OLEH:
ANAK AGUNG BAGUS GEDE KRISHNA PUTRA SUTEDJA
NIM: 201002040
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN
JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
OLEH:
ANAK AGUNG BAGUS GEDE KRISHNA PUTRA SUTEDJA
NIM: 201002040
PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN
JURUSAN SENI KARAWITAN
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
DENPASAR
ii
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Seni (S1)
MENYETUJUI :
PEMBIMBING I,
PEMBIMBING II,
I Nyoman Windha, SSKar.,MA
I Nyoman Pasek, SSKar.,M.Si
NIP. 19560704 198103 1 002 NIP. 19631231 199303 1 017
iii
Pada:
Hari, tanggal : Selasa, 13 Mei 2014
Ketua
: I Wayan Suharta, SSKar., M.Si
(……….………)
NIP. 19630730 199002 1 001
Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum (………….……)
NIP. 19641231 199002 1 040
Dosen Penguji :
1. I Wayan Suharta, SSKar., M.Si
(………….……)
NIP. 19630730 199002 1 001
2. I Ketut Garwa, S.Sn., M.Sn
(………….……)
NIP. 19681231 199603 1 007
3. Kadek Suartaya, SSKar., M.Si
(………….……)
NIP. 19601231 199103 1 104
4. I Nyoman Windha, SSKar.,MA (………….……)
NIP. 19560704 198103 1 002
5. I Nyoman Pasek, SSKar. M.Si (………….……)
NIP. 19631231 199303 1 017
Disahkan pada tanggal:……….
Mengesahkan:
Mengetahui:
Fakultas Seni Pertunjukan
Jurusan Seni Karawitan
Institut Seni Indonesia Denpasar
Ketua,
Dekan,
I Wayan Suharta, SSKar., M.Si
Wardizal, SSen., M.Si
iv
Always be yourself and never be anyone else
even if they look better than you
v
Puja dan puji syukur penata panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa,
Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat-Nya karya seni dan skrip karya
(performance script) yang berjudul Galaxy 7 dapat diselesaikan tepat pada waktu
yang telah ditentukan.
Skrip karya seni ini merupakan pertanggungjawaban atas karya seni musik
yang diajukan sebagai syarat memenuhi tugas akhir untuk memperoleh gelar
kesarjanaan. Di dalam skrip ini diuraikan mengenai latar belakang pembentukan
karya, proses pembuatan atau kreativitas, hingga tercipta bentuk atau hasil dari
penggarapan karya seni secara utuh. Karya Galaxy 7 ini merupakan sebuah karya
musik perpaduan antara Gamelan Salukat dengan Instrumen Barat, yang
dikomposisikan berdasarkan sebuah mekanisme secara sistematis dan matematis,
sesuai dengan sumber ide, penata terinspirasi oleh sistem pembentukan sebuah
galaksi sampai pada akhirnya sistem galaksi tersebut hancur. Penata menyadari
bahwa segala hambatan dalam setiap proses pembuatan karya seni serta skrip
karya ini dapat diselesaikan dengan baik atas bantuan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penggarap ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. I Gede Arya Sugiartha,SSKar., M.Hum selaku Rektor Institut Seni
Indonesia Denpasar beserta jajarannya.
2. I Wayan Suharta, SSKar., M.Si selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan,
Institut Seni Indonesia Denpasar.
vi
Pembimbing Akademik.
4. Bapak I Nyoman Windha, SSKar., MA dan Bapak I Nyoman Pasek,
SSKar., M.Si selaku pembimbing karya dan skrip karya yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, arahan sehingga
penata dapat menuangkan ide dalam setiap penggarapan karya maupun
penulisan skrip karya ini.
5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Seni Pertunjukan yang telah mendidik,
mengarahkan, serta memberikan motivasi selama penata menempuh
pendidikan di Fakultas Seni Pertunjukan.
6. Gamelan Salukat selaku pendukung dalam garapan ini yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan tenaga sehingga dapat terwujud
pementasan karya Galaxy 7 ini secara utuh.
7. Keluarga Dewa Ketut Alit, S.Sn yang sudah memberikan secara tulus
iklhas mengenai segala kebutuhan dalam proses pembentukan karya
Galaxy 7, baik itu tempat latihan maupun segala kebutuhan lainnya.
8. Dewa Ketut Alit, S.Sn, Dr. I Wayan Sudirana MA, I Wayan Gede Yudana,
Tri Haryanto, SKar., M.Si dan Saptono, S.Sen., M.Si yang telah
memberikan pencerahan terhadap pola pikir penata mengenai bagaiamana
tata cara berkomposisi dan mempertanggung jawabkan lewat tulisan dan
berkat bimbingan beliau-lah materi karya dan penulisan skrip ini bisa
terselesaikan tapat pada waktunya.
vii
sehingga karya seni dan karya tulis ini dapat diselesaikan.
10. Teman-Teman seperjuangan angkatan 2010 “Karawitan in Action” yang
selama empat tahun telah berjuang, saling bahu-membahu satu sama
lainnya. Harapan penata agar jalinan persaudaraan ini akan tetap abadi
selamanya. Sukes selalu untuk angkatan 2010 “Karawitan in Action”.
Penata menyadari bahwa karya ini masih belum dapat dikatakan
sempurna. Oleh karena itu, penata menerima berbagai saran maupun kritikan yang
membangun demi kesempurnaan karya ini. Penata memohon maaf atas
kesalahan-kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja serta mengucapkan terima kasih
atas perhatian seluruh pihak. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang terkait.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om
Denpasar, Mei 2013
viii
Isi
Halaman
JUDUL... i
PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
LEMBAR PENGUJI... iii
MOTTO ………..
iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xi
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Ide Garapan... 8
1.3 Tujuan Garapan... 13
1.4 Manfaat Garapan... 14
1.5 Ruang Lingkup... 14
BAB II KAJIAN SUMBER...
19
2.1 Sumber Pustaka... 19
2.2 Sumber Discografi... 21
2.3 Sumber Wawancara... 22
BAB III PROSES KREATIVITAS...
24
ix
BAB IV WUJUD GARAPAN... 43
4.1 Analisa Karya...
43
4.2 Instrumentasi ………... 45
4.3 Analisa Simbol... 55
4.4 Analisa Materi ……... 62
4.5 Analisa Estetis...
69
4.6 Analisa Pola Struktur... 73
4.7 Analisa Penyajian... 121
BAB V PENUTUP...
128
5.1 Kesimpulan...
128
5.2 Saran-saran...
129
DAFTAR REFERENSI... 130
LAMPIRAN-LAMPIRAN...
135
x
Tabel 3.1 Tahap Penjajagan (Exploration) ... 26
Tabel 3.2 Tahap Percobaan (Improvisation) ... 34
Tabel 3.3 Tahap Pembentukan (Forming) ... 38
Tabel 3.4 Proses Kreativitas ... 41
Tabel 4.1 Simbol dan Instrumen yang dimainkan ... 56
Tabel 4.2 Penganggening Akasara Bali Dibaca dalam Laras Pelog Tujuh Nada 57
Tabel 4.3 Peniruan Bunyi Instrumen Beserta Simbolnya ………. 59
xi
Foto. 4.1 Gamelan Salukat
(Foto: Bagus Krishna) ... 46
Foto. 4.2 Gangsa
(Foto: Bagus Krishna) ... 47
Foto. 4.3 Kantilan
(Foto: Bagus Krishna) ... 47
Foto. 4.4 Calung
(Foto: Bagus Krishna) ... 48
Foto. 4.5 Jegogan
(Foto: Bagus Krishna) ... 48
Foto. 4.6 Riyong
(Foto: Bagus Krishna) ... 49
Foto. 4.7 Gong
(Foto: Bagus Krishna) ... 49
Foto. 4.8 Kajar 1
(Foto: Arik Wirawan) ... 50
Foto. 4.9 Kajar 2
(Foto: Bagus Krishna) ... 50
Foto. 4.10 Ceng-ceng Ricik
(Foto: Bagus Krishna) ... 50
Foto. 4.11 Kendang Gupekan, Palegongan, dan Bebarongan
(Foto: Bagus Krishna) ... 51
Foto. 4.12 Violyn
(Foto: Bagus Krishna) ... 51
Foto. 4.13 Cello
xii
Foto. 4.15 Hapi
(Foto: Bagus Krishna) .. ... 53
Foto. 4.16 Panggul Salukat
(Foto: Bagus Krishna) ... 53
Foto. 4.17 Penggesek (Pengarad) Rebab
(Foto: Bagus Krishna) ... 54
Foto. 4.18 Stick Drum
(Foto: Bagus Krishna) ……… 54
Gambar. 4.19 Denah Stage ……….… 126
Gambar. 4.20 Setting Instrumen Galaxy 7
(Gambar: Bagus Krishna) ……….. 124
Foto. 4.21 Kostum Penata
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketika memandangi langit, apa sesungguhnya yang terpikirkan oleh setiap manusia? Pastinya setiap manusia memiliki persepsi tersendiri tentang objek yang sedang diamati. Setelah timbulnya berbagai persepsi tersebut maka akan timbul pula berbagai pertanyaan dalam pikiran setiap manusia, adapun pertanyaannya seperti kenapa kita para manusia beserta makhluk hidup lainnya bisa tinggal bersama di Planet Bumi ini? Siapa sesungguhnya yang menempatkan kita di sini? Kenapa ada Gerhana Matahari dan Bulan? Kenapa Planet Bumi menjadi anggota dari Galaksi Bima Sakti? Kenapa Bumi dikatakan berbentuk bulat? Kenapa ketika malam hari, langit-langit tampak begitu indah dengan hiasan gemerlap cahaya Bulan dan Bintang? itu semua merupakan sedikit pertanyaan dari berbagai persepsi manusia mengenai Alam Semesta ini.
Dalam hal ini, saya sendiri-pun memiliki persepsi mengenai semesta ini, berawal dari kegemaran saya memandangi langit ketika malam hari, pikiran saya sering bertanya-tanya tentang adakah kehidupan lain selain di bumi ini? Apakah kita para manusia dan makhluk hidup seisi Planet Bumi ini akan tetap abadi menempati alam ini? Ketika nanti planet ini hancur, apakah ada planet lain yang bisa menyediakan segala kebutuhan dari makhluk hidup setelah kehancuran Bumi? Kemudian pertanyaan yang selalu saya pikirkan adalah mengenai keberadaan makhluk hidup setelah bumi ini hancur, apakah masih ada yang
hidup? Atau semua akan hancur bersamaan dengan bumi itu sendiri? Sesunggunya manusia sudah memikirkan hal ini jauh-jauh hari, sampai ada yang mengira-mengira bahwa bumi akan hancur (kiamat) pada Tanggal 21 Desember 2012 (Diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Maya). Itu semua adalah sebuah ramalan dari Suku Maya yang berasal dari Mexico, yang mengatakan bahwa pada tanggal tersebut sirkulasi kalendar masehi sudah habis, maka dari itu kemungkinan besar bumi akan kiamat. Dari peramalan tersebut sesunggguhnya para manusia sudah mengalami fase kecemasan yang teramat besar, akan tetapi itu semua adalah sebuah ramalan, artinya semua yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, nantinya akan di musnahkan pula oleh beliau Yang Kuasa. Pada dasarnya setiap sesuatu yang terlahir - nantinya pasti akan binasa. Kita para manusia hanya bisa menjaga seisi alam ini agar bisa membentuk suatu keharmonisan satu sama lainnya.
Dari rentetan pertanyaan di atas tentunya tidak mudah dijawab begitu saja, bahkan tidak ada kepastian mutlak untuk menjawab itu semua. Dengan melakukan berbagai macam penelitian, riset-riset, dan kunjungan ke luar angkasa oleh para ilmuwan, pertanyaan tersebut akhirnya bisa terjawab walaupun hasil-hasil penelitian tersebut selalu berubah dari waktu ke waktu. Adapun ilmu yang membahas secara khusus mengenai alam semesta adalah Ilmu Astronomi, orang yang melakukan penelitian tersebut dikenal dengan sebutan Astronom, sedangkan orang yang langsung dikirim ke luar angkasa untuk menyelesaikan misi penelitian disebut Astronot. Sampai saat ini, sudah banyak penemuan-penemuan tentang dunia luar angkasa, salah satunya adalah dengan ditemukannya berbagai macam
planet, komet-komet, gugusan bintang, bahkan sebuah galaksi baru. Planet Bumi? apakah planet ini baru? Tentu saja tidak. Kita para manusia beserta maklhuk hidup lainnya sudah menempati ruang dan waktu di Planet Bumi hingga kini. Bumi merupakan salah satu planet yang termasuk dalam anggota Galaksi Bima Sakti (Milky Way), galaksi ini hanya berukuran kecil dari isi keseluruhan Alam Semesta, karena masih terdapat jutaan galaksi lainnya dengan ukuran yang lebih besar ataupun lebih kecil yang tersebar di seluruh Alam Semesta ini. Jika membahas mengenai bagaimana awal terbentuknya sebuah galaksi sampai pada akhirnya memiliki sebuah sistem, tentu pembahasannya akan sangat rumit dan penjabarannnya sangat luas, jadi dalam latar belakang ini saya akan mencoba membahas mengenai proses tersebut secara ringkas. Sependapat dengan Teori
Big Bang yang menyatakan bahwa:
Alam Semesta terbentuk dari sebuah dentuman dahsyat (Big Bang). Big Bang merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam
semesta berdasarkan kajian kosmologi mengenai bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Ledakan Dahsyat atau Model Ledakan Dahysat). Berdasarkan permodelan ledakan ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat, mengembang secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big
Bang tersebut, Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif
dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan (Jonathan Keohane,1997)
(Diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Ledakan_Dahsyat)
Pemaparan di atas merupakan salah satu teori mengenai proses pembentukan sebuah galaksi yang memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan bukti-bukti ilmiahnya, akan
tetapi sesungguhnya banyak yang salah mengartikan dentuman besar tersebut sebagai suatu ledakan yang menghamburkan materi ke ruang hampa. Karena pada dasarnya dentuman besar bukanlah suatu ledakan, bukan penghamburan materi sebuah galaksi ke ruang kosong, melainkan suatu proses pengembangan dari galaksi itu sendiri. Dentuman besar adalah proses pengembangan ruang-waktu.
Jadi, dalam kesempatan ini saya sebagai penata atau sebagai seorang komponis akademis ingin berfantasi dengan mewujudkan sebuah karya musik dengan media ungkap Gamelan Salukat dan Instrumen Barat yang sifatnya sama seperti proses dari sebuah dentuman besar yang tidak menghamburkan atau melebur materi-materi ke sebuah ruang kosong, melainkan ledakan tersebut merupakan sebuah pengembangan dari dirinya sendiri. Karya musik yang penata garap adalah sebuah karya yang sama sekali tidak ingin melebur unusr-unsur atau materi “tradisi dari Gamelan Bali”, melainkan karya ini bisa hadir akibat dari pengembangan “ruang dan waktu dari sebuah tradisi yang sudah penata lalui selama ini”. Penata berimajinasi dengan merangkai sebuah komposisi secara sistematis yang sumber inspirasinya didapat dari sebuah sistem galaksi.
Ketertarikan penata terhadap Ilmu Astronomi sudah tertanam semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar. Sesungguhnya cita-cita penata selain menjadi seorang musisi adalah menjadi seorang astronot, sungguhpun cita-cita sebagai astronot kandas. Namun demikian, sebagai seorang musisi, penata masih menyimpan sebuah khayalan menjadi seorang astronot. Kemudian akan timbul dua pertanyaan yang sangat mendasar dalam pembahasan ini. Pertama, apa hubungan Ilmu Astronomi yang membahas tentang galaksi dan astronot dengan musik? Di
balik pertanyaan tersebut, penata ingin menjawabnya dengan mentransformasi sebuah sistem galaksi ke dalam bahasa musikal dan sekaligus untuk memadukan kedua cita-cita penata menjadi satu lewat karya yang ingin diwujudkan dalam Tugas Akhir ini. Kedua, kenapa memilih galaksi sebagai latar belakang penggarapan karya musik ini? Tentunya setiap galaksi memiliki sebuah sistem, berawal dari tahap pembentukan sistem, sampai pada kehancuran sebuah galaksi, kemudian dari sistematika tersebut penata ingin merangkai elemen-elemen musikal seperti nada, ritme, tempo, dinamika, dan harmoni layaknya sistem yang dimiliki oleh sebuah galaksi.
Pemilihan materi galaksi sebagai latar belakang karya yang ingin penata garap ini berawal ketika penata menulis sebuah tulisan yang di ajukan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa di bidang Karsa Cipta (PKM-KC) pada tahun 2011 dengan judul “Galaxy 7”, karya tulis ini berhasil lolos tingkat Nasional dan didanai oleh Direktoral Pendidikan Tinggi (DIKTI). Jadi semenjak itu-lah penata ingin memfokuskan diri mencari beragam literatur yang berkaitan tentang galaksi dan musik guna menambah wawasan mengenai kedua materi tersebut, serta membulatkan tekad untuk menjadikan konsep ini sebagai tema yang akan di ajukan dalam Tugas Akhir. Teori-teori dasar mengenai galaksi sesungguhnya sudah didapat ketika penata duduk di bangku Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Adapun Ilmu Astronomi yang penata dapat selama ini tidak mengkhusus, karena hanya dibahas ketika ada hubungannya dengan Ilmu Geografi, Matematika, dan Fisika. Intinya ketika 12 tahun jenjang studi yang sudah penata lalui, Ilmu Astronomi yang di dapat hanya sebatas penjelasan umum
mengenai Sistem Tata Surya, Atom-atom, beserta unsur-unsur lainnya yang menjadi pembahasan dalam kelas Ilmu Pengetahuan Alam, selebihnya materi-materi mengenai Ilmu Astronomi didapat dari buku-buku, video, majalah, dan internet.
Cita-cita penata untuk menjadi seorang astronot sesungguhnya berawal dari kegemeran penata yang kerap memandangi langit-langit ketika malam hari dan mempelajari Ilmu-ilmu Alam, salah satunya Ilmu Astronomi. Ketika penata masuk Sekolah Menengah Atas, ada satu tantangan berat guna mengasah kemampuan diri penata terhadap Ilmu-ilmu Alam, tantangannya adalah dengan mendapatkan kelas IPA, karena untuk mendapatkan kelas unggulan tersebut memang sangat susah, selain kita harus bisa menguasai semua dalil-dalil Ilmu Alam, kita juga harus bisa menerapkan ilmu tersebut dalam sebuah eksperimen di Laboratorium Sekolah. Dengan semangat dan kerja keras, akhirnya harapan tersebut dapat di raih, dan pada akhirnya penata berhasil masuk di kelas IPA 1. Walaupun dalam kenyataanya, cita-cita penata untuk menjadi seorang astronot telah kandas, dalam penggarapan karya ini penata bisa sekaligus menjadi komponis musik dan juga menjadi seorang astronot. Maka dari itu, penata berkomitmen untuk menjadikan Ilmu Astronomi sebagai latar belakang karya ini. Perjalanan penata sebagai pemeran astronot sesungguhnya sudah dimulai ketika menciptakan sebuah karya musik kontemporer yang berjudul “Astronot
Kesasar”. Karya ini juga diajukan pada PKM-KC di tahun 2013, kemudian
penata menerapkan konsep ini pada saat Ujian Komposisi IV yang mengkhususkan untuk membuat sebuah komposisi kontemporer. Dengan sangat
bangga dan haru, karya tulis ini juga berhasil lolos tingkat Nasional dan di danai oleh DIKTI. Jadi, karya yang ingin penata garap dalam Tugas Akhir ini merupakan kelanjutan dari karya musik “Astronot Kesasar”. Adapun Hubungan dari kedua karya ini adalah seorang astronot yang sebelumnya kesasar pada sebuah planet, pada akhirnya bisa menemukan sebuah Galaksi baru yang diberi nama “Galaxy 7”, maka dari itu Galaxy 7 dijadikan judul karya musik ini. Tentunya setiap anggota dari setiap galaksi memiliki karakter, warna, bentuk, ukuran, inti dan sistem putarannya tersendiri. Sama halnya dengan musik yang ingin penata garap di sini, yaitu dengan memiliki sebuah sistem yang terkadang terpusat, kadang terpencar, kadang menyatu, kadang-kadang membaur, menyudut, melingkar, sesuai dengan sistem yang dimiliki oleh sebuah galaksi.
Musik ini merupakan cerminan karakter dari penata. Karya musik ini tidak
memberikan makna penggolongan “Musik Tradisi, Inovatif ataupun
Kontemporer”, akan tetapi audienlah yang akan memberikan makna musik ini
sesuai dengan daya tafsir yang dimilikinya. Karena menurut penata yang mendukung pernyataan Suka Hardjana (2003:281) menyatakan bahwa: “penggolongan Musik Tradisi – Inovatif - Kontemporer sesungguhnya berjalan berdampingan, tradisi hadir akibat kontemporer – begitu juga sebaliknya, sedangkan inovasi hadir ketika adanya sebuah proses peralihan antara frase tradisi ke frase kontemporer”. Jadi, karya musik ini diharapakan mampu memberikan pembelajaran dan ruang terhadap penonton untuk bisa berapresiasi terhadap musik-musik baru yang dilatar belakangi oleh sebuah cabang Ilmu khususnya Ilmu Astronomi, sebuah cita-cita, dan dari pengalaman pribadi.
1.2 Ide Garapan
Secara prinsip ide dari garapan ini adalah sebuah karya musik dengan tiga teknik pokok penggarapan: 1) mengeksplorasi sistem bunyi dengan memanfaatkan frekwensi getaran yang dihasilkan; 2) pengolahan nada-nada
disonan secara vertikal maupun horizontal; 3) ritme, tempo, dan dinamika
dirancang secara minimalis. Untuk mengolah ketiga teknik penggarapan tersebut, maka penata akan berupaya memanfaatkan secara maksimal semua potensi diri yang dimiliki, baik itu berupa knowledge, daya imajinasi, fantasi, pengalaman, maupun skill dalam hal praktek yang sudah penata lalui selama ini.
Dari judul yang telah penata ajukan adalah “Galaxy 7”, berangkat dari judul tersebut penata menemukan beberapa ide dasar yang bersumber dari kegemaran penata terhadap Ilmu Astronomi, sebuah cita-cita, dan pengalaman empiris berkesenimanan penata, kemudian muncul tantangan dalam diri untuk merangkai semua ide tersebut ke dalam sebuah komposisi musik dengan mengkomposisikan elemen-elemen musik dengan teknik penggarapan di atas agar sesuai dengan ide yang diajukan oleh penata, itulah tantangan terberat penata dalam pembentukan karya ini. Tantangan itu penata manfaatkan untuk memacu dan merangsang otak untuk bekerja dan mengalahkan tantangan tersebut dengan rangkaian komposisi yang setidaknya bisa menggambarkan ide dasar yang ditawarkan ke dalam sebuah komposisi musik.
Dalam hal ini penata mendapat ide dari pengetahuan tentang Ilmu Astronomi, teori-teori berkomposisi yang penata dapatkan selama ini, dan juga bersumber dari hasil imajinasi yang timbul ketika membayangkan suasana luar
angkasa. Berbagai suara dan ritme datang silih berganti saling bersahutan yang dikeluarkan dari hasil fantasi ketika memandangi langit pada malam hari, penata membayangkan tentang bagaimana pergerakan, pergesekan, dan benturan antar planet, bintang berserta benda luar angkasa lainnya yang sangat merangsang daya imajinasi penata untuk menerjemahkan bunyi-bunyi yang dikeluarkan ketika berfantasi tersebut ke dalam sebuah komposisi musik.
Untuk mendukung hasil imajinasi tersebut, tentunya media ungkap memiliki peranan yang sangat signifikan. Maka dari itu penata sangat teliti untuk memilih media ungkap yang akan digunakan. Mengenai media ungkap yang digunakan dalam karya Galaxy 7 ini, penata memadukan Ensambel Gamelan Salukat dengan Musik Barat. Perpaduan tersebut dipilih atas dasar pengalaman penata sendiri yang sudah mengenal Musik Barat sejak kecil, salah satunya dengan tergabung dalam Grup Marching Band dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas. Maka dari itu dalam penggarapan karya ini, penata ingin memadukan Gamelan dengan Musik Barat, akan tetapi penggarapannya tidak seperti perpaduan biasanya yang menyamakan sistem pelarasan antara Gamelan dengan Musik Barat, melainkan penata dengan sengaja menggarap sistem interval nada secara disonan, yaitu dengan tidak menggarap sistem pelarasan (tunning
system) antara ensambel Gamelan Salukat dan Instumen Barat dengan tingkatan
yang sama, melainkan penata menkomposisikan perbedaan yang dihasilkan dari dua sistem pelarasan berbeda menjadi urutan nada yang kedengarannya aneh, dan tentunya tidak biasa. Adapun Instrumen Barat yang digunakan adalah biola, cello, dan Saxophone.
Dalam karya musik Galaxy 7, penata sepenuhnya bereksperimen tentang perpaduan Gamelan dengan Musik Barat untuk mencari kesan dan warna baru dalam penggarapannya. Untuk mencari warna baru tersebut penata mencari sumber mengenai musik-musik yang memadukan dua perpaduan yang dilatar belakangi oleh kebudayaan yang berbeda. Penata menggarap karya perpaduan ini dari sudut pandang penata sendiri, penata tidak terbelenggu oleh aturan-aturan konvensional yang dimiliki oleh masing-masing media ungkap yang digunakan. Inspirasi penata memang bersumber pada teori maupun pola-pola tradisi gamelan Bali dan teori Musik Barat yang telah ada, kemudian dikembangkan secara seimbang, dengan menciptakan beberapa teknik dan pola-pola baru. Pola garap merata dengan penambahan beberapa teknik baru tersebut akan memudahkan jalan penata dalam mengkomposisikan masing-masing frase menjadi bentuk yang proporsional. Proporsional di sini dimaksudkan dengan tidak adanya penonjolan berlebih dari masing-masing unsur musik yang berasal dari dua kebudayaan yang berbeda tersebut, agar kemudian bisa diolah sesuai dengan rancangan konsep karya musik Galaxy 7.
Dari segi struktur karya musik Galaxy 7 tidak mengikuti struktur komposisi karawitan Bali pada umumnya yang menggunakan pakem Tri Angga yaitu, kawitan, pengawak dan pengecet tetapi menggunakan struktur bagian yang terdiri dari tiga bagian. Masing- masing bagian memiliki karakter tersendiri namun saling terkait antara bagian satu dengan yang lainnya sesuai dengan penggambaran yang ingin diciptakan pada masing-masing bagian dan merupakan penjabaran dari bagian sebelumnya.
Di sini penata menyusun komposisi yang sangat cepat dengan hentakan yang diformulasikan secara sistematis pada bagian awal, karena ingin menciptakan sebuah gambaran yang menceritakan tentang proses pembentukan sebuah galaksi yang diawali oleh sebuah dentuman yang sangat dahsyat. Kemudian pada bagian tengah suasananya lebih terlihat kondusif, karena ingin menjabarkan mengenai sistem galaksi yang sudah terbentuk dengan perputaran yang masih berjalan lancar. Pada bagian terakhir merupakan klimaks dari karya ini, yaitu penggambaran dari kehancuran sebuah galaksi yang diakibatkan oleh adanya ketidakteraturan dari masing-masing anggota galaksi tersebut yang menyebabkan adanya gesekan dan benturan yang menjadikan galaksi tersebut hancur.
Karya musik Galaxy 7 merupakan hasil eksplorasi terhadap tujuh aspek pokok musikal, diantaranya pengolahan Arah Nada secara vertikal dan horizontal, Gelombang Bunyi, Getaran Frekuensi, Jalinan Melodi, Ritme, Tempo dan Harmoni. Pengolahan tersebut terinspirasi dari sifat-sifat yang dimiliki oleh sebuah sistem galaksi. Pada dasarnya karya musik Galaxy 7 merupakan karya kontemporer, jikalau ditinjau dari segi waktu (tempo), karya ini tentunya sudah kontemporer, karena baru digarap dan sebelumnya belum ada karya seperti ini. Kedua jika dirujuk isi karya ini, berawal dari ide, konsep, pola garap, teknik, dan media tambahan juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk karya musik yang kontemporer, namun dalam hal ini penata sengaja tidak ingin memberikan batasan mengenai penggolongan karya ini. Maksudnya karya musik ini bebas ditentukan jenis pengolongannya sesuai dengan daya tafsir estetis para penguji
beserta audien, karya musik ini boleh dikatakan inovasi, kontemporer, ataupun tradisi sekaligus, yang jelas karya musik ini adalah karya musik yang berupaya tidak memberikan penggolongan khusus, karena menurut penata suatu produk seni apabila kita berikan batasan, maka produk seni tersebut akan tidak memiliki makna yang jelas, karena apabila kita secara “saklek” memberikan penggolongan terhadap karya yang kita ciptakan, namun dalam kenyataannya penggolongan tersebut sama sekali tidak sesuai dari isi karya, penginisialan tersebut akan menjadi sangat rancu. Fenomena tersebut sudah sangat sering terjadi dalam dunia seni, khususnya seni musik. Jadi, Karya Musik ini bukanlah layaknya sebuah produk makanan cepat saji yang sudah diciptakan sesuai jenisnya dengan harapan meraup pelanggan tetap yang sudah mengkonsumsi jenis-jenis makanan yang menjadi favoritnya, maka dari itu penata tidak ingin sebuah karya seni dibatasi, karena setiap orang pasti memiliki daya tafsirnya tersendiri. Karya ini hadir diharapkan mampu dibicarakan secara akademis, bukannya memperdebatkan sebuah penggolongan musik yang justru mengakibatkan daya tafsir yang rancu. Maka dari itu, penata sengaja tidak memberikan inisial karya ini dengan memberikan ruang apresiasi secara universal.
Perlu dijelaskan bahwa unsur dominan dari karya musik ini merupakan pengolahan perpaduan arah nada, ritme, timbre (warna suara), dan dinamika dari Gamelan Salukat dipadukan dengan Instrumen Barat, namun untuk menunjang kompleksitas karya musik ini, penata juga memanfaatkan sumber bunyi yang inkonvensional dalam memainkan Gamelan, yaitu dengan menciptakan sebuah getaran bunyi yang dihasilkan dengan menggesek bilah-bilah dari Gamelan
menggunakan penggesek rebab dan memukul riyong secara terbalik menggunakan stick drum. Semua unsur bunyi tersebut merupakan bunyi tambahan di samping bunyi utama yang dihasilkan secara konvensional.
1.3 Tujuan Garapan
Pada dasarnya, setiap kegiatan berkomposisi yang dilakukan pasti memiliki tujuan. Begitu pula halnya dengan penggarapan karya Galaxy 7 ini, penata memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Untuk dapat mewujudkan sebuah karya yang sesuai dengan konsep yang telah dirangkum menjadi sebuah karya musik yang sistematis. 2) Untuk mewujudkan sebuah karya yang layak untuk disajikan dalam
ujian strata (S1).
3) Untuk mewujudkan ide menjadi sebuah karya musik yang konsepnya sudah dipikirkan secara matang dan sistematis.
4) Untuk menggali potensi diri. Dalam hal ini penata berkeinginan untuk
mengeksplorasi diri, sehingga dapat mengetahui sejauhmana
kemampuan penata dalam berkesenian, khususnya dalam berkomposisi musik dan akan tetap berusaha untuk terus berkembang.
5) Sebagai salah satu tugas untuk menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi seni.
1.4 Manfaat Garapan
Selain memiliki tujuan, penata berharap dalam penggarapan karya seni ini hendaknya akan memberikan suatu manfaat. Adapun manfaat tersebut adalah:
1) Mendapatkan pengalaman baru sebagai jembatan untuk menciptakan sebuah karya baru yang bersumber dari daya imaji yang unik.
2) Mendapatkan pengalaman baru tentang penggarapan musik yang menggunakan gamelan dan instrumen barat.
3) Menambah perbendaharaan bagi dunia seni pertunjukan di Bali pada umumnya dan khususnya di lingkungan kampus Institut Seni Indonesia Denpasar.
1.5 Ruang Lingkup
Menghindari salah persepsi atau pengertian terhadap bentuk garapan ini, maka penggarap memberikan batasan pemahaman tentang ruang lingkup karya ini sebagai berikut:
1.5.1 Galaxy 7 merupakan sebuah komposisi musik yang terinspirasi dari sistem pembentukan, perjalanan, sampai pada kehancuran dari sebuah galaksi. Penata mengkomposisikan karya ini secara sistematis, agar sesuai dengan bagaimana sistem yang dimiliki oleh sebuah galaksi. Sistem yang penata rancang seperti membuat formulasi-formulasi yang berpatokan pada
sebuah perumusan sistem angka. Para musisi pendukung karya ini dituntut untuk bisa memainkan komposisi secara fokus dan teliti, karena komposisi ini memang dibutuhkan konsentrasi yang penuh, karena masing-masing pola dari setiap bagian memiliki porsi tersendiri. Misalkan, pola-pola ritme dari masing-masing instrumen akan dibuat beda, akan tetapi nantinya akan menjadi satu pada sebuah titik temu yang sistematis.
1.5.2 Penggarapan unsur musikal dalam komposisi musik ini akan difokuskan kepada penggarapan arah nada secara vertikal dan horizontal, ritme, tempo, dinamika, dan harmoni. Penggarapan tersebut akan penata susun secara sistematis, lewat pengembangan pola-pola yang akan menghasilkan rajutan ritme yang nantinya akan membentuk sebuah pola melodi.
1.5.3 Karya Galaxy 7 menggunakan media ungkap dari perpaduan antara Gamelan Salukat dan Instumen Barat .
1.5.4 Karya Galaxy 7 terbagi menjadi tiga bagian. Adapun rincian bagian dari karya ini adalah sebagai berikut:
a. Penggambaran bagian I merupakan luapan imajinasi penata mengenai
proses terbentuknya sebuah galaksi dari sebuah proses yang dikenal dengan sebutan Big Bang (benturan dahsyat). Jadi untuk merealisasikan imaji tersebut, pada bagian I komposisinya cenderung disusun menggunakan teknik Inversion dan teknik Repitisi dengan tempo yang cepat ditambah dengan adanya benturan-benturan dari
Sirkulasi Gong dan pengolahan arah nada secara vertikal-horizontal yang dihasilkan melalui pola ritme yang tersistem dari pembentuk angka 7.
b. Bagian II merupakan penggambaran tentang sistem galaksi yang
sudah memiliki anggota tetap yang mengitari sebuah inti secara teratur. Pada bagian ini penata banyak menghasilkan motif-motif dari teknik counterpoint (kontrapung), teknik Augmentation of Value (pembesaran nilai nada), dan teknik Diminuation of Value (pemerkecilan nilai nada). Eksplorasi bunyi dengan menggesek bilah dan mengolah resonator menggunakan kertas karton dari gamelan yang disajikan pada bagian ini, karena ingin menampilkan getaran frekwensi yang akan dipadukan dengan rajutan melodi menggunakan teknik counterpoint yang dihasilkan oleh Jegogan, Biola, Cello, Alto Saxophone, dan Hapi.
c. Bagian III merupakan penggambaran sistem galaksi yang sudah tidak
teratur. Dari ketidaktertauran sistem putaran pada masing-masing anggota galaksi tersebut, maka galaksi tersebut akan hancur, tentunya untuk menggambarkan suasana kehancuran, maka tempo dan dinamika yang harus diwujudkan setidaknya harus dengan intensitas yang cepat dan keras. Pada bagian III, teknik yang dominan digarap adalah dengan mengolah motif menggunakan teknik Retrograde teknik Sekuen. Penata berimajinasi tentang ketidakteraturan para anggota galaksi pada saat mengitari objek yang mengakibatkan
terjadinya benturan antar planet-planet yang diwakili oleh semua instrumen yang digunakan dalam karya ini.
1.5.5 Kostum atau tata busana dalam penyajian karya memegang peranan penting. Penguasaan teknik dan keterampilan tanpa disertai dengan penampilan yang serasi tidak dapat menghasilkan pertunjukan yang baik. Pemilihan kostum dalam karya ini diharapkan dapat mendukung karakter musik yang ditampilkan. Kostum yang penata gunakan adalah kostum yang mirip dengan kostum Astronot. Adapun kostum ini penata ciptakan sendiri dengan bantuan tiga orang teman. Kostum astronot ini terdiri dari Jas Hujan yang dilapisi dengan kertas aluminium foil dengan variasi-variasi sesuai dengan ide penata sendiri. Mulai dari baju, celana, sepatu, sampai helm, penata melapisi semua itu dengan kertas aluminium foil. Penggarapan kostum ini sangat mengingatkan penata ketika belajar di Sekolah Menengah Pertama, yaitu pada kelas Kerajinan dan Ketrampilan tangan. Sedangkan, kostum yang digunakan para musisi pendukung dalam karya Galaxy 7 ini adalah kombinasi antara Cat Fosfor dengan Cat Glitter warna-warni. Penataan kostum seperti itu diharapkan mampu membawa imajinasi para penonton terhadap sosok makhluk luar angkasa, yang biasa disebut Alien. Kedua kostum di atas diciptakan atas dasar ide-ide yang timbul di pikiran penata untuk menggambarkan kehidupan di luar angkasa. Tentunya kostum tersebut diharapkan mampu memberikan kesan pertama terhadap penonton ketika mengapresiasi karya Galaxy 7 ini.
1.5.6 Adapun musisi pendukung Karya Galaxy 7 adalah dari Gamelan Salukat, Mahasiswa Jurusan Sendratasik, Seni Musik Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar, dan siswa kelas tiga SMKN 3 Sukawati yang berjumlah 23 orang termasuk penata. Kemudian durasi karya ini kurang lebih selama 13 menit.
1.5.7 Penyajian garapan ini dari bagian I sampai II menggunakan Layar Berwarna Putih yang berisi sebuah animasi galaksi, dan pada bagian terakhir menggunakan layar berwarna hitam. Mengenai penataan Lighting, akan disesuaikan berdasarkan penggambaran dari setiap bagian agar bisa membantu menciptakan suasana dan terlihat lebih menarik secara visual. Pada bagian III penata juga menambah media tali yang digunakan untuk menarik penata ke atas ketika akhir dari karya ini.
BAB II KAJIAN SUMBER
Terwujudnya sebuah karya seni musik “Galaxy 7”, tidak terlepas dari sumber-sumber tertulis, rekaman video baik berupa kaset CD maupun rekaman audio dan narasumber-narasumber beserta internet. dijadikan sebagai bahan acuan atau sebagai sumber inspirasi dalam garapan ini
2.1 Sumber Pustaka
Big Bang Theory. Jonathan Keohane. 1997. NASA's Imagine the
Universe: Ask an astrophysicist. Buku ini menguraikan tentang proses pembentukan sebuah galaksi yang dikenal dengan Teori Big Bang.
Bintang & Planet. Carole Stott. Jakarta: Erlangga. 2007. Buku ini
menyebutkan bahwa planet Pluto telah keluar dari orbit Galaksi Bima Sakti.
Jendela Iptek - Ruang & Waktu. Mary dan John Gribbin. Jakarta : Balai
Pustaka. 2000. Buku ini memapaparkan tentang teori pembentukan suatu galaksi.
Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Dieter Mack. Bandung :
Arti. 2004. Buku ini merupakan sebuah kumpulan esai yang secara kritis menyoroti masalah musik kontemporer dan persoalan interkultural di Indonesia. Buku ini banyak memberikan gambaran kepada penata mengenai bentuk-bentuk musik kontemporer.
Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Suka Hardjana. Jakarta:
Ford Foundation dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. 2003. Buku ini banyak memberikan masukan-masukan kepada penata tentang masalah-masalah musik kontemporer dari dulu hingga kini.
Pendidikan Musik – Antara Harapan dan Realitas. Dieter Mack. Bandung
: Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. 2001. Buku ini banyak memberikan gambaran tentang perubahan perilaku manusia Indonesia pada era informasi ditinjau dari sudut budayanya.
Musik Antara Kritik dan Apresiasi. Suka Hardjana. Jakarta : Buku
Kompas. 2004. Buku ini banyak memberikan informasi khususnya tentang Musik Baru dan Hubungan antara Musik, Komponis, dan Pemainnya.
Esai dan Kritik Musik. Suka Hardjana. Yogyakarta : Galang Press
(Anggota IKAPI). 2004. Buku ini banyak memberikan masukan kepada penata tentang Fusion Music.
Virus Setan – Risalah Pemikiran Musik. Slamet Abdul Sjukur. Yogyakarta
: Art Music Today. 2012. Buku ini banyak memberikan mengenai pengalaman Mas Slamet ketika berkarya yang kemudian memberikan sebuah rangsangan terhadap penata untuk terus berkarya.
2.2 Sumber Discografi
Sumber audio maupun video sangat penting sebagai sarana memunculkan inspsirasi pada garapan. Demikian pula dalam garapan ini penata juga menggunakan beberapa rekaman berupa video untuk mendapatkan inspirasi yang dikembangkan. Adapun sumber discografi tersebut antara lain sebagai berikut:
Rekaman Audio Karya Steve Reich yang berjudul “Different Trains”. Dari karya ini, penata mendapat masukan tentang pembentukan struktur musikal dari instrumen String Kwartet.
Rekaman Audio karya Dewa Ketut Alit, dengan judul “Genetik”. Dari rekaman audio ini penata mendapat masukan mengenai cara – cara berkomposisi, khususnya cara membuat arah nada, irama dan membuat tingkatan bunyi.
Rekaman Video karya I Gede Yudana, dengan judul “Water One”. Dari rekaman video ini, penata mendapat masukan mengenai cara-cara membuat jalinan nada agar terdengar harmoni dan bagaimana cara menonjolkan karakteristik dari masing-masing instrumen dalam sebuah komposisi.
Film Gravity yang penulis simak pada situs Youtube memberikan gambaran tentang perjalanan Tim NASA USA dalam misi lintas Galaksi. Film ini banyak memberikan inspirasi tentang pembentukan dan sistem-sistem yang dimiliki sebuah galaksi.
2.3 Sumber Wawancara
Wawancara atau interview dilakukan pertama dengan Dewa Ketut Alit pada tanggal 16 April 2013 bertempat di Studio Gamelan Salukat di Pengosekan Ubud. Pada wawancara tersebut penata banyak mendapatkan teori-teori berkomposisi, khususnya komposisi musik yang sistematis. Selain tentang ilmu
berkomposisi, beliau juga memberikan informasi-informasi mengenai
perkembangan musik baru, baik di Barat maupun yang sedang berkembang di Indonesia. Penata merupakan salah satu anggota dari Gamelan Salukat milik Dewa Alit, jadi komunikasi antara penata dengan Dewa Alit sangat sering berlangsung. Beliau menjadi sumber acuan dalam proses pembentukan karya Galaxy 7 ini.
Wawancara kedua dilakukan lewat situs jejaring sosial Facebook pada tanggal 13 Juni 2013 dengan I Wayan Gede Yudane. Adapun topik pembahasan ketika itu adalah mengenai apa saja yang harus diperhatikan ketika menggarap sebuah karya yang menggunakan Gamelan dan Instrumen Barat. Kemudian Yudane memberikan saran kepada penata, agar tindakan pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengeskplorasi tuning system, key signature atau nada dasar dari kedua media tersebut, setelah itu baru kita menemukan harmony. Hanya saja baru sebatas menemukan sebuah Alternatif Harmony, karena butuh waktu yang sangat lama untuk mempelajari Western Harmony. Beliau merupakan salah satu panutan penata dalam hal berkomposisi yang menggunakan perpaduan antara Gamlean dan Instrumen Barat.
Wawancara ketiga dilakukan pada tanggal 21 Februari 2014 di kediaman Dr. I Wayan Sudirana, S.Sn., MA di Kamol House, Lingkungan Taman Kaja Ubud. Pada saat itu yang penata tanyakan lebih cenderung mengenai penulisan Skrip Karya Seni. Tetapi banyak juga diselingi beragam pertanyaan mengenai tata cara berkomposisi. Pertanyaan pertama yang diajukan kepada Sudirana adalah bagaimana sesungguhnya cara mempertanggungjawabkan sebuah gagasan yang dibawa kedalam sebuah tulisan ilmiah? Jawaban pertama dari Sudirana adalah Matangkan konsep terlebih dahulu, setelah itu baru kita bisa memperluas materi dengan memperhitungkan bagaimana latar belakang penataan karya tersebut, dari mana ide di dapat, bagaimana proses kreativitasnya dan materi lainnya. Apabila kita belum mematangkan konsep dengan sungguh-sungguh, maka kita akan sangat sulit mengembangkan karya tulis kita agar bisa menjadi sebuah pertanggung jawaban. Ketika itu sekali lagi Sudirana meyakinkan penata, apakah anda akan serius menggunakan konsep ini? Lantas dengan percaya diri, penata menjawab dengan tegas, bahwa penata sangat serius menggunakan konsep ini yang nantinya akan diajukan pada Ujian Tugas Akhir. Sudirana juga banyak memberikan buku-buku maupun artikel yang sesuai dengan konsep yang penata ajukan. Mengenai ilmu komposisi, Sudi menyarankan agar penata meningkatkan daya apresiasinya terhadap karya-karya yang menggunakan perpaduan antara Gamelan dan Instrumen Barat, cara tersebut sekiranya dapat lebih membuka daya imajinasi kita untuk bisa menciptakan sebuah karya yang berbeda dari biasanya, walaupun kita nantinya akan mereduksi karya-karya yang sudah ada sebelumnya, dan itu adalah tindakan yang sah dalam berkomposisi.
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Sebuah karya seni tidak langsung terlahir begitu saja tanpa adanya proses kreatif dari penata yang melibatkan seniman pendukungnya. Untuk menjalani proses ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan teliti agar karya ini dapat terwujud. Didalam proses kreativitas, seorang seniman memiliki kebebasan untuk menjalani proses dan menafsirkan hal-hal apa saja yang menjadi pengaruh dari dalam maupun luar dirinya, sehingga mampu menghadirkan sebuah ide. Kemudian mengumpulkan elemen-elemen yang dianggap bisa mendukung terwujudnya suatu karya seni, sesuai dengan ide dan terakhir mewujudkannya menjadi suatu karya seni yang utuh sesuai dengan ide tersebut. Untuk itu dipinjam konsep yang dipaparkan oleh Alma Hawkins dalam bukunya Creating
Through Dance (1964), bahwa penataan suatu karya seni itu ditempuh melalui
tiga tahapan yaitu, exploration, improvisasion dan forming. Ketiga tahap ini diterjemahkan oleh Soedarsono dalam bukunya Diktat Pengantar dan Pengetahuan Komposisi Tari (1990) menjadi tahap penjajagan, tahap percobaan dan tahap pembentukan. Ketiga tahapan tersebut penata aplikasikan dalam proses penggarapan karya musik Galaxy 7.
3.1 Penjajagan (Exploration)
Tahap penjajakan merupakan proses awal dari penataan sebuah karya seni. Pada tahapan ini hal pertama yang dilakukan adalah mencari inspirasi,
berkontemplasi dan berpikir untuk menemukan sebuah ide dan selanjutnya menyusun konsep yang digunakan untuk membingkai dan memberikan identitas terhadap garapan.
Pada proses perenungan pencarian ide dilakukan, hal pertama yang penata lakukan adalah mulai berpikir untuk menemukan sebuah ide. Dari pencarian tersebut akhirnya penata menemukan ide yang sangat menarik untuk diangkat dijadikan sebagai ide garapan yaitu mengenai ketertarikan penata terhadap Ilmu Astronomi dengan sering memandangi langit ketika malam hari. Dari hal tersebut penata langsung mengamati hal-hal apa saja yang terjadi dalam aktifitas tersebut. Sehingga memberikan sebuah inspirasi awal kepada penata yang kemudian dilanjutkan dengam melakukan penyesuaian terhadap alat yang dipergunakan sehingga dapat sesuai dengan keinginan penata dalam mewujudkan karya Galaxy 7. Dalam hal ini, penata sudah berhasil bereksplorasi mengenai teknik memainkan gamelan, yaitu dengan menggunakan dua panggul untuk memainkan Instrumen Jegogan, Calung, Gangsa, Kantilan, dan menggesek bilah-bilah gamelan untuk menghasilkan sebuah vibrasi (getaran) dari nada-nada yang telah diformulasikan, serta memukul Instrumen Riyong yang posisinya terbalik dengan menggunakan Stick Drum. Penemuan ide tersebut banyak tersinpirasi dari karya-karya yang penata gemari, di samping itu penata juga lebih intensif dalam mengamati dan mendengarkan musik perpaduan antara Gamelan Bali dengan Musik Barat, dan mencari literatur-literatur yang berkaitan dengan proses penggarapan musik perpaduan. Penata juga banyak meminta pendapat dari komponis yang sudah pernah menggarap musik perpaduan antara Gamelan Bali
dengan Musik Barat. Pengalaman dari beliau akan sangat membantu penata dalam pembentukan karya ini, karena pengalaman beliau setidaknya bisa menggambarkan apa saja yang harus diperhatikan ketika menggarap sebuah komposisi musik dari perpaduan Gamelan Bali dengan Musik Barat. Kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan para pendukung untuk menentukan hari baik guna melakukan Upacara ”Nuasen” yaitu dengan melakukan persembahyangan di Pura Gunung Sari, Peliatan dengan memohon kesalematan dan dalam proses penggarapan karya ini sampai pada hari pementasan diberikan kelancaran. Upacara Nuasen juga dilaksanakan untuk memohon restu dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar semua frase dari penggarapan ini bisa terlewati dengan baik. Setelah Upacara Nuasen tersebut, kami akan melaksanakan latihan perdana.
Tabel 3.1
Tahap Penjajagan (Eksplorasi)
Per Bulan November 2013 sampai Bulan Januari 2014 Periode Waktu
per minggu
Kegiatan/Usaha Yang Dilakukan
Hasil Yang didapat
Minggu II November 2013
- Pencarian ide dengan
mencari literatur tentang
Galaksi dan Musik
Perpaduan antara Gamelan Bali dengan Musik Barat.
- Mendapatkan sedikit bayangan terhadap karya yang akan di ciptakan.
Minggu III November 2013
- Penentuan Media Ungkap
dengan berkonsultasi
dengan Komponis yang
memiliki pengalaman
dalam penggarapan karya
musik dari perpaduan
Gamelan Bali dengan
Musik Barat.
- Bertemu dengan musisi
pendukung yang akan
memainkan Instrumen
Barat.
- Memilih Biola, Cello,
dan Alto Saxophone
sebagai media ungkap yang akan dipadukan
dengan Gamelan
Salukat. Karena menurut penata dan dari hasil
konsultasi, instrumen
tersebut sekiranya cocok untuk dipadukan sesuai ide yang ingin penata realisasikan.
- Mendapatkan kepastian dari musisi pendukung
untuk membantu
penggarapan karya ini.
Minggu IV November 2013
- Mencari bunyi-bunyi yang bisa dihasilkan dari media ungkap yang digunakan.
- Mencari literatur baik
berupa buku maupun audio yang terkait dengan musik perpaduan.
- Mengeksplorasi bunyi
yang dihasilkan dengan
menggunakan dua
panggul pada Jegogan, Calung, Gangsa, dan Kantilan.
- Mengeskplorasi bunyi
dengan menggesek bilah gamelan menggunakan penggesek rebab, dan memukul Riyong secara
terbalik menggunakan Stick Drum. Minggu I Desember 2013 - Mencari literatur ke perpustakaan, Gramedia,
dan maupun di internet.
- Mendapatkan buku yang
membahas tentang
proses pembentukan
sebuah galaksi. Minggu II
Desember 2013
- Proses memadukan kedua unsur dari media ungkap yang digunakan.
- Berhasilkan menemukan
nada dasar dari
Instrumen Barat ketika
dipadukan dengan
Gamelan Salukat. Minggu III
Desember 2013
- Fokus mencari karya-karya yang memadukan Gamelan Bali dengan Musik Barat, khususnya Biola, Cello,
- Tidak berhasil
menemukan sebuah
karya yang
Contrabass, dan Saxophone.
Instrumen Barat
tersebut, hanya saja
berhasil menemukan
sebuah karya yang
memadukan Gamelan
Bali dengan String
Kwartet.
Minggu IV Desember 2013
- Fokus mencari buku
tentang tata cara
berkomposisi.
- Berhasil meminjam
buku-buku tentang ilmu komposisi musik dari
salah seorang teman
alumni Pascasarjana ISI Surakarta.
Minggu I Januari 2014
- Fokus mencari
sumber-sumber yang membahas tentang Musik dan Galaksi di Internet.
- Berhasil menemukan
teori Big-Bang pada
situs www.wikipedia.com. Minggu II Januari 2014 - Menetapkan pendukung dengan mengadakan
pertemuan dengan anggota Sanggar Gamelan Salukat
sekaligus untuk
menentukan hari baik untuk Upacara Nuasen di Pura
Gunung Sari Peliatan, Ubud.
- Menjelaskan mengenai
konsep karya yang akan penata garap kepada musisi pendukung.
- Mendapatkan kepastian dari musisi pendukung untuk bisa membantu
proses penggarapan
karya ini sampai pada pementasan di Natya Mandala ISI Denpasar.
- Menetapkan jadwal
latihan selanjutnya. - Melaksanakan Upacara
Nuasen di Pura Gunung
Sari Peliatan dan
melaksanakan latihan
perdana setelah upacara tersebut.
3.2 Percobaan (Improvisasi)
Dalam setiap penyusunan suatu komposisi musik, terlebih komposisi yang terbilang baru, maka tahap kedua dalam proses penggarapan ini dilakukan suatu percobaan untuk mengetahui kemungkinan musikal yang bisa diterapkan, terutama mengenai pembentukan wujud estetis dari setiap elemen-elemen untuk
bisa diaplikasikan kedalam suatu karya. Pada tahap ini penata bereksperimen dengan dimulai dari menganalisa kemungkinan seberapa banyak warna suara yang bisa dihasilkan oleh media yang digunakan, serta melakukan penjelajahan nada-nada yang bisa dihasilkan oleh perpaduan antara Gamelan Salukat dan Instrumen Barat, sampai pada tahap pembuatan konsep lagu berupa notasi yang mempergunakan simbol-simbol tertentu dalam pencatatannya. Sehingga ketika mendapatkan satu inspirasi musikal, sesegera mungkin dicatat lewat sistem notasi untuk menghindari inspirasi yang hilang, karena dengan pencatatan notasi tersebut, maka akan mempermudah proses penuangan kepada para musisi pendukung. Percobaan-percobaan secara intensif mulai dilakukan dengan serius untuk merealisasikan ide-ide ke dalam bahasa musikal.
Dalam proses pengumpulan motif- motif yang telah dihasilkan melalui proses berkomposisi ketika merangkai notasi-notasi. Penata merangkai sebuah formulasi komposisi secara sistematis yang terinspirasi dari proses terbentuknya sebuah galaksi sampai galaksi tersebut hancur yang dikarenakan adanya ketidakteraturan sistem antara masing-masing anggota galaksi. Rangkuman ide tersebut akan ditransfer pada sebuah sistem pencatatan notasi balok khususnya pada penuangan komposisi dari kelompok Instrumen Barat, kemudian untuk penuangan komposisi kelompok gamelan, penata juga akan mencatat ke dalam sistem notasi balok dan notasi dengan menggunakan simbol Aksara Bali untuk menulis nada-nada pada gamelan ke dalam sistem notasi. Adapun pengetahuan dan teori mengenai menyusun notasi balok penata dapatkan pada semester tiga dalam kelas Teori Dasar Musik Barat, selain dari Mata kuliah tersebut penata juga
belajar secara otodidak (mandiri) di rumah, dengan mencari sumber-sumber dari buku-buku, internet, dan video di Situs Youtube mengenai teori komposisi Musik Barat dan tata cara penulisan notasi balok.
Dalam pencatatan sistem notasi, penata menciptakan sebuah formulasi komposisi yang tersistem, adapun formulasi komposisi yang dibentuk adalah dengan merangkai sistem angka dari ritme yang dihasilkan dari setiap insrumen tersebut dengan menggunakan sistem pembentuk angka tujuh (7), semisal Instrumen Gangsa 1 memainkan pola ritme yang bernilai 3½ 3½ - 4 2 1 – 5 2 – 3 3 1, dari keempat pola angka tersebut bisa terlihat bagaimana pola sistem angka tersebut akan membentuk angka tujuh (7). Penggarapan ini merupakan gambaran dari konsep yang penata hadirkan dengan menyesuasikan judul Galaxy 7 yang identik dengan penggarapan angka tujuh (7). Penata merumuskan pola-pola ritme yang menghasilkan sistem pembentukan angka tujuh dari masing-masing instrumen, tentu nilai dari masing-masing instrumennya berbeda, akan tetapi ketika dipadukan dengan memainkan pola secara serentak maka akan terjadi sebuah benturan yang kedengarannya seperti sebuah harmoni dan melodi, padahal pola ini sama sekali tidak merangkai sebuah melodi. Maka dari itu, formulasi sistem angka ini sangat menarik untuk disusun, dan sangat cocok untuk menggambarkan sebuah sistem galaksi yang begitu kompleks. Masing-masing instrumen tersebut penata ibaratkan sebagai sebuah planet-planet dari sebuah galaksi yang tentunya memiliki sifat, karakteristik, warna yang berbeda-beda. Pada tahap improvisasi ini penata juga mengeksplor bunyi yang dihasilkan Gamelan Salukat secara inkonvensional, yaitu dengan cara menggesek bilah-bilah
gamelan menggunakan penggesek Rebab dan memukul Riyong secara terbalik menggunakan Stick Drum. Karya ini juga menggunakan media ungkap Instrumen Kendang, antara lain Kendang Bebarongan, Kendang Palegongan
Lanang-Wadon, dan Kendang Gupekan Lanang-Wadon.
Mengenai penggarapan pola kendang, penata akan memaksimalkan tingkat kemahiran dari seorang pemain kendang dengan merangkai kalimat lagu (pupuh) dengan susunan yang juga memiliki sistem formulasinya. Penata juga memberikan ruang improvisasi dalam sebuah kalimat lagu kepada musisi kendang, karena berdasarkan pengamatan penata terhadap karya-karya baru yang menggunakan kendang, jarang yang menggarap pola-pola kendang dengan cara memberikan ruang bagi pemain kendang untuk berimprovisasi, penata memberikan perbandingan terhadap karya-karya baru, bukan untuk karya-karya tradisi yang memang memberikan ruang improvisasi dalam komposisinya seperti Kendang Tunggal Bebarongan, Kendang Palegongan, dan Gupekan. Jadi, pada dasarnya dalam karya ini, penata menciptakan sebuah inovasi baru dengan menggunakan tiga jenis kendang yang karakternya berbeda satu sama lainnya dengan memberikan ruang improvisasi kepada pemainnya.
Dalam karya ini, penata memainkan Instrumen Kendang dalam Karya ini, jadi ilmu-ilmu yang penata dapatkan selama ini mengenai permainan Kendang akan penata garap secara berbeda dari pola-pola permainan kendang biasanya. Insprirasi yang diperoleh untuk menghasilkan pola-pola baru berasal dari mendengar rekaman yang terkait dengan kebutuhan karya Galaxy 7 ini seperti, Audio CD Water One, Water Seven, dan Genetik. Dari beberapa contoh karya
tersebut, penata banyak mendapatkan ilmu komposisi tentang tata cara mengkomposisi pola-pola kendang secara terstruktur sesuai dengan nilai dari setiap kalimat komposisi. Karya tersebut sangat memberikan motivasi kepada penata untuk meningkatkan intensitas berkomposisi mengenai penggarapan pola-pola kendang yang sistematis. Penata mendapatkan pola-pola-pola-pola baru yang kemudian dicatat dalam notasi agar pola-pola baru tersebut tidak hilang begitu saja, dan bisa dipelajari kembali untuk pengembangan pola-pola selanjutnya, serta sangat penting untuk dokumentasi.
Setelah imajinasi yang terkumpul ditransfer ke dalam sistem pencatatan notasi, baik berupa notasi balok maupun notasi Aksara Bali, penata juga menjelaskan konsep dengan memapaparkan maksud dari rancang garap karya musik yang akan dibentuk secara umum, dan realisasi ide perbagian secara mendetil, hal itu dilakukan agar nanti mereka para musisi pendukung bisa memainkan komposisi di setiap bagian secara maksimalkan, karena mereka sudah mengetahui apa yang ingin digambarkan dalam karya musik ini. Mulai dari penuangan bagian pertama hingga bagian kedua, sudah dapat terwujud dalam empat kali pertemuan latihan secara sektoral, akan tetapi hal tersebut terwujud baru sebatas badan kasarnya saja, karena dibutuhkan waktu yang panjang untuk pengendapan mood (rasa) komposisi ini secara mendalam. Adapun motif- motif yang telah dituangkan selanjutnya dikomposisikan dengan menggunakan teknik-teknik dalam memainkan Gamelan Bali maupun permainan Instrumen Barat seperti rajutan ritme yang tersistem dengan membentuk angka tujuh, teknik
pokok, teknik counterpoint (kontrapung), teknik retrograde (pencerminan), teknik Repetisi (pengulangan), teknik sekuen (pengulangan pada tingkat lain), teknik Augmentation of Value (pembesaran nilai nada), teknik Diminuation of
Value (pemerkecilan nilai nada), dan teknik Inversion (pembalikan). Apabila
motif-motif yang sudah digarap dengan teknik-teknik di atas tersebut dirasa tidak sesuai dengan penggambaran yang ingin disampaikan, maka penata akan memperbaiki motif-motif tersebut dengan mengurangi atauapun menambahkan motif baru.
Penggambaran bagian I merupakan luapan imajinasi penata mengenai proses terbentuknya sebuah galaksi dari sebuah proses yang dikenal dengan sebutan Big Bang (benturan dahsyat). Jadi untuk merealisasiskan imaji tersebut, pada bagian I komposisinya cenderung disusun menggunakan teknik Inversion dan teknik Repitisi dengan tempo yang cepat ditambah dengan adanya benturan-benturan dari Sirkulasi Gong dan pengolahan arah nada secara vertikal-horizontal yang dihasilkan melalui pola ritme yang tersistem dari pembentuk angka 7. Bagian II merupakan penggambaran tentang sistem galaksi yang sudah memiliki anggota tetap yang mengitari sebuah inti secara teratur. Pada bagian ini penata banyak menghasilkan motif-motif dari teknik counterpoint (kontrapung), teknik
Augmentation of Value (pembesaran nilai nada), dan teknik Diminuation of Value
(pemerkecilan nilai nada). Eksplorasi bunyi dengan menggesek bilah dan mengolah resonator menggunakan kertas karton dari gamelan yang disajikan pada bagian ini, karena ingin menampilkan getaran frekwensi yang akan dipadukan dengan rajutan melodi menggunakan teknik counterpoint yang dihasilkan oleh
Biola, Cello, dan Saxophone. Kemudian dilanjutkan dengan Bagian III, adapun pada bagian ini merupakan penggambaran sistem galaksi yang sudah tidak teratur. Dari ketidaktertauran sistem putaran pada masing-masing anggota galaksi tersebut, maka galaksi tersebut akan hancur. Bagian ini merupakan klimaks dari karya Galaxy 7, tentunya untuk menggambarkan suasana kehancuran, maka tempo dan dinamika yang harus diwujudkan setidaknya harus dengan intensitas yang cepat. Pada bagian III, teknik yang dominan digarap adalah dengan mengolah motif menggunakan teknik Retrograde dan teknik Sekuen. Tiga bagian tersebut merupakan gambaran ide pokok yang akan penata improvisasi sesuai dengan apa yang sudah di eksplorasi sebelumnya, tidak menutup kemungkinan kalau ide tersebut bisa diwujudkan secara berbeda dari tiap bagian, bisa saja terdapat penambahan maupun pengurangan motif-motif, penggunaan teknik-teknik, dan pengolahan elemen-elemen musikal dari tiap bagiannya.
Tabel 3.2
Tahap Percobaan (Improvisasi)
Per Bulan Januari 2014 sampai Bulan Februari 2014 Periode Waktu
per minggu
Kegiatan/Usaha yang dilakukan
Hasil yang didapat
Minggu III
Januari 2014
- Bimbingan dan
berkonsultasi masalah karya dengan kedua dosen pembimbing.
- Mendapat masukan-masukan
dalam menyusun sebuah
komposisi dari perpaduan
Gamelan dan Instrumen
Minggu IV Januari 2014 - Melakukan tahap berkomposisi dengan mentransfer ide kedalam sebuah
sistem notasi balok
pada aplikasi
Sibelius.
- Mendapatkan hasil dan
langsung diberikan kepada para musisi pendukung dalam bentuk midi. Minggu IV Maret 2013 - Melakukan penggabungan antara nada-nada yang dihasilkan dengan cara menggesek bilah-bilah dengan
penggesek rebab dan riyong yang dipukul terbalik.
- Mendapatkan ide untuk
menyusun komposisi
menggunakan teknik
menggesek bilah dan
memukul riyong secara
terbalik menggunakan Stick Drum.
Minggu I
Februari 2014
- Mencoba memainkan pola-pola dari hasil yang sudah ditulis pada sebuah sistem notasi balok.
- Mendapatkan rancang
bangun dari setiap bagian yang ingin di formulasikan.
Minggu II - Mencoba sendiri
memainkan pola
- Mendapatkan rancang
Februari 2014 komposisi dengan menggunakan teknik-teknik yang sudah di eksplorasi
sebelumnya.
hasil percobaan memainkan dengan teknik-teknik yang sudah di eksplorasi.
3.3 Pembentukan (Forming)
Setelah beberapa motif kalimat lagu terwujud, dimulailah merangkai dan menghubungkan motif untuk selanjutnya dibentuk menjadi suatu keutuhan
komposisi. Tahapan ini menjadi sangat penting dalam memilih,
mempertimbangkan, membedakan dan memadukan ritme-ritme tertentu agar menjadi keterpaduan yang utuh. Pada tahap ini dimulai memilih, menghubungkan satu motif dengan motif lainnya, terutama mengenai pembentukan sistem arah nada yang bisa dihasilkan secara vertikal dan horizontal, warna suara, tempo, dan ritme. Dalam merangkai motif-motif ini tidak menutup kemungkinan ada beberapa pengulangan kalimat lagu dengan media yang berbeda atau diubah bahkan dihilangkan jika porsi kalimat-kalimat lagu yang tersusun tersebut tidak sesuai dengan ide yang ingin di sampaikan.
Setelah percobaaan-percobaan yang menghasilkan motif- motif dan kalimat-kalimat lagu, maka pada tahap forming atau pembentukan ini semua disusun sesuai dengan kebutuhan garap musikal karya ini. Tahapan pembentukan ini merupakan tahapan yang tingkat kesulitannya paling tinggi diantara tahapan
sebelumnya, karena dari bagian per bagian ketika proses penggabungan pasti ada diantara kalimat lagu yang terdengar tidak nyambung, maka dari itu pada tahap ini penata akan meningkatkan intensitas konsentrasi yang lebih untuk bisa menghasilkan satu kesatuan komposisi yang utuh dari bagian I sampai bagian III.
Setelah semua bagian sudah tersusun dengan utuh, proses selanjutnya adalah tahap memberikan soul (jiwa) dari karya ini. Penjiwaan dari para musisi akan berdampak ketika penyajian karya ini, karena apabila tanpa penjiwaan, maka suatu karya musik itu akan terlihat biasa-biasa saja, lain halnya ketika ada suatu karya musik yang disajikan dengan penjiwaan yang begitu dalam, maka karya tersebut akan terlihat sangat hidup. Penata sangat sadar apabila nantinya para penonton tidak semuanya akan bisa menikmati karya ini, karena karya ini memang dibutuhkan daya apresiasi esetetis musikal yang bisa dikatakan sangat rumit dan sistematis. Jadi, para musisi pendukung harus bisa membawakan karya ini secara fokus dengan penjiwaan yang sangat dalam.
Karya musik Galaxy 7 tidak hanya menampilkan unsur audio, melainkan juga memperhatikan unsur visual. Dengan penataan tata cahaya, penambahan media proyektor yang akan menampilkan back ground yang berisikan sebuah
slide film tentang Galaksi. Dari unsur audio, pemilihan dan penempatan mic juga
sangat berpengaruh. Apabila kita salah memilih ataupun menempatkan mic tersebut, maka bunyi yang dihasilkan tidak sesuai dengan harapan. Satu hal penting lainnya adalah pengaturan keseimbangan suara yang diperantarakan dari
Tabel 3.3 Tahap Pembentukan
Per Bulan Februari 2014 sampai Bulan Mei Periode Waktu Kegiatan Yang
Dilakukan
Hasil
Minggu III Februari 2014
- Menggabungkan semua motif musikal dari Gamelan Salukat dan Instrumen Barat. - Menggabungkan motif
musikal dari
keseluruhan instrumen yang menjadi media ungkap dalam karya karawitan inovatif ini. - Pemantapan latihan
sesuai dengan bagian yang telah terstruktur secara pasti.
- Motif dapat digabung dan mulai harmonis walau masih dalam bentuk kasar.
- Dari penggabungan instrumen pokok yang berjalan lancar, pada penggabungan keseluruhan menjadi lebih ringan dan ekspresif.
- Para pemain mulai menguasai komposisi pada setiap bagian. Minggu IV Februari 2014 - Mencari dinamika, intonasi, kesetaraan dan keseriusan timbre dari masing-masing instrument yang digunakan. - Mencara nafas
gending dan
penjiwaan dari setiap suasana.
- Melakukan perekaman
- Dinamika dari komposisi masing-masing bagian sudah dapat dikuasai dengan presentase 75%.
- Nafas gending dapat dicapai sekitar 70 %, dan penjiwaan masih kurang.