• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR MELALUI LEARNING ORGANIZATION PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KAPASITAS APARATUR MELALUI LEARNING ORGANIZATION PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

IMPROVING CAPACITY OF EMPLOYEE OWNED LOCAL

GOVERNMENT THROUGH LEARNING ORGANIZATION AT THE

STAFFING BOARD OF SIDENRENG RAPPANG REGENCY

Herwin, Rakhmat, Badu Ahmad

Administrasi Pembangunan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin

Alamat Koresponden :

Herwin

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Administrasi Pembangunan Pascasarjana UNHAS Universitas Hasanuddin

Makassar, 90245 HP: 08114217787

(2)

Abstrak

Kapasitas aparatur masih menjadi salah satu persoalan mendasar di berbagai organisasi terutama organisasi publik yang non profit oriented, atas dasar itu mendorong Peter Senge (1990) mengajukan teori learning organization dengan kelima disiplin yang dikemukakan yaitu : Pertama, Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Kedua, Model Mental (Mental Model), Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision), Keempat, Pembelajaran Tim (Team Learning) dan Kelima, Pemikiran Sistem (System Thinking, kelima disiplin learning organization tersebut sangat berguna dalam meningkatkan kapasitas aparatur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kuatitatif. Sampel 40 orang aparat yang diambil secara proportional sampling. Unit analisis adalah peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization. Data dikumpulkan melalui observasi, kuisioner, wawancara (in depth interview), dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kapasitas aparatur melalui Learning Organization di BKD Kabupaten Sidrap tidak optimal. Rata-rata peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization masih rendah. Peningkatan yang lebih baik adalah pembelajaran tim (Team Learning), yang kurang adalah keahlian pribadi (Personal Mastery) dan model mental (Mental Model), dan yang paling kurang adalah pemikiran sistem (System Thinking) dan Visi Bersama (Shared Vision).

Kata kunci: Keahlian pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran tim, pemikiran system.

Abstract

The capacity of civil servant or apparatur are still be a primarly problem in the many organization especially non profit oriented organization of public. Based on the reality, so Peter Senge (1990) proposed learning organization theory that have five disciplines: First, Personal Mastery, Second, Mental Model, Third, Shared Vision, Fourth, Team Learning) and Fifth System Thinking. The all discipline of learning organization have most play role to improving capacity of civil servant or apparatur. This research aimed at analyzed to the application of the fifth discipline of learning organization to improving capacity of civil servant or apparatur in the Local Staffing Board (BKD) of Sidenreng Rappang Regency. Proportional sampling used to taken 40 people as respondent. The improving capacity of civil servant or apparatur by learning organization as to analyzes unit. A qualitative descriptive used as design of this study. An observation, questionary, in depth interview, and documentation are used to collecting data. A qualitative using to analyzes it. The result of this research indicated that not be optimum improving capacity of civil servant or apparatur yet by learning organization at the Local Staffing Board (BKD) of Sidenreng Rappang Regency. Fifth discipline of learning organization are lower performance. The better are team learning, but most less are personal mastery, mental model, system thinking and shared vision.

(3)

PENDAHULUAN

Learning organization semakin memainkan peran urgen, vital dan strategis dalam meningkatkan kapasitas aparatur dan organisasi pemerintahana. Hubungan ini diperjelas oleh Schwandt (Carrell et al., 2005), yang menyatakan bahwa, learning organization sebagai : “system of action, actors, symbols, and processes that enables an organization to transform information into valued knowledge, which in turn increase its long-run adaptive capacity”. Hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh Dale dan Kim, Daniel K (2003) bahwa, konsep learning organization sebagai kemampuan suatu organisasi untuk terus menerus melakukan proses pembelajaran (self leraning) sehingga organisasi tersebut memiliki ‘kecepatan berpikir dan bertindak’ dalam merespon beragam perubahan yang muncul.

Mengingat Learning organization fokus sentralnya adalah individu dan organisasi, maka Senge (1990) mengemukakan lima hal inti dalam pembentukan organisasi pembelajar, yang disebut disiplin learning organization, yaitu : Pertama, Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Kedua, Model Mental (Mental Model), Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision), Keempat, Pembelajaran Tim (Team Learning) dan Kelima, Pemikiran Sistem (System Thinking). Keahlian pribadi menempatkan individu aparatur sebagai subyek pembelajar yang dituntut komitmen, konsistensi, kemampuan berperan dan motivasi diri untuk belajar mengembangkan pengetahuan, skill atau keterampilan/ keahlian, pengalaman, kemampuan kerja, inovasi, produktivitas, tata nilai/ budaya kerja, sikap dan perilakunya yang progresif. Menurut O’Brien (2006), orang yang memiliki tingkat personal mastery yang tinggi akan memiliki komitmen yang tinggi, lebih memiliki inisiatif, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan luas terhadap pekerjannya, serta belajar dengan lebih cepat.

Marquadt (1994) mengungkapkan bahwa model Mental memosisikan individu aparatur sebagai subyek pembelajar yang dituntut memiliki kemampuan berfikir / mindset kritis - inovatif dan mengambil keputusan – tindakan dalam mengatasi suatu masalah di lingkungan kerja dan organisasinya, berkoordinasi dan bekerjasama dengan sesama rekan kerja atau pimpinan/bawahan untuk mendiskusikan suatu permasalahan dan pemecahannya secara terbuka. Jadi, aparatur dituntut untuk memainkan model peran yang lebih luas dalam organisasinya agar terbangun sistem kerja yang baik dan produktif, inovatif, menemukan dan membuat suatu solusi atas suatu permasalahan.

Visi Bersama (Shared Vision) menempatkan organisasi dan keseluruhan aparatur dalam organisasi itu untuk membangun komitmen bersama dalam mencapai tujuan, visi dan misi yang sudah ditetapkan. Selain itu, melibatkan setiap aparatur berpartisipasi dan mengambil peran secara konsisten dalam mewujudkan tujuan bersama. Sesuai dengan

(4)

Notowidigdo (2004), mengatakan visi mempunyai harga/makna sesuai dengan usaha yang diberikan dan mampu memberikan inspirasi, di mana karyawan merasa tergerak untuk bertindak dan berusaha mencapainya tujuan bersama. Flodd, Louis Rebert (2003), pembelajaran Tim (Team Learning) adalah menempatkan organisasi dan keseluruhan aparatur dalam unit kerja organisasi itu untuk saling berkomunikasi – berdiskusi mengemukakan gagasan atau ide pemikiran - berkoordinasi – bekerjasama dengan menggunakan skill masing-masing untuk menghasilkan suatu kesamaan berfikir dan keselarasan tindakan secara kolektif.

Berpikir sistem (Systems Thinking) menempatkan organisasi dan keseluruhan aparatur dalam unit kerja organisasi itu untuk memandang eksistensinya sebagai satu kesatuan unsur organisasi yang mengakui dan menghargai peran dan kontribusi masing-masing sehingga tidak ada aparatur yang tereksploitasi – termarginalkan, tidak ada aparatur yang merasa paling berjasa dari yang lainnya. Dengan cara pandang ini maka bilamana ada seorang atau lebih aparatur yang menghadapi kendala atau masalah dalam bidang tugasnya, maka aparatur lain akan segera memberikan bantuan mengatasi kendala atau masalah yang dihadapi. Dengan demikian, berpikir sistem dapat dijadikan sebagai tonggak konseptual yang mendasari semua pilar disiplin pembelajaran (Hainess, 2008).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang?.Penelitian ini bertujuan untuk : menganalisis keahlian pribadi (Personal mastery), model mental (Mental model), visi bersama (Shared vision), pembelajaran tim (Team learning) dan pemikiran sistem (System thinking) aparatur dalam peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang.

METODE PENELITIAN

Tipe dan Desain Penelitian

Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, untuk menggambarkan temuan penelitian secara utuh dengan menggunakan dasar-dasar teori yang ada. Desain penelitian ini adalah studi kasus, yakni mengkaji peningkatan kapasitas aparatur pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap melalui lima disiplin learning organization yaitu : Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Model Mental (Mental Model), Visi Bersama (Shared Vision), Pembelajaran Tim (Team Learning) dan Pemikiran Sistem (System Thinking).

(5)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yakni Juli – September 2012 di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa, Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap sebagai garda terdepan dalam pengembangan kualitas SDM aparatur di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidrap dan kapasitas aparatur di instansi tersebut masih kurang menggembirakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Sumber data adalah data primer (diperoleh langsung di lapangan setelah melakukan wawancara langsung dan mendalam dengan sejumlah informan/ narasumber, antara lain : pegawai/aparatur, pejabat) dan data sekunder (diperoleh dari sumber-sumber yang ada atau instansi terkait, dokumen, dan data lainnya yang relevan dengan kebutuhan data dalam penelitian ini). Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur yang ada di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap, yang berjumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah saturated sampling (Sugiyono, 2009), yakni pengambilan sampel secara jenuh atau sensus, artinya jumlah sampel sama dengan jumlah populasi. Atas dasar sehingga besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang aparatur sebagai responden.

Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah lima model disiplin learning organization yaitu : Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Model Mental (Mental Model), Visi Bersama (Shared Vision), Pembelajaran Tim (Team Learning), dan Pemikiran Sistem (System Thinking).

Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: Observasi, yaitu melalui pengamatan langsung di lapangan atau obyek yang diteliti atas kondisi ril yang terjadi; Kuisioner, yaitu melalui penyebaran daftar isian pertanyaan kepada responden; Interview, yaitu melalui wawancara langsung, berstruktur dan mendalam dengan informan atau narasumber; Dokumentasi, yaitu melalui kajian literatur/ kepustakaan,

(6)

dokumen peraturan perundang-undangan, dan sumber tertulis lainnya yang ada kaitannya dengan kebutuhan data dan informasi dalam penelitian ini.

Analisis Data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data yang terkumpul, baik data kuantitatif dan kualitatif maupun data primer dan sekunder, diolah dan kemudian dianalisis berdasarkan pendekatan analisis kualitatif. Untuk menjawab rumusan masalah penelitian, dipergunakan analisis deskriptif kualitatif dengan metode skala Likert. Dalam analisis deskriptif kualitatif tersebut, mula-mula data ditabulasi dan dibuat dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik, kemudian dihitung persentasenya dan dikategorisasikan.

Penentuan kategorisasi dan rating score untuk menganalisis penerapan lima model disiplin learning organization yaitu : Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Model Mental (Mental Model), Visi Bersama (Shared Vision), Pembelajaran Tim (Team Learning), dan Pemikiran Sistem (System Thinking) dalam meningkatkan kapasitas aparatur pada BKD Kabupaten Sidrap, dipergunakan rating scale Likert (Kerlinger, 1999).

HASIL PENELITIAN

Keahlian Pribadi

Rata-rata 20,0% responden menyatakan baik, 32,5% responden menyatakan cukup, serta 47,5% responden menyatakan kurang, sehingga keahlian pribadi (Personal Mastery) aparatur pada BKD Kabupaten Sidrap dikategorikan tidak optimal. Keahlian pribadi aparatur yang agak lebih baik adalah komitmen terhadap pekerjaan, inisiatif dalam melaksanakan pekerjaan, termasuk sikap terhadap potensi kemampuan diri, sikap empati, dan pengendalian diri. Keahlian pribadi aparatur yang masih sangat kurang adalah kepuasan terhadap pekerjaan dan organisasi, inisiatif melaksanakan pekerjaan, termasuk sikap terhadap potensi kemampuan diri, empati, dan pengendalian diri, pengakuan atas peran dan kontribusi, termasuk sikap menghadapi tantangan, dan keselarasan kebutuhan pribadi dengan organisasi.

Permasalahannya bahwa, banyak aparatur yang masih perlu terus menerus belajar untuk menemukan konsep dirinya yang bermakna. Problema serupa juga terjadi dalam hal visi pribadi, yang masih hanya sebagian kecil aparatur yang memiliki visi pribadi dan memahaminya dengan baik. Tidak sedikit aparatur yang menganggap kurang penting atau mengabaikan refleksi diri, dan ha itu juga berarti mengabaikan proses komunikasi - dialog dengan dirinya sendiri. Hal itu berimplikasi pada kesulitan aparatur menemukan konsep diri dan visi pribadinya, yang selanjutnya juga berimplikasi pada ketidakmampuan aparatur mengelola potensi diri dan bawa sadarnya.

(7)

Kurangnya peran individu aparatur melakukan evaluasi terhadap keselarasan kebutuhan pribadinya dengan kebutuhan organisasi, menyebabkan terjadinya kesenjangan (gap) antara kebutuhan aparatur dengan unit kerja instansinya. Kesenjangan (gap) terjadi karena, pada satu sisi individu aparatur cenderung memandang organisasi hanya sekedar wadah untuk bekerja, melaksanakan tugas-tugas pekerjaan rutin kemudian setiap bulan menerima pendapatan gaji. Artinya, aparatur cenderung berpandangan bahwa yang harus dipenuhi kebutuhannya hanyalah kebutuhan pribadinya, bukan organisasi. Organisasilah yang harus memenuhi kebutuhan pribadi aparatur.

Model Mental

Rata-rata 20,0% responden menyatakan baik dan 80,0% responden menyatakan cukup dan kurang. Hal ini berarti bahwa, model Mental Model aparatur pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap dapat dikategorikan tidak optimal. Model mental aparatur yang agak lebih baik adalah sikap mental dalam beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan, dan peran dalam memecahkan masalah dan konfik. Model mental aparatur yang masih sangat kurang adalah penegakan nilai dan sikap kritis – courisitas.

Model mental aparatur belum sepenuhnya menggembirakan dalam mendukung peningkatan kapasitasnya. Walaupun aparatur memiliki sikap mental dalam beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan, interaksi dan komunikasi namun penegakan nilai dan sikap kritis – courisitas belum menjadi perhatian utama. Demikian halnya peran aparatur dalam memecahkan masalah dan konfik kepentingan masih memerlukan peningkatan kapasitas. Aparatur masih cenderung tersandera oleh sikap dan pemikiran statusquo yang belum menganggap penting mengedepankan kapaitas pola pikir progresif dalam segenap pelaksanaan tugas pekerjaan dan fungsinya serta persaingan yang sehat.

Secara keseluruhan dari uraian tersebut dapar disimpulkan bahwa, keahlian pribadi (Personal mastery) aparatur di BKD Kabupaten Sidenreng Rappang belum optimal, yang mempengaruhi atau belum dapat diharapkan adanya peningkatan kapasitas aparatur secara optimal pula. Kapasitas aparatur masih sulit diharapkan meningkat jika kebutuhan aparatur belum terpenuhi secara memuaskan atau belum tercipta keseimbangan/ keselarasan kebutuhan aparatur dan instansinya, sikapnya masih pasif dalam mengambil keputusan serta tidak memiliki sikap keberanian mengambil risiko dan tanggung jawab, belum memahami sepenuhnya potensi dirinya, masih mengabaikan sikap empati dan pengendalian diri, belum maksimalnya pengakuan atas peran dan kontribusi setiap individu aparatur. Visi pribadi, konsep diri, refleksi diri dan kesadaran atas keahlian/ keterampilan diharapkan dapat semakin

(8)

tumbuh dan meningkatkan keahlian pribadi aparatur, yang selanjutnya dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam peningkatan kapasitasnya.

Visi Bersama

Rata-rata 15,0% responden menyatakan baik dan 85,0% responden menyatakan cukup dan kurang. Hal ini berarti bahwa, visi bersama pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap dapat dikategorikan tidak optimal. Visi bersama yang agak lebih baik adalah peranan pimpinan dalam mengawal perwujudan visi organisasi, dan pola kemitraan dalam bekerja untuk mencapai visi. Visi bersama yang masih sangat kurang adalah peranan/pengaruh visi dalam motivasi kerja dan prestasi, dan pemahaman tentang visi organisasi.

Visi Bersama di BKD Kabupaten Sidrap belum sepenuhnya mendukung peningkatan kapasitas aparatur. Hal ini terutama disebabkan masing-masing aparatur masih cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadinya, dan visi instansi belum sepenuhnya dijadikan pedoman atau belum berperan/berpengaruh dalam meningkatkan motivasi kerja dan prestasi, dan pemahaman tentang visi organisasi, malahan masih cenderung konflik kepentingan dalam visi bersama.

Pembelajaran Tim

Rata-rata 25,0% responden menyatakan baik dan 75,0% responden menyatakan cukup dan kurang. Hal ini berarti bahwa, pembelajaran tim pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap dapat dikategorikan tidak optimal. Pembelajaran Tim yang agak lebih baik adalah semangat kerja tim dan kekompakan dalam bekerja tim, dan keterlibatan aktif dan kesenangan kerja tim. Pembelajaran Tim yang masih sangat kurang adalah kesadaran atas pentingnya kerja tim, dan loyalitas pada konsensus tim. Sedangkan yang tergolong sedang adalah sikap saling kepercayaan dan keterbukaan, dan peran pimpinan dalam pembelajaran tim.

Pemikiran Sistem

Rata-rata 25,0% responden menyatakan baik dan 75,0% responden menyatakan cukup dan kurang. Hal ini berarti bahwa, pembelajaran tim pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidrap dapat dikategorikan tidak optimal. Pemikiran sistem yang agak lebih baik adalah keterlibatan dalam kegiatan dan kemampuan tindakan, dan sikap terhadap kebijakan pimpinan dan perannya. Pemikiran sistem yang masih sangat kurang adalah paradigma berfikir dan kemampuan menganalisis terintegratif dan komprehensif. Sedangkan yang tergolong kurang adalah sikap sikap dalam memosisikan diri dan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh organisasi, sikap terhadap intervensi politik dan perubahan struktur jabatan, dan pandangan terhadap kekuatan dan kelemahan organisasi.

(9)

Secara keseluruhan, rata-rata 20,0% responden menyatakan baik, dan 80,0% menyatakan cukup dan kurang. Hal ini berarti bahwa, peningkatan kapasitas aparatur melalui kelima disiplin Learning Organization yakni Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Model Mental (Mental Model), Visi Bersama (Shared Vision), Pembelajaran Tim (Team Learning) dan Pemikiran Sistem (System Thinking). di BKD Kabupaten Sidrap adalah tidak optimal.

Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa, pemikiran sistem di BKD Kabupaten Sidrap rata-rata masih kurang, terutama keterlibatan dalam kegiatan dan kemampuan tindakan, sikap terhadap kebijakan pimpinan dan perannya, paradigma berfikir dan kemampuan menganalisis terintegratif dan komprehensif, sikap dalam memosisikan diri dan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh organisasi, sikap terhadap intervensi politik dan perubahan struktur jabatan, dan pandangan terhadap kekuatan dan kelemahan organisasi.

Secara keseluruhan dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, aparatur di BKD Kabupaten Sidrap belum sepenuhnya didukung pemikiran sistem yang optimal, terutama kurangnya paradigma berfikir dan kemampuan menganalisis terintegratif dan komprehensif, belum sepenuhnya didukung sikap dan prinsip dalam memosisikan diri terhadap permasalahan yang dihadapi oleh organisasi, kurang jelas sikapnya terhadap intervensi politik dan perubahan struktur jabatan, dan serta belum sepenuhnya mampu memahami kekuatan dan kelemahan organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, BKD Kabupaten Sidrap belum sepenuhnya menjadi organisasi pembelajar terutama dalam hal pembelajaran tim, sehingga mempengaruhi peningkatan kapasitas aparatur dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan secara tim. Di kalangan aparatur belum sepenuhnya mampu menjalin kebersamaan dan menjadi kerja tim sebagai pembangkit semangat kerja dan menikmati pekerjaan melalui kerjasama tim. Selain itu, kesadaran atas pentingnya kerja tim dan loyalitas pada konsensus tim masih relatif kurang. Demikian halnya bahwa peran pimpinan dalam pembelajaran tim masih kurang dan masih ada konflik kepentingan dan sikap saling curiga/ kurang saling percaya dan keterbukaan satu sama lain menyebabkan kerja tim belum menjadi dapat menjadi sarana peningkatan kapasitas aparatur, dan peran pimpinan dalam pembelajaran tim.

Fenomena secara spesifik dari temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa, kelima disiplin learning organization umumnya masih rendah, yang dengan jelas mengisyaratkan bahwa BKD belum sepenuhnya menjadi organisasi pembelajaran bagi individu-individu aparatur dan bagi instansi itu sendiri. Rendahnya kelima disiplin learning organization tersebut mengindikasikan bahwa, kelima disiplin tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan yang harus diimplementasikan – diaplikasikan.

(10)

PEMBAHASAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa, keahlian pribadi menjadi titik lokus utama dalam Learning organization. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka tidak ada cara lain yang terbaik bagi aparatur selain harus mau belajar untuk meningkatkan keahlian pribadi-nya. Peningkatan kapasitas aparatur berupa keahlian pribadi tersebut melalui learning organization cukup strategis sebab, seperti dikemukakan Senge (1990), aparatur berkesempatan untuk mengembangkan sikap dan kemampuannya secara terus menerus hingga menemukan konsep jati dirinya.

Pemahaman yang baik mengenai sumber personal mastery tersebut, memungkinkan aparatur akan, seperti dikemukakan oleh Senge (1990), yakni bersikap dan memperluas kemampuannya secara terus menerus guna menciptakan hasil-hasil yang benar-benar mereka cari di dalam hidupnya. Adanya tingkat keahlian/penguasaan seorang individu di bidang profesinya berguna untuk menyelesaikan tugasnya secara baik untuk jangka waktu yang panjang. Disiplin keahlian pribadi dapat ditanamkan dalam iklim organisasi yang secara terus menerus memperkuat ide bahwa pertumbuhan pribadi benar-benar dapat dirasakan dengan baik dan dihargai di dalam organisasi.

Penulis sepakat dengan Senge (1990) bahwa, setiap individu harus mempergunakan kemampuan bawah sadarnya yang mempunyai kemampuan tidak terbatas untuk meningkatkan berbagai macam keahlian pribadi yang dinilai penting dan selalu berusaha belajar mencapai visi dengan mengakomodasikan berbagai hambatan yang ada dalam kenyataan.

Kesadaran atas tanggung jawab merupakan produk dari mesin bawah sadar, demikian pula sikap dalam menghadapi tantangan dan pengendalian diri juga sulit dilepaskan dari proses bawah sadar. Jika ketiga aspek tersebut masih bermasalah juga berarti akar permasalahannya ada di pengelolaan potensi kemampuan bawah sadar individu aparatur yang belum terkelola dengan baik atau dibiarkan kering dan tumpul tanpa usaha untuk mengasahnya menjadi beragam keahlian pribadi aparatur.

Penulis sepakat dengan O’Brien (Senge, 1990) bahwa, orang yang memiliki tingkat personal mastery yang tinggi akan memiliki komitmen yang tinggi, lebih memiliki inisiatif, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan luas terhadap pekerjaannya, serta belajar dengan lebih cepat. Namun pendapat ini belum sepenuhnya komprehensif sebab selain komitmen, inisiatif, tanggung jawab, kemampuan belajar lebih cepat, juga masih ada indikator lainnya yang harus diperhitungkan seperti kemampuan penegakan nilai, kecerdasan emosional, empati.

(11)

Model mental (Mental Model) pada esensinya menjadi suatu prinsip yang mendasar dari organisasi pembelajar, sebab terkait erat dengan sikap mental aparatur dalam melakukan tugas pekerjaan atau tindakan dan perilakunya dalam melakukan kegiatan dalam unit kerja organisasi instansinya. Temuan hasil penelitian bahwa, masih banyak aparatur masih memerlukan peningkatan model mental yang lebih baik.

Dikemukakan Senge (1990) bahwa, model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Model mental menghasilkan cara berfikir atau mindset. Temuan penelitian menunjukkan bahwa, banyak aparatur belum optimal dalam melakukan penyesuaian diri atau adaptasi dengan lingkungan kerja atau iklim organisasi, pendelagasian tugas kurang, sikap dalam berkomunikasi - berbeda pendapat kurang, sikap dalam menghadapi persaingan dan peran dalam memecahkan masalah kurang.

Model mental merupakan asumsi yang mendalam baik berupa generalisasi ataupun pandangan manusia untuk memahami dunia dan mengambil keputusan. Pemahamam mengenai model mental berkaitan dengan keterampilan dari refleksi dan keterampilan mempertanyakan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa, keahlian pribadi terutama refleksi diri dan sikap kritis dan rasa keingintahuan memainkan peran penting dalam membentuk model mental aparatur dalam memahami eksistensinya, visi pribadinya serta sikapnya dalam mengambil keputusan di lingkungan unit kerja atau instansinya.

Penulis sepakat dengan Senge (1990) bahwa, model mental sangat mempengaruhi pengambilan tindakan mengingat yang dikerjakan cenderung pada apa yang dilihatnya. Hal ini juga terjadi di BKD bahwa, masih lemahnya model mental sebagian aparatur menyebabkan mereka lebih banyak terjebak pada tugas-tugas rutin, motivasi kerja yang rendah, ketergantungan pada perintah pimpinan atau atasan. Dengan kata lain, masih banyak aparatur masih cenderung bersikap pragmatis. Setiap asumsi harus diuji agar tidak langsung mencapai kesimpulan (jump to conclution) dengan menggunakan tangga inferensi dengan memberikan kesempatan terjadinya interaksi antara orang melalui belajar dari orang lain yang juga berarti orang lain akan belajar pendapat kita melalui proses bertanya dan memberikan kesempatan menjelaskan. Hal tersebut menyiratkan bahwa, setiap aparatur dituntut kemampuan analisis dan berfikir ilmiah dalam menghadapi berbagai tuntutan kualitas pekerjaan, selain itu juga dituntut kemampuan penegakan nilai-nilai kebersamaan, keterbukaan, dan kejujuran – keadilan.

(12)

Sebagaimana dikemukakan Senge (1990) bahwa, visi bersama sebagai visi organisasi yang dibentuk dari visi-visi individu yang menciptakan suatu perasaan kebersamaan yang menembus organisasi dan memberikan koherensi kepada berbagai aktivitas yang berbeda. Visi bersama (Shared Vision) adalah suatu gambaran umum dari organisasi dan tindakan (kegiatan) organisasi yang mengikat orang-orang secara bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju.

Penulis sepakat bahwa, kekuatan visi pribadi diperoleh dari kepedulian yang dalam dari visi orang yang bersangkutan, sedangkan kekuatan visi bersama diperoleh dari kepedulian bersama (kemitraan), karena tujuan organisasi yang harus dikejar merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh seluruh individu dalam organisasi. Setiap orang harus diberikan kesempatan mengutarakan pendapat dan mau mendengarkan pendapat orang serta diberikan kebebasan dalam memilih berdasarkan data dan informasi yang tersedia sehingga tumbuh komitmen yang kuat dalam organisasi.

Pembelajaran tim di BKD belum sepenuhnya mampu memberikan hasil yang lebih baik karena masih kurangnya refleksi diri, aparatur belum terlatih menghadapi persoalan yang kompleks, tindakan inovatif dan terkoordinasi masih kurang, serta peran aktif anggota tim masih kurang. Pembelajaran tim di BKD belum mampu mengembangkan dialog di kalangan aparatur yang mendorong terjadinya pembelajaran dalam tim itu sendiri. Keterbukaan dalam dialog masih kurang dan masih dominannya defensive routines, yakni kebiasaan aparatur untuk melindungi dirinya dari rasa malu atau kurang berani mengeluarkan pendapatnya. Pembelajaran organisasi belum didukung pembelajaran aparatur secara maksimal serta kekompakan masih kurang maksimal.

Secara keseluruhan dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, BKD Kabupaten Sidrap semakin dituntut menjadi organisasi pembelajar dalam meningkatkan kapasitas aparatur melalui lima prasyarat utama konsep disiplin Learning organization. Atas dasar itu maka benar yang dikemukakan oleh Senge (1990) mengenai lima konsep disiplin Learning organization sebagai prasyarat utama, meliputi : Pertama, Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Kedua, Model Mental (Mental Model), Ketiga, Visi Bersama (Shared Vision), Keempat, Pembelajaran Tim (Team Learning) dan Kelima, Pemikiran Sistem (System Thinking.

(13)

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa, peningkatan kapasitas aparatur melalui Learning Organization di BKD Kabupaten Sidrap tidak optimal. Rata-rata peningkatan kapasitas aparatur melalui learning organization masih rendah. Peningkatan yang lebih baik adalah pembelajaran tim (Team Learning), yang kurang adalah keahlian pribadi (Personal Mastery) dan model mental (Mental Model), dan yang paling kurang adalah pemikiran sistem (System Thinking) dan Visi Bersama (Shared Vision). Oleh karena itu, maka diharapkan kepada Pemerintah Daerah untuk mengevaluasi kebijakan peningkatan kapasitas aparatur, dan mempertimbangkan penerapan kelima disiplin Learning Organization. Kepada Badan Kepegawaian Daerah dan aparatur menjadikan instansinya sebagai organisasi pembelajaran, dengan menerapkan lima prasyarat utama konsep disiplin Learning organization yaitu : Keahlian Pribadi (Personal Mastery), Model Mental (Mental Model), Visi Bersama (Shared Vision), Pembelajaran Tim (Team Learning), dan Pemikiran Sistem (System Thinking).

DAFTAR PUSTAKA

Carrell, Michael R., Norbert F. Elbert and Robert D. Hatfield, (2005), Human Resource Management Global Strategies for Managing a Diverse Work Force, Fifth Edition. Prentice Hall. Englewood.

Dale, Kim, Daniel K, (2003), The Link Between Individual and Organizational Learning, Sloan Management Review, Fall.

Flodd, Louis Rebert (2003), Rethinking The Fifth Discipline, Learning Within The Unknowable, London: Routledge.

Hainess, Stephen G, (2008), The Manager's Pocket Guide to System to System Thinking & Learning, Canada: HRD Press Inc.

Kerlinger, Fred N (1999), Asas-asas Penelitian Behavioral, Alih Bahasa Landung R. Simatupang, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Marquadt, Michael and angus Reynolds (1994), The Global Learning Organization, New York: Irwin Inc.

Notowidigdo (2004), Organizational and Learning: A Cybernetic Approach to Management, England: Jhon Wiley & Son Ltd,

O’Brien, Osborne, David dan Gaebler, Ted, (2006), Mewirausahakan Birokrat (Reinventing Government) Menstranformasi Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik, Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Senge, Peter, M (1990), The Fifth Dicipline (The Art and Pratice of The Learning Organization), Doubleday Dell Publishing Group.

Referensi

Dokumen terkait

Wilayah ini dikenal sebagai daerah upwelling yang kuat, dan beberapa studi sebelumnya telah dilakukan untuk mengadopsi mekanisme upwelling .Model numerik ini bisa

Kriteria responden survei pola penggunaan perangkat bergerak elektronik adalah (1) pengguna menggunakan internet dalam keseharian, (2) responden adalah mahasiswa aktif Universitas

Kesimpulan berdasarkan hasil uji statistik data tingkat stres, depresi dan kecemasan sebelum dan sesudah perlakuan dengan nilai p-value < 0,05 menunjukan bahwa uap

Langkah yang ditempuh meliputi : Rapat internal dengan panitia K3RS, audiensi dengan direktur untuk menyatakan kebijakan K3 dan dituangkan secara tertulis, melakukan

pembelajaran, apa yang telah dipelajari, keterampilan atau materi yang masih perlu ditingkatkan, atau strategi atau konsep baru yang ditemukan berdasarkan apa yang dipelajari

Perbedaan penelitian yang dilakukan sekarang dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menguji kompetensi yang harus dikuasai dalam melaksanakan

Ideologi dominan di (masyarakat) dalam teks Mudzakaratii Fii Sijni Al Nisa ialah ideologi feminisme yang diwakili oleh tokoh utama Nawal dalam beberapa teksnya, ia

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara persepsi remaja terhadap harapan orangtua dengan prestasi bela jar