PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER
DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI
INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER KIMIA
INFLUENCE OF USING ROUGHING FILTER AND SLOW SAND
FILTER FOR DRINKING WATER TRATMENT USING RAW
WATER FROM INTAKE OF KARANGPILANG OBSERVED BY
CHEMICAL ANALYSIS
*Astika Titistiti dan **Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS*email: [email protected] **email: [email protected]
Abstrak
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada variasi laju filtrasi 0,125 m3/m2.jam efisiensi penurunan zat organik oleh RF sebesar 33,51% dan SSF 44,86%, sedangkan untuk efisiensi penurunan deterjen oleh RF sebesar 31,31% dan SSF sebesar 55,92%. Pada laju filtrasi 0,25 m3/m2.jam efisiensi penurunan zat organik oleh RF sebesar 39,57% dan SSF 44,04%, sedangkan untuk efisiensi penurunan deterjen oleh RF sebesar 15,26% dan SSF sebesar 19,5%. Pada laju filtrasi 0,5 m3/m2.jam efisiensi penurunan zat organik oleh RF sebesar 27,64% dan SSF 46,6%, sedangkan untuk efisiensi penurunan deterjen oleh RF sebesar 13,79% dan SSF sebesar 39,76%.
Kata kunci: Roughing Filter, Slow Sand Filter, Zat Organik, Deterjen
Abstract
Based on the research result, when using 0,125 m3/m2.h, the efficiency of RF for remove organic matter is 33,51% and with SSF 44,86%, while for decrease detergent concentration by RF is 31,31% and SSF 55,92%. When the filtration rate 0,25 m3/m2.h, organic matter removed by RF is 39,57% and SSF 44,04%, while for decrease detergent concentration by RF is 15,26% and SSF 19,5%. When the filtration rate 0,5 m3/m2.h, organic matter removed by RF is 27,64% and SSF 46,6%, while for decrease detergent concentration by RF is 13,79% and SSF 39,76%.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Air bersih yang ada dihasilkan dari sumber air baku yang tersedia seperti sungai, danau, atau mata air. Seiring dengan perkembangan zaman, sumber air baku tidak dapat lagi langsung dikonsumsi karena sudah mulai tercemar oleh limbah domestik maupun industri. Hal ini yang menyebabkan dibutuhkan pengolahan air baku menjadi air minum. Pengolahan air minum tentunya membutuhkan biaya tinggi baik dalam pembangunan instalasi juga perawatan dan operasinya. Hal tersebut yang mendasari dibutuhkannya pengolahan yang efektif, berbiaya rendah, dan layak untuk diterapkan.
Dalam pengolahan air minum seperti PDAM Karangpilang Surabaya, kebutuhan bahan kimia untuk pengolahannya cukup tinggi. Berdasarkan tingginya kebutuhan bahan kimia untuk pengolahan air minum inilah yang melatarbelakangi pentingnya dilakukan penelitian ini yang memang tanpa menggunakan bahan kimia dalam prosesnya (Titistiti, 2010).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, dapat disusun beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Berapa konsentrasi zat organik dan deterjen yang dapat diturunkan oleh tiap unit-unit reaktor?
2. Berapa konsentrasi zat organik dan deterjen yang dapat diturunkan dari berbagai variabel
filtration rate yang diberikan?
3. Bagaimana pengaruh fliltration rate terhadap pola pencucian pada unit RF dan SSF? 4. Bagaimana pengaruh RF dan SSF terhadap pengolahan air minum?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan kemampuan efisiensi penurunan konsentrasi zat organik dan deterjen terhadap unit prasedimentasi, RF, RSF, dan SSF
2. Mengetahui pengaruh filtration rate terhadap konsentrasi zat organik dan deterjen 3. Menentukan periode pencucian terhadap unit RF dan SSF
4. Menentukan pengaruh RF dan SSF terhadap pengolahan air minum.
1.4.Teori
Slow sand filter merupakan filter pasir lambat menggunakan pasir. Proses filtrasi yang lambat ini menyebabkan terbentuknya lapisan mikroorganisme yang disebut schmutzdecke. Lapisan ini yang menyebabkan terjadinya proses biologis.
Hal – hal yang perlu diperhatikan : 1. Operasi dan Pemeliharaan
Pembersihan filter dilakukan dengan scrapping lapisan atas media setebal 225 mm. Proses ini dilakukan dengan interval 30 – 100 hari tergantung pada kualitas air baku. Proses penghilangan patogen terjadi pada lapisan schmutzdecke yang terletak pada permukaan media. Proses scrapping menyebabkan lapisan ini hilang, sehingga dibutuhkan waktu beberapa hari untuk membentuk lapisan ini kembali.
2. Pekerja
Pengoperasian filter jenis ini tidak membutuhkan tenaga yang terampil, karena pengoperasian ini mudah.
3. Biaya
Biaya yang dibutuhkan dalam pembangunan unit ini relatif rendah jika media yang digunakan menggunakan material lokal.
4. Efektivitas Teknologi
Teknologi ini terbukti sangat efektif menurunkan material tersuspensi dan bakteri. (Le Craw, 2006)
Kekurangan Filter Pasir Lambat
1. Ketika lahan terbatas atau mahal, dibutuhkan area yang luas untuk pembangunan filter biologis sehingga dibutuhkan dana yang besar.
2. Efisiensi kerja filter dapat menurun jika air baku terkontaminasi limbah industri atau konsentrasi koloid meningkat secara tiba – tiba.
3. Beberapa tipe alga dapat mengganggu kinerja filter, sehingga waktu operasi filter menjadi lebih pendek. Untuk menghindari hal ini, lebih baik bak filter dilengkapi dengan penutup untuk melindungi filter dari cahaya matahari sehingga dibutuhkan biaya tambahan.
4. Unit ini hanya bisa digunakan untuk kekeruhan air baku yang rendah dan proses penurunan warna kurang baik.
Kelebihan Filter Pasir Lambat 1. Kualitas air hasil pengolahan
Tidak ada proses selain filter biologis yang dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas air baku secara fisik, kimia, dan biologis.
2. Biaya dan kemudahan pembangunannya
Desain yang simpel dari filter lambat memberikan kemudahan dalam pembangunannya terutama dalam menggunakan material dan pekerjanya. Biaya untuk transportasi dan pengadaan material dan peralatan mungkin hampir tidak berarti dan mungkin bisa mengurangi penggunaan alat – alat mekanik. Desainnya mudah dibutuhkan sedikit penanaman pipa atau peralatan yang khusus, dan kemudahan dalam memilih media.
Biaya operasi hampir hanya dikeluarkan untuk pembersihan filter, yang dilakukan baik secara mekanik atau manual. Di negara – negara berkembang tersedia banyak pekerja sehingga untuk operasional secara manual dapat dilakukan pada kasus ini sebenarnya seluruh biaya operasi digunakan untuk upah pekerja. Pada proses ini tidak menggunakan bahan kimia atau material lain, namun dalam beberapa kasus digunakan klorinasi untuk menjaga air agar tetap higienis. Klorinasi juga akan dibutuhkan pada pengolahan yang lain dan umumnya dosis yang dibutuhkan untuk mendesinfeksi air yang diolah dari pengolahan biologis lebih sedikit daripada untuk mendesinfeksi air dari pengolahan dengan metode yang lain. Tidak menggunakan tekanan udara, pengadukan mekanik, atau tekanan tinggi untuk backwash, sehingga tidak hanya menghemat bangunan tetapi juga biaya untuk bahan bakar dan listrik.
4. Pembuangan lumpur
Pengolahan air dengan menggunakan filter lambat ini menghasilkan sedikit lumpur daripada menggunakan filter mekanik (Huisman, 1974).
Roughing filter (RF) merupakan pengolahan pendahuluan untuk menurunkan kekeruhan air di mana air melewati bak dengan media yang kasar seperti kerikil atau gerabah. RF ini sudah dipakai lebih dari 25 negara di antaranya Argentina, Bolivia, Madagaskar, Ghana, India, Australia, dan sebagainya. RF kebanyakan digunakan sebagai pengolahan pendahuluan untuk meremoval partikel dalam jumlah besar dan lebih sulit untuk menafsirkan peningkatan efisiensi dari pengolahan berikutnya seperti filter lambat (Levine et al, 1985).
Roughing filter biasanya menggunakan kerikil dengan diameter yang berbeda – beda, pada bagian mukanya menggunakan kerikil dengan diameter besar, pada bagian berikutnya menggunakan kerikil dengan diameter yang lebih kecil, demikian seterusnya. Sehingga pada tiap – tiap bagian tersebut menyaring padatan dengan diameter yang berbeda – beda pula (Wegelin,1996). Prinsip dasar kerja roughing filter dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 1. Konsep Prinsip Kerja Roughing Filter Dibandingkan Dengan Sedimentasi
2. METODOLOGI
Pada penelitian ini analisa zat organik dan deterjen dilakukan pada air baku yang berasal dari bak aerasi Karangpilang I, efluen prasedimentasi, efluen Roughing Filter, efluen Rapid Sand Filter, dan efluen Slow Sand Filter. Analisa zat organik dengan metode Permanganat Value (PV) dan analisa deterjen dengan Metilen Blue Active Substance (MBAS).
Pada penelitian inti digunakan variabel laju filtrasi yaitu: 0,125 m3/m2.jam, 0,25 m3/m2.jam, dan 0,5 m3/m2.jam. Variasi laju filtrasi ini disilangkan dengan hasil analisa efluen dari tiap – tiap unit. Dari hasil analisa akan didapatkan efisiensi untuk masing-masing unit dan dari hasil tersebut akan didapatkan perbandingan laju filtrasi beserta efisiensi dari tiap-tiap unitnya, sehingga didapatkan hasil yang paling efektif dalam menurunkan konsentrasi zat organik dan deterjen secara keseluruhan.
2. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, terjadi proses kimia, fisik, dan biologi dalam rangkaian prosesnya. Di dalam RF tidak hanya terjadi proses fisik, namun juga biologis. Hal ini diakibatkan karena partikel-partikel tersuspensi menempel pada media RF dan menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri. Bakteri pengurai yang hidup di dalamnya mampu mereduksi zat organik. Sama halnya dengan SSF, lapisan schmutzdecke adalah lapisan yang terdiri dari alga yang berbentuk untaian benang dan berbagi mikroorganisme lainnya termasuk plankton, diatoms, protozoa, rotifera, dan bakteri (Huisman, 1974), lapisan ini yang mampu menguraikan zat organik di dalam air secara biologis. Proses penghilangan patogen terjadi pada lapisan schmutzdecke yang terletak pada permukaan media (Le Craw, 2006). Hal inilah yang menyebabkan bahwa pengurangan zat organik mampu mencapai di bawah standar baku air minum.
Pada unit prasedimentasi, zat terlarut mampu menurun. Sesuai dengan fungsinya, prasedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel diskrit namun zat terlarut mampu menurun konsentrasinya dikarenakan jika zat tersuspensi mampu diturunkan, maka baik zat terlarut maupun bakteri mampu untuk diturunkan juga. Hal ini terjadi karena menempelnya bakteri dan zat terlarut tersebut terhadap zat tersuspensi yang ada.
Pada proses adsorbsi, terjadi pengurangan partikel yang lebih kecil dan pertikel tersuspensi seperti partikel koloid dan partikel terlarut. dari hasil analisa yang telah dilakukan, diketahui bahwa
penurunan zat organik telah terjadi sejak hari pertama dilakukan sampling (Titistiti,2010). Hal ini disebabkan adanya proses adsorbsi selama melalui media penyaring akibat perbedaan muatan permukaan media dengan partikel tersuspensi dan koloidal di sekitarnya (Metcalf and Eddy, 1979).
Pada pH normal, media penyaring memiliki muatan negatif, sedangkan bahan inorganik memiliki muatan positif. Bahan-bahan inorganik yang ada dalam air sampel akan teradsorpsi pada media penyaring. Karena bahan organik memiliki muatan negatif, maka pada awal pengoperasian belum terjadi pengurangan bahan organik melalui proses adsorbsi. Setelah proses filtrasi berjalan dan banyak partikel bermuatan positif yang tertahan di permukaan media, maka terjadi pengurangan bahan organik melalui proses adsorbsi.
ABS yang berasal dari propylene yang resisten terhadap serangan bakteri karena struktur rantai cabang yang panjang dari gugus alkyl dan cincin benzena merupakan pasangan yang kuat dari atom karbon. Contoh bakteri yang dapat mendegradasi ABS bercabang adalah alcaligenes
faecalis, eschericia coli, pseudomonas aerugenusa, seratia mercescens, dan spaerotilus ssp. Sedang
bakteri – bakteri yang diketahui mampu mendegradasi ABS linier adalah Proteus vulgaris dan
Pseudomonas fluorescens (White and Russel,1992). Hal ini menunjukkan bahwa kestabilan RF dan
SSF dalam mendegradasi deterjen dikarenakan adanya mikroorganisme yang terkandung di dalam media tumbuh dan mampu bertahan sehingga akhirnya dapat mendegradasi deterjen yang terkandung di dalam air baku (Titistiti,2010)
Efisiensi SSF lebih besar daripada RSF dikarenakan keseragaman bentuk media pada filter lambat mengakibatkan bahan organik terjadi kontak dengan media dan zat organik yang berupa partikel halus dapat mengisi rongga-rongga pada media yang masih kosong. Meskipun hal serupa terjadi di dalam RSF, namun pori-pori antar media lebih besar sehingga partikel halus masih lolos. Deterjen dapat diuraikan secara biologis di dalam SSF sementara untuk RSF membutuhkan reaksi kimia untuk pendegradasiannya. Hal ini yang menjadikan RSF kurang efisien tanpa didahului
inlet Prasedimentasi 20,37% RF 33,51% RSF 19,26% SSF 44,86% inlet Prasedimentasi 13,66% RF 31,31% RSF 17,64% SSF 55,92%
Pada ketiga tahap penelitian ini, penurunan zat organik cenderung stabil di semua variasi penelitian, namun berbeda dengan deterjen. Pada variasi 0,125 m3/m2.jam, penurunan deterjen sangat baik dikarenakan kondisi air baku yang tidak terlalu tinggi konsentrasinya. Pada tahap kedua yaitu laju filtrasi 0,25 m3/m2.jam, konsentrasi deterjen pada air baku meningkat sehingga toksik bagi mikroorganisme. Kemudian konsentrasi menurun kembali pada variasi 0,5 m3/m2.jam. Efisiensi pada tiap variasi penelitian dapat dilihat pada gambar-gambar berikut.
Gambar 2. Konfigurasi Unit pada Variasi Laju 0,125 m3/m2.jam terhadap penurunan Zat Organik
Gambar 3. Konfigurasi Unit pada Variasi Laju 0,125 m3/m2.jam terhadap penurunan Deterjen
Gambar 4. Konfigurasi Unit pada Variasi Laju 0,25 m3/m2.jam terhadap penurunan Zat Organik
inlet Prasedimentasi 27,65% RF 39,57% SSF 44,04%
Gambar 5. Konfigurasi Unit pada Variasi Laju 0,25 m3/m2.jam terhadap penurunan Deterjen
Gambar 6. Konfigurasi Unit pada Variasi Laju 0,5 m3/m2.jam terhadap penurunan Zat Organik
Gambar 7. Konfigurasi Unit pada Variasi Laju 0,5 m3/m2.jam terhadap penurunan Deterjen
Dari diagram-diagram tersebut dapat diketahui bahwa efisiensi tersebut dipengaruhi oleh kondisi air baku dan juga laju filtrasi. Semakin lambat laju filtrasinya semakin baik pula proses yang terjadi di dalamnya, namun kondisi air baku yang mengalami penurunan kualitas tiba-tiba, mengakibatkan penurunan efisiensi pada tiap unitnya (Titistiti, 2010).
4. KESIMPULAN
Dari hasil analisa dan pembahasan dari penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa kemampuan unit Slow Sand Filter dengan pretreatment
berupa Roughing filter cukup efisien.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan zat organik paling efektif dilakukan oleh RF saat laju filtrasinya 0,25 m3/m2.jam. Sementara untuk SSF penurunan paling efektif terjadi pada saat 0,5 m3/m2.jam. Untuk penurunan deterjen yang paling baik pada unit RF dan SSF terjadi
inlet Prasedimentasi 9,88% RF 15,26% SSF 19,50% inlet 27,64%RF 46,6%SSF inlet RF 13,79% SSF 39,76%
3. Semakin cepat laju filtrasinya semakin pendek umur operasinya, sehingga mempengaruhi pengurasan yang dilakukan.
4. Dengan menggunakan RF dan SSF dapat mengurangi penggunaan bahan – bahan kimia sehingga dapat menekan biaya pengolahan air baku.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Erlangga : Jakarta Huisman, L and Wood, W.E. 1974. Slow Sand Filtration. Geneva : WHO
Le Craw, R.A. 2006. The Slow Sand Filtration Alternative Water Treatment for Small System, <URL : http://www.raleng.com>
Levine et al. 1985 in Lasleben, Tamar Rachelle. 2008. Pilot Study of Horizontal Roughing Filter in
Northern Ghana as Pretreatment or Highly Turbid Dugout Water. Massuchessets : Rice
University
Metcalf and Eddy. 1979. Wastewater Engineering Treatment and Disposal Reuse, 2nd Edition. McGraw Hill
Titistiti, Astika. 2010. Pengaruh Roughing Filter dan Slow Sand Filter dalam Pengolahan Air
Minum dengan Air Baku dari Intake Karangpilang terhadap Parameter Kimia. Tugas
Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya
Wegelin, 1996. Surface Water Treatment by Roughing Filter. Swiss Centre for Development Cooperation in Technology an Management (SKAT), CH – 9000 : St. Gallen, Switzerland. White, G. F. and Russel, N.J. 1992. Biodegradation of Anionic Surfactants. Recent