi lapisan batubara oleh adanya panas dan tekanan juga adanya proses dari luar. Proses ini disebut sebagai proses pembatubaraan yaitu proses perkembangan gambut, lignit dan sub-bituminous coal menjadi antrasit dan meta-antrasit.

Gambut (peat), merupakan hasil dari proses pengendapan, pemempatan dan pemadatan dari bahan-bahan pembentuk lapisan batuan. Gambut merupakan fase awal dari proses pembentukan batubara dan masih memperlihatkan sifat asal dari bahan dasar (tumbuhan asal).

Gambar 2.20. Gambut

Lignit (brown coal), sudah memperlihatkan struktur kekar dan gejala perlapisan dengan kadar tanah sangat rendah. Porositas mulai menurun, bisa dilihat dari kandungan air (moisture concent) yang menurun dengan cepat selama proses perubahan dari gambut menjadi brown coal

(10)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 39 Gambar 2.21. Lignit

Sub-Bituminous, sisa bagian tumbuhan tinggal sedikit dan memperlihatkan perlapisan. Endapan ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan nilai kalori yang rendah.

Gambar 2.22. Sub-bituminous

Bituminous, dicirikan oleh warnanya yang hitam dengan sifat yang padat dan dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan temperatur sedang – tinggi.

(11)

Dimas hardiyantara/13307015 BAB II - 40

Antrasit, berwarna hitam, keras dengan kilap tinggi dan dicirikan dengan penurunan unsur H secara cepat. Pada proses pembakaran memperlihatkan warna biru, dapat digunakan untuk bermacam industri besar yang memerlukan temperatur tinggi.

Gambar 2.24. Antrasit

Kesimpulan

Batubara digolongkan pada batuan sedimen non-klatik, yaitu batuan sedimen organik. Batubara merupakan kelanjutan suatu proses dari pembentukan gambut dan juga batuan sedimen yang mudah terbakar, berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia yang akan mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.

Dikenal ada dua tipe pengendapan batubara, yaitu Tipe Autochtonous dan Tipe Allochtonous. Tipe Autochtonous, dimana material pembentuk batubara berasal dari cekungan atau material penyusun bukan dari hasil transportasi. Tipe Allochtonous, biasanya berupa detritus halus dengan mineral tinggi dan lapisan yang tipis.

Gambar

Gambar 2.18. Forest Swamp
Gambar 2.19. Moss Swamp
Gambar 2.22. Sub-bituminous
Gambar 2.24. Antrasit

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh letak sambungan terhadap sifat fisis mekanis bambu lapis yang terbuat dari anyaman bambu tali (Gigantochloa apus (J.A &amp; J.H. Schultes) Kurz)

Usmar Ismail memang terkenal sebagai tokoh film dengan mata jeli - dialah yang mempunyai andil terbesar dalam pengembangan kemampuan Nya' Abbas Akup - ketika baru-baru

Produk yang ditawarkan oleh PT.SINAR SOSRO sangat banyak sekali, salah satunya adalah Teh Botol Sosro, produk teh siap minum pertama di Indonesia yang dikemas

Aspek Morfologi mencakup pengimbuhan di depan atau ater-ater, konfiks atau simulfiks bahasa Jawa, pemakaian prefiks Nasal N- (n-) bahasa Jawa, penambahan sufiks

Setiap sambungan siku ULTRA menggunakan satu kunci ‘love heart’ dari fiberglas dengan dua baud yang berfungsi untuk menyetel mengencangkan canvas.. Palang model

Secara umum terdapat beberapa keuntungan dari metode granulasi basah, diantaranya adalah sifat kohesi dan kompresibilitas serbuk ditingkatkan melalui penambahan pengikat

Selalu kemo Tata Laksana parenteral kombinasi (lebih agresif) Radio Tata Laksana hanya berperan untuk tujuan paliatif Reevaluasi hasil pengobatan :. Setelah siklus kemo Tata

Listwise deletion based on all variables in the procedure..