• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN PERILAKU REMAJA TENTANG PERNIKAHAN DINI DI DESA PLEMBUTAN KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN PERILAKU REMAJA TENTANG PERNIKAHAN DINI DI DESA PLEMBUTAN KECAMATAN PLAYEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL YOGYAKARTA"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

LIYA RACHMAWATI 1113114

PROGRAM STUDI KEBIDANAN (D-3)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta”.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, hasil penelitian ini tidak diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kuswanto Hardjo, dr. M.Kes selaku Ketua Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

2. Reni Merta, M.Keb selaku Ketua Prodi Studi DIII Kebidanan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.

3. Vivian Nanny Lia Dewi, S.ST.,M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan kepada penulis.

4. Ekawati , S.SiT.,M.Kes selaku penguji Karya Tulis Ilmiah.

5. Kepada teman-teman atas segala masukannya dan orang tua yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam setiap aktivitas sehari-hari termasuk dalam menjalankan pendidikan.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membatu dalam penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan. Maka, penulis membuka kritik dan saran demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, September 2016

(5)

v

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix INTISARI ... x ABSTRACT ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A.Latar Belakang ... 1 B.Rumusan Masalah ... 3 C.Tujuan Penelitian ... 4 D.Manfaat Penelitian... 4 E.Keaslian Penelitian ... 6

BAB II TIJAUAN PUSTAKA ... 7

A.Tinjauan Teori ... 7 1.Perilaku ... 7 2.Remaja ... 10 3.Pernikahan Dini ... 24 B.Kerangka Teori ... 32 C.Kerangka Konsep ... 33 D.Pertanyaan Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 34

A.Desain Penelitian ... 34

B.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

C.Populasi ... 34

D.Metode Sampling dan Sampel Penelitian ... 35

E.Variabel Penelitian ... 36

F.Definisi Operasional ... 36

G.Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 37

H.Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 38

I.Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 40

J.Etika Penelitian ... 42

K.Pelaksanaan Penelitian ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A.Hasil Penelitian ... 44

B.Pembahasan ... 48

(6)

vi LAMPIRAN

(7)

vii

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Penelitian ... 37

Tabel 3.3 Beberapa Bentuk Jawaban Pertanyaan ... 37

Tabel 3.4 Karakteristik Responden ... 42

Tabel 3.5 Perilaku Remaja Tentang Pernikahan Dini ... 43

Tabel 4.1 Karakteristik responden melakukan pernikahan dini ... 46

Tabel 4.2 Karakteristik responden tidak melakukan pernikahan dini ... 47

Tabel 4.3 Distribusi kategori responden melakukan pernikahan dini ... 47 Tabel 4.4 Distribusi kategori responden tidak melakukan pernikahan dini 48

(8)
(9)

ix Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

(10)

x

Liya Rachmawati1, Vivian Nanny Lia Dewi2

INTISARI

Latar Belakang: Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa

dewasa yang sering disebut dengan masa pubertas. Hal ini di kalangan remaja lebih banyak untuk mencari jati diri dan kebebasan. Sehingga sebagian besar remaja tersebut sering salah dari cara pandang mereka yang mengarah untuk melakukan perilaku yang menyimpang pada usia remaja salah satunya yaitu melakukan hubungan seks bebas. Salah satunya faktor yang menyebabkan kehamilan pada remaja yaitu pernikahan dini. Pada kejadian ini terdapat penyebab pernikahan di usia dini yaitu dari sosial budaya, tingkat pendidikan, sulitnya mendapatkan pekerjaan serta adanya desakan ekonomi. Pada tahun 2012 di DIY, studi pendahuluan menunjukan fakta bahwa 4 tahun terakhir (2007-2011) lebih dari 30 perempuan di 9 kota di Indonesia mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang dialami remaja usia di bawah 20 tahun. Dari hasil tersebut dapat dilihat dari tahun ketahun pernikahan dini ini selalu meningkat terutama dikalangan remaja.

Tujuan Penelitian: Diketahui gambaran perilaku remaja tentang pernikahan dini

di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

Metode Penelitian: Rancangan penelitian ini adalah deskriptif. Jumlah sampel

yang digunakan 43 responden dari Desa Plembutan Kecamatan Playen Gunungkidul Yogyakarta. Analisis data yang digunakan adalah secara deskriptif yang hasilnya dijadikan persen.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang melakukan pernikahan dini

memiliki perilaku positif 58.3% dan negatif 41.7%. Sedangkan yang tidak melakukan pernikahan dini memiliki perilaku positif sejumlah 41.9% dan negatif 58.1%.

Kesimpulan: Perilaku remaja yang tidak melakukan pernikahan dini sebagian

besar dalam kategori negatif yaitu 18 responden (58.1%), dari hasil tersebut akan memicu lebih banyak remaja melakukan perilaku yang menyimpang dan melakukan pernikahan dini, kemudian akan menimbulkan terjadinya setiap tahun pernikahan dini ini dikalangan remaja.

Kata Kunci: Perilaku, Remaja, PernikahanDini.

1. Mahasiswa D III Kebidanan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2. Dosen D III Kebidanan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(11)

xi ABSTRACT

Background of Study: Adolescence is a period of transition from adult to

children which is often called puberty. For teenagers, this period tend to seek their identity and freedom. Therefore, most of them rarely take the wrong way on their relationship, such as free sex and the .like. There are several factor that causing early marriage; social, cultural, educational level, hard to find the job and economic pressures. In 2012, in DI Yogyakarta show that on the last 4 years (2007-2011) more than 30 under twenty women in nine cities in Indonesia had Unwanted Pregnancy (KTD). From these results showed that the number of early marriage was increased every year, especially among the teenager.

Objective of Study: This study aims to describe the behavior of teenager about

early marriage in the Plembutan Sub District, Playen District Gunungkidul Regency, Yogyakarta.

Research Methods: The research was descriptive. The samples were 43

respondents from Plembutan Playen Gunungkidul Yogyakarta. Analysis of the data used descriptive that the results be made per cent.

Results Study: The results study showed that for teenagers who did early

marriage 58.3% had positive attitude and 41.7% had negative attitude. Meanwhile for the teenager who did not 41.9% hadpositive behavior and 58.1%. hadnegative behavior.

Conclusions: The ateenagers’ behavior who did not do early marriages were

mostly in negative categories of 18 respondents (58.1%). From the results will lead to more teenagers to have deviant behavior and do early marriage. Therefore, it will be increased every year among the teenager.

Keywords: Behavior, Tenager, Early, Marriage.

1. Diploma Midwifery Student of STIKES JenderalAchmadYani Yogyakarta

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang sering disebut dengan masa pubertas. Pada masa tersebut sebagian besar remaja perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya dengan remaja laki-laki. Karena kurangnya pemahaman remaja, dapat dianggap wajar sehingga menimbulkan kejadian kehamilan di usia remaja. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kehamilan pada remaja salah satunya yaitu pernikahan dini (Kusmiran, 2012).

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan yang masih remaja, yaitu perempuan berusia kurang dari 16 tahun dan laki-laki usia kurang dari 19 tahun. Pada kejadian ini terdapat penyebab pernikahan di usia dini yang meliputi dari sosial budaya, tingkat pendidikan, sulitnya mendapatkan pekerjaan serta adanya desakan ekonomi. Sehingga sebagian besar remaja tersebut melakukan perilaku yang menyimpang pada usia mereka salah satunya yaitu melakukan hubungan seks bebas. Hal ini menimbulkan risiko yang mengarah pernikahan dini pada remaja yang menyebabkan remaja belum siapnya mental untuk hamil, namun kehamilan yang dialami remaja usia kurang dari 20 tahun akan terjadi kurangnya darah (anemia), kurang gizi, melakukan pengguguran kandungan (aborsi), preeklamsia dan eklamsia (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012).

Meningkatnya angka kejadian tentang pernikahan dini akan turut serta dalam meningkatnya angka kejadian penyakit menular seksual, HIV/AIDS, dan Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Kasus KTD ini adalah salah satu dari

(13)

dampak pernikahan di usia dini pada remaja. Pada tahun 2012, menunjukan fakta waktu 4 tahun terakhir (2007-2011) lebih dari 30 perempuan di 9 kota di Indonesia mengalami KTD. Kasus KTD ini turut serta dalam meningkatnya dispensasi pernikahan usia dini, yakni usia kurang dari 16 tahun di DIY cenderung meningkat dari 2011 sebanyak 170 orang menjadi 184 di tahun 2012. Meskipun pada 2013 jumlah menurun menjadi 174 kasus akan tetapi jumlahnya meningkat kembali pada tahun 2014 (BPM, 2015).

Prosentase wanita umur 10 tahun ke atas yang menikah menurut Kabupaten/Kota dan usia pernikahan di Provinsi D.I.Yogyakarta, 2011.

Tabel 1.1 Usia Pernikahan

Kabupaten/Kota Usia Pernikahan

≤ 15 16 17-18 Kulon Progo 3,41% 4,05% 16,75% Bantul 1,48% 3,25% 19,16% Gunungkidul 3,53% 8,38% 24,58% Sleman 3,21% 3,06% 15,19% Yogyakarta 3,13% 2,86% 14,30% DIY 2,84% 4,41% 18,46%

(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011) Dari tabel di atas dapat di ketahui bahwa 6 kabupaten di D.I.Yogyakarta, pada tahun 2011 kejadian pernikahan dini yang tertinggi yaitu di Kabupaten Gunungkidul sebesar 3,53% pada usia ≤ 15 tahun, 8,38% pada usia 16 tahun kemudian 24,58% pada usia 17-18 tahun (BPS, 2011).

Berdasarkan data KUA Kecamatan Playen, angka pernikahan dini di kecamatan tersebut relatif tinggi. Pada tahun 2015, pernikahan umur ≤ 21 tahun lebih banyak dilakukan oleh perempuan dari pada laki-laki, yakni jumlah pernikahan dini sebanyak 139 pada perempuan dan 50 pada laki-laki. Selanjutnya, pada tahun 2013 sempat memiliki angka pernikahan dini tertinggi yaitu sebanyak

(14)

160 pada perempuan dibandingkan laki-laki yang hanya sebanyak 65 orang. Peningkatan jumlah tersebut hampir di seluruh desa di kecamatan Playen, karena sebagian besar pada remaja tersebut mempunyai masalah pada pendidikan yang kurang, sehingga banyak perilaku remaja di Kecamatan Playen melakukan yang menyimpang. Selain itu, kurangnya pengawasan dari orang tua dalam mendidik anak dan kebanyakan orang tua lebih mengutamakan banyak bekerja untuk membiayai kebutuhan sehari-hari keluarganya, maka dari perekonomian juga sangat mempengaruhi pada perilaku anak-anak mereka di usia remaja ini sehingga banyak menimbulkan pernikahan dini (BPS, 2011).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 30 Mei 2016 yang dilakukan di desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta diperoleh informasi bahwa pada tahun 2015 pernah terjadi kehamilan pada remaja. Pernikahan dini juga terjadi sebanyak 16 kasus dibawah usia 20 tahun. Dari kasus tersebut, didapatkan permasalahan bahwa terjadi pernikahan dini dan kehamilan pada remaja tersebut dipengaruhi oleh desakan faktor ekonomi dan kurangnya pengetahuan. Sehingga, menimbulkan munculnya pendapat tentang menikah dini adalah hal yang wajar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian yang akan di lakukan yaitu Bagaimana perilaku remaja tentang pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta?

(15)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui fokus permasalahan yang telah penulis jelaskan, diantaranya:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku remaja tentang pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik remaja yang melakukan pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabuaten Gunungkidul, Yogyakarta. b. Untuk mengetahui karakteristik remaja yang tidak melakukan pernikahan

dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabuaten Gunungkidul, Yogyakarta.

c. Untuk mengetahui perilaku remaja yang melakukan pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. d. Untuk mengetahui perilaku remaja yang tidak melakukan pernikahan dini

di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, khususnya dalam kebidanan tentang kesehatan reproduksi terutama pada perilaku remaja.

(16)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai sumber bacaan untuk penelitian selanjutnya atau dijadikan untuk peningkatan kualitas pendidikan kebidanan khususnya tentang pernikahan dini pada remaja.

b. Bagi Responden

Dapat mengetahui gambaran perilaku remaja di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta yang menyimpang di usia remaja, semestinya peneliti dapat memberikan acuan pembelajaran atau sosialisasi pada remaja dibawah umur agar tidak menambah angka pernikahan dini di kalangan remaja.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mempunyai pengalaman nyata dalam melakukan penelitian serta peneliti mampu menerapkan secara langsung ilmu yang diperoleh selama pendidikan dan melaksanakan penelitian khususnya mengenai perilaku remaja tentang pernikahan dini.

(17)

3. KEASLIAN PENELITIAN Tabel 1.2 Keaslian Penelitian

Nama Pengarang Judul Penelitian Jenis

Penelitian Hasil Azinar, Muhammad, 2013 Perilaku Seksual Pranikah Berisiko Terhadap Kehamilan Tidak Diinginkan Explanatory research dengan pendekatan Cross Sectional

Lima variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah: religiusitas, sikap, akses dan kontak media pornografi, sikap teman dekat, serta perilaku seksual teman dekat.

Sinaga SEN, 2012 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pra Nikah pada mahasiswa Akademi Kesehatan X di Kabupaten Lebak Observasional analitik

Proporsi perilaku seks pra nikah

60,1% dengan alasan tertinggi

(14,7%) adalah kedua belah pihak

sama-sama senang melakukan

hubungan seks. Faktor sikap, paparan

media pornografi, dan adanya

peluang memiliki hubungan

bermakna dengan perilaku seks pra nikah. Variabel paling dominan adalah paparan media pornografi.

(18)

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Perilaku a. Pengertian

Perilaku adalah responden individu terhadap suatu stimulasi atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik maupun tidak.Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi (A. Wawan, 2010).Menurut Robert Kwick dalam Notoatmodjo (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat dinikmati dan dapat dipelajari. Sedangkan sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh

perhatian dan tertarik pada stimulus.

3) Evaluation (menimbang nimbang) individu akanmempertimbangkan

baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana individu mulai mencoba perilaku baru.

5) Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus.

b. Bentuk Perilaku

Pada bentuk perilaku juga dijelaskan bahwamenurut Wawan dan Dewi (2010), bentuk perilaku ada dua macam yaitu:

(19)

1) Bentuk Pasif

Bentuk pasif yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

2) Bentuk Aktif

Bentuk aktif yaitu apabila perilaku jelas dapat diobservasi secara langsung. Bentuk ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata. Di bawah ini macam-macam perilaku menurut Notoatmodjo (2007), perilaku di bedakan menjadi dua yaitu :

a) Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulasi tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain secara jelas. Respon ini masih terbatas pada perhatian perasaan, presepsi, pengetahuan dan terhadap stimulasi yang bersangkutan. b) Perilaku terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka terjadi bila respon terhadap stimulasi tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati oleh orang lain dari luar atau observable behavior.

c. Dominan Perilaku

Menurut Benjamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) dalam seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan :

(20)

2) Afektif (afective) dapat diukur dari sikap.

3) Psikomotor (psychomotor) dapat diukur dari tindakan yang dilakukan.

d. Faktor yang mempengaruhi perilaku

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku dan dijelaskan menurut Lawrence Green (1980) dalam Kusmiran (2012):

1) Faktor predisposisi (predisposing factor)

Alam faktor ini terwujud dalam pengetahuan fisik, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial yang terdapat dalam individu maupun masyarakat.

2) Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan, seperti tersedianya pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia.

3) Faktor pendorong

Faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan adanya dukungan dari keluarga, teman dan dukungan masyarakat.

e. Cara Pengukuran Perilaku

Skala Likert digunakan untuk mengukur perilaku, pendapat, dan . persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2011). Menurut Azwar (2012) beberapa bentuk jawaban pernyataan yang masuk dalam kategori skala Likert antara lain:

(21)

Tabel 2.1 Beberapa Bentuk Jawaban Petanyaan

Pertanyaan Nilai Pertanyaan Nilai Pertanyaan

Positif Negatif

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3

Tidak pernah 1 4

Skor individu pada skala perilaku merupakan skor perilakunya, skor dari keseluruhan pernyataan yang ada dalam skala.

2. Remaja

a. Pengertian

Remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai 24 tahun. Secara psikologis, remaja merupakan masa di mana individu mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral, di antara masa anak-anak menuju masa dewasa (Kusmiran, 2012).

Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga memengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik secara fisik, mental, maupun peran sosial (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012).

b. Tujuan Perkembangan Remaja

Dalam tujuan perkembangan remaja terdapat perkembangan pribadi yaitu:

(22)

1) Keterampilan kognitif dan nonkognitif yang dibutuhkan agar dapat mandiri secara ekonomi maupun mandiri dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu.

2) Kecakapan dalam mengelola dan mengatasi masalah-masalah pribadi secara efektif.

3) Kecakapan-kecakapan sebagai seorang pengguna kekayaan kultural dan peradaban bangsa.

4) Kecakapan untuk dapat terikat dalam suatu keterlibatan yang intersif pada suatu kegiatan.

Kemudian terdapat perkembangan sosial yaitu:

a) Pengalaman bersama pribadi-pribadi yang berbeda dengan dirinya, baik dalam kelas sosial, subkultur, maupun usia.

b) Pengalaman di mana tindakannya dapat berpengaruh pada orang lain.

c) Kegiatan saling tergantung yang diarahkan pada tujuan-tujuan bersama (interaksi kelompok).

c Batasan Remaja

Batasan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012) yaitu : 1) Remaja awal (Early Adolescent) adalah anak yang telah

mencapai usia 10 sampai 12.

a) Lebih dekat dengan teman sebaya. b) Ingin bebas.

(23)

d) Mulai berfikir abstrak.

2) Remaja madya atau pertengahan (Middle Adolescent) adalah anak yang telah mencapai usia 13 sampai 15 tahun.

a) Mulai mencari identitas diri.

b) Timbul keinginan untuk berkencan. c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam. d) Berkhayal tentang aktivitas seks.

3) Remaja akhir (Late Adolescent) adalah anak yang telah mencapai usia 17 sampai 20 tahun.

a) Pengungkapan kebebasan diri b) Lebih selektif memilih teman.

c) Mempunyai citra tubuh (body image) d) Dapat mewujudkan rasa cinta

d. Tugas-tugas pada Perkembangan Masa Remaja

Menurut Soejtiningsih (2010) dalam perkembangan masa remaja terdapat tugas-tugas yaitu :

1) Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa.

2) Memperoleh peranan sosial.

3) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif. 4) Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua.

5) Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri. 6) Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.

(24)

7) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga. 8) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral.

e. Masa Transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Menurut Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (2000) masa transisi tersebut sesuai pendapat Gunarsa (1978) dalam Kusmiran (2012) yaitu :

1) Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten.

2) Tansisi dalam kehidupan emosi.

Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah.

3) Transisi dalam kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, di mana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga).

(25)

4) Transisi dalam nilai-nilai moral

Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini ramaja mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri.

5) Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berfikir abstrak.

f. Karakteristik masa remaja

Perubahan fisik remaja berhubungan dengan karakteristik fisik remaja, perubahan hormonal remaja, tanda kematengan seksual dan reaksi terhadap menarche. Menarche merupakan tanda-tanda dari kematangan fungsi seksual pada wanita. Karakteristik remaja (Adolescence) adalah tumbuh menjadi dewasa, secara fisik, remaja ditandai dengan ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual (Yanti, 2012).

g. Karakteristik perubahan fisik remaja wanita

Perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara biologi yang ditandai dengan kematangan organ seks primer dan sekunder. Yang dimaksud seks primer adalah berhubungan langsung dengan organ seks (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012).

Menurut Marmi (2013) semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Namun tingkat kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Ovarium dapat menghasilkan sel telur mulai berfungsi

(26)

dengan matang dibawah pengaruh hormon gonadotropin dan hipofisis, folikel mulai tumbuh meski belum matang tetapi sudah dapat mengeluarkan estrogen, kemudian korteks suprarenal membentuk androgen yang berperan pada pertumbuhan badan. Selain pengaruh hormon somatotropin diduga kecepatan pertumbuhan dipengaruhi juga oleh estrogen. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual (Kusmiran, 2012) seperti :

1) Pertumbuhan payudara, terjadi pada anak yang telah mencapai usia 7 sampai 13 tahun.

2) Pertumbuhan rambut kemaluan, terjadi pada anak yang telah mencapai usia 7 sampai 14 tahun.

3) Pertumbuhan badan atau tubuh, terjadi pada anak yang telah mencapai usia 9,5 samapai 14,5 tahun.

4) Menarche, pada anak yang telah berusia 10 sampai 16,5 tahun. 5) Pertumbuhan bulu ketiak, terjadi pada 1 sampai 2 tahun setelah

tumbuhnya rambut pubis (pubic hair).

Remaja wanita memiliki kematangan organ-organ seks yang ditandai dengan berkembangnya rahim, vagina dan ovarium (indung telur). Ovarium menghasilkan ovum dan mengeluarkan hormon-hormon yang diperlukan untuk kehamilan, menstruasi dan perkembangan seks sekunder. Yang dimaksut seks Sekunder adalah perubahan pada tubuh yang terjadi pada pemulaan pubertas sebagai akibat pengaruh endrogen testes dan

(27)

adrenal atau estrogen ovarium. Ciri-ciri sekunder remaja wanita (Kusmiran, 2012) yaitu :

1) Tumbuh rambut pubis disekitar kemaluan dan ketiak. 2) Bertambah besar buah dada.

3) Bertambah besarnya pinggul. 4) Kulit halus.

5) Suara melenting tinggi.

6) Pinggul lebar, bulat dan membesar.

h. Karakteristik perubahan hormonal remaja

Perumbahan hormonal merupakan awal dari masa pubertas remaja yang terjadi sekitar usia 11 sampai 12 tahun. Pengaruh hormonal perkembangan organ-organ tubuh remaja wanita yaitu, menambah lemak tubuh, memperkuat kematangan organ tubuh dan memperbesar payudara (Yanti, 2012).

i. Konsep Kedewasaan Remaja

Karakteristik remaja (adolescence) adalah tumbuh menjadi dewasa. secara fisik, remaja ditandai dengan ciri perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual. Sementara itu, secara psikologis remaja merupakan masa di mana individu mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral antara masa anak-anak menuju dewasa. Remaja mengevaluasi diri secara keseluruhan dan terdapat beberapa pemisahan dimensi diri, seperti dalam akademik, olahraga, penampilan, hubungan soaial, dan moral. Terdapat bukti bahwa konsep diri remaja berbeda di berbagai konteks dan

(28)

remaja memandang diri berbeda jika dengan teman sebaya dibandingkan saat dengan orangtua dan guru (Kusmiran, 2012).

Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah mencapai nilai-nilai kedewasaan. Adapun ciri-ciri kedewasaan antara lain:

1) Emosi relatif lebih stabil (mampu mengendalikan emosi). 2) Mandiri (baik secara ekonomi, sosial, dan emosi).

3) Mampu melakukan upaya menyerahkan sumber daya dalam diri dan lingkungan untuk memecahkan masalah.

4) Adanya interdependensi (saling ketergantungan) dalam hubungan sosial.

5) Adanya interaksi untuk kontak kulit dengan lawan jenis. 6) Memiliki tanggung jawab.

7) Memiliki kontrol diri yang adekuat (mampu menunda kepuasan, melawan godaan, serta mengembangkan standar prestasi sendiri). 8) Memiliki tujuan hidup yang realistis.

9) Memiliki dan menghayati nilai-nilai keagamaan yang dianut. 10) Peka terhadap kepentingan orang lain.

11) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (bersikap luwes), bertindak secara tapat sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

j. Pertumbuhan Dan Perkembangan Remaja

Terdapat dua konsep perkembangan remaja, yaitu nature dan nuture. Konsep nature mengungkapakan bahwa masa remaja adalah masa badai

(29)

dan tekanan. Periode perkembangan ini individu banyak mengalami gejolak dan tekanan karena perubahan yang terjadi dalam dirinya. Konsep

nurture menyatakan tidak semua remaja mengalami masa badai dan

tekanan tersebut. Dalam pengelompokan sosial, akan muncul nilai-nilai baru yang didapatkan oleh remaja. Nilai-nilai tersebut antara lain yaitu : 1) Nilai baru dalam memilih teman. Pemilihan teman berdasarkan

kesamaan minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dan memberi rasa aman, serta yang dapat berbagi masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang dewasa.

2) Nilai baru dalam penerimaan sosial. Remaja menerima teman-teman yang disenangi dan menolak yang tidak disenangi yaitu dimulai dengan menggunakan standar yang sama dengan kelompoknya. 3) Nilai baru dalam memilih pemimpin. Remaja memilih pemimpin

yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati oleh orang lain dan dapat menguntungkan mereka, bukan pada penilaian fisik melainkan pada orang yang bersemangat, bergairah, penuh inisiatif,

bertanggung jawab, banyak ide, dan terluka. Jenis-jenis pengelompokkan sosial remaja antara lain :

a) Teman dekat atau sahabat karib.

b) Kelompok kecil, terdiri atas kelompok teman-teman dekat, biasanya terdiri atas jenis kelamin yang sama.

(30)

c) Kelompok besar, terdiri atas beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat, biasanya berhubungan dalam aktivitas khusus.

d) Kelompok yang terorganisasi, dibina oleh dewasa, dibentuk oleh sekolah, organisasi masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak mempunyai kelompok kecil atau kelompok besar.

e) Kelompok geng yang terdiri atas anak-anak yang memiliki minat utama yang sejenis untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku antisosial pengaruh geng cenderung meningkat selama masa remaja.

k. Seksualitas Remaja

Seks berarti jenis kelamin. Segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Menurut Masters, Johnson, dan Kolodny (1992) dalam Kusmiran (2012), seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, di antaranya yaitu:

1) Dimensi biologis

Berdasarkan perspektif biologis (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia, serta dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia. Termasuk di dalamnya menjaga kesehatannya dari gangguan seperti penyakit menular seksual, infeksi saluran

(31)

reproduksi (ISR), bagaimana memfungsikan seksualitas sebagai alat reproduksi sekaligus alat rekreasi

secara optimal, serta dinamika munculnya dorongan seksual secara biologis.

2) Dimensi psikologis

Berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual dengan identitas jenis kelaminnya, dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologis (kognisi, emosi, motivasi, perilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologis dari berfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia. Misalnya bagaiamana seseorang berperilaku sebagai seorang laki-laki atau perempuan, bagaimana seseorang mendapatkan kepuasan psikologis dari perilaku yang dihubungkan dengan identitas peran jenis kelamin, serta bagaimana perilaku seksualnya dan motif yang melatarbelakanginya.

3) Dimensi kultural dan moral

Dimensi ini menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas yang berbeda dengan Negara barat. Berbedanya halnya dengan moralitas agama, misalnya menganggap bahwa seksualitas sepenuhnya adalah hak Tuhan sehingga penggunaan dan pemanfaatannya harus ditandai dengan norma-norma agama yang sudah mengatur kehidupan seksualitas manusia secara lengkap.

(32)

Menurut pendapat Blanch dan Coller (1993) dalam Kusmiran (2012), seksualitas meliputi lima area yaitu:

a) Seksualitas

Adalah kenikmatan yang merupakan bentuk interaksi antara pikiran dan tubuh. Umumnya sensualitas melibatkan pancaindra (aroma, rasa, penglihatan, pendengaran, sentuhan) dan otak (organyang paling kuat terkait dalam seks dalam fungsi fantasi, antisipasi, memori, atau pengalaman).

b) Intimacy

Ikatan emosional atau kedekatan dalam relasi interpersonal. Biasanya mengandung unsur-unsur kepercayaan, keterbukaan diri, kelekatan dengan orang lain, kehangatan, kedekatan fisik, dan saling menghargai.

c) Identitas

Peran jenis kelamin yang mengandung pesan-pesan gender perempuan dan laki-laki dan mitos-mitos (feminimitas dan maskulintas), serta orientasi seksual. Hal ini juga menyangkut bagaimana seseorang menghayati peran jenis kelamin sesuai dengan peran jenis kelaminnya.

d) Lingkaran kehidupan

Aspek biologis dari seksualitas yang terkait dengan anatomi dan fisiologis organ seksual.

(33)

e) Eksploitasi

Unsur kontrol dan manipulasi terhadap seksualitas, seperti: kekerasan seksual, pornografi, pemerkosaan, dan pelecehan seksual.

l. Sikap Positif Terhadap Seksualitas

Tingkah laku yang menunjukan sikap positif terhadap seksualitas adalah sebagai berikut:

1) Menempatkan seks sesuai dengan fungsi dan tujuan. 2) Tidak menganggap seks itu jijik, tabu, dan jorok. 3) Tidak dijadikan candaan dan bahan obrolan murahan.

4) Mengikuti norma atau aturan dalam menggunakan seksnya tersebut. 5) Membicarakan seks dalam konteks ilmiah atau belajar untuk

memahami diri dan orang lain, serta pemanfaatan secara baik dan benar sesuai dengan fungsi dan tujuan sakralnya.

m. Tugas Perkembangan Seksualitas Remaja

Secara psikologis, pada fase remaja ini ada dua aspek yang penting yang harus dipersiapkan yaitu sebagai berikut:

1) Orientasi seksual

Heteroseksualitas rasa tertarik terhadap lawan jenis timbul dan sejalan dengan berkembangannya minat terhadap aktivitas yang berhubungan dengan seks. Keadaan ini ditandai oleh rasa ingin tahu yang kuat dan kehausan akan informasi yang selanjutnya dapat berkembang kearah tingkah laku seksual yang sesungguhnya. Relasi heteroseksual manusia umumnya mengikuti pola tertentu, yaitu

(34)

pengidolaan (terhadap figure tertentu), cinta monyet (perasaan ketertarikan seksual terhadap lawan jenis yang masih berpindah-pindah), pacaran (menjalin komitmen), bertunangan (going steady), dan menikah.

2) Peran seks

Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta kemampuan tertentu dengan jenis kelaminnya. Bagi remaja laki-laki hal itu mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Namun, bagi remaja perempuan, bermacam revolusi dan perubahan pandangan atau nilai terhadap peran perempuan yang berlangsung terus-menerus sampai saat ini dapat menimbulkan masalah tertentu. Perubahan-perubahan nilai dan norma tentang seks yang terjadi saat ini dapat menimbulkan berbagai persoalan bagi remaja (pelacuran, peyakit menular seksual, penyimpangan seksual, kehamilan diluar nikah, dan sebagainya). Batasan remaja berdasarkan umur (Ardhyantoro dan Kumalasari, 2010) yaitu :

a) Masa remaja awal yaitu 10-12 tahun

Masa remaja awal ditandai dengan lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b) Masa remaja tengah yaitu 13-15 tahun

Masa remaja tengah ditandai dengan mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan, mempunyai rasa cinta

(35)

yang mendalam, mengembangkan kemampuan berfikir abstrak, berkhayal tentang aktivitas seks.

c) Masa remaja akhir yaitu 16-21 tahun

Masa remaja akhir dapat ditandai dengan pengungkapan kebebasan diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai ciri tubuh (body image) terhadap dirinya sendiri. 3) Seks Pranikah

Masalah seks pada remaja sering kali mencemaskan pada orang tua, juga pendidik, penjabat pemerintah, para ahli dan sebagainya. Remaja yang tidak melakukan hubungan seks, tentunya tidak akan mengalami penyakit menular seksual, karena penyakit ini hanya bisa menular melalui hubungan seks yang berganti-ganti pasangan. Hal itu berarti bahwa remaja yang tidak atau belum bersenggama otomatis tidak ada masalah (Sarwono, 2011).

3. Pernikahan Dini a. Pengertian

Pernikahan adalah peristiwa ketika sepasang mempelai dipertemukan secara formal di hadapan penghulu atau kepala agama tertentu, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami istri melalui upacara, yang telah dikemukakan (Yanti, 2012).

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh sepasang laki-laki dan perempuan yang masih remaja. Pasal 7 Undang-Undang No 1 di Indonesia tentang perkawinan tahun 1974 menetapkan bahwa

(36)

perkawinan diizinkan bila pria berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012).

b. Faktor-faktor penyebab pernikahan usia dini

1) Faktor Sosial Budaya

Beberapa daerah di Indonesia masih menerapkan praktik nikah muda karena dianggap bahwa anak perempuan yang terlambat menikah merupakan aib bagi keluarga.

2) Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang rendah akan menjadikan banyak remaja yang dinikahkan di usia dini.

3) Sulit Mendapat Pekerjaan

Banyak remaja yang menganggap jika mereka menikah di usia muda, tidak perlu mencari pekerjaan, karena keuangan sudah ditanggung suami.

4) Agama

Menikah di usia muda dari segi agama tidak ada larangan, bahkan lebih baik dari pada remaja melakukan perzinahan.

5) Desakan Ekonomi

Pernikahan di usia dini terjadi karena faktor keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk mengurangi beban orang tua maka anak di nikahkan dengan orang yang di anggap mampu (Andhyantoro dan Kumalasari, 2012). Alasan lain yaitu orang tua mempunyai dorongan segera menikahkan anak gadisnya yaitu terdapat dua keuntungan, pertama tanggung jawab ekonomi akan berkurang, kedua dengan

(37)

perkawinan akan diperoleh tenaga kerja tambahan yaitu menantu (Wantania dan Ginting, 2011).

Tingkat pendapatan keluarga akan mempengaruhi terjadinya pernikahan usia dini. Hal tersebut dikarenakan pada keluarga yang berpendapatan rendah maka pernikahan anaknya berarti lepasnya badan dan tanggung jawab untuk membiayai (Fitriyani, 2009).

6) Paksaan Orang Tua

Peranan orang tua di dalam menentukan pernikahan anak-anaknya di sebabkan oleh beberapa hal yaitu :

a) Sosial Ekonomi Keluarga

Oleh karena beban ekonomi, orang tua dapat mempunyai dorongan segera menikahkan anak gadisnya. Terdapat dua keuntungan, pertama tanggung jawab ekonomi akan berkurang, kedua dengan pernikahan akan diperoleh tenaga kerja tambahan yaitu menantu.

b) Tingkat Pendidikan Keluarga

Makin rendah pendidikan keluarga makin sering ditemukan pernikahan dan kehamilan remaja. Hal ini berkaitan dengan pemahaman berkeluarga yang masih bersifat sederhana.

c) Kepercayaan dan Adat Istiadat dalam Keluarga

Untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga dan untuk menjaga garis keturunan keluarga.

(38)

d) Kemampuan Keluarga Menghadapi Masalah Remaja

Bila tidak ada alternatif lain, keluarga akan menikahkan anak gadisnya lebih awal daripada terjerumus ke dalam perbuatan maksiat yang mencoreng nama baik keluarga (Wantania dan Ginting, 2011).

7) Kesadaran individu

Adanya keinginan seseorang melakukan pernikahan karena faktor ketertarikan mempunyai pasangan untuk hidup didalam masyarakat dari dalam dirinya sendiri. Alasan orang untuk menikah adalah distimulasi oleh dorongan-dorongan romantik, hasrat untuk mendapatkan kemewahan hidup, ambisi besar untuk mencapai status sosial yang tinggi, keinginan untuk mendapatkan asuransi hidup, untuk mendapatkan kepuasan seks dengan pasangan, hasrat untuk mendapatkan diri dari belenggu kungkungan keluarga.

c. Risiko pernikahan dini

Remaja yang melakukan perkawinan dini memiliki risiko dalam kehamilan dan proses persalinan, yaitu :

1) Risiko Sosial Peenikahan Dini

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas diri dan membutuhkan pergaulan dengan teman-teman sebaya. Pernikahan dini secara sosial akan menjadi bahan pembicaraan teman-teman remaja dan masyarakat, kesempatan untuk bergaul dengan teman sesama remaja hilang, sehingga remaja kurang dapat membicarakan masalah-masalah yang dihadapinya (Sibagaring dkk, 2010).

(39)

Perkawinan dini memberikan pengaruh bagi kesejahteraan keluarga dan dalam masyarakat secara keseluruhan. Wanita yang kurang berpendidikan dan tidak siap menjalankan perannya sebagai ibu akan kurang mampu untuk mendidik anaknya, sehingga anak akan bertumbuh kembang secara kurang baik, yang dapat merugikan masa depan anak (Sibagaring, 2010)

2) Risiko Kejiwaan Pernikahan Dini

Pengalaman hidup remaja yang berumur dibawah 20 tahun biasanya belum mantap. Wanita pada masa perkawinan usia muda menjadi hamil dan secara mental belum mantap, maka janin yang di kandungannya akan menjadi anak yang tidak dikehendakinya, ini berakibat buruk terhadap perkembangan jiwa anak sejak dalam kandungan (Sibagaring dkk, 2010).

3) Risiko Kesehatan Pernikahan Dini

Risiko kehamilan usia dini merupakan kehamilan pada usia masih muda yang dapat merugikan. Perkawinan dini memiliki risiko terhadap kesehatan, terutama pasangan wanita pada saat mengalami kehamilan dan proses persalinan. Kehamilan mempunyai dampak negatif terhadap kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya remaja tersebut belum siap mental untuk hamil, namun karena keadaan remaja terpaksa menerima kehamilan dengan risiko (Sibagaring dkk, 2010).

Berikut beberapa risiko kehamilan yang dapat dialami oleh remaja (usia kurang dari 20 tahun), yakni :

(40)

a) Kurang darah (anemia) adalah dalam masa kehamilan dengan akibat yang buruk bagi janin yang dikandung, seperti pertumbuhan janin terlambat dan kelahiran premature.

b) Kurang gizi pada masa kehamilan yang dapat mengakibatkan perkembangan biologis dan kecerdasan janin terlambat, sehingga bayi dapat lahir dengan berat badan rendah.

c) Preeklamsia dan eklamsi yang dapat membawa maut bagi ibu maupun bayinya.

d) Pasangan yang kurang siap untuk menerima kehamilan cenderung untuk melakukan pengguguran kandungan (aborsi) yang dapat berakibat kematian bagi wanita.

e) Indikasi medis dilakukannya section caesarea, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor janin dan faktor ibu. Faktor janin terdiri dari bayi terlalu besar, kelainan letak, ancaman gawat janin, janin abnormal, faktor plasenta, kelainan tali pusat dan bayi kembar. Faktor ibu terdiri dari usia, jumlah anak yang dilahirkan (paritas), keadaan panggul, penghambat jalan lahir, kelainan kontraksi rahim, Ketuban Pecah Dini (KPD), dan preeklamsia (Hutabalian, 2011).

f) Kehamilan remaja dapat menyebabkan terganggunya pencernaan masa depan remaja. Kehamilan pada masa sekolah, remaja akan terpaksa meninggalkan sekolahnya, hal ini berarti terlambat atau bahkan mungkin tidak tercapai cita-citanya (Kusmiran, 2012).

(41)

d. Dampak Pernikahan Dini

Dampak pernikahan dini akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara kedua belah pihak (suami dan istri), baik dalam hubungannya dengan mereka sendiri, terhadap anak-anak, maupun terhadap keluarga mereka masing-masing. Dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan dini antara lain:

1) Dampak terhadap suami istri yang telah melangsungkan pernikahan di usia dini adalah tidak bisa memenuhi atau tidak mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut dikarenakan belum matangnnya fisik maupun mental mereka yang cenderung keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi.

2) Menikah pada usia dini akan berdampak juga terhadap anak-anaknya karena bagi wanita yang melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 tahun, bila hamil akan mengalami gangguan-gangguan pada kandungannya yang berdampak pada anak yang akan dilahirkan. 3) Pernikahan di usia dini jika akan membawa dampak terhadap

masing-masing keluarganya. Apabila pernikahan di antara anak-anak mereka lancar, sudah tentu akan menguntungkan orang tuanya masing-masing. Namun apabila sebaliknya keadaan rumah tangga mereka tidak bahagia dan akhirnya yang terjadi adalah perceraian. Hal ini akan mengakibatkan bertambahnya biaya hidup mereka dan yang paling parah lagi akan memutuskan tali kekeluargaan diantara kedua belah pihak (Yulianti, 2010).

(42)

e. Penanganan

Kehamilan remaja merupakan kehamilan yang berisiko, karena itu remaja yang hamil harus intensif memeriksakan kehamilannya. Diharapkan kelainan dan penyulit yang akan terjadi dapat segera diobati serta proses kehamilan dan persalinan dapat dilalui dengan baik dan selamat (Sibagariang, 2010).

E. KERANGKA TEORI

Perilaku Remaja Pernikahan dini

1. Pengertian remaja 2. Tujuan perkembangan remaja 3. Batasan remaja 4. Tugas-tugas pada perkembangan masa remaja

5. Masa transisi remaja 6. Karakteristik masa remaja 7. Karakteristik perubahan fisik remaja wanita 8. Karakteristik perubahan hormonal remaja 9. Konsep kedewasaan remaja 10. Pertumbuhan dan perkembangan remaja 11. Seksualitas remaja 12. Sikap positif terhadap

seksual 13. Tugas perkembangan seksualitas remaja 1. Pengertian pernikahan dini 2. Faktor-faktor penyebab pernikahan dini 3. Risiko pernikahan dini 4. Dampak Pernikahan Dini 5. Penanganan 1. Pengertian perilaku 2. Bentuk perilaku 3. Dominan perilaku 4. Faktor yang mempengaruhi perilaku 5. Cara pengukuran perilaku

(43)

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber: Ardhyantoro dan Kumalasari (2010), Ardhyantoro dan Kumalasari (2012), A. Wawan dkk (2010), Eny (2012), Fitriyani (2009), Notoatmodjo (2007),

Sarwono (2011), Sibagariang (2010), Yanti (2012))

F. KERANGKA KONSEP

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana karakteristik remaja yang melakukan di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul,Yogyakarta?

2. Bagaiman karakteristik remaja yang tidak melakukan di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul,Yogyakarta?

3. Bagaimana perilaku remaja yang melakukan pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta? 4. Bagaimana perilaku remaja yang tidak melakukan pernikahan dini di Desa

Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta? POSITIF

NEGATIF Perilaku Remaja Tentang

Pernikahan Dini Di Desa Plembutan Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

(44)

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan deskriptif kuantitatif. Deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk menggambarkan suatu keadaan di dalam masyarakat. Sedangkan kuantitatif adalah data yang berhubungan dengan angka, baik yang diperoleh dari pengukuran maupun nilai suatu data. Jadi deskriptif kuantitatif adalah gambaran suatu keadaan di dalam masyarakat yang akan ditunjukkan dengan angka-angka (Notoatmodjo, 2010).

Metode penelitian ini adalah Cross-sectional yaitu variabel yang diteliti dan dikumpulkan secara bersamaan, agar diperoleh data yang lengkap dalam waktu yang relatif cepat (Arikunto, 2010).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dimana tempat dilakukan penelitian sekalipun membatasi ruang lingkup penelitian, sedangkan waktu penelitian adalah waktu berjalan atau berlangsungnya setiap kegiatan (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini dilakukan di Playen, Gunungkidul pada tanggal 9 September 2016.

C. Populasi

Populasi adalah total dari seluruh unit atau elemen dimana peneliti tertarik. Populasi dapat berupa organisme, orang atau satu kelompok, masyarakat, organisasi, benda, obyek, peristiwa atau laporan yang semuanya memiliki ciri dan harus didefinisikan secara spesifik (Silalahi, 2012). Populasi dalam penelitian ini

(45)

berjumlah 160 responden di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.

D. Metode Sampling dan Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi, bila populasi besar dan peneliti tidak memungkinkan untuk mempelajari seluruh populasi, maka peneliti dapat sampel dari populasi tersebut (Sugiyono, 2010).

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik

purposive sampling yaitu metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian

dengan menentukan terlebih dahulu kriteria yang akan dimasukan dalam penelitian, dimana partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga bagi penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Persyaratan atau kriteria dalam pengambilan sampel penelitian berdasarkan dan eksklusi:

1) Kriteria Inklusi:

a) Remaja yang hadir pada saat dilakukannya penelitian. b) Remaja yang bersedia menjadi responden.

c) Remaja yang berusia 14-19 tahun . d) Remaja yang memiliki pasangan (pacar). 2) Kriteria Ekslusi:

a) Remaja yang sedang menderita penyakit kronis. b) Remaja yang berusia lebih dari 20 tahun.

(46)

Menurut Arikunto (2010), jika subjek kurang dari 100, lebih baik subjek diambil seluruhnya, tetapi jika lebih dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25%. Sehingga jumlah sampel 40 responden, yaitu 12 responden yang melakukan pernikahan dini dan 28 responden yang tidak melakukan pernikahan dini. Dari data sampel tersebut, peneliti akan mengambil sampel pada remaja yang melakukan pernikahan dini dan yang tidak melakukan pernikahan dini di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.

E. Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau kriteria yang harus dimiliki oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian.Variabel penelitian ini adalah gambaran perilaku remaja tentang pernikahn dini (Notoatmodjo, 2012).

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti (Notoatmojo, 2010).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Operasional Skala Penilaian Gamabaran Perilaku Remaja Tentang Pernikahan Dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Kemampuan Remaja menjawab kuesioner dengan benar tentang pernikahan dini pada remaja, meliputi:

1. Penyebab pernikahan dini remaja

2. Risiko pernikahan dini bagi remaja 3. Risiko kehamilan bagi

remaja

Nominal Positif: Dikatakan positif jika jawaban benar skor

> 50% Negatif: Dikatakan

negatif jika jawaban benar skor

(47)

G. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang, dimana responden hanya memberikan jawaban atau memberikan tanda-tanda tertentu (Notoadmodjo, 2012).

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Penelitian

Variabel Indikator No. Item Jumlah

Positif Negatif Gambaran Perilaku Remaja Tentang Pernikahan Dini Di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta Sosial Lingkungan Agama Ekonomi 1, 2, 3, 7, 10, 13. 14, 16, 4, 20. 15. 17, 18. 8, 19. 5, 6, 11, 12. 9. Total Soal 13 7 20

Tabel 3.3 Beberapa Bentuk Jawaban Pertanyaan

Pertanyaan Nilai Pertanyaan Nilai Pertanyaan

Positif Negatif

Selalu 4 1

Sering 3 2

Kadang-kadang 2 3

Tidak pernah 1 4

2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian (Hidayat, 2014). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengukuran, pengamatan, survei dan lain-lain yang dilakukan oleh peneliti itu sendiri (Setiadi, 2007).

(48)

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden, sebelumnya dijelaskan terlebih dahulu maksud, tujuan dan cara pengisian kuesioner oleh peneliti.

H. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2010) Validitas instrumen adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan dapat mengukur apayang harus diukur. Uji validitas ini menggunakan Pearson Product

Moment, kemudian dilihat penafsiran dari indeks korelasinya.Instrumen

dikatakan valid jika nilai rhitung> rtabel.

Adapun rumus yang digunakan adalah :

Keterangan:

N : Jumlah responden

rxy : Koefisien korelasi product moment x : Skor pertanyaan

y : Skor total

xy : Skor pertanyaan dikalikan skor total

Uji validitas ini atau item pernyataan dikatakan valid apabila rhitung > rtabel dengan taraf kesalahan 5% (Priyatno, 2012). Hasil dari uji valid yaitu nomer 10 (0.222), nomer 13 (0.219), nomer 19 (0.222). Pada uji validitas ini memiliki pertanyaan sejumlah 23 soal dan ada 3 soal yang tidak valid yaitu soal 10, soal

(49)

13, soal 19 maka dari ke tiga soal tersebut tidak digunakan dalam kuesioner penelitian. Dalam penelitian ini, dilakukan pada bulan September 2016 kepada responden yang berjumlah 20 responden. Peneliti akan melakukan Uji Validitas pada remaja di desa Bandung, Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama hasilnya (Arikunto, 2010).

Untuk menguji reliabilitas instrumen, penelitian menggunakan Alpha

Chonbach’s dengan bantuan program komputer SPSS for windows.

Rumus Alpha Chonbach’s adalah sebagai berikut :

Keterangan :

r1 = Reliabilitas Instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal Ʃơb2

= Jumlah varian butir ơt2

(50)

Soal dikatakan reliabel bila nilai Alpha Chonbach’s> 1’ kriteria 0,60 (Priyatno, 2012). Hasil dari uji reliabilitas yaitu 0.764 dengan menggunakan

Cronbach’s Alpha.

I. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Metode pengolahan data

Setelah data terkumpul, maka langkah yang dilakukan berikutnya adalah pengolahan data. Proses pengolahan data (Notoadmodjo, 2010) adalah:

a. Editing

Kegiatan ini dilakukan dengan cara memeriksa data hasil jawaban dari kuisoner yang telah diberikan kepada responden dan kemudian dilakukan di lapangan sehingga bila terjadi kekurangan atau tidak sesuai dapat segera dilengkapi.

b. Coding

Kegiatan ini memberi kode angka pada kuisoner terhadap tahap-tahap dari jawaban responden agar lebih mudah dalam pengolahan data selanjutnya.

c. Tabulating

Kegiatan ini dilakukan dengan cara menghitung data dari jawaban kuesioner responden yang sudah diberi kode, kemudian dimasukkan ke tabel.

d. Entry

Data dimasukkan ke dalam software komputer untuk dapat diolah sesuai dengan tujuan penelitian atau ditampilkan dalam Dummy tabel.

(51)

e. Processing

Memasukkan data yaitu jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

software computer.

f. Cleaning (Pembersihan data)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya keselahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian di lakukan pembetulan atau koreksi, proses ini disebut pembersihan data (data

cleaning).

2. Analisis data

Analisa data yang digunakan adalah analisis Skor-T dikarenakan menggunakan skala nominal (Azwar, 2011).

Rumus dari data Skor-Tadalah :

Keterangan : T: Skor T

x: Skor responden x: Mean Skor kelompok s: Standar deviasi

Remaja dikatakan mempunyai perilaku positif jika skor T > 50%, dan dikatakan negatif jika skor T ≤ 50%.

(52)

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis

univariat.Data univariat bertujuan untuk menjelaskan dan mendiskripsikan

karakteristik setiap variabel, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : P: Presentase

F: Jumlah pertanyaan yang dijawab benar N: Jumlah seluruh pertanyaan

J. Etika Penelitian

1. Sukarela

Penelitian bersifat sukarela tanpa ada umur paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

2. Inform Consent (lembar persetujuan menjadi responden)

Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan serta manfaat yang dilakukannya penelitian. Jika subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

(53)

3. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan subyek penelitian, peneliti tidak mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan member nomor pada masing-masing lembar tersebut.

4. Confidentialy(Kerahasiaan)

Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh oleh subyek penelitian dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil penelitian.

K. Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Persiapan

Penelitian diawali dengan pengajuan judul pada tanggal 4 Januari 2016 kemudian melakukan studi pendahuluan pada tanggal 30 Mei 2016. Selanjutnya mengajukan proposal dan melakukan seminar proposal.

2. Tahap pelaksanaan

Kemudian mengurus surat ijin penelitian kepada pimpinan wilayah setempat untuk mendapatkan persetujuan melakukan penelitian di wilayah setempat Kabupaten Gunungkidul. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan penulis dengan membagikan kuesioner kepada remaja pada saat sesudah kegiatan karang taruna. Pembagian kuesioner dilakukan oleh peneliti. Kuesioner yang telah terkumpul langsung dilakukan cek ulang untuk melihat kelengkapan jawaban responden. Setelah semua kuesioner terkumpul dilakukan tabulasi, pengolahan data, dan analisis data.

(54)

3. Tahap Penyelesaian

Menyusun laporan hasil penelitian dan pengolahan data dari hasil penelitian kemudian dikonsultasikan oleh pembimbing dari hasil tersebut dan dilanjutkan dengan hasil penelitian.

(55)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Plembutan terletak di Jl. Paliyan-Playen Km. 2.2, Plembutan, Playen, Gunungkidul, 55861 Koordinat: 7° 57’ 53” LS 110° 32’ 42” BT yang terdiri dari 11 dusun yaitu Toboyo Timur, Toboyo Barat, Wiyoko Utara, Wiyoko Tengah, Wiyoko Selatan, Plembutan Timur, Plembutan Barat, Papringan, Ngasem Selatan, Ngasem Utara, Galih, dengan luas wilayah 6,12 Km2 yang memiliki jumlah penduduk 5.198 jiwa. Sebagian besar penduduk Kecamatan Playen adalah sebagai petani/buruh.

Pada tahun 2015 desa Plembutan menjadi sorotan karena yang memiliki jumlah remaja paling banyak desa-desa yang lain. Jumlah remaja pada desa Plembutan ini terdapat 160 orang paling banyak berusia 14-19 tahun yaitu 81 perempuan dan 79 laki-laki. Pada jumlah ini sebagian besar remaja di desa Plembutan masih duduk di bangku SMP dan SMA. Dari jumlah ini desa Plembutan banyak terjadinya perilaku menyimpang pada kalangan remaja yaitu salah satunya kejadian pernikahan dini. Pernikahan dini ini setiap tahunnya selalu meningkat di Kecamatan Playen terutama di Desa Plembutan. Selain itu, tejadinya penyebab pernikahan dini banyak dari yaitu karena dari ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya di desa Plembutan. Kemudian yang lebih memicu dari penyebab tersebut adalah karena ekonomi. Pada tahun 2007-2008 Kecamatan Playen memiliki angka kemiskinan yang meningkat

(56)

yaitu pada tahun 2007 terdapat 7.661 penduduk dan pada tahun 2008 terdapat 6.541 penduduk. Dari hasil tersebut sempat mengalami penurunan yang tidak terlalu banyak namun kemiskinan ini masih sulit dipastikan secara jelas penyebabnya. Maka penyebab ekonomi inilah terjadi salah satunya sebagian besar orang tua lebih mengutamakan bekerja untuk kebutuhan sehari-harinya yaitu sebagian besar memilih bekerja buruh/tani. Kemudian kesempatan ini dimanfaatkan oleh remaja untuk lebih melakukan aktifitasnya dengan bebas karna beranggapan tidak mendapatkan kekangan dan pengawasan dari orang tua, sehingga remaja tersebut melakukan perilaku yang kurang baik terutama dalam bergaul dan bersosialisasi yang menyebabkan terjadinya hamil di luar nikah dan menikah di usia dini.

2. Karakteristik Penelitian

Karakteristik dalam penelitian ini meliputi usia remaja, pendidikan remaja. Karakteristik penelitian dapat dilihat pada tabel berikut:

(57)

a. Karakteristik perilaku remaja yang melakukan pernikahan dini

Tabel 4.1 Karakteristik responden melakukan pernikahan dini

Karakteristik Frekuensi (ƒ) Persentase (%) Remaja Remaja awal (10-12 tahun) Remaja tengah (13-15 tahun) Remaja akhir (17-20 tahun) 1 7 4 8.3 58.3 33.3 Jumlah 12 100.0 Pendidikan remaja Tidak tamat SD SMP SMA Perguruan tinggi 0 1 7 4 0 0 8.3 58.3 33.3 0 Jumlah 12 100.0

(Sumber: Data Primer 2016)

Berdasarkan tabel 4.1 dari remaja 12 responden yang melakukan pernikahan dini, menunjukkan bahwa sebagian besar adalah remaja tengah (13-15 tahun) sebanyak 7 orang (58.3%), berdasarkan pendidikan dari remaja yang paling banyak yaitu SMP sebanyak 7 orang (58.3%).

(58)

b. Karakteristik perilaku remaja yang tidak melakukan pernikahan dini

Tabel 4.2 Karakteristik responden tidak melakukan pernikahan dini

Karakteristik Frekuensi (ƒ) Prosentase (%) Remaja Remaja awal (10-12 tahun) Remaja tengah (13-15 tahun) Remaja akhir (17-20 tahun) 5 13 10 17.9 46.4 35.7 Jumlah 28 100.0 Pendidikan remaja Tidak tamat SD SMP SMA Perguruan tinggi 0 5 12 7 4 0 17.9 42.9 25.0 14.3 Jumlah 28 100.0

(Sumber: Data Primer 2016)

Berdasarkan tabel 4.2 dari 28 responden yang tidak melakukan pernikahan dini menunjukkan bahwa sebagian besar adalah remaja tengah (13-15 tahun) sebanyak 13 responden (46.4%), berdasarkan pendidikan dari remaja yang paling banyak yaitu SMP sebanyak 12 responden (42.9%).

c. Kategori perilaku remaja yang melakukan pernikahan dini.

Tabel 4.3 Distribusi kategori responden melakukan pernikahan dini

Perilaku remaja Melakukan pernikahan dini

(ƒ) (%)

Positif 7 58.3

Negatif 5 41.7

Total 12 100.0

(59)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui dari 12 responden remaja yang melakukan pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta memiliki perilaku positif yaitu 7 responden (58.3%) sedangkan yang memiliki perilaku negatif yaitu 5 responden (41.7%).

d. Kategori perilaku remaja yang tidak melakukan pernikahan dini.

Tabel 4.4 Distribusi kategori responden tidak melakukan pernikahan dini Perilaku remaja Tidak melakukan pernikahan dini (ƒ) (%) Positif 12 42.9 Negatif 16 57.1 Total 28 100.0

(Sumber: Data Primer 2016)

Berdasarkan tabel 4.4 tdapat diketahui dari 28 responden remaja yang tidak melakukan pernikahan dini di Desa Plembutan Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta memiliki perilaku positif yaitu 12 responden (42.9%) sedangkan yang memiliki perilaku negatif yaitu 16 responden (57.1%).

B. Pembahasan

1. Karakteristik remaja berdasarkan usia yang melakukan pernikahan

dini

Dilihat dari segi klasifikasi menunjukkan karakteristik remaja yang melakukan pernikahan dini yaitu pada remaja tengah (13-15 tahun) sebanyak 7 responden (58.3%). Hal serupa dijelaskan pada penelitian Cahyani (2015) bahwa aktivitas seksusal remaja berhubungan dengan perilaku remaja yang melampaui batas, responden NS dan LAKD harus putus sekolah dan menikah karena aktivitas

(60)

seksual pada usia mereka, sehingga mereka hamil di luar nikah. Kedua responden tersebut juga menyatakan bahwa pengaruh dari lingkungan pergaulan dengan teman di sekolah sangat kuat bagi mereka. Dengan kebiasaan-kebiasaan para remaja yang sedang mencari jati diri hingga terkadang tidak memperhatikan norma sosial, dan kurang berfikir secara rasional, cenderung mengikuti norma yang ada di kelompoknya, dan mementingkan kesenangan saja. Dari keadaan sosial lain yang mendukung dapat mempengaruhi aktivitas seksual remaja yang mengarah terjadinya pernikahan di usia dini adalah pengalaman-pengalaman responden di masa lalu tentang keluarga maupun pergaulan di lingkungan sekitar mau pun di lingkungan sekolah. Hal tersebut sangat memengaruhi bagaimana responden berfikir segera menikah. Dalam penelitian ini terbukti masih banyak yang menikah usia dini dibawah umur padahal Pemerintah telah menetapkan batas usia pernikahan dalam UU No. 10 tahun 1992 yaitu usia pernikahan untuk perempuan jika telah mencapai usia 19 tahun dan laki-laki telah mencapai usia 21 tahun (Widyastuti, 2009). Hal yang serupa ditemukan pada penelitian yang dilakukan Azinar Muhammad pada tahun 2013 yang berjudul Perilaku Seksual Pranikah Berisiko Terhadap Kehamilan tidak diinginkan jenis penelitiannya

Explanatory research dengan pendekatan Cross Sectional dan hasilnya terdapat

lima variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah: religiusitas, sikap, akses dan kontak media pornografi, sikap teman dekat, serta perilaku seksual teman dekat.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Tabel yang melakukan pernikahan dini
Tabel Perilaku Remaja Yang Tidak Melakukan Pernikahan Dini

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Patih jeung Murayung tèa seug dibendian ku patih papatong jeung ratu Sari nu ngusirna patih Badul Raja Nur Sewan ngandika kami mah patih pandeuri. Raden patih mecut kuda

IDR 1.Harga yang ditunjukan adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) dan sewaktu waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.. Dan

berbasis minyak dengan kontrol pemerintah yang kuat terhadap kegiatan ekonomi utama. KSA memiliki sekitar seperlima dari cadangan terbukti minyak dunia,

Selanjutnya ditemukan satu kesamaan antara orang-orang yang memiliki karakteristik lambung dan usus yang baik adalah bahwa mereka menyantap banyak makanan segar

Pengaruh penambahan tepung limbah penetasan dalam pakan terhadap konsumsi pakan, produksi telur dan konversi pakan burung puyuh (Coturnix coturnix japonica)..

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan

Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya

Mengetikkan email, nama, alamat, password, dan telepon dengan data yang benar kemudian klik tombol register.