• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dibutuhkan kisran kondisi lingkungan tertentu disebut juga syarat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi dibutuhkan kisran kondisi lingkungan tertentu disebut juga syarat"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Syarat-syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kisran kondisi lingkungan tertentu disebut juga syarat tumbuh kelapa sawit. Kondisi alam, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, disamping faktor lainnya seperti bahan tanam (genetis) dan perlakukan kultur teknis yang diberikan.

Penelitian kesesuaian lahan dengan survei areal dengan menggunakan metode yang tepat dan pengumpulan data yang akurat serta pemeriksaan yang cermat. Standar beberapa faktor yang dinilai merupakan syarat tumbuh tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Kondisi Iklim

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 270C dengan suhu maksimum 330C dan suhu minimum 220C sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1250-3000mm yang merata sepanjang tahun dengan jumlah bulan kering kurang dari 3, curah hujan optimal berkisar 1750-2500 mm (Lubis, 2008).

Kelapa sawit lebih toleran dengan hujan yang tinggi (misalnya >3000 mm) dibandingkandengan jenis tanaman lainnya,namundalam kriteria klasifikasi

(2)

5

kesesuaian lahan nilai tersebut sudah menjadi faktor pembatas ringan. Curah hujan <1250 mm sudah merupakan pembatas berat bagi pertumbuhan kelapa sawit.

Jumlah bulan kering dari 3 bulan sudah merupakan faktor berat. Adanya bulan kering yang panjang dengan curah hujan yang rendah akan menyebabkan terjadinaya defisit air. Lama penyinaran matahari yang optimal adalah 6 jam/hari dengan kelembapan nisbi untuk kelapa sawit pada kisaran 50-90% (optimalnya pada 80%).

Aspek iklim yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi). Elevasi untuk pengembangan tanaman kelapa sawit kurang dari 400 m dari permukaan laut. Areal dengan ketinggian tempat lebih dari 400 m dari permukaan laut tidak disarankan lagi untuk pengembangan kelapa sawit.

2. Bentuk Wilayah

a. Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah daftar sampai berombak yaitu wilayah dengan kemiringan lereng antara 0-8%.

b. Pada wilayah bergelombang sampai berbukit (kemiringan lereng 8-30%), kelapa sawit masih dapat tumbuh dapat berproduksi dengan baik melalui upaya pengolahan tertentu seperti pembuatan teras.

c. Pada wilayah berbukit dengan kemiringan >30% tidak dianjurkan untuk kelapa sawit karena akan memerlukan biaya yang besar untuk pengolahannya, sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan relatif rendah.

(3)

6

Beberapa hal yang akan menjadi masalah dalam pengembangan kelapa sawit pada areal-areal yang berbukit antara lain:

a. Kesulitan dalam pemanenan dan pengangkutan tandan buah segar (TBS), b. Diperlukan pembangunan dan pemeliharaan jaringan transportasi,

c. Pembangunan bangunan pencegah erosi,

d. Pemukan yang tidak efektif karena sebagian besar melalui aliran permukaan.

3. Kondisi Tanah

Sifat tanah yang ideal dalam batas tertentu dapat mengurangi pengaruh buruk dari keadaan iklim yang kurang sesuai. Misalnya tanaman kelapa sawit pada lahan yang beriklim agak kurang masih dapat tumbuh baik jika kemampuan tanahnya tergolong tinggi dalam menyimpan dan menyediakan air. Secara umum kelapa sawit dapat tumbuh dapat berproduksi baik pada tanah-tanah ultisol, entisols, inceptisols, dan histosols.

Berbeda dengan tanaman perkebunan lainnya, kelapa sawit dapat diusahakan pada tanah yang tekstur agar kasar sampai halus yaitu antara pasir berlempung sampai liat massif. Beberapa karakteristik tanah yang digunakan pada penilaian kesesuain lahan untuk kelapa sawit meliputi batuan dipermukaan tanah, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, kondisi drainase tanah, dan tingkat kemasaman tanah (pH).

Tekstur tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung liat dan lempung berpasir.Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika >100 cm, sebaliknya jika kedalaman efektif

(4)

7

>50 cm, dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki maka tidak direkomendasikan untuk kelapa sawit. Kemasaman (pH) tanah yang optimal adalah pada 5,0-6,0 namun kelapa sawit masih toleran terhadap pH <5,0 misalnya pada pH 3,5-4,0 (pada tanah gambut). Beberapa perkebunan kelapa sawit terdapat pada tanah yang memiliki pH tanah >7,0 namun produktifitasnya tidak optimal. Pengolahan tingkat kemasaman tanah dapat dilakukan melalui tindakan pemupukan dengan menggunkan jenis-jenis pupuk dolomite, kapur pertanian (kaptan) dan fosfat alam (Lubis, 2008).

B. Potensi Produksi Kelapa Sawit

Potensi produktivitas tanaman kelapa sawit yang dapat dicapai jika menggunakan kelas lahan dan benih kelapa sawit bermutu dan melaksanakan budidaya sesuai standar teknis, berdasarkan kelas tanah dalam jangka 20 tahun. Berikut diuraikan kelas kesesuaian lahan :

a. Kelas S1

Pada wilayah dengan lahan yang mempunyai struktur kriteria yang baik, tidak mempunyai faktor penghambat ataupun ancaman kerusakan yang berarti. Tipe lahan seperti ini akan cocok usaha tani yang efektif. Faktor pembatas adalah bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit lahan secara nyata, dan iklim setempat sesuai bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

b. Kelas S2

Tanah pada lahan kelas S2 mempunyai sedikit penghambat yang dapat mengurangi pilihan penggunaanya. Tanah pada kelas S2 ini membutuhkan

(5)

8

pengolahan tanah secara hati-hati yang meliputi tindakan pengawetan untuk dapat menghindari kerusakan dan sekaligus untuk melakukan perbaikan hubungan air dan udara dalam tanah ditanami tanaman kelapa sawit.

c. Kelas S3

Pada kelas S3 mempunyai lebih baik banyak hambatan dari tanah kelas S2, dan bila tanah ini digunakan untuk tanaman pertanian akan membutuhkan tindakan pengawetan khusus yang umumnya lebih sulit pekerjaannya, baik dalam pelaksanaan maupun pekerjaan didalam periode pemeliharaannya. Kelas kesesuaian lahan dapat dinilai dari karakteristik lahan yang ada dilapangan, (Suwadi, 2013), produktivitas tanaman kelapa sawit jenis Tenera secara Umum pada lahan kelas S1, S2, S3 seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit

Umur (thn)

Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3

T RBT TBS T RBT TBS T RBT TBS 3. 22 3,2 9 18 3,0 7 17 3,0 7 4. 19 6,0 15 18 6,0 14 17 5,0 12 5. 19 7,5 18 17 7,0 16 16 7,0 14 6. 16 10,0 21 15 9,4 18 15 8,5 17 7. 16 12,5 26 15 11,8 23 15 11,1 22 8. 15 15,1 30 15 13,2 26 15 13,0 25 9. 14 17,0 31 13 16,5 28 13 15,5 26 10. 13 18,5 31 12 17,5 28 12 16,0 26 11. 12 19,6 31 12 18,5 28 12 17,0 26 12. 12 20,5 31 11 19,5 28 11 18,5 26 13. 11 21,1 31 11 20,0 28 10 20,0 26 14. 10 22,5 30 10 21,8 27 10 20,0 25 15. 9 23,0 28 9 23,1 26 9 21,0 24 16. 8 24,5 27 8 23,1 25 8 22,0 24 17. 8 25,5 26 8 24,1 25 7 23,0 22 18. 7 26,0 25 7 25,2 24 7 24,0 21 19. 7 27,5 24 7 26,4 22 6 25,0 20 20. 6 28,5 23 6 27,8 22 5 27,0 19 21. 6 29,0 22 6 28,6 22 5 27,0 18 22. 5 30,0 20 5 29,4 19 5 28,0 17 23. 5 30,5 19 5 30,1 18 4 29,0 16 24. 4 31,9 18 4 31,0 17 4 30,0 15 25 4 32,4 17 4 32,0 16 4 34,0 14 Rata - rata 11 21 24 10 20 22 10 19 20

Keterangan :T = Jumlah Tandan/ph/th; RBT = Rata-rata Berat Tandan (Kg); TBS = Ton TBS/ha/th Sumber : (BPM-KS, 2007)

(6)

9

C. Pembangunan dan Penataan Kebun

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan dan penataan kebun. Kondisi lahan sejitar, kemiringan lahan, penduduk dan proses pembukaan lahan. Kondisi tanah yang subur sehingga mampu meningkatkan produktivitas tanaman. Kemiringan lahan akan berpengaruh terhadap proses pengangkutan sarana produksi seperti pupuk dan hasil panen. Untuk memudahkan pengangkutan, pilih lahan dengan kemiringan maksimal 220. Adat istiadat masyarakat juga perlu dipengaruhi secara jelas. Sementara pembukaan lahanyang direkomendasikan dilakukan dengan teknik tanpa bakar (Zero burning) (Raya,2010).

Pembangunan perkebunan kelapa sawit ditunjukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan wilayah mendukung proyek, kajian daya dukung didasarkan pada data kesediaan lahan yang sesuai untuk budidaya kelapa sawit, ketersediaan data non lahan, ketersediaan prasarana dan sarana penunjang industri seperti infrastruktur jalan dan transportasi. Kondisi kesesuaian ekonomi termaksud ketersediaan dan karakteristik sumber daya manusia. Kebijakan pemerintah daerah terkait dengan pembangunan industri kelapa sawit.

Ketersediaan lahan sesuai untuk budidaya kelapa sawit merupakan hal pokok yang menentukan seberapa besar potensi luas kebun kelapa sawit yang dibangun. Sementara itu Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) yang diperoleh dari hasil survei kesesuaian lahan akan menetukan potensi produksi yang dapat dicapai dengan asumsi melaksanakan pedoman teknis yang direkomendasikan, (Warta,2010).

(7)

10 a. Penataan Kebun

Perencanaan atau rancangan areal tersebut sedemikian rupa, sehingga batas blok, areal pembibitan, sistem jaringan jalan, saluran air, sistem pengawetan tanah, perumahan pabrik, sesuai dengan keadaan areal (luas, topografi) dan bersifat permanen. Tujuan penataan kebun adalah mengatur ruang/penggunaan untuk blok tanaman, areal pembibitan, jaringan jalan, saluran air, kantor pabrik.

Berikut standart kebun yang disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Luas Perkebunan Kelapa Sawit

Uraian Kebun Kecil Kebun Besar

Luas (Ha) ±5.000 Ha 10.000 Ha Luas 1 Afdeling 750 − 1.000 Ha 750 − 1.000 Ha Luas 1 blok 16 − 25 Ha 16 − 25 Ha Jumlah Afdeling 5 –7 10 – 14 Pembukaan Areal I 3.000 Ha I 3.000 Ha Pembukaan Areal II 2.000 Ha II 3.000 Ha III 2.000 Ha IV 2.000 Ha Kapasitas Pabrik 30 ton TBS/jam 60 Ton TBS/jam

(2 tahap) Sumber : Tim Pengembang Materi LPP 2010

Penggunaan areal (%) secara umum untuk kebun yang cakupannya besar. Berikut persentase penggunaan areal dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Persentase Areal Perkebunan Kelapa Sawit

Arel tanaman 91,90 %

Pembibitan 0,20 %

Jaringan jalan 3,20 %

Parit 2,70 %

Parit dan kolam limbah 0,25 %

Kantor, rumah dan lain – lain 1,69 %

Jumlah 100,00

(8)

11 b. Desain Kebun

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan desain kebun adalah bentuk kebun dan ukuran kebun blok pada areal datar adalah bentuk dan ukuran blok biasanya bujur sangkar atau empat persegi panjang dan ukuran 500 x 500 m atau 1000 x 300 m. Batas blok pada areal datar dan berombak jalan harus dapat dikendarain oleh roda empat. Bentuk blok pada areal yang bertopografi bergelombang atau berbukit atau bergelombang biasanya tidak harus lurus tapi bisa berupa badan jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat atau jalan setapak.

Demikian juga dengan jaringan jalan yang memadai yang dapat dilalui kendaraan. Kondisi lahan yang meliputi darat, rawa, berbukit dan sungai yang dapat dikelolah dengan demikian rupa agar dapat dijangkau. Rencana lokasi pemukiman karyawan, lokasi pabrik dan gudang barang serta rencana pengerasan jalan akan pembuatan dan perawatan jalan sangat penting diperhatikan masalah pengaliran air dan pengerasan jalan.

Rencana autlet drainase berdasarkan kondisi lahan, pembagian blok kebun (luas satu blok sebaiknya 30 hektar). Penentuan jalan utama (Main road), jalan transport (Transport road), jalan koleksi (Collection road) dan jalan kontrol. Selain itu, jalan-jalan diperkebunan juga terdapat istilah pasar tikus yang merupakan jalan yang digunakan para pekerja untuk melakukan pekerjaannya secara berkala. Jalan utama merupakan jalan besar yang pada saat pembukaan lahan yang pertama kali dibuat (Purba dkk, 2006).

(9)

12

D. Jenis Jalan

1. Jalan Utama (Main road)

Jalan utama (Main Road) yaitu jalan poros yang berada didalam atau diluar kebun untuk transportasi buah ke pabrik dan bahan-bahan yang diperlukan ke afdeling. Mengingat jalan ini sering dilalui truk berkapasitas 5-6 ton atau lebih maka kontruksi jalan harus diperkeras dengan batu dengan lebar 6-8 m. Tebal batu 20-25 cm. Permukaan jalan lebih tinggi dengan kemiringan 25% bentuk jalan seperti punggung kerbau. Dengan kebutuhan 1,5 m3 batu bentuk 1 meter panjang jalan. Panjang jalan tergantung pada letak pabrik, keadaan topografi serta bentuk areal.

Pada daerah datar atau berombak jaringan jalan yang diperlukan 2% dari luas areal tanaman. Untuk 1.000 Ha tanaman, maka panjang jalan yang diperlukan mencapai ± 35 km. Pada areal yang bergelombang atau berbukit dengan lereng agak curam jalan utama akan lebih panjang serta sistem jaringannya akan berbeda dengan derah datar banyak dijumpai belokan dan tanjakan. Untuk memperlancar transportasi, sebaiknya belokan tidak terlalu tajam maksimal 6%. Jalan ini dibuat dengan menggali tanah keras dan agar penimbunan selalu dihindari (Nurkhoiry dkk, 2006).

Menurut Lubis (2008), sebelum jalan diperkeras dengan batu atau cangkang perlu dipadatkan terlebih dahulu dengan compactor. Sketsa penampang jalan secara sederhana. Jalan ini harus bebas dari rumput, tidak terlindung agar tidak lembab dan cepat kering bila hujan.

Menurut Silalahi (2014), jalan utama dibuat umumnya dengan lebar seluruhnya 16 m. Panjang jalan utama 40-50 m/Ha. Kontruksinya dengan

(10)

13

menggunakan pasir batu atau batu belah 5/7 dengan tebal 7 cm. Pembuatannya dengan menggunakan Bulldozer, dengan pengerasan 50 m/JKT sedangkan tanpa pengeras 100 m/JKT. Perawatan jalan utama secara mekanis dapat juga ditentukan sesuai dengan topografi, yaitu untuk derah bergelombang 300 m/JKT untuk Road greder dan 250 m/JKT untuk Road roller.

2. Jalan Produksi (Production road)

Jalan produksi juga disebut sub main road atau secondary road, merupakan cabang dari jalan utama yang menghubungkan areal produksi dan berfungsi sebagai jalan pengumpul hasil. Umumnya arah utara-selatan. Jalan produksi merupakan jalan tanah yang diperkeras dengan batu dengan lebar 5-6 m. Parit jalan berukuran lebar atas =0,4 m, lebar bawah =0,4 m, kedalaman =0,5 m, kebutuhan tenaga kerja 15 m/HK (Nukhoiry, 2006).

Bentuk dan luas blok perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan pengumpul produksi. Untuk tanaman kelapa sawit, luas ideal 1blok adalah 25 Ha dengan ukuran 500 x 500 meter didaerah datar sedangkan didaerah bergelombang atau berbukit adalah 16 Ha ukuran 400 x 400 meter. Bagi seorang pemanen jarak yang normal memikul buah kejalan produksi dimana buah di TPH sekitar 200-250 meter.

Jalan produksi dibuat dengan lebar 6 m, dengan panjang 60-80 m/Ha. Pembuatan jalan secara manual dengan basis 5 m/HK dengan pembuatan jalan 10 m/HK. Pembuatan secara mekanis dengan pengerasan 100 m/JKT. Perawatan jalan produksi dengan rotasi 1 x 4 bulan pemakaian tenaga manual 110 m/HK.

(11)

14

Perawatan secara mekanis dengan areal datar bergelombang 300 m/JKT untuk Road Greder, dan 250 m/JKT dan Road Roller 150m/JKT.

3. Jalan Koleksi (Collection Road)

Jalan koleksi (Terteary road) yaitu jalan yang menghubungkan areal produksi dengan jalan utama didalam areal yang berfungsi sebagai TPH, dan transportasi hasil umumnya arah jalan timur barat. Panjang sekitar 20-23 m/Ha. Jalan ini lebih kecil dengan lebar 4-5 meter (Lubis, 2008).

Pada daerah tertentu perlu diperkeras, untuk 1 hektar diperlukan jalan

sepanjang 50 m. Jalan ini sangat penting setelah panen karna akan dilalui tiap 1 minggu sekali oleh truk pengangkut panen (Nukhoiry, 2006).

Pada daerah tertentu pembuatan jalan secara mekanis (Bulldozer/greder). Jalan koleksi merupakan akses awal pengangkutan produksi. Pembuatan jalan koleksi adalah 5 m/HK dan pembuatan parit 10 m/HK. Pembuatan secara

mekanis Bulldozer dengan pengerasan 50 m/JKT dan tanpa pengerasan 100 m/JKT. Perawatan jalan koleksi dengan rotasi 1 x 4 bulan dengan

menggunakan tenaga manual 120 m/JKT. Perawatan dengan cara mekanis daerah datar bergelombang 300 m/JKT untuk Road greder, dan 250 m/JKT untuk Road roller. Untuk daerah berbukit 200 m/JKT untuk Road greder, 150 m/JKT untuk Road roller.

4. Jalan Kontrol

Disamping jalan utama, jalan produksi, jalan koleksi masih diperlukan pembuatan jalan kontrol untuk asiten atau askep. Daerah datar batas blok dapat diperlebar sebagai pasar kontrol sedangkan pada daerah yang bergelombang atau

(12)

15

berbukit harus dibangun tersendiri mengikuti pinggiran jurang (batas alam) (Lubis, 2008). Jalan kontrol ini merupakan jalan tanah dengan lebar sekitar 3 m, untuk 1 Ha tanaman diperlukan 20 m (Purba dkk, 2006).

Gambar 1. Desain Kebun dan Jalan

Sumber : Buku Pedoman Kerja Kelapa Sawit, 2010

E. Perawatan Jalan

Menurut Lubis (2008), pemeliharaan jalan pada Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) meliputi pengerasan, penimbunan, pengupasan dan pendakian, perbaikan parit jalan, membersihkan rumput yang tumbuh dan mempertahankan bentuk seperti semula selama masa TBM ini pemeliharaan jalan terutama pengerasan perlu dilakukan karena frekuensi pemakaiannya sangat meningkat para pekerja, pupuk, pengawasan dan lain-lain.

Pada Tanaman Menghasilkan (TM) pemeliharaan jalan merupakan hal penting yang perlu mendapat perhatian karena kebutuhannya semakin meningkat. Jalan ini sering digunakan oleh truk berkapasitas 5-6 ton minimal sekali 1 minggu untuk pengangkutan panen demikian pula untuk pengangkutan pupuk, pekerja dan

CR CR CR MR CR TR CR CR 3,000 m 25 00 m

(13)

16

lain-lain. Jalan-jalan perlu diperkeras, jembatan dibuat permanen dan perawatannya harus dilakukan secara teratur.

Jalan produksi dengan arah timur barat mempunyai peranan penting terutama pada musim penghujan agar cepat kering jalan harus dirawat secara teratur minimal sebulan sekali dibersihkan parit-parit buangan air ditepi jalan. Sekali 3 bulan jalan ini perlu diGreder sehingga kebun harus dilengkapi dengan peralatan yang dibutuhkan.

Sementara itu, pada daerah berbukit pemeliharaan jalan akan lebih penting dan mahal bukan saja jalannya tetapi juga kemiringannya dan kekerasannya. Demikian pula hal nya pada areal yang selalu tergenang atau tanah gambut badan jalan harus lebih tinggi, benteng jalan dan rorak perlu diperbanyak dengan baik pada areal perbukitan yang akan berfungsi menyimpan air yang dilepas melalui perembesan.

Teras dan tapak kuda perlu dirawat dengan teratur karena salah satu fungsinya sebagai tempat tandan jatuh setelah dipotong tempat penaburan pupuk yang ditabur tidak dihanyutkan air pada tanah yang bertopografi berat. Parit drainase dirawat minimal 1 x setahun agar air dapat mengalir dengan lancar.

Rumput dan semak yang tumbuh ditebing parit dicuci dan dibersihkan agar air dapat mengalir dengan lancar. Tebing yang tanahnya mudah rontok agar tepinya dirawat dengan memakai herbisida. Perawatan jalan, rorak ini harus dilakukan secara teratur karena jalan merupakan urat nadi penghubung dan pengangkutan dikebun (Lubis, 2008).

(14)

17

Menurut Suwadi (2013), kegunaan dan fungsi Road Greder dalam pemeliharaan jalan adalah membuat badan jalan menjadi bentuk batok tengkurap atau punggung kerbau sekaligus menarik atau meratakan batu kerikil ketengah jalan dan sekaligus membuat parit jalan. Mendorong tanah untuk penimbunan permukaan kedaerah rendahan (Filling), membentuk dan meratakan badan jalan baru, membuat Sub grade untuk tahapan pembuatan jalan. Menutup kantong air untuk pemeliharaan badan jalan dan menjaga kemiringan permukaan jalan sebesar 2%.

Pemeliharaan jalan secara rutin adalah dengan rotasi 1 x 1 bulan mekanis (road grader) untuk jalan Main Road (MR) dengan rotasi 1 x 3 bulan, untuk Transport Road (TR) dengan rotasi 1 x 4 bulan, dan Collection Road (CR) dengan rotasi 1 x 4 bulan.

Menurut Sinuhaji (2011), Kegunaan dan fungsi Road roller dalam pemeliharaan adalah memadatkan permukaan atau badan jalan, menarik batu berserak kepinggir jalan, dikembalikan ketengah jalan terutama untuk menutupi lubang-lubang di badan jalan. Melakukan pemadatan pada pembuatan Sub grade pada pembuatan jalan baru dengan cara vibrasi, menggilas dan memadatkan permukaan jalan dengan cara vibrasi pada permukaan jalan baru, tanah, pasir, pembatuan dan pengaspalan jalan. Melakukan pemadatan dan pengerasan serta leveling untuk pembangunan proyek.

(15)

18

Berikut ini adalah gambar Road goller berfungsi memadatkan jalan.

Gambar 2. Road roller

Menurut Tim Pengembang Materi LPP, (2007). Pemeliharaan jalan pada masa TBM, pengerasan pada lokasi yang perlu, dengan standart 10 m/ha/tahun. Bahan 30 m3 batu padas dan 1,5 m3 sirtu (pasir batu). Pada cara manual pemeliharaan rutin dengan cara membabat rumput-rumputnya. Norma pemakaian mekanis 0,2 JKT/Ha.

Untuk pemakaian tenaga kerja 100 m/HK. Untuk rotasi 1 x 3 bulan. Sedangkan untuk masa tanaman menghasilkan dengan cara manual membabat kaki lima. Jika diperlukan pemadatan dengan Greder. Norma kerja dengan cara

mekanis, 600-1000 m/JKT dengan rotasi 1 x 6 bulan. Untuk cara manual 0,2-0,4 HK/Ha, dengan rotasi 1x/bulan.

Gambar

Tabel 1. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit
Tabel 2.  Luas Perkebunan Kelapa Sawit
Gambar 1.   Desain Kebun dan Jalan
Gambar 2.  Road roller

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan fenomena tersebut, peneli- tian ini berfokus untuk mengetahui adanya pengaruh pelayanan public yang terdiri atas dimensi; Tangible, Realibility,

Skripsi ini berjudul “Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Lansia Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu)”, ditulis untuk

Sasaran utama pekerjaan potong buah yaitu mencapai produksi/ton TBS per hektar yang tinggi, rendemen minyak yang maksimal, dan mutu produksi yang baik berupa kandungan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan tidak

Sedangkan keluarga Suku Jawa lebih cenderung mengonsumsi menu hidangan yang terdiri dari nasi, lauk pauk nabati, sayuran dan pengolahan makanan bertumis dengan frekuensi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar biaya pembibitan kelapa sawit, menganalisi kelayakan finansial usahatani pembibitan kelapa sawit serta mengetahui

Bahan Tanaman yang digunakan di Indonesia pada saat ini adalah Tenera yaitu hasil perkawinan antara Deli Dura terpilih dari kebun induk dengan Pisifera hasil pengujian.. Pada

Oleh karena itu penelitian ini menguji kembali dengan mengguakan variabel yang berbeda yaitu menguji pengaruh pengetahuan pajak, kesadaran wajib pajak, sanksi pajak, akuntabilitas