• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penggunaan obat tertentu yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Mekanisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penggunaan obat tertentu yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Mekanisme"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penurunan sistem imun dapat diakibatkan karena paparan penyakit maupun penggunaan obat tertentu yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Mekanisme penurunan respon imun dapat dilihat melalui penurunan produksi antibodi IgG dan IgA (Zhang dkk., 2005). Respon imun diperlukan untuk tiga hal, yaitu pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, homeostasis terhadap eliminasi komponen-komponen tubuh yang sudah tua, dan pengawasan terhadap penghancuran sel-sel yang bermutasi menjadi ganas. Dengan demikian respon imun dapat diartikan sebagai suatu sistem agar tubuh dapat mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan di dalam tubuh. Ketika sistem imun tidak bekerja optimal, tubuh akan rentan terkena penyakit sehingga tubuh membutuhkan senyawa imunomodulator yang dapat memperbaiki sistem imun yang tidak stabil. Imunomodulator merupakan zat yang dapat mengembalikan ketidakseimbangan sistem kekebalan yang terganggu dengan cara merangsang dan memperbaiki fungsi sistem kekebalan tubuh (Baratawidjaja, 2002).

Penggunaan agen imunomodulator dapat meningkatkan respon sistem imun (imunostimulator) sehingga daya tahan tubuh tetap terjaga. Salah satu tanaman yang dikenal dapat meningkatkan sistem imun tubuh adalah buah mengkudu (Morinda citrifolia L.). Buah mengkudu banyak mengandung protein, polisakarida,

(2)

2

skopoletin, asam askorbat, prokseronin, dan prokseroninase (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Senyawa polisakarida dalam jus buah mengkudu mempunyai potensial sebagai profilaktik maupun terapetik imunomodulator (Furusawa dkk., 2003). Mengkudu mengandung senyawa xeronin dan prokseronin yang berfungsi menormalkan fungsi sel yang rusak dalam tubuh manusia sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh (Heinicke, 1985). Di dalam dinding usus, enzim prokseroninase dalam buah mengkudu akan mengubah prokseronin menjadi zat aktif xeronin. Xeronin diserap ke dalam aliran darah menuju semua sel untuk mengaktifkan protein, mengatur struktur, dan membentuk sel. Pengaktifan protein menyebabkan produksi antibodi berlangsung baik karena faktor penyusun utama antibodi adalah protein. Dari penelitian yang telah dilakukan, ekstrak buah mengkudu (EBM) mengandung senyawa polisakarida yang mempunyai efek imunostimulator (Sasmito dkk., 2015ª).

Untuk meningkatkan kesehatan tubuh diperlukan juga senyawa antioksidan. Senyawa antioksidan dapat melawan stress oksidatif sel-sel tubuh akibat radikal bebas yang banyak dihasilkan dari asap rokok, asap kendaraan, dan makanan yang terkontaminasi pestisida. Radikal bebas yang memapar tubuh manusia secara berlebih dapat menimbulkan kerusakan sel dan gangguan sistem kekebalan tubuh. (Sjahbana dan Bahalwan, 2002). Kandungan antioksidan pada tanaman manggis, paling banyak terdapat pada bagian kulit buahnya. Kulit buah manggis mengandung senyawa golongan alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol (Dewi dkk., 2013). Senyawa xanton yang terkandung dalam kulit buah manggis berefek antioksidatif (Jung dkk., 2006). Ekstrak kulit manggis (EKM) yang

(3)

mengandung senyawa xanton mempunyai ativitas sebagai antioksidan. Xanton mampu mengikat oksigen bebas yang tidak stabil, yaitu radikal bebas perusak sel di dalam tubuh sehingga xanton dapat menghambat proses kerusakan sel. Xanton juga merangsang pemulihan sel tubuh yang rusak dengan cepat sehingga membuat awet muda. Senyawa xanton juga mengaktifkan sistem kekebalan tubuh dengan merangsang sel pembunuh alami (natural killer cell atau NK cell) dalam tubuh. Senyawa antioksidan memiliki kaitan yang erat dengan sistem imun karena senyawa antioksidan dapat melindungi sel-sel imun terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Pemberian antioksidan sangat penting karena dapat menghindari kerusakan sel imun yang diakibatkan oleh radikal bebas. Antioksidan juga dapat memproteksi respon imun dari efek imunosupresan yang berasal dari lingkungan seperti sinar ultraviolet dan asap rokok (Bendich, 1993).

Dengan mengkombinasikan ekstrak dari buah mengkudu dan ekstrak kulit buah manggis diharapkan dapat menghasilkan aktivitas yang lebih baik melalui sinergisme/komplementer. Alkaloid dan polisakarida dari EBM dan komponen fenolik EKM diharapkan dapat lebih meningkatkan respon sistem imun (Solihat, 2015). Kemudian dicari kombinasi pada dosis yang optimal diantara 0,5 dosis terapi, 1x dosis terapi, dan 2x dosis terapi yang dapat memberikan peningkatan respon imun yang optimal. Pemilihan dosis ekstrak merupakan hal yang penting untuk menghasilkan peningkatan respon imun yang optimal dengan dosis yang tepat. Pemilihan dosis disesuaikan dengan produk yang sudah beredar di pasar. Formula kombinasi EBM dan EKM menurut Prof. Dr. Ediati Sasmito, SE., Apt. dalam bentuk sirup yang menghasilkan efek yang optimal, tiap 5ml mengandung:

(4)

Ekstrak kering Mengkudu 200mg

Ekstrak kering manggis 100mg

Tween 80 225mg Gula 20% CMC-Na 1% Metil paraben 0,1% Perasa qs Pewarna qs Air ad 5ml

Dosis pemakaian untuk dewasa, yaitu sebesar 15ml/hari. Dalam 15 ml sirup mengandung ekstrak mengkudu 600mg dan ekstrak manggis 300mg. Fungsi imunologik dari senyawa-senyawa yang terlibat dapat dilihat dengan adanya peningkatan sistem imun pada tikus setelah diberi kombinasi larutan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit buah manggis. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap jumlah produksi antibodi, seperti IgG dan IgA. Setelah itu dibandingkan apakah ada perbedaan bermakna peningkatan jumlah antibodi IgG dan IgA diantara kelompok perlakuan dan melihat apakah ada perbedaan bermakna peningkatan antibodi IgG dan IgA pada hari ke-8, 15, dan 29 menggunakan analisis two way ANOVA dengan taraf kepercayaan 99%.

Hingga saat ini belum banyak penelitian yang mengkombinasikan agen imunomodulator dengan agen antioksidan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian

(5)

yang mengkombinasikan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit buah manggis untuk melihat adanya peningkatan respon imun produksi antibodi IgG dan IgA.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian kombinasi ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit manggis dalam meningkatkan respon imun antibodi IgG dan IgA?

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pengobatan suatu penyakit yang menyerang sistem imun tubuh. Dengan demikian keadaan imun tubuh dapat diperbaiki apabila terjadi paparan penyakit yang menyerang sistem imun. Sistem imun dapat digunakan untuk menangkal radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kombinasi ekstrak buah mengkudu sebagai agen imunostimulator dan ekstrak kulit manggis sebagai antioksidan pada setengah kali dosis terapi, satu dosis terapi, dan dua kali dosis terapi. Dengan penelitian ini dapat diketahui kelompok perlakuan yang dapat memberikan respon peningkatan antibodi IgG dan IgA yang terbaik. Selain itu, penelitian ini memiliki manfaat:

1. Bagi masyarakat

Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan masyarakat untuk pengobatan penyakit yang menyerang sistem imun ataupun untuk menjaga sistem daya tahan tubuh dari paparan penyakit.

(6)

2. Bagi industri obat

Penelitian ini dapat menjadi sarana bagi industri untuk mengembangkan produk baru yang dapat mengatasi penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang aman dengan jangkauan pemasaran yang lebih luas.

3. Bagi akademisi

Adanya tulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi dan ide untuk terus mengembangkan penelitian mengenai mekanisme peningkatan sistem imun dengan kombinasi EBM dan EKM atau kombinasi ekstrak yang lain secara lebih baik, aman, dan efisien dengan berbagai kemungkinan alternatif.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh kombinasi ekstrak buah mengkudu sebagai agen imunomodulator dan ekstrak kulit manggis sebagai agen antioksidan dalam meningkatkan respon imun tubuh sehingga dapat digunakan untuk pengobatan penyakit yang menyerang sistem imun.

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji aktivitas imunomodulator EBM melalui pengamatan nilai OD IgG dan IgA.

b. Mengkaji aktivitas antioksidan EKM dalam meningkatkan respon imun melalui pengamatan nilai OD IgG dan IgA.

(7)

E. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Manggis

Garcinia mangostana L. atau yang dikenal dengan nama manggis merupakan salah satu buah yang berasal dari hutan tropis di kawasan Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Malaysia, Filiphina, dan Thailand. Masyarakat menggunakan kulit manggis untuk mengobati diare, disentri, infeksi, dan ulcer (Jose dkk., 2008). Manggis dikenal sebagai The Queen of Fruit karena manggis dianggap sebagai salah satu buah dengan rasa terbaik (Jung dkk., 2006).

Gambar 1. Tanaman Manggis (Hidayah, 2015)

Batang pohon manggis berbentuk pohon berkayu dan dapat tumbuh hingga 25 meter atau lebih. Kulit batangnya tidak rata dan berwarna kecoklat-coklatan. Struktur helai daun tebal dengan permukaan sebelah atas berwarna hijau mengkilap sedangkan permukaan bawah berwarna kekuning-kuningan. Struktur buah manggis memiliki empat kelopak yang tersusun dalam dua pasang. Mahkota bunga terdiri dari empat helai, berwarna hijau kekuningan dengan warna merah pada pinggirannya. Bakal buah berbentuk bulat, mengandung satu sampai dengan tiga bakal biji yang mampu berkembang

(8)

menjadi biji normal. Kulit buah manggis berwarna merah gelap, ukurannya tebal dan mencapai proporsi sepertiga bagian dari buahnya. Kulit buahnya mengandung getah berwarna kuning dan pahit. Bagian terpenting dari buah mangggis adalah daging buahnya. Warna daging buahnya putih bersih dengan cita rasa sedikit asam (Jung dkk., 2006).

Kulit buah manggis mengandung senyawa golongan alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol (Dewi dkk., 2013). Senyawa xanton merupakan senyawa-senyawa bioaktif fenolik yang berperan dalam menentukan aktivitas antioksidan pada kulit buah manggis. Manggis telah diteliti dapat digunakan sebagai antioksidan, antitumor, antialergi, antiinflamasi, antibakteri, antifungi, dan antivirus (Jose dkk., 2008). Telah dilaporkan oleh Chomnawang dkk (2007) bahwa ekstrak etanolik kulit buah manggis menunjukkan aktivitas antioksidan yang paling signifikan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Weecharangsan dkk (2006); Haruenkit dkk (2007); dan Chin dkk (2008) juga menunjukan adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah manggis.

Dalam Moongkarndi dkk (2004) melaporkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya Weecharangsan dkk (2006) menindak lanjuti hasil penelitian tersebut, dengan melakukan penelitian aktivitas antioksidan beberapa ekstrak kulit buah manggis, yaitu ekstrak air, etanol 50% dan 95%, serta etil asetat. Metode yang digunakan adalah penangkapan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua ekstrak mempunyai potensi sebagai penangkal

(9)

radikal bebas. Ekstrak air dan etanol mempunyai potensi lebih besar. Berkaitan dengan aktivitas antioksidan tersebut, kedua ekstrak tersebut (ekstrak air dan ekstrak etanol) juga mampu menunjukkan aktivitas neuroprotektif pada sel NG108-15.

Tanaman manggis memiliki klasifikasi tanaman sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Guttiferales

Familia : Guttiferae (Clusiaceae) Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L.

(Waha, 2002)

2. Xanton

Senyawa xanton merupakan antioksidan terbesar yang terdapat pada kulit manggis. Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya adalah alfa mangostin dan gamma-mangostin. Senyawa xanton, yaitu garsinon E yang diisolasi dari kulit buah manggis menunjukkan aktivitas farmakologi. Jung dkk (2006) berhasil mengidentifikasi kandungan xanton dari ekstrak larut dalam diklorometana, yaitu 2 xanton terprenilasi teroksigenasi dan 12 xanton lainnya. Dua senyawa xanton terprenilasi teroksigenasi adalah 8-hidroksikudraksanton G dan mangostingon. Sedangkan keduabelas xanton lainnya adalah kudraksanton G, 8deoksigartanin, garsimangoson B, garsinon D, garsinon E,

(10)

gartanin, 1-isomangostin, alfamangostin, gamma-mangostin, mangostinon, smeathxanton A, dan tovofillin A. Struktur kimia senyawa-senyawa tersebut disajikan pada gambar 2 dan 3 (Nugroho, 2008).

Gambar 2. Struktur Senyawa Golongan Xanton

Keterangan: hidroksikudrakxanton G (a), mangostingon (b), kudrakxanton G (c), 8-deoksigartanin (d), Garsimangoson B (e), garsinon D (f), garsinon E (g), gartanin (h), 1-isomangostin (i), alfa-mangostin (j), gamma mangostin (k), tovofillin A (l), mangostinon (m), dan smeathxanton A (n) (Nugroho 2008).

(11)

Senyawa xanton pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan antioksidannya 66,7 kali wortel dan 8,3 kali jeruk. Selain itu sifat antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Senyawa fenolik diketahui memiliki aktivitas antioksidan karena senyawa fenolik dapat berperan sebagai donor hidrogen pada radikal bebas sehingga menghasilkan radikal stabil yang berenergi rendah yang berasal dari senyawa fenolik yang kehilangan atom hidrogen. Struktur radikal baru ini menjadi stabil karena terjadinya resonansi pada cincin benzenanya (Naczk dan Shahidi, 2004). Selain itu, senyawa fenolik dapat memecah rantai reaksi oksidasi lipid pada tahap inisiasi awal (Gulcin dkk., 2004). Senyawa xanton yang paling banyak diteliti adalah α-, β-, dan γ-mangostin, garsinon E, 8-deoxygartanin, dan gartanin. Kulit buah manggis yang mengandung senyawa xanton memiliki kandungan antioksidan tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi dan mengurangi kerusakan sel, terutama yang diakibatkan oleh radikal bebas. Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Tidak ada kematian dan tanda-tanda toksisitas pada hewan uji yang dipejani ekstrak kulit buah manggis (Jung dkk., 2006).

3. Tanaman Mengkudu

Morinda citrifolia L. atau yang lebih dikenal dengan nama Mengkudu adalah tanaman yang tumbuh baik di sepanjang Pasifik dan merupakan tumbuhan native dari Asia Tenggara, terutama Indonesia serta Australia. Di

(12)

berbagai negara, mengkudu dikenal dengan berbagai nama seperti noni (Hawai’i); Indian mulberry (English); canary wood (Australia); dan di Cook Island serta Tahiti di kenal dengan nama nono (Nelson, 2003). Di Indonesia mengkudu juga memiliki berbagai nama daerah, yaitu eodu, mengkudu, bengkudu (Sumatera); kudu, cengkudu, kemudu, pace (Jawa); wangkudu, manakudu, bakulu (Nusa tenggara); dan di Kalimantan di kenal dengan nama mangkudu, wangkudu, dan labanan (Wijayakusuma dan Dalimartha, 1995).

Gambar 3. Tanaman Mengkudu (Solihat, 2015)

Tanaman mengkudu tumbuh tiga sampai sepuluh meter, tumbuh agak bengkok, kulit kasar, mempunyai cabang banyak dengan ranting muda bersegi empat. Daun memiliki panjang 10-40 cm dan lebar 5-17 cm, berwarna hijau tua, terletak berhadapan dengan tangkai pendek, helai daun tebal mengkilap berbentuk buah telur hingga elips, ujung runcing, pangkal menyempit, tepi rata, dan tulang daun menyirip (Nelson, 2006). Buah mengkudu merupakan buah majemuk berdaging dengan panjang 5-10 cm dan diameter 3-4 cm (Widjayakusuma dan Dalimartha, 1995). Bentuk buah lonjong berwarna putih kekuningan, lunak, berair, dan memiliki bau busuk. Biji terdapat di bagian

(13)

dalam buah dengan bentuk segitiga yang keras, berwarna coklat kehitaman, dan jumlahnya tidak sama (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).

Masyarakat Polinesia telah memanfaatkan tanaman mengkudu sebagai tanaman obat sejak 2000 tahun yang lalu (Ahn dkk., 2006). Buah mengkudu diklaim dapat mencegah dan mengobati berbagai penyakit, terutama untuk menstimulasi sistem imun dan agen antibakteri, virus, parasit, dan juga jamur (Dixon dkk., 1999; McClatchey, 2002). Buah mengkudu mengandung skopoletin, rutin, polisakarida, asam askorbat, β-karoten, 1-arginin, proxironin, proxeroninase, iridoid, asperolusid, iridoid antrakinon, asam lemak, kalsium, vitamin B, asam amino, glikosida, dan juga glukosa (Yanine dkk., 2006).

Tanaman mengkudu memiliki klasifikasi tanaman sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae (suku kopi-kopian)

Genus : Morinda

Spesies : Morinda citrifolia L.

(14)

Buah mengkudu mengandung skopoletin, rutin, polisakarida, asam askorbat, β-karoten, 1-arginin, proxironin, dan proxeroninase, iridoid, asperolusid, iridoid antrakinon, asam lemak, kalsium, vitamin B, asam amino, glikosida, dan juga glukosa (Sjabana dan Bahalwan, 2002). Telah dilaporkan oleh Ediati dkk (2015ª dan 2015b), bahwa polisakarida yang diisolasi dari buah mengkudu, mempunyai efek imunostimulator dan dapat memperbaiki efek samping yang terjadi pada pemberian obat kanker doksorubisin pada binatang uji. Buah mengkudu memiliki aktivitas antikanker pada pengobatan penyakit kanker payudara diberikan tunggal maupun dikombinasikan dengan obat kanker yang poten, yaitu doksorubisin (Taskin dkk., 2009)

4. Polisakarida

Berdasarkan analisis polisakarida dengan kromatografi lapis tipis (KLT), polisakarida yang terkandung dalam fraksi tak larut etanol jus buah mengkudu, terdiri dari heteropolisakarida gom arab, asam glukoronat, arabinosa, dan rhamnosa (Hirazumi dan Furusawa, 1999). Penelitian dari Anh dkk (2006) fraksi tak larut etanol jus buah mengkudu yang diperoleh dengan cara yang sama mengandung polisakarida pektin, yang terdiri dari homogalakturonan, rhamnogalakturonan I, arabin, dan arabinogalaktan sebagai penyusun utama serat polisakarida lain dengan jumlah relatif kecil.

Dilaporkan oleh Furuzawa dkk (2003), senyawa polisakarida dalam jus buah mengkudu mempunyai potensial sebagai profilaktik maupun terapetik dan sebagai imunomodulator. Polisakarida buah mengkudu mampu memicu

(15)

aktivitas makrofag dan menstimulasi produksi TNF-alfa, 1 beta, hingga IL-12p70 dan NO (nitric oxide). Selain itu, polisakarida buah mengkudu mampu mempengaruhi sitotoksisitas sel NK dan sel T melalui penekanan dan stimulasi produksi IL-12 p70. Jus mengkudu dapat menekan pertumbuhan tumor melalui aktivasi sistem kekebalan pada inang (Hirazumi dan Furusawa, 1999).

5. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan/senyawa kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair (Depkes RI, 2000). Pemisahan senyawa aktif dalam ekstrak melalui partisi. Proses partisi bergantung pada perbedaan kemampuan larut solut dalam dua macam pelarut (solven) yang tidak saling campur dan berbeda polaritasnya. Prinsip partisi yaitu menggunakan pelarut yang kepolarannya sesuai dengan kepolaran senyawa, seperti melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar ataupun senyawa non polar dalam pelarut non polar. Senyawa aktif dapat terpisah berdasarkan kelarutannya dalam dua macam pelarut yang tidak saling campur dan berbeda polaritasnya berdasarkan prinsip like dissolves like (Snyder dkk., 2010).

Senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia biasanya digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahui senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Simplisia yang lunak seperti rimpang dan daun mudah diserap oleh pelarut, karena itu penyerbukan

(16)

simplisia tidak perlu sampai halus sebelum diekstraksi. Penyerbukan sampai halus diperlukan pada simplisia yang keras seperti biji, kulit kayu dan kulit akar karena zat aktifnya susah diserap oleh pelarut. Selain memperhatikan sifat fisik dan senyawa aktif dari simplisia harus juga diperhatikan senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam simplisia, seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula karena senyawa ini akan mempengaruhi tingkat kejenuhan pelarut sehingga akan berpengaruh pula pada proses pelarutan senyawa aktif (Depkes RI, 2000).

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi dingin. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi, maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan penambahan ulang pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Depkes RI, 2000).

6. Vaksin Hepatitis B

Vaksin Hepatitis B adalah vaksin yang tidak menginfeksi dan digunakan untuk mencegah penyakit hepatitis B. Vaksin ini berisi HbsAg, yaitu suatu protein virus hepatitis B yang dapat merangsang pembentukan kekebalan tubuh terhadap virus hepatitis B (vaksinasi aktif). Vaksin Hepatitis B dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA. Vaksin hepatitis B berperan sebagai antigen sehingga akan merespon pembentukan imunoglobulin. Induksi

(17)

bertujuan untuk membangkitkan imunitas yang efektif sehingga terbentuk imunoglobulin dan sel-sel memori. Induksi dilakukan berulang sebanyak tiga kali agar sel-sel memori yang terbentuk semakin banyak (Subowo, 2009).

Dalam penelitian ini, induksi vaksin hepatitis B dilakukan intraperitoneal. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko penyumbatan apabila diberikan intravena. Pemberian antigen secara intraperitoneal, diharapkan dapat memunculkan respon imun humoral berupa IgG dan IgA yang berperan melindugi tubuh dari mikroorganisme atau virus (Fihiruddin, 2013).

7. Imunoglobulin G (IgG)

Imunoglobulin G (IgG) adalah antibodi yang dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B yang terjadi kontak dengan antigen. Antibodi yang terbentuk secara spesifik akan mengikat antigen baru lainnya yang sejenis. Bila serum protein tersebut dipisahkan dengan cara elektroforesis, maka imunoglobulin terbanyak ditemukan dalam fraksi globulin gamma, meskipun ada beberapa imunoglobulin yang ditemukan dalam fraksi globulin alfa dan beta (Baratawidjaja, 2004).

IgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, yaitu 75% dari seluruh imunoglobulin serum dan paling banyak ditemukan di dalam plasma dan cairan ekstraseluler. Berat molekulnya 160.000 dalton dan kadarnya dalam serum sekitar 13mg/ml. IgG dapat menembus plasenta masuk ke janin dan berperan pada imunitas bayi berumur 6-9 bulan. IgG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai opsonin (memudahkan fagositosis) pada

(18)

pemusnahan antigen. IgG juga berperan pada imunitas seluler karena dapat merusak antigen sel melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik sel NK, eosinofil, dan netrofil. IgG selalu tersedia untuk membantu menangkal infeksi dan siap untuk mereproduksi dan menyerang ketika zat-zat asing memasuki tubuh. Kehadiran IgG dalam serum darah biasanya mengindikasi infeksi baru. Dikenal empat macam subkelas yang berbeda yang ebrkaitan dengan fungsi biologis, yaitu IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4 (Baratawidjaja, 2004).

8. Imunoglobuin A (IgA)

Imunoglobulin A (IgA) adalah antibodi yang memiliki berat molekul 165.000 dalton yang ditemukan dalam serum dengan jumlah sedikit, tetapi kadarnya dalam cairan sekresi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, air mata, keringat, ludah, dan ASI lebih tinggi dalam bentuk IgA sekretori (Baratawidjaja, 2004).

Waktu paruh IgA adalah 6 hari dan yang aktif dalam bentuk dimer (yy) sedangkan bentuk monomer (y) tidak aktif. Fungsi IgA dalam bentuk monomerik belum banyak diketahui. Jaringan-jaringan yang mensekresi bentuk-bentuk dimer adalah sel epitel yang bertindak sebagai reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA masuk ke dalam lumen. IgA terdiri dari dua subkelas, yaitu IgA1 (93%) dan IgA2 (7%). Produksi IgA terbanyak pada permukaan mukosa (Baratawidjaja, 2004).

(19)

9. Mekanisme Imunomodulator

Imunomodulator merupakan suatu senyawa yang dapat mempengaruhi sistem imun humoral maupun seluler. Imunomodulator dapat berupa berbagai macam bahan, baik rekombinan, sintetik maupun alamiah yang merupakan obat-obatan yang mengembalikan ketidakseimbangan sistem imun yang dipakai pada imunoterapi (Kayser dkk., 2003). Imunoterapi merupakan suatu pendekatan pengobatan dengan cara merestorasi, meningkatkan atau mensupresi respon imun. Berdasarkan hal tersebut imunoterapi diklasifikasikan menjadi activation immunotherapy dan suppression immunotherapy (Masihi, 2001). Ada dua cara mekanisme kerja dari obat imunomodulator, yaitu up regulation (menguatkan sistem imun tubuh/imunostimulasi dan imunorestorasi), dan down regulation (menekan reaksi sistem imun yang berlebihan/imunosupresi). Imunostimulasi adalah cara memperbaiki fungsi sistem imun menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut. Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-kondisi imunosupresi (Widianto, 1987). Imunorestorasi adalah suatu cara mengembalikan fungsi sistem imun yang terganggu dengan memberikan berbagai komponen sistem imun, seperti imunoglobulin dalam bentuk immune serum globulin (ISG), hyperimmune serum globulin (HSG), plasma, transplantasi sumsum tulang, jaringan hati, timus, plasmaferesis, dan leukoferesis. Imunosupresi merupakan tindakan menekan respon imun (Baratawidjaja, 2004).

(20)

10. Mekanisme Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid oleh radikal bebas (Thaipong dkk., 2006). Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas dengan mendonorkan atau menerima elektron. Hal ini menunjukan bahwa antioksidan menjadikan dan membuat molekul radikal bebas menjadi molekul non radikal (Chomnawang dkk., 2007). Radikal merupakan suatu molekul yang memiliki satu elektron tidak berpasangan di orbital terluar atau senyawa yang sangat tidak stabil karena struktur atom atau molekulnya tersebut. Akibatnya, radikal bebas menjadi sangat reaktif dikarenakan berusaha untuk berpasangan dengan atom atau molekul lain, atau bahkan elektron tunggal, untuk menciptakan senyawa yang stabil. Salah satu yang terlibat dalam pembentukan radikal bebas adalah oksigen (O2). Oksigen sangat penting bagi kehidupan manusia namun juga dapat bersifat toksik.

Antioksidan terbagi menjadi dua kategori, yakni antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan alami berasal dari mahluk hidup terutama tumbuh-tumbuhan. Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang dibuat secara sintesis kimia di laboratorium. Antioksidan sintetik yang diizinkan penggunaannya adalah ter-butil hidroksi anisol (BHA), ter-butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG), ter-butil hidroksi kuinon (TBHQ) dan tokoferol. BHT dan TBHQ dapat menyebabkan keracunan tertentu serta bertanggung jawab pada kerusakan liver dan karsinogenesis (Amarowick dkk., 2000).

(21)

Mekanisme kerja antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen (antioksidan primer). Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid atau mengubahnya menjadi bentuk lebih stabil. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil (Castaner dkk., 2011).

Untuk mengetahui potensi suatu senyawa sebagai agen antioksidan dapat dilakukan pengujian dengan metode 2,2-azinobis (3-ethyl-benzothiazoline-6-sulfonic acid) (ABTS) (Lilian dkk., 2008), 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) (Molyneux, 2003), Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) (Firuzi dkk., 2005; Wojdyło dkk., 2007) dan the Oxygen Radical Absorption Capacity (ORAC) (Dávalos dkk., 2004). Prinsip dasar metode DPPH dan ABTS adalah pembentukan senyawa radikal yang akan ditangkap oleh atom H dari senyawa antioksidan. Dalam metode FRAP terjadi reduksi analog Ferroin Fe3+ menjadi Fe2+ oleh senyawa antioksidan di medium acidic. Metode ORAC mengukur aktivitas penetralan radikal bebas yaitu radikal yang merupakan reactive oxygen species (ROS). Nilai total ORAC dilaporkan dalam μTrolox Equivalent per 100 gram bahan (μTE/100g) (Thaipong dkk., 2006).

Metode DPPH merupakan metode yang paling luas digunakan (Molyneux, 2004). DPPH merupakan suatu radikal nitrogen organik yang stabil dan berwarna ungu. DPPH merupakan radikal bebas, stabil pada suhu kamar, dan

(22)

sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Molekul DPPH distabilkan oleh delokalisasi elektron bebas secara menyeluruh dan menyebabkan DPPH tidak mudah terbentuk dimer. Metode ini sering digunakan untuk mendeteksi kemampuan antiradikal suatu senyawa sebab hasilnya terbukti akurat, realibel, praktis, sederhana, dan cepat (Molyneuz, 2004).

Gambar 4. DPPH

Reaksi senyawa radikal DPPH dengan atom H dari senyawa antioksidan sehingga menjadi DPPH nonradikal (Molyneux, 2004)

Mekanisme reaksi antara DPPH dengan ekstrak antioksidan (ekstrak kulit manggis) adalah ekstrak merupakan donor hidrogen penangkap radikal DPPH. Intensitas warna ungu pada larutan DPPH akan menurun ketika berikatan dengan atom H dari senyawa antioksidan. Penurunan intensitas warna ungu inilah yang dapat diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 517 nm (Osawa dan Namiki, 1981).

Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat menentukan status kesehatan seseorang terutama fungsi sistem imun tubuh. Untuk mempertahankan respon imun pada semua kelompok umur diperlukan antioksidan secara optimal karena seiring dengan meningkatnya umur berkaitan erat dengan menurunnya regulasi respon imun (Winarsi, 2005).

+

H=

(23)

11. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan suatu teknik biokimia untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen. Metode ELISA digunakan sebagai uji penentuan kadar immunosorben yang merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan antigen. Teknik ELISA digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi dalam suatu sampel seperti dalam pendeteksian antibodi IgM, IgG, dan IgA pada saat terjadi infeksi. Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen tertentu. Prinsip dasar dari teknik ELISA, yaitu antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang berupa microplate. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter dan penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibodi atau antigen lain yang bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen spesifik yang ditautkan dengan suatu enzim signal yang disesuaikan dengan sampel. Apabila sampel berupa antigen, maka digunakan antibodi spesifik sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka digunakan antigen spesifik. Kemudian dicampurkan ke atas permukaan tersebut, sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang bersesuaian. Kemudian pada permukaan tersebut dicampurkan suatu substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Saat substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang

(24)

bertaut dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan antibodi atau antigen sampel, akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. ELISA terdiri dari tiga macam, yaitu Direct ELISA, Indirect ELISA, dan Sandwich ELISA (Baker dkk., 2007). Direct ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi suatu antigen. Indirect ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen atau antibodi (Corkill dan Rapley, 2008). Sandwich ELISA merupakan jenis ELISA yang digunakan untuk mengukur antigen maupun antibodi. Karakteristik khas dari sandwich ELISA adalah menggunakan antibodi penangkap atau primer antibodi (Crowther, 2001).

Hasil dari proses ELISA terdiri dari dua bentuk, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Hasil kualitatif berupa perubahan warna pada well plate yang mengindikasikan bahwa terjadi reaksi yang spesifik antara antigen dengan antibodi. Perubahan warna tersebut dihasilkan oleh reaksi antara substrat dengan enzim yang terdapat di anti-antibodi. Teknik ELISA ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain teknik pengerjaannya relatif sederhana, ekonomis, memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi, dan dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut sangat rendah. Sedangkan kekurangan dari teknik ELISA, yaitu jenis antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis antibodi monoklonal, membutuhkan biaya yang relatif mahal karena harga antibodi monoklonal lebih mahal, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat

(25)

kontrol negatif yang menunjukkan respons positif, dan reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat sehingga pembacaan harus dilakukan dengan cepat. Pengukuran optical density pada hasil ELISA menggunakan mesin ELISA reader yang prinsipnya sama dengan spektrofotometer (Crowther, 2001).

Penelitian ini menggunakan kit antibodi untuk menganalisis nilai IgG dan IgA pada serum darah. Mekanisme kerja dari kit reagen tersebut adalah 96 well ELISA microplate telah dicoating atau dilekatkan dengan antigen anti-Rat IgG atau IgA. Selanjutnya ditambah serum pada setiap well untuk menimbulkan reaksi Ag-Ab. Kemudian ditambah detection antibody yang berperan sebagai antibodi sekunder yang terkonjugasi dengan enzim HRP. Setelah itu ditambah Color Development Reagen yang berisi TMB solution sebagai substrat. Substrat tersebut akan bereaksi dengan enzim membentuk produk warna. Reaksi enzimatis akan berlangsung terus menerus sehingga dibutuhkan stop solution untuk menghentikan reaksi setelah inkubasi yang optimal. Selanjutnya 96 well microplate dibaca dengan ELISA reader pada λ 450nm.

F. Landasan Teori

Paparan penyakit dapat menyerang sistem kekebalan tubuh. Senyawa polisakarida dalam jus buah mengkudu berpotensi secara profilaktik maupun terapetik sebagai imunomodulator (Furuzawa dkk., 2003). Mengkudu (Morinda citrifolia L.) memodulasi sistem imun dengan mengaktifkan reseptor CB2 yang akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh (Palu dkk., 2008). Senyawa xanton

(26)

dalam kulit buah manggis memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Jose dkk., 2008). Senyawa xanton tersebut merupakan golongan senyawa fenolik sebagai antioksidan yang berhubungan dengan proses perlindungan membran sel limfosit dari oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas dan dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit (Tang, 1991). Xanton merupakan senyawa aktif dalam kulit buah manggis yang bersifat sebagai imunomodulator yang dapat mestabilkan eritrosit di dalam tubuh. Imunomodulator merupakan senyawa yang dapat mengoptimalkan kerja sistem imun sehingga komponen dalam darah menjadi stabil. Xanton dalam kulit buah manggis dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menurunkan depresi, dan menstabilkan fungsi jaringan dalam tubuh (Mardiana, 2011).

Senyawa antioksidan memiliki kaitan erat dengan sistem imun karena senyawa antioksidan dapat melindungi sel-sel imun terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Produksi radikal bebas berupa spesies reaktif oksigen (SOR) dapat dibentuk oleh sel imun itu sendiri dalam proses terjadinya respon imun atau karena faktor lainnya. Produksi radikal bebas yang berlebihan mengakibatkan stress oksidatif yang dapat menyebabkan kerusakan sel imun dan transduksi sinyal sehingga diperlukan suatu keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan untuk menjaga fungsi sistem imun secara optimal. Antioksidan berperan dalam penangkapan kelebihan radikal bebas sehingga kerusakan sel dapat dihindari (Puertollano dkk., 2011).

Dengan mengkombinasikan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit manggis dapat meningkatkan respon imun dengan lebih baik karena mekanisme kerja ekstrak buah mengkudu berbeda dengan mekanisme kerja ekstrak kulit manggis

(27)

dalam meningkatkan respon imun. Ekstrak buah mengkudu meningkatkan respon imun dengan cara mengaktifkan reseptor CB2 yang akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh. Namun, adanya respon imun tersebut dapat meningkatkan produksi radikal bebas di dalam tubuh. Ekstrak kulit manggis mengandung antioksidan yang dapat mencegah kerusakkan sistem imun dengan menyeimbangkan jumlah radikal bebas yang ada di dalam tubuh sehingga kerja dari sistem imun dapat berjalan dengan baik. Peningkatan respon imun tersebut dapat terlihat dengan adanya peningkatan nilai OD antibodi IgG dan IgA.

G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang telah diperoleh, dapat dibuat hipotesis bahwa pemberian kombinasi larutan ekstrak buah mengkudu dan ekstrak kulit manggis dapat memberikan respon imun berupa peningkatan antibodi dari IgG dan IgA.

Gambar

Gambar 1. Tanaman Manggis (Hidayah, 2015)
Gambar 2. Struktur Senyawa Golongan Xanton
Gambar 3. Tanaman Mengkudu (Solihat, 2015)

Referensi

Dokumen terkait

Trunks, suit-cases, vanity-cases, executive-cases, brief-cases, school satchels, spectacle cases, binocular cases, camera cases, musical instrument cases, gun cases, holsters

Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran telah menciptakan dominasi dan membentuk opini publik yang tidak sehat kepada masyarakat dimana masyarakat sipil menjadi

[r]

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Sebagai contoh, pada kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa kontak dengan 1 detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9 0 C dapat

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū