• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua yang terletak di ujung timur Negara Republik Indonesia dan mempunyai perbatasan langsung dengan negara tetangga Papua New Guinea (PNG) dan terdiri dari 5 (lima) distrik. Saat ini perkembangan kota yang pesat terjadi di empat distrik yaitu Distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Abepura dan Heram. Sedangkan Distrik Muara Tami cenderung belum berkembang dan sedang dipersiapkan sebagai arah pengembangan Kota Jayapura selanjutnya, yaitu ke arah timur Kota Jayapura hingga perbatasan dengan negara Papua New Guinea. Dalam wilayah administrasi Distrik Muara Tami sebagian besar masih merupakan kampung yaitu terdiri dari dua kelurahan dan enam kampung. Distrik Muara Tami mempunyai wilayah paling luas dengan jumlah penduduk relatif masih sedikit dengan kepadatan penduduk yang rendah (18 jiwa/km2) di mana daerah ini merupakan salah satu daerah tujuan transmigrasi yang ada di Provinsi Papua.

Kondisi geografis Kota Jayapura yang beragam mengakibatkan terbentuknya ruang-ruang perkotaan yang terpisah-pisah. Saat ini masyarakat Kota Jayapura mengenal sebutan Kota Jayapura dan Kota Abepura, walaupun kedua kota ini berada dalam satu wilayah administrasi Kota Jayapura. Pusat Kota Jayapura adalah di sekitar Teluk Yos Sudarso, sedangkan pusat Kota Abepura berada di sekitar Lingkaran Abepura. Kedua wilayah kota ini dipisahkan oleh daerah perbukitan yang dikenal dengan sebutan Skyline. Dikenalnya dua bagian kota di dalam Kota Jayapura yaitu Jayapura dan Abepura juga tidak terlepas dari sejarah Kota Jayapura. Jayapura dan Abepura merupakan dua kota yang dibentuk pada masa pemerintahan Belanda dan Sekutu diawal berdirinya Kota Jayapura. Kedua kota tersebut pernah berperan sebagai pusat pemerintahan. Wilayah yang sekarang dikenal dengan sebutan Jayapura dahulu merupakan Hollandia Haven, dan wilayah yang sekarang dikenal dengan Abepura dahulu merupakan Hollandia

(2)

2

Binnen. Hollandia Haven (yang kemudian dikenal dengan sebutan ‘Hollandia’) terletak di sekitar Teluk Yos Sudarso, dengan dataran yang sempit dan didominasi oleh perbukitan. Wilayah ini sekarang merupakan wilayah administrasi Distrik Jayapura Utara dan Jayapura Selatan. Di daerah ini pertama kali Kapten Sasche membangun pos pemerintahan berupa bivak militer dan memproklamirkan berdirinya Hollandia pada tanggal 9 Maret 1910. Sedangkan Hollandia Binnen terletak di daerah hinterland dengan dataran yang lebih luas. Wilayah ini sekarang merupakan wilayah administrasi Distrik Abepura dan Heram. Hollandia Binnen dahulu merupakan pusat pemerintahan tentara Sekutu yang kemudian menjadi pusat pemerintahan Belanda setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua pada tahun 1946. Pemerintah Belanda kemudian memindahkan lagi pusat pemerintahan ke Hollandia Haven pada tahun 1958.

Hollandia Binnen dahulu tumbuh sebagaimana umumnya kota-kota tradisional di Indonesia di mana bermukim etnis-etnis tertentu dari luar Papua. Oleh sebab itu di Hollandia Binnen terdapat nama permukiman sesuai etnis yang pertama kali menempatinya seperti Kampung Key, Kampung Ambon dan Kampung Cina. Permukiman-permukiman tersebut saat ini telah dihuni oleh berbagai macam suku. Ada beberapa permukiman yang namanya masih dikenal dan digunakan hingga saat ini seperti Kampung Key (dikenal dengan sebutan Kamp Key) dan Kampung Cina (Kamp Cina), walaupun kawasan permukiman tersebut telah dihuni oleh berbagai etnis.

Kondisi Hollandia Binnen tersebut berbeda dengan Hollandia Haven yang ketika menjadi ibukota pemerintahan praktis sepenuhnya telah direncanakan oleh Pemerintah Belanda. Hollandia Haven dahulu dirancang sebagai kota pegawai (burgerstaad) sehingga terdapat pengelompokan-pengelompokan permukiman menurut kelas sosial. Permukiman orang Eropa yang tertutup untuk pribumi berada di Noordwijk, sedangkan permukiman bagi pegawai golongan menengah ke bawah terdapat di Polimak. Selain itu, Belanda juga membangun permukiman untuk orang Papua yang berasal dari Biak dan Serui yang banyak didatangkan sebagai tenaga tukang dan buruh untuk membangun Hollandia. Sedangkan permukiman suku-suku asli setempat (Tobati, Enggros, Kayu Pulo dan Kayu

(3)

3

Batu), berada secara terpencar-pencar di pulau-pulau yang ada di sekitar Teluk Yos Sudarso (Mansoben, 1997; Ekspedisi Kompas, 2007).

Adanya dua kota historis di dalam wilayah administrasi Kota Jayapura mengakibatkan dalam struktur Kota Jayapura seolah-olah terdapat dua kota yaitu Jayapura dan Abepura. Dalam proses terbentuknya Kota Jayapura, embrio lahirnya Kota Jayapura bermula di wilayah Jayapura (ketika masih berbentuk kota administratif tahun 1979), sedangkan wilayah Abepura merupakan wilayah yang kemudian bergabung dengan wilayah Jayapura ketika Kota Administratif Jayapura berubah menjadi Kotamadya Jayapura pada tahun 1993. Kondisi ini menampilkan keunikan karakteristik di mana hampir seluruh wilayah kedua kota terpisah secara geografis, tetapi mempunyai keterkaitan sebagai bagian dalam wilayah administratif Kota Jayapura. Penggunaan nama Jayapura dan Abepura hingga saat ini masih digunakan pula dalam beberapa dokumen resmi seperti penulisan tempat kelahiran di akte kelahiran, di mana orang yang lahir di wilayah yang dahulu merupakan Hollandia Haven (sekarang Distrik Jayapura Utara dan Jayapura Selatan) akan ditulis lahir di ‘Jayapura’, sedangkan orang yang lahir di wilayah yang dahulu merupakan Hollandia Binnen (sekarang Distrik Abepura dan Heram) akan ditulis lahir di ‘Abepura’.

Gambar 1.1. Dua pusat ruang perkotaan (Jayapura dan Abepura) di Kota Jayapura Sumber gambar: google earth, 2013

(4)

4

Adanya dua ruang perkotaan yang terpisah secara geografis di dalam Kota Jayapura menghadirkan karakter khas pola keruangan Kota Jayapura. Hal ini berdampak pula terhadap penyediaan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi yang cenderung harus ada di kedua wilayah ruang perkotaan tersebut, sehingga kecenderungan yang terjadi adalah munculnya fasilitas yang sama yang ada di Jayapura dan Abepura. Misalnya fasilitas perbelanjaan, jika di Abepura terdapat Mal Abepura, maka di Jayapura terdapat Mal Jayapura. Demikian pula dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), terdapat RSUD Abepura di Abepura dan RSUD Jayapura di Jayapura. Namun terdapat juga beberapa fasilitas yang hanya terdapat di satu kawasan tertentu, seperti pelabuhan dan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yang hanya terdapat di Jayapura. Adanya rintangan topografis berupa area perbukitan yang memisahkan wilayah Jayapura dan Abepura, dengan aksesibilitas yang terbatas, semakin mempertegas batas pemisah kedua bagian Kota Jayapura ini.

Adanya dua kota yang terpisah ini pernah dikemukakan oleh Hartshorne (1932) mengenai model twin city Minneapolis – St. Paul, dua kota yang terletak saling berdampingan dan dipisahkan oleh Sungai Mississipi. St. Paul merupakan ibukota negara bagian Minnesota (USA), sedangkan Minneapolis merupakan ibukota Hennepin County dan merupakan kota terbesar di Minnesota. Hartshorne mengemukakan mengenai landskap kultural Kota Minneapolis dan St. Paul yang menghadirkan karakter khas ‘twin city district’, di mana kota terpisah hampir secara menyeluruh, tidak hanya secara politis tetapi juga secara geografis, dan masih dalam hubungan yang dekat satu sama lain di sepanjang zone bersama (zone kontak). Pusat dari kedua kawasan saling bergantungan secara fungsional tetapi beberapa ciri-ciri kultural di satu kota tidak ditemukan di kota lainnya. Hartshorne mengemukakan bahwa daya tahan model twin city tersebut kemungkinan disebabkan oleh keadaan geografis. Struktur jalan raya sebagai faktor yang mempunyai daya tahan yang kuat, dan dua inti komersial dengan investasi yang cepat, diperkuat dengan faktor psikologi, akan cenderung mempertahankan bentuk geografis yang unik yaitu dua pusat di kawasan yang berbeda.

(5)

5

Budapest, ibukota negara Hungaria, merupakan salah satu contoh di mana sebuah kota yang awalnya merupakan dua kota yang terpisah yaitu Buda dan Pest yang terletak berseberangan di tepi Sungai Danube. Kota Buda terletak di sebelah barat Sungai Danube yang merupakan daerah berbukit, sedangkan Pest terletak di sebelah timur Sungai Danube yang merupakan daerah rata. Morris (1979) menyebutkan bahwa Kota Buda merupakan tempat istana kerajaan yang terletak di atas bukit dan merupakan ibukota Hungaria. Kota Buda kemudian bergabung dengan Kota Pest di mana Pest menjadi dominan sebagai pusat komersial dan kultur. Pemisah antar kedua kota tersebut kemudian digantikan dengan jembatan-jembatan yang menghubungkan keduanya. Walaupun terbentuk dari dua kota yaitu Buda dan Pest, Kota Budapest memiliki pola yang monosentris dengan pusatnya berada di sekitar tepi sungai Danube yang memisahkan kedua kota (Istvan, 1994).

Di Indonesia, Kota Bandar Lampung, ibukota Provinsi Lampung, merupakan salah satu kota yang proses pembentukannya hampir serupa dengan Kota Budapest. Kota Bandar Lampung merupakan leburan dari dua kota yaitu Kota Teluk Betung dan Kota Tanjung Karang, yang sebelum berubah nama menjadi Bandar Lampung dikenal dengan sebutan Teluk Betung - Tanjung Karang. Teluk Betung berada di sekitar Teluk Lampung, sedangkan Tanjung Karang terletak di daerah yang lebih tinggi di bagian utara Teluk Betung dengan jarak 5 km. Dalam perkembangannya, kedua kota tersebut kemudian melebur menjadi satu kota yaitu Kota Bandar Lampung, dengan peleburan batas-batasnya karena batas kedua kota tersebut menjadi tidak jelas (Pemerintah Kota Bandar Lampung, 2013).

Secara morfologikal, bila dibandingkan dengan ketiga kota tersebut, Kota Jayapura nampaknya berbeda dengan Kota Budapest maupun Bandar Lampung. Di dua kota yang ada di Kota Budapest dan Bandar Lampung terdapat peleburan batas-batas kota. Adanya peleburan batas-batas kedua kota mengakibatkan terbentuknya kota yang monosentris. Dalam kasus di Kota Jayapura, Jayapura dan Abepura membentuk Kota Jayapura dengan dua pusat yang terdapat di masing-masing ruang kota. Jayapura dengan pusatnya di Taman Imbi dan

(6)

6

Abepura dengan pusatnya di Lingkaran Abepura. Kedua pusat ini merupakan tempat historis di mana awal berdirinya kota-kota tersebut. Kondisi ini membentuk Kota Jayapura dengan dua pusat (bisentris). Hal ini menunjukkan bahwa Jayapura dan Abepura walaupun berada dalam satu wilayah administrasi Kota Jayapura tetap bertahan adanya dua pusat kota. Kota Jayapura nampaknya hampir sama dengan Kota Minneapolis – St.Paul. Namun jika Minneapolis – St Paul terdapat Midway District yang merupakan penghubung kedua kota, maka dalam kasus Kota Jayapura tidak terdapat area terbangun kota yang berperan sebagai penghubung. Minneapolis – St. Paul merupakan dua kota yang terpisah secara administratif. Hal ini berbeda dengan Jayapura dan Abepura yang merupakan dua kota yang berada dalam wilayah administrasi yang sama yaitu Kota Jayapura.

Dari berbagai literatur mengenai keterkaitan dua kota yang berdampingan (twin city, polisentricity) diketahui bahwa pasangan kota atau dua kota yang terletak berdampingan yang membentuk satu kota atau region menunjukkan bahwa kedua kota mempunyai kesamaan tujuan dan kepentingan. Pandangan ini menekankan adanya kesamaan dan interaksi antara kedua kota yang berbatasan sebagai alasan bagi kelanjutan kedua kota (Buursink, 2001; Alegria, 2006). Kota-kota tersebut akan membentuk jaringan perkotaan (urban network) yang seringkali diasiosiasikan dengan adanya sinergi. Sinergi dalam jaringan perkotaan muncul dari adanya kerjasama dan komplementer. Di dalam jaringan perkotaan tersebut, kota-kota mempunyai penyatuan fungsional dan membentuk morfologis yang lebih besar. Metafora jaringan menekankan hubungan yang kompleks dan kuat antara kota-kota sebagai satu kesatuan region. Sinergi mengarah kepada situasi dimana efek dari dua atau lebih kota-kota yang saling bekerjasama akan menjadi lebih besar daripada efek yang dicapai jika masing-masing kota berfungsi sendiri-sendiri. Daripada berkompetisi untuk membangun fungsi-fungsi urban yang sama, direkomendasikan bahwa kota-kota harus bekerja sama melalui penggabungan aset yang ada, khususnya aset yang saling melengkapi. Dua atau lebih kota dapat saling melengkapi secara fungsional dengan memberikan akses kepada warganya terhadap fungsi-fungsi urban yang biasanya hanya disediakan

(7)

7

oleh kota dengan ranking yang lebih tinggi. Duplikasi fungsi-fungsi urban akan meningkatkan inefisiensi secara ekonomi ketika integrasi fungsional dan aksesibilitas internal di dalam region semakin meningkat (ESPON, 2005; Meijers, 2006; Meijers, 2007). Terkait dengan uraian tersebut, terhadap kasus di Kota Jayapura, Jayapura dan Abepura yang berada dalam satu kesatuan administrasi Kota Jayapura menunjukkan kecenderungan adanya penyediaan pelayanan publik dan ekonomi yang hampir sama di Jayapura dan Abepura, sehingga perlu pula dikaji bagaimana keterkaitan fungsional antara Jayapura dan Abepura dalam satu kesatuan sistem jaringan Kota Jayapura.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Dari kasus yang ditemui di Kota Jayapura, yaitu adanya perkembangan kota dari dua embrio yang membentuk ruang perkotaan yang terpisah, dan adanya penyediaan fasilitas kota yang cenderung sama di kedua ruang perkotaan, merupakan karakter khas yang unik yang ditemui di Kota Jayapura sehingga menjadi perlu untuk dikaji bagaimana pola perkembangan kota yang berasal dari dua embrio kota yang berbeda dan bagaimana keterkaitannya secara fisik dan fungsional sebagai satu kesatuan dalam sistem Kota Jayapura. Dari latar belakang tersebut, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses perkembangan ruang perkotaan Jayapura dan Abepura? 2. Bagaimanakah keterkaitan fisik dan fungsional antara ruang perkotaan

Jayapura dan Abepura?

3. Mengapa terjadi bentuk keterkaitan tersebut dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhinya?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menemukan konsep dan teori keterkaitan yang terbentuk antara dua kota dalam sistem jaringan perkotaan berdasarkan fenomena kasus yang terjadi di Kota Jayapura.

(8)

8 1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi teoritik mengenai keterkaitan antara ruang-ruang perkotaan dalam sistem jaringan perkotaan, terutama kota-kota di mana kondisi geografisnya tidak memungkinkan terjadinya peleburan batas-batasnya. Selanjutnya konsep dan teori tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perencanaan kota dalam pengambilan kebijakan mengenai tata ruang kota dalam hal penyediaan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi.

1.5. Keaslian Penelitian

Dalam berbagai penelitian dan publikasi mengenai keterkaitan yang terjadi antara dua kota yang berdekatan, berbagai istilah digunakan untuk maksud ini seperti twin cities, policentricity, border region, cross-border city, transborder metropolitan. Twin city merupakan salah satu bentuk aglomerasi kawasan perkotaan. Model twin city merupakan penyatuan dua kota atau penggandengan dua kota. Penggunaan istilah twin city dipakai oleh banyak peneliti dalam berbagai kasus penelitian dengan topik yang serupa yaitu keterkaitan atau penggandengan dua kota atau kawasan kota. Model twin city pertama kali digunakan di kawasan perkotaan Minneapolis – St. Paul, di mana kedua kota tersebut digandengkan dengan fungsi yang dominan di masing-masing kota dan mempunyai kontak dalam sebuah zone kontak (Hartshorne, 1932).

Konsep twin city kemudian berkembang dan digunakan dalam berbagai penelitian sebagai salah satu bentuk aglomerasi perkotaan. Beberapa peneliti Rusia menggunakan istilah kota satelit (satellite cities) untuk maksud yang serupa. Jika twin city merupakan dua kota yang seimbang (equal), maka kota satelit merupakan kota-kota kecil yang mengelilingi dan melayani sebuah kota utama dan mempunyai posisi sebagai subordinat (Anischenko and Sergunin, 2012).

Penggunaan istilah twin city digunakan pula sebagai konsep pengembangan kawasan baru di area yang terpisah dalam sebuah kota untuk mengurangi beban kepadatan di pusat kota, di mana kawasan tersebut dilengkapi

(9)

9

dengan berbagai infrastruktur dan fasilitas sehingga tidak bergantung dengan pusat kota lama (Baxter, 1974). Konsep twin city juga mulai digunakan dalam pengabungan dua kota atau kawasan kota menjadi satu kota yang lebih besar melalui peleburan batas-batasnya (Moris, 1979; Kostof, 1992).

Dalam dua dekade terakhir, penggunaan istilah twin city digunakan dalam penggabungan dua kota dengan skala nasional maupun internasional. Dengan skala internasional, twin city banyak digunakan sebagai konsep penggandengan dua kota di dua negara yang mempunyai perbatasan langsung (Matthiesen and Bürkner, 2001; Schultz, 2002; Alegria, 2006; Joenniemi and Sergunin, 2011; Lipott, 2011; Anischenko and Sergunin, 2012; Braga et.al., 2012; De Marco, 2013).

Kota Jayapura merupakan kota yang secara historis terbentuk dari dua kota (Hollandia Haven dan Hollandia Binnen). Kedua kota tersebut terletak terpisah oleh perbukitan dan dihubungkan dengan satu jaringan jalan. Jarak antara pusat kota Jayapura dan Abepura kurang lebih 12 km. Adanya pemisah alami ini semakin mempertegas batas antara kedua wilayah kota tersebut. Berbeda dengan konsep twin city di mana keterkaitan dua kota yang berdekatan akan berdampak terhadap peleburan batas-batasnya; atau penggandengan dua kota yang mempunyai kontak dalam zone kontak, maka keadaan geografis Kota Jayapura nampaknya tidak memungkinkan terjadinya peleburan batas-batas dan kontak antar bagian-bagian kota yang terpisah tersebut. Demikian pula dengan keterkaitan fungsional yang terbentuk antara kedua kota tersebut, di mana cenderung muncul fungsi-fungsi yang sama di kedua kota. Kondisi ini memunculkan karakter yang unik di keseluruhan sistem Kota Jayapura yang terbentuk dari keberadaan kawasan Jayapura dan Abepura. Dari beberapa penelusuran terhadap penelitian-penelitian mengenai keterkaitan dua kota yang telah dilakukan sebelumnya, belum ditemukan adanya penelitian yang mengkaji mengenai bagaimana keterkaitan dua kota yang terpisah oleh rintangan geografisnya.

(10)

10 Hartshorne (1932)

Menguraikan mengenai Minneapolis – St. Paul sebagai dua kota yang terpisah secara politik dan geografis, dan mempunyai kontak satu sama lain disepanjang zona kontak. Inti dari kedua area saling bergantung secara fungsional tetapi beberapa ciri-ciri kultural yang kuat di satu kota tidak ditemukan di kota yang lainnya. Persistensi dari kedua inti dan kota yang terpisah kemungkinan disebabkan oleh keadaan geografis, struktur jalan raya dan investasi di kedua inti. Dalam penelusuran pustaka tidak ditemukan literatur/pub likasi dalam periode ini yang relevan dengan keterkaitan dua kota. Borchert (1961)

Menguji keberlanjutan twin cities Minneapolis - St. Paul dengan fokus batas-batas urban settlement, konfigurasinya dan pergerakan.

Dalam penelusuran pustaka tidak ditemukan literatur/pub likasi dalam periode ini yang relevan dengan keterkaitan dua kota. Kostof (1992)

Twin cities merupakan pasangan bagian di dalam kota yang sengaja dihubungkan secara paralel di mana keduanya tidak mempunyai banyak perbedaan dan dihubungkan dengan sebuah jalan utama.

Tulla et.al (2006)

Mengkaji model twin city di perbatasan Spanyol dan Perancis, Andorra dan Alt-Urgell. Struktur twin city Andorra dan Alt-Urgell didasarkan pada dua proses utama yaitu ekonomi dan jaringan sosial dan juga dalam pengertian yang humanis pada identitas kedua bagian perbatasan.

Anischenko and Sergunin (2012) Mengkaji model twin city pada beberapa kota wilayah di Baltic sebagai sebuah bentuk kerjasama lintas batas, berupa kerjasma administrasi kota dan fasilitas publik, pengembangan industri regional, pasar tenaga kerja, implementasi kegiatan edukasi dan budaya.

Dillman (1969)

Mengkaji simbiosis batas dua kota Brownsville (Texas) dan Matamoros (Mexico) di mana Metamoros merupakan komunitas orang Mexico dengan surplus perdagangan.

Gritsai1 and Wusten (2000) Mendeskripsikan evolusi representasi fungsi negara bagian di Rusia yang ditunjukkan oleh dua ibukota (Moskow dan Petersburg) melalui bangunan, monumen dan jalan.

Alegria (2006)

Mengkaji struktur intraurban dua kota yang menyatu dan dipisahkan oleh batas negara yaitu antara Tijuana (Mexico) dan San Siego (USA).

Vasanen (2012)

Mengkaji struktur spasial polisentris kota-kota di Finlandia melalui konektifitas pusat-pusat individual dalam keseluruhan sistem perkotaan.

Baxter (1974)

Mengemukakan mengenai perencanaan

twin city Kota Bombay dengan

pengembangan kawasan baru untuk mengurangi kepadatan di pusat kota melalui peningkatan infrastruktur dan fasilitas-fasilitas sehingga kawasan tersebut tidak bergantung kepada kota yang lama.

Buursik (2001)

Membahas mengenai keadaan lokal dan latar belakang historis untuk mencapai hubungan yang saling menguntungkan dan kerjasama dari beberapa pasangan kota-kota di Eropa dan Amerika Utara.

Joenniemi and Sergunin (2011) Mengkaji city twinning di Eropa Utara di mana reimaginasi batas-batasnya dan peningkatan kerjasama, tidak hanya merubah landskap lokal tetapi membawa perluasan hubungan negara.

De Marco (2013)

Melakukan studi pada twin city

Gorizia/Nova Gorica di perbatasan Italia dan Slovenia, dengan fokus pada landskap sebagai ruang fisik. Elemen-elemen yang digunakan untuk menginterpretasikan landskap adalah morfologi (hambatan fisikal), tekstur (struktur), sistem

(infrastruktur), dan elemen-elemen simbolik. Morris (1979)

Mengemukakan mengenai twin city Budapest yang dahulu merupakan dua kota yang terpisah yaitu Buda dan Pest. Kedua kota tersebut bersatu melalui peleburan batas-batasnya.

Schultz (2002) Mengemukakan bahwa

ketidakcukupan sumberdaya, lokasi marginal dan ukuran yang kecil dari kota-kota di perbatsan Jerman – Polandia, merupakan alasan yang kuat adanya kerjasama antara kota-kota tersebut.

Lipott (2011)

Mengkaji model twin city kota Haparanda dan Tornio di perbatasan Swedia dan Finlandia yang merupakan contoh unik penggandengan (twinning) kota diluar pemisahan etnis, kultural dan politis.

Zuhri M. (2013)

Menganalisis keterkaitan wilayah dan sektoral beberapa pasangan kota di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mengetahui potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan dalam kerjasama

pembangunan wilayah dan sektoral yang didukung dengan hubungan fungsional. .... – 1940 Periode 1 1940-1960 Periode 2 (20 tahun) 1961 – 1979 Periode 3 (20 tahun) 1980-1990 Periode 4 (10 tahun) 1992 – 2013 Periode 5 (20 tahun)

(11)

11 1.6. State of The Art dan Kebaharuan Penelitian

Dari kajian terhadap hasil-hasil penelitian mengenai sistem jaringan kota dan penggabungan dua kota di peroleh hasil kajian bahwa sistem jaringan kota berkaitan dengan anggapan adanya sinergi antara kota-kota. Buursink (2001) menyatakan bahwa semakin dekat kota maka akan semakin banyak saling mengalami koeksistensi satu sama lain. Kota-kota tersebut terlibat dalam situasi koeksistensi jika mengalami masalah-masalah bersama (common problems) dan kepentingan yang bertentangan (conflicting of interest). Masalah bersama akan

membutuhkan kerjasama (co-operation) sedangkan kepentingan yang

bertentangan mendorong kepada kompetisi. Lebih lanjut Schultz (2002) mengemukakan bahwa hubungan yang terjadi antara dua kota yang bertetangga dapat berupa hubungan yang komplementer atau kompetisi. Penggabungan dua kota yang berdampingan mengarah kepada terbentuknya twin city dimana bentuk interaksi yang terjadi adalah komplementer (Harsthorne, 1932; Kostof, 1992; Schultz, 2002; Salingaros, 2003; Algeria, 2006; Joennime & Sergunin, 2011; Anischenko & Sergunin, 2012; Lippot, 2013). Oort dkk (2010) mengemukakan bahwa dalam sistem jaringan kota, hal ini berkaitan dengan adanya sinergi diantara kota-kota. Sinergi dapat muncul dari adanya kerjasama dan keadaan yang komplementer. Keadaan komplementer mengarah kepada kondisi yang spesifik dari hubungan antara dua atau lebih aktifitas atau tempat (place). Agar aktifitas dan place (atau kota) menjadi komplementer, memerlukan dua prekondisi yang penting yang berhubungan dangan suplai dan permintaan yaitu (1) harus terdapat perbedaan dalam suplai aktifitas dan/atau tempat (places); (2) pasar geografis dari permintaan (demand) untuk aktifitas atau tempat harus paling tidak sebagian saling tumpang tindih (overlap). Sedangkan keadaan kompetisi mengarah kepada homegenitas dan adanya duplikasi fungsi-fungsi. Sinergi akan mengakbatkan terjadinya integrasi siantara kota-kota yang ditandai dengan adanya aliran penduduk yang tinggi (Schultz, 2002; Herzog dalam Algeria, 2006; Joennime & Sergunin, 2011; Lippot, 2013; Vasanen, 2013). Integrasi antara dua kota akan mengakibatkan terjadinya reimaginasi batas-batas kedua kota (Houtum

(12)

12

& Ernste, 2001; Decoville dkk., 2010; Joennime & Sergunin, 2011; Anischenko & Sergunin, 2012).

Gambar 1.3. State of the art

Perkembangan sruktur perkotaan (Burgess, 1925; Hoyt, 1939; Vence, 1964; Mann, 1965; Doxiadis, 1968; Papageorgiou, 1971; Kostof, 1991) Monosentris ke polisentris (Burgess, 1925; Hoyt, 1939; Vence, 1964) Kota berkembang dari satu pusat kemudian terbentuk subpusat dipinggirannya (Vence, 1964; Doxiadis, 1968; Papageorgiou, 1971) Sistem Jaringan Kota Sinergi (kerjasama dan komplementer) (Meijers, 2007; Oort dkk., 2010, Vasanen, 2012) Homogen dan duplikasi (Buursink, 2001; Meijers, 2008)

Dua kota yang berdekatan (Harsthorne, 1932; Kostof, 1992; Buursink, 2001; Schultz, 2002; Salingaros, 2003; Algeria, 2006; Joennime & Sergunin, 2011; Anischenko & Sergunin, 2012; Lippot, 2013) Interaksi (Harsthorne, 1932; Kostof, 1992; Algeria, 2006) Komplementer (Buursink, 2001; Schultz, 2002; Algeria, 2006) - Adanya aliran penduduk - Keterkaitan (linkage) sektor pelayanan publik dan ekonomi. (Schultz, 2002; Algeria, 2006)

Aliran penduduk tinggi (open border

and porosity) (Schultz, 2002; Herzog dalam Algeria, 2006; Joennime & Sergunin, 2011; Lippot, 2013) Integrasi (Algeria, 2006; Vasanen, 2013) Hubungan (koneksi) hanya dapat terjadi bila terdapat perbedaan antara kedua region (Salingaros, 2003)

Reimaginasi batas kota

(Houtum & Ernste, 2001; Decoville dkk., 2010; Joennime & Sergunin, 2011; Anischenko & Sergunin, 2012) Kerjasama (Buursink, 2001) Kompetisi (Buursink, 2001)

(13)

13

Dari teori-teori mengenai keterkaitan dua kota dalam sistem jaringan kota tersebut, tidak ditemukan adanya teori yang dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan yang terbentuk antara dua kota yang terpisah oleh rintangan geografis sebagaimana fenomena fisik yang ditemui di Jayapura dan Abepura dalam membentuk keseluruhan sistem Kota Jayapura. Hal tersebut menjadi gap teoritik yang ditemui dalam penelitian ini, sehingga kebaharuan penelitian ini akan mengkaji teori yang dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan fisik dan fungsional dua kota yang terpisah oleh rintangan geografis dalam membentuk sistem jaringan kota.

Gambar 1.4. Kebaharuan penelitian Teoretik

Empirik

Kota berkembang dari satu pusat kemudian

membentuk subpusat di pinggirannya.

Keunikan Kota Jayapura yang berkembang dari dua inti memunculkan karakter ‘dua kota di dalam sebuah kota’ yang terpisah oleh perbukitan.

Keterkaitan dua kota yang berdekatan: - Komplementer - Kompetisi

-Open border, cross

commuting, integrasi - Adanya rintanga n geografis yang memisahkan Jayapura dan Abepura. -Kecenderungan munculnya fungsi-fungsi yang homogen dalam pelayanan publik dan ekonomi.

Gap Teoritik:

Belum ditemukan dalam teori sistem jaringan kota yang dapat menjelaskan keterkaitan yang terbentuk antara dua kota dengan rintangan geografis di mana tidak terjadi peleburan batas-batas kota.

Kebaharuan Penelitian:

Teori yang dapat

menjelaskan bagaimana keterkaitan dua kota yang terpisah oleh rintangan geografis dalam membentuk sistem jaringan kota.

Gambar

Gambar 1.1. Dua pusat ruang perkotaan (Jayapura dan Abepura) di Kota Jayapura  Sumber gambar: google earth, 2013
Gambar 1.2. Kajian penelitian-penelitian sebelumnya mengenai keterkaitan dua kota
Gambar 1.3. State of the art
Gambar 1.4. Kebaharuan penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian perkembangan pada balita umur 3-4 tahun di PAUD Juwita Harapan menunjukkan hampir seluruhnya balita sesuai dengan tahapan perkembangan berdasarkan peran orang

LineTo adalah fungsi yang terdapat dalam TCanvas yang digunakan untuk membuat sebuah garis dari PenPos (posisi TPen) sampai dengan suatu titik tertentu yang direpresentasikan

Users can set the values of these environment variables either in their default environment, via a .profile file read by their login shell, using a shell-specific startup (rc) file,

1. Adanya perasaan senang terhadap belajar. Adanya keinginan yang tinggi terhadap penguasaan dan keterlibatan dengan kegiatan belajar. Adanya perasaan tertarik yang

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

Menurt Solomon dan Rothblum (Rachmahana, 2001, h.135) individu yang kurang asertif tidak mau mencari bantuan ( seeking for help) kepada orang lain untuk membantu

(1) Penghitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-masing daerah provinsi dan kabupaten/kota dilakukan dengan menggunakan formula Dana Alokasi Umum sebagaimana diatur

tanpa animasi, (2) keefektifan media Powerpoint beranimasi tidak koheren, (3) perbedaan keefektifan antara media Powerpoint tanpa animasi dan media Powerpoint beranimasi