• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amilia Wulandhani dan M. Hafizurrachman S. Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Amilia Wulandhani dan M. Hafizurrachman S. Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KASUS

RUJUKAN RAWAT JALAN TINGKAT PERTAMA PESERTA ASKES

SOSIAL PT ASKES (PERSERO) CABANG METRO DI PUSKESMAS

SUMBERSARI BANTUL KOTA METRO TAHUN 2012

Amilia Wulandhani dan M. Hafizurrachman S. Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Abstrak

PT Askes (Persero) menggunakan sistem pelayanan berjenjang dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi pesertanya, namun fungsi puskesmas dan dokter keluarga sebagai PPK tingkat pertama yang mengendalikan biaya kesehatan dan utilisasi ke pelayanan spesialis belum berjalan dengan optimal. Hal ini terlihat dari tingginya rasio rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama di Kota Metro yang mencapai 26,16%, bahkan di Puskesmas Sumbersari Bantul mencapai 43,96%, jauh melebihi standar rasio rujukan 15% yang ditetapkan PT Askes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketersediaan dokter, ketersediaan obat-obatan, fasilitas kesehatan, pemahaman dokter sebagai gatekeeper, pemahaman dokter tentang kapitasi, dan diagnosis medis terhadap kasus rujukan peserta Askes Sosial di Puskesmas Sumbersari Bantul tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Ketidaktersediaan obat-obat penyakit kronis serta kurangnya ketersediaan fasilitas kesehatan dan bahan habis pakai di puskesmas menyebabkan kasus rujukan tinggi. Selain itu, pemahaman dokter mengenai gatekeeper yang tidak diimbangi dengan ketegasan dan komitmen dokter untuk memberikan rujukan sesuai indikasi medis, kurangnya pemahaman dokter mengenai kapitasi, serta banyaknya pasien penyakit kronis di puskesmas juga menjadi penyebab kasus rujukan tinggi.

Kata kunci:

Kapitasi; kasus rujukan; puskesmas sebagai gatekeeper; rujukan dari PPK tingkat pertama

Abstract

PT Askes (Persero) uses a tiered service system in organizing health services for its participants, but the function of community health center and family physician as primary health care that controlling health care costs and utilization to specialist services not running optimally. The ratio of first outpatient referral in Kota Metro (26.16%) is high, even in Puskesmas Sumbersari Bantul reached 43.96%, far above the standard referral ratio (15%) set by PT Askes. This study aims to describe the physicians availability, drugs availability, health facilities, physician understanding as a gatekeeper, physician understanding of capitation, and medical diagnosis in referral case of Askes Sosial participants at Puskesmas Sumbersari Bantul in 2012. This study uses descriptive qualitative research design. Unavailability of chronic disease drugs and lack of availability of health facilities and consumables in community health center causing high referral case. In addition, physician understanding of gatekeeper that is not balanced with assertiveness and commitment of physicians to provide referral appropriate with medical indication, lack of physician understanding of capitation, and lot of chronic disease patients in the community health center also causing high referral cases.

(2)

Key words:

Capitation; referral case; community health center as a gatekeeper; referral from primary health care

Pendahuluan

Dalam menyelenggarakan jaminan pelayanan kesehatan bagi pesertanya, PT Askes (Persero) menggunakan prinsip managed care, yaitu suatu pendekatan untuk mengendalikan biaya pelayanan kesehatan melalui berbagai upaya pengembangan sistem pelayanan dan pembiayaan yang efisien dan efektif untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal dan bermutu.1 PT Askes (Persero) menerapkan sistem pelayanan kesehatan berjenjang, dimana puskesmas dan dokter keluarga sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama memiliki peran sebagai gatekeeper. Peran gatekeeper adalah sebagai pengontrol tingkat utilisasi dari PPK tingkat pertama ke pelayanan spesialis, sekaligus sebagai penjaga utama dalam usaha pengendalian biaya pelayanan kesehatan.2

Namun peran PPK tingkat pertama sebagai gatekeeper masih kurang efektif, terlihat dari rasio rujukan yang mencapai 18,15%, melebihi target PT Askes (Persero) yaitu 15%.3 Rasio rujukan adalah jumlah pasien yang dirujuk ke PPK tingkat lanjutan per jumlah pasien yang berkunjung ke PPK tingkat pertama. Sistem rujukan sendiri adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau masalah dari tingkat pelayanan kesehatan dasar ke tingkat pelayanan lanjutan atau sebaliknya.4 Kurang efektifnya peran gatekeeper ini menyebabkan jumlah kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) tinggi dan dapat meningkatkan biaya kesehatan karena sistem pembayaran RJTL masih menggunakan fee for service.

PT Askes (Persero) Cabang Metro merupakan salah satu kantor cabang PT Askes yang terletak di Kota Metro yang berada di wilayah kerja Divisi Regional III Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Lampung. PT Askes (Persero) Cabang Metro membawahi 6 kabupaten/kota yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Mesuji, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, dan Kota Metro. Apabila dilihat berdasarkan wilayah, Kota Metro memiliki rasio rujukan yang paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya yaitu mencapai 26,16%.5 Wilayah Kota Metro sendiri memiliki 11 puskesmas dan 3 dokter keluarga sebagai PPK tingkat pertama yang memberikan pelayanan promosi kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) bagi peserta Askes. Adapun Puskesmas Sumbersari Bantul adalah

(3)

puskesmas dengan rasio rujukan tertingi, yaitu mencapai 43,96% sesuai dengan tabel berikut ini.5

Tabel 1. Data Kunjungan dan Rujukan di Puskesmas Wilayah Kota Metro Januari hingga Agustus 2012 Puskesmas Jumlah Peserta Jumlah Kunjungan Jumlah Rujukan Rasio Rujukan Yosomulyo 5622 4401 1043 23,7 Banjarsari 3037 2929 612 20,89 Iringmulyo 6037 8913 1840 20,64 Ganjar Agung 1896 1792 636 35,49 Metro 3484 3993 1085 27,17 Mulyojati 961 1092 297 27,2 Karang Rejo 367 491 149 30,35 Sumbersari Bantul 1952 1729 760 43,96 Purwosari 546 804 204 25,37 Yosodadi 577 701 244 34,8 Tejo Agung 612 1237 410 33,14

Sumber: Laporan Kunjungan dan Rujukan PPK Tingkat I PT Askes (Persero) Januari hingga Agustus 2012

Tingginya rasio rujukan dari puskesmas ke PPK tingkat lanjut ini disebabkan oleh beberapa hal seperti keterbatasan tenaga dokter di puskesmas, keterbatasan obat-obatan penyakit kronis di puskesmas, keterbatasan fasilitas pelayanan kesehatan di puskesmas, kurangnya pemahaman dokter mengenai gatekeeper dan kapitasi, dan persepsi kebutuhan medis yang berbeda antara dokter dan pasien. Tingginya rasio rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dari puskesmas ke PPK tingkat lanjut tersebut dapat pula disebabkan oleh perilaku dokter yang merasa tidak mendapatkan insentif saat melayani peserta Askes sehingga kinerja dokter menjadi rendah. Rendahnya kinerja dokter tersebut tentu akan berdampak pula pada rendahnya kepuasan peserta Askes. Selain itu, rasio rujukan yang tinggi menyebabkan jumlah kunjungan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) juga menjadi tinggi yang berdampak pada semakin tingginya biaya pelayanan kesehatan yang harus dikeluarkan oleh PT Askes (Persero). Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang

(4)

mempengaruhi kasus rujukan RJTP peserta Askes Sosial PT Askes (Persero) Cabang Metro di Puskesmas Sumbersari Bantul Kota Metro, Lampung.

Tinjauan Teoritis

Managed care adalah suatu sistem pelayanan kesehatan yang mengintegrasikan pembiayaaan dan penyelenggaraan jasa pelayanan kesehatan yang layak bagi peserta program melalui satu cara atau lebih berikut:

• Kesepakatan dengan pemberi pelayanan kesehatan tertentu untuk melaksanakan jasa pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi peserta program.

• Adanya kredensialing atau seleksi pemberi pelayanan kesehatan yang dikontrak. • Adanya program formal untuk perbaikan kualitas dan kajian utilisasi.

• Adanya penekanan pada usaha promotif dan preventif pada peserta agar tetap sehat sehingga penggunaan jasa pelayanan kesehatan bisa berkurang.

• Adanya insentif bagi peserta dalam rangka memanfaatkan pemberi pelayanan kesehatan dan prosedur yang berkaitan dengan rencana.2

Adapun pola hubungan tripartite antara peserta, asuradur, dan PPK dalam managed care dapat digambarkan sebagai berikut.

Premi

Pelayanan Biaya pelayanan

Kontrak

Gambar 2.3 Pola Hubungan Tripartite dalam Managed Care

Salah satu ciri khas MCO (Managed Care Organization) adalah mekanisme penggantian biaya pelayanan kesehatan kepada PPK dengan prospective payment system (sistem pembayaran praupaya). Adapun prospective payment system adalah suatu sistem pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan, baik rumah sakit maupun dokter, dalam jumlah yang ditetapkan sebelum suatu pelayanan medis dilaksanakan, tanpa memperhatikan tindakan medis atau lamanya perawatan di rumah sakit.6 Mekanisme pembayaran yang digunakan PT Askes (Persero) kepada PPK tingkat pertama adalah sistem pembayaran kapitasi. Sistem

PESERTA

ASURADUR

(5)

kapitasi adalah sistem pembayaran di muka yang dilakukan oleh badan penyelenggara kepada sarana pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga untuk setiap peserta yang dipertanggungkan, sistem kapitasi ini berkaitan erat dengan konsep wilayah.7

PCP (Primary Care Provider) atau PPK tingkat pertama merupakan kunci utama dan mendasar bagi pengendalian biaya dan pemanfaatan pelayanan pada MCO.2 Hal ini dikarenakan MCO menerapkan sistem berjenjang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pesertanya, yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan dasar terlebih dahulu baru apabila kondisi peserta tidak bisa ditangani oleh PCP, peserta dapat dirujuk ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis dan fasilitas lebih lengkap. PCP berfungsi sebagai gatekeeper MCO yaitu sebagai lini terdepan MCO dalam melakukan pengendalian biaya dan pelayanan kesehatan karena PCP yang pertama kali berurusan dengan peserta dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar dan memberikan rujukan kepada peserta untuk mendapatkan pelayanan kesehatan spesialis.2

PT Askes (Persero) juga menerapkan sistem pelayanan kesehatan yang berjenjang sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama dengan menerapkan sistem rujukan antar pelayanan kesehatan. Yang dimaksud dengan sistem rujukan, seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 1972, ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu, atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya.7

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.8 Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Puskesmas memiliki fungsi sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, dan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.9 Puskesmas memiliki asas dalam menyelenggarakan setiap upaya kesehatan, yaitu asas pertanggungjawaban wilayah, asas pemberdayaan masyarakat, asas keterpaduan, dan asas rujukan.8

(6)

Andersen (1974) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Andersen ini terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yaitu karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung, dan karakteristik kebutuhan.

a. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics), terdiri dari: 1) ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur;

2) struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya; 3) manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

b. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristics) yaitu sumber daya yang dimiliki konsumen untuk membayar.

c. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristics), dibagi menjadi dua kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis).10

Martinelly juga melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya rujukan pasien Askes oleh dokter puskesmas di Kota Padang ke RSUP Dr. M. Djamil. Dalam tesisnya tersebut, faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya rujukan pasien Askes adalah sebagai berikut:

a. Faktor dari sisi dokter puskesmas sebagai petugas kesehatan perujuk, yaitu lama bertugas di puskesmas, keberadaan di puskesmas, pengetahuan sebagai PPK Askes, pengetahuan tentang prosedur rujukan, dan tanggung jawab sebagai dokter yang melayani pasien.

b. Faktor dari sisi fasilitas kesehatan dan sarana penunjang, yaitu kecukupan obat-obatan, lama pemakaian obat untuk pasien, pengembalian pasien oleh rumah sakit, feedback laporan dari PT Askes, laboratorium klinik puskesmas, serta transportasi umum dan jarak tempuh ke rumah sakit.11

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnain, Mukti, dan Hendrartini mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan rawat jalan tingkat pertama peserta wajib PT Askes di Kabupaten Banyumas adalah:

a. Persepsi kebutuhan medis b. Pemahaman kapitasi c. Persepsi risiko keuangan

d. Jarak dari puskesmas ke tempat rujukan terdekat.12

(7)

Metode penelitian yang digunakan merupakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi, serta menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui telaah dokumen. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sumbersari Bantul yang memiliki rasio rujukan RJTP di atas standar 15% dan paling tinggi di wilayah PT Askes (Persero) Cabang Metro pada bulan Desember 2012.

Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip penelitian kualitatif yaitu prisnsip kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequacy). Prinsip kesesuaian dimana informan dipilih berdasarkan pengetahuan dan kesesuaian dengan topik penelitian. Sementara prinsip kecukupan dimana informan dipilih berdasarkan kemampuan memberikan informasi yang cukup mengenai topik penelitian. Oleh sebab itu, informan dalam penelitian ini adalah kepala puskesmas dan seluruh dokter umum dan dokter gigi yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan dan berwenang memberikan rujukan bagi peserta Askes Sosial di Puskesmas Sumbersari Bantul, sejumlah 5 orang informan.

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara mendalam, pedoman observasi, dan pedoman telaah dokumen. Pedoman wawancara mendalam terdiri dari daftar pertanyaan mengenai pelaksanaan rujukan yang dilihat dari variabel-variabel yang berperan. Pedoman observasi digunakan sebagai panduan dalam mengobservasi fasilitas alat kesehatan. Sementara pedoman telaah dokumen digunakan sebagai panduan dalam menganalisis pelaksanaan rujukan di puskesmas yang dapat berupa SOP dan dokumen-dokumen lain. Pengumpulan data dalam penelitian ini juga menggunakan alat perekam suara serta alat tulis kantor agar data dan informasi yang diperoleh tercatat dengan jelas, lengkap, dan akurat.

Uji validitas dilakukan untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.13 Teknik triangulasi yang digunakan antara lain triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi data.

Pengolahan data primer dari hasil wawancara dilakukan dengan menggunakan analisis isi (content analysis). Analisis isi adalah menganalisis setiap teks atau isi yang didapat dari semua sumber berdasarkan topik masalah yang menjadi penelitian.14 Hasil wawancara mendalam dikelompokkan, kemudian dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil wawancara mendalam dengan teori yang ada.

(8)

Hasil Penelitian dan Pembahasan

• Ketersediaan dokter

Ketersediaan dokter di puskesmas dinilai berdasarkan ada tidaknya dokter yang bertugas memeriksa dan mendiagnosis penyakit yang diderita pasien selama jam kerja puskesmas. Puskesmas Sumbersari Bantul memiliki 3 dokter umum dan 1 dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya. Dengan jumlah dokter yang ada, Puskesmas Sumbersari Bantul melakukan penjadwalan tugas diantara para dokter untuk menjamin ketersediaan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien setiap harinya. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.15 Di Puskesmas Sumbersari Bantul, ketika tidak ada dokter yang bertugas, dokter dapat memberikan wewenangnya kepada perawat untuk memeriksa pasien dan merujuk pasien dengan menandatangani surat pelimpahan tugas untuk diberikan kepada perawat tertentu. Hal tersebut ternyata bertentangan dengan pasal 4 ayat 4 Permenkes RI No. 001 Tahun 2012, yang menyebutkan bahwa bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.15

• Ketersediaan obat-obatan

Puskesmas Sumbersari Bantul mengajukan perencanaan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kunjungan pasien tahun lalu dan jenis penyakitnya ke Dinas Kesehatan Kota Metro setiap tahun. Pengadaan obat di puskesmas termasuk ke dalam dana anggaran pembangunan yang disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk diajukan dalam Daftar Usulan Kegiatan ke Pemerintah Kabupaten/Kota. Sumber pembiayaan puskesmas yang berasal dari pemerintah terutama adalah pemerintah kabupaten/kota.8 Namun, ketersediaan obat di puskesmas masih belum mencukupi kebutuhan dan masih terdapat beberapa obat esensial yang perlu disediakan di puskesmas seperti obat-obatan untuk penyakit hipertensi, jantung, diabetes melitus, dan obat kumur. Dinas Kesehatan seharusnya menyediakan obat-obat esensial tersebut karena ketersediaan dan pemerataan obat esensial dan perbekalan kesehatan secara nasional dijamin oleh pemerintah.16 Ketidaktersediaan obat-obat esensial tersebut pun menjadi salah satu alasan dokter untuk merujuk pasien ke rumah sakit sehingga mengakibatkan tingginya kasus rujukan RJTP.

(9)

Fasilitas pelayanan kesehatan yang dimiliki Puskesmas Sumbersari Bantul sudah cukup memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Namun, masih terdapat fasilitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan Puskesmas Sumbersari Bantul seperti alat untuk pemeriksaan darah lengkap, terdapat alat kesehatan yang rusak dan belum diperbaiki, serta kurangnya ketersediaan bahan habis pakai seperti mata bor dan bahan tambal gigi. Berdasarkan pasal 34 ayat 3 UUD 1945, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dalam hal ini, Dinas Kesehatan Kota Metro berkewajiban untuk menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai di puskesmas untuk dapat menunjang diagnosis dokter dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Sebaiknya fasilitas pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tersebut dapat disediakan di puskesmas sehingga dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul dapat memberikan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan pasien tanpa harus merujuk pasien ke rumah sakit.

• Pemahaman sebagai gatekeeper

PT Askes (Persero) menerapkan sistem managed care dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi pesertanya dimana puskesmas dan dokter keluarga berperan sebagai gatekeeper. Beberapa dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul sudah mengetahui pengertian gatekeeper¸ namun masih belum memahami dan menjalankan perannya sebagai gatekeeper. Gatekeeper sangat menentukan pengendalian biaya dan utilisasi pelayanan kesehatan dalam managed care.2 Apabila gatekeeper tidak berperan dengan baik maka yang terjadi adalah kasus rujukan yang tinggi yang dapat mengakibatkan biaya pelayanan kesehatan menjadi tidak terkendali. Oleh sebab itu, dokter di puskesmas seharusnya memiliki pemahaman yang baik akan perannya sebagai gatekeeper serta komitmen untuk menjalankan perannya tersebut agar pelayanan kesehatan maupun rujukan yang diberikan kepada pasien efektif dan efisien dari sisi biaya.

Perujuk sebelum melakukan rujukan harus melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan.15 Hal tersebut menunjukkan bahwa rujukan dapat diberikan oleh dokter puskesmas atas indikasi medis pasien dan memang pasien membutuhkan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Kasus-kasus yang memerlukan rujukan menurut dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul adalah kasus yang membutuhkan obat, pemeriksaan dan pelayanan spesialis yang tidak tersedia di puskesmas, serta kasus yang

(10)

berada di luar kompetensi dokter di puskesmas. Namun ternyata alasan dokter puskesmas dalam merujuk pasien tidak hanya berdasarkan indikasi medis tersebut tetapi juga karena permintaan pasien.

Anggapan pasien mengenai obat yang lebih baik dari rumah sakit dan keinginan untuk diobati langsung oleh dokter spesialis menyebabkan kasus rujukan RJTP menjadi tinggi. Dalam hal ini, ketegasan dokter puskesmas dalam mengambil keputusan merujuk atau tidak menjadi sangat penting. Apakah dokter puskesmas akan tetap menjalankan prosedur pemberian rujukan sesuai dengan ketentuan, atau merujuk hanya berdasarkan permintaan pasien tanpa indikasi medis. Namun, dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul masih kurang tegas dalam menangani pasien yang memaksa meminta rujukan. Dokter memang berusaha memberikan penjelasan untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya masih bisa ditangani di puskesmas, namun pada akhirnya mereka menuruti permintaan pasien dan merujuk pasien ke rumah sakit. Apabila dokter mampu bertindak tegas dengan tidak memberikan rujukan atau minimal menulis keterangan APS (Atas Permintaan Sendiri) pada surat rujukan, tentunya tingginya kasus rujukan RJTP dapat ditekan. Ketidaktegasan ini menunjukkan bahwa pemahaman dokter puskesmas akan perannya sebagai gatekeeper dan komitmen untuk menjalankan perannya tersebut masih kurang sehingga mereka hanya merujuk pasien tanpa memikirkan dampak rasio rujukan RJTP yang tinggi bagi biaya pelayanan kesehatan.

• Pemahaman mengenai kapitasi

Sebagian besar dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul sudah mengetahui pengertian sistem pembayaran kapitasi. Namun, mereka tidak terlalu memahami berapa besaran jumlah kapitasi yang diterima dan jumlah peserta Askes yang terdaftar di puskesmas mereka. PT Askes (Persero) menetapkan besaran kapitasi bagi pelayanan dasar di puskesmas per orang per bulan (per member per month atau PMPM) sebesar Rp2.000,00. Adapun jumlah peserta Askes yang terdaftar di Puskesmas Sumbersari Bantul sampai dengan bulan Agustus 2012 adalah 1.952 jiwa.5 PT Askes (Persero) membayarkan kapitasi sebesar Rp2.000,00 dikalikan jumlah peserta Askes yang terdaftar di puskesmas kepada Puskesmas Sumbersari Bantul setiap bulannya.

Dengan sistem pembayaran kapitasi, PT Askes (Persero) membagi risiko finansialnya dengan PPK. Apabila PPK dapat memberikan pelayanan kesehatan dengan baik dan menurunkan angka kunjungan maka PPK memperoleh insentif dari pembayaran kapitasi yang dihitung berdasarkan jumlah peserta terdaftar. Namun sebaliknya jika PPK tidak mampu

(11)

memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga angka kunjungan tinggi, PPK akan rugi. Oleh sebab itu, sebaiknya puskesmas memiliki perencanaan dalam pengelolaan dana kapitasi agar kapitasi yang diterima dapat menjadi insentif bagi pemberi jasa pelayanan kesehatan di puskesmas. Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap para informan, pemahaman dokter puskesmas terhadap kapitasi masih perlu ditingkatkan karena peningkatan pemahaman kapitasi dokter puskesmas dapat menurunkan rasio rujukan.12 Pemahaman kapitasi sangat penting bagi dokter puskesmas agar dapat mengendalikan pelayanan kesehatan peserta Askes. Dokter puskesmas juga harus mengetahui berapa peserta Askes yang terdaftar di puskesmasnya. Hal ini penting karena merupakan langkah awal dari rencana program pelayanan kesehatan yang akan diberikan seperti perencanaan kebutuhan obat, alat kesehatan, serta perhitungan jasa pelayanan yang akan dibayarkan oleh PT Askes (Persero).

• Diagnosis medis

Diagnosis medis merupakan karakteristik kebutuhan yang dievaluasi berdasarkan persepsi tenaga kesehatan yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.10 Diagnosis penyakit yang sering dirujuk oleh dokter puskesmas adalah penyakit-penyakit kronis seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung. Apabila dokter puskesmas tidak mampu menegakkan diagnosis pasien dikarenakan keterbatasan fasilitas penunjang diagnosis, atau tidak mampu menangani pasien dengan diagnosis penyakit tertentu, maka dokter puskesmas harus merujuk ke PPK tingkat lanjutan. Hal itu sesuai dengan ketentuan bahwa setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya.15

Salah satu solusi yang dilakukan PT Askes (Persero) untuk mengendalikan tingginya biaya pelayanan kesehatan adalah dengan menerapkan Program Pelayanan Rujuk Balik (PRB) terutama bagi pasien-pasien penderita penyakit kronis. Namun program PRB belum berjalan secara optimal di Puskesmas Sumbersari Bantul. Program Pelayanan Rujuk Balik (PRB) adalah pelayanan bagi penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih membutuhkan pengobatan maupun asuhan keperawatan dalam jangka panjang yang dilaksanakan di fasilitas pelayanan dasar (puskesmas/dokter keluarga) atas rekomendasi/rujukan dari dokter spesialis/subspesialis yang merawat.17 Untuk saat ini, program PRB ini ditujukan bagi pasien dengan penyakit diabetes melitus, hipertensi, asthma bronchiale, dan tuberkulosis paru. Adapun pasien yang dirujuk balik ke Puskesmas Sumbersari Bantul barulah pasien dengan diagnosis penyakit tuberkulosis paru. Padahal,

(12)

pasien yang sering mendapat rujukan dari dokter puskesmas adalah pasien dengan diagnosis diabetes melitus dan hipertensi. Apabila pasien dengan diagnosis tersebut dapat masuk ke dalam program PRB dan dirujuk balik ke Puskesmas Sumbersari Bantul maka kasus rujukan dapat ditekan.

Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kasus rujukan di Puskesmas Sumbersari Bantul adalah ketersediaan obat, fasilitas pelayanan kesehatan, pemahaman dokter sebagai gatekeeper, pemahaman dokter tentang kapitasi, dan diagnosis medis pasien peserta Askes Sosial. 2. Puskesmas Sumbersari Bantul selalu mengupayakan tersedianya dokter di Balai

Pengobatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien rawat jalan peserta Askes Sosial dengan penjadwalan tugas perhari di antara para dokter.

3. Ketersediaan obat di Puskesmas Sumbersari Bantul masih belum mencukupi kebutuhan pasien peserta Askes Sosial. Masih terdapat obat-obat yang seharusnya tersedia di puskesmas seperti obat-obat penyakit jantung, hipertensi, Diabetes Mellitus, dan obat kumur. Ketidaktersediaan obat tersebut menjadi salah satu alasan dokter puskesmas merujuk pasien ke rumah sakit dan meningkatkan kasus rujukan RJTP di Puskesmas Sumbersari Bantul.

4. Ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Sumbersari Bantul sudah cukup memadai untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar bagi peserta Askes Sosial. Namun masih terdapat fasilitas kesehatan yang perlu disediakan seperti alat pemeriksaan darah lengkap untuk laboratorium puskesmas. Terdapat pula alat kesehatan yang perlu diperbaiki dan ditambah persediaannya seperti mata bor yang sering tumpul dan bahan tambal gigi yang jarang tersedia. Dengan tersedianya fasilitas kesehatan tersebut maka dapat menurunkan kasus rujukan RJTP yang disebabkan pemeriksaan darah lengkap dan penambalan gigi berlubang.

5. Sebagian besar dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul sudah memahami perannya sebagai gatekeeper serta keharusan merujuk pasien ke rumah sakit sesuai prosedur dan indikasi medis. Namun terkadang dokter belum mampu bersikap tegas terhadap desakan pasien yang meminta dirujuk ke rumah sakit meskipun kasusnya masih bisa ditangani dokter puskesmas. Kurangnya ketegasan dan komitmen dokter untuk memberikan rujukan sesuai prosedur tersebut meningkatkan kasus rujukan RJTP.

(13)

6. Pemahaman dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul tentang definisi kapitasi cukup baik, namun belum sepenuhnya memahami manfaat dan tujuan sistem pembayaran kapitasi. Kurangnya pemahaman terhadap kapitasi tersebut membuat dokter merasa kurang dihargai dan berdampak pada pemberian pelayanan kesehatan yang tidak maksimal dan kecenderungan merujuk pasien.

7. Diagnosis penyakit yang sering dirujuk oleh dokter puskesmas adalah diabetes melitus, hipertensi, jantung, dan stroke. Banyaknya pasien dengan diagnosis penyakit-penyakit tersebut mengakibatkan tingginya kasus rujukan.

8. Program Pelayanan Rujuk Balik (PRB) belum terlaksana secara optimal di Puskesmas Sumbersari Bantul. Apabila pasien dengan penyakit diabetes melitus dan hipertensi dirujuk balik di Puskesmas Sumbersari Bantul maka kasus rujukan dapat berkurang.

Saran

1. PT Askes (Persero) dapat memberikan bantuan fasilitas kesehatan yang dibutuhkan Puskesmas Sumbersari Bantul seperti alat pemeriksaan darah lengkap untuk laboratorium puskesmas. Hal ini dapat menurunkan kasus rujukan yang disebabkan oleh keterbatasan fasilitas kesehatan tersebut.

2. PT Askes (Persero) dapat berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kota Metro dan puskesmas untuk menambah ketersediaan obat-obat penyakit kronis seperti obat penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, dan obat kumur, serta bahan habis pakai seperti bahan tambal dan mata bor untuk pelayanan gigi di puskesmas. Hal ini dilakukan untuk menurunkan kasus rujukan akibat ketidaktersediaan obat dan bahan habis pakai tersebut. 3. PT Askes (Persero) dapat menekankan pentingnya peran puskesmas sebagai gatekeeper

dan menyampaikan pemahaman tentang manfaat dan tujuan sistem pembayaran kapitasi di setiap forum kemitraan dengan puskesmas dan dokter keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dokter pelayanan primer sehingga mereka mampu menjalankan fungsinya sebagai pengendali biaya dan utilisasi pelayanan kesehatan.

4. PT Askes (Persero) menerapkan sistem reward and punishment bagi puskesmas dan dokter keluarga yang memiliki rasio rujukan di atas dan di bawah standar 15%. Reward and punishment tersebut dapat berupa penambahan atau pengurangan insentif bagi puskesmas dan dokter keluarga. Penambahan insentif bagi puskesmas dan dokter keluarga yang memiliki rasio rujukan paling rendah dapat diberikan jika jumlah kunjungan RJTL di

(14)

rumah sakit turun sehingga puskesmas dan dokter keluarga memiliki motivasi untuk menekan kasus rujukan.

5. PT Askes (Persero) berkoordinasi dengan dokter spesialis/subspesialis rumah sakit untuk dapat mengoptimalkan program Pelayanan Rujuk Balik (PRB) dengan merujuk balik pasien penyakit diabetes melitus dan hipertensi. Hal ini dapat menekan kasus rujukan dikarenakan dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul banyak merujuk pasien dengan diagnosis penyakit tersebut.

6. Kepada dokter di Puskesmas Sumbersari Bantul harus meningkatkan komitmen untuk merujuk pasien sesuai prosedur serta mampu bersikap tegas dalam menghadapi desakan pasien yang ingin dirujuk ke rumah sakit padahal kasusnya masih bisa ditangani di puskesmas. Komitmen dan ketegasan tersebut dapat ditunjukkan dengan menolak memberikan rujukan atau memberikan keterangan APS (Atas Permintaan Sendiri) pada kasus-kasus rujukan yang bukan berdasarkan indikasi medis.

Kepustakaan

1. Sulastomo. (2007). Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

2. Saefuddin, Fedyanti dan Ilyas, Yaslis. (2008). Managed Care: Bagian A – Mengintegrasikan Penyelenggaraan dan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan. Jakarta: PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia). 3. PT Askes (Persero). (2012). Laporan Tahunan PT Askes (Persero) 2011.

www.ptaskes.com diakses pada 10 Juli 2012.

4. Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. (ed. rev.) Jakarta: Rineka Cipta.

5. PT Askes (Persero). (2012). Laporan Kunjungan dan Rujukan PPK Tingkat I Januari hingga Agustus 2012. Metro: PT Askes (Persero).

6. Sulastomo. (1997). Asuransi Kesehatan dan Managed Care. Jakarta: PT Askes (Persero). 7. Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Admnistrasi Kesehatan. (ed. ke-3). Jakarta: Binarupa

Aksara.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kemenkes RI.

9. Muninjaya, A.A. Gde. (2004). Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

(15)

10. Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. (ed. rev.). Jakarta: Rineka Cipta.

11. Martinelly. (2001). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingginya Rujukan Pasien Askes oleh Dokter Puskesmas di Kota Padang ke RSUP Dr. M. Djamil. Tesis. Depok: Program Pasca Sarjana Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

12. Zulkarnain, Mukti, Ali Ghufron, dan Hendrartini, Julita. (2003). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Wajib PT Askes di Kabupaten Banyumas. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 6 (02), 87-95.

13. Meloeng, Lexi J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

14. Mayring, Phillip. (2000). Qualitative Content Analysis. Forum Qualitative Sozialforschung.

http://www.utsc.utoronto.ca/~kmacd/IDSC10/Readings/text%20analysis/CA.pdf diakses pada 8 Desember 2012.

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Jakarta: Kemenkes RI.

16. Adisasmito, Wiku. (2007). Sistem Kesehatan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

17. PT Askes (Persero). (2012). Surat Edaran Direksi PT Askes (Persero) Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelayanan Rujuk Balik. Jakarta: PT Askes (Persero).

Gambar

Tabel 1. Data Kunjungan dan Rujukan di Puskesmas Wilayah Kota Metro Januari  hingga Agustus 2012  Puskesmas  Jumlah  Peserta  Jumlah  Kunjungan  Jumlah  Rujukan  Rasio  Rujukan  Yosomulyo  5622  4401  1043  23,7  Banjarsari  3037  2929  612  20,89  Iringmu
Gambar 2.3 Pola Hubungan Tripartite dalam Managed Care

Referensi

Dokumen terkait

dakwah dalam masyarakat maka dakwah sebagai pembentuk manusia perlu mawas diri kedalam dengan memperkuat diri melalui penelitian terus menerus akan kekurangan dirinya

Membaiknya tingkat ekonomi seseorang akan mempengaruhi gaya hidup seseorang, termasuk pemilihan makanan (Cahyono 2008). Oleh karena itu dengan tingginya prevalensi

zona nyaman ini, anggota kelompok merasa bebas mengekspresikan diri, menumpahkan kegembiraan, keluh-kesah dan saling menghibur diri dengan cara yang berbeda dengan kelompok

 Siswa dapat mengelmpokkan karakteristik dari bahan serat,  Siswa dapat menjelaskan keragaman karya kerajinan dari bahan serat ,  Siswa dapat menyebutkan

 Analisis Penentuan Kawasan Hutan Berdasarkan seluruh rangkaian analisis penentuan kawasan hutan yang dilakukan, maka didapatkan kawasan hutan secara keseluruhan

Adalah suatu metoda yang digunakan untuk pengguna agar dapat memanggil suatu fungsi yang ada pada suatu aplikasi biasanya secara visual. Melalui menu biasanya pengguna dapat

Penyimpanan database harus dilakukan dalam worksheet yang berbeda dan proses pengenalan kode dapat dipisahkan dengan membedakan kolom ataupun baris untuk masing-masing

Perbedaannya adalah dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor 1 yaitu assuranse yang meliputi variabel kemampuan karyawan berkomunikasi, kemampuan karyawan dalam