• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI COBA BEBERAPA INSEKTISIDA GOLONGAN PYRETHROID SINTETIK TERHADAP VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti DI WILAYAH JAKARTA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI COBA BEBERAPA INSEKTISIDA GOLONGAN PYRETHROID SINTETIK TERHADAP VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti DI WILAYAH JAKARTA UTARA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

UJI COBA BEBERAPA INSEKTISIDA GOLONGAN PYRETHROID SINTETIK

TERHADAP VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE Aedes aegypti

DI WILAYAH JAKARTA UTARA

Trial of Synthetic Pyrethroid Insecticides Against Dengue

Haemorrhagic Fever Vector of Aedes aegypti in Northern Jakarta

Hadi Suwasono * dan Mardjan Soekirno**

Abstract. A synthetic pyrethroid insecticides with active ingredient of alphacypermethrin (Fendona 30 EC),

cypermethrin (Cynoff 25 ULV) and lambdacyhalothrin (ICON 25 EC) trials against dengue fever/dengue haemorrhagic fever vector of Aedes aegypti was carried out in Northern Jakarta by thermal fogging application. The results shown after 24 hours holding period, the percent mortality of Ae.aegypti exposed to both alphacypermethrin and cypermethrin indoors or outdoors between 86 – 93% whereas lambdacyhalothrin was lower than 70% (48 – 58%). Statistical analysis revealed that there was significantly different between both alphacypermethrin and cypermethrin compared to lambdacyhalothrin neither to malathion. Its means that alphacypermethrin and cypermethrin with dosages of 75 ml/ha and 300 ml/ha respectively were better than lambdacyhalothrin (75 ml/ha) and as similar as malathion to control Ae.

aegypti.

Keywords : insecticides, dengue haemorrhagic fever, Aedes aegypti

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) yang

ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti

seba-gai vektor utama hingga sekarang masih

menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Ra-tusan juta orang rawan terhadap penyakit

tersebut dan dilaporkan sebagai salah satu

penyebab kematian pada anak-anak di

ka-wasan Asia Tenggara (Gubler, 1989). Setiap

tahun selalu dilaporkan adanya kejadian luar

biasa di sejumlah kota besar di Indonesia.

Walaupun tindakan khusus terhadap

pende-rita sampai sekarang tidak ada namun dengan

penatalaksanaan yang tepat oleh para tenaga

medis dan paramedis yang berpengalaman

sering jiwa penderita DBD dapat

tersela-matkan. Walaupun vaksin tetravalent DBD

telah berhasil dikembangkan oleh

Uni-versitas Mahidol Bangkok namun uji coba

klinis masih terus dilakukannya sebelum

dapat digunakan secara massal (WHO,

2001).

Sehubungan dengan hal tersebut di atas

maka pengendalian vektor sebagai salah satu

upaya pemberantasan DBD masih merupakan

upaya utama yang dilakukan guna memutus

rantai penularan. Pengendalian vektor secara

kimiawi dilakukan dengan menggunakan

insektisida yang diaplikasikan secara “space

spraying” yakni pengkabutan (thermal

fog-ging) dan Ultra Low Volume (cold fogfog-ging).

Insektisida Malathion yang termasuk

go-tahun 1972 di Indonesia (Sudyono, 1983).

Selain itu insektisida Bendiocarb dari

go-longan karbamat dengan formulasi ULV juga

pernah diuji coba (Hadi, et.al., 1993). Agar

ada alternatif/pilihan insektisida lain yang

dapat digunakan dalam pengendalian vektor

DBD maka telah banyak diuji coba

insek-tisida dari golongan lainnya. Sehubungan

dengan hal tersebut di atas maka dilakukan

uji coba beberapa insektisida golongan

pyrethroid sintetik terhadap vektor DBD

Aedes aegypti yang dibandingkan dengan

Malathion (Malathion 95%).

Insektisida-insektisida tersebut masing-masing

mempu-nyai kandungan bahan aktif

alphacyper-methrin (Fendona 30 EC); cyperalphacyper-methrin

(Cynoff 25 ULV); lamdacyhalothrin (ICON

25 EC). Secara umum semua bahan aktif

tersebut cukup ampuh mengendalikan

ber-bagai serangga pengganggu kesehatan.

Mes-kipun pada dosis aplikasi yang rendah

alphacypermethrin efektif sebagai racun

kontak dan telan demikian halnya

lambda-cyhalothrin. Sementara itu untuk

cyper-methrin agar memberikan hasil pengendalian

yang relatif sama dibutuhkan dosis yang

relatif lebih tinggi.

BAHAN DAN CARA KERJA

Lokasi

Uji coba dilakukan di wilayah

Kelu-rahan Koja Tanjung Priok Jakarta Utara yang

(2)

Daerah ini merupakan daerah hunian yang

sangat padat dengan lingkungan dan sanitasi

yang kurang sehat sebab sebagian besar

penghuninya tergolong masyarakat ekonomi

lemah yang bekerja sebagai buruh kasar

pelabuhan, pedagang kali lima/asongan dan

lain sebagainya. Air keperluan sehari-hari

mereka beli dari para penjaja air keliling dan

ditampung dalam drum-drum berukuran 200

liter.

Serangga/Nyamuk Uji

Nyamuk uji berasal dari hasil koleksi

jentik di beberapa tempat penampungan air

penduduk di wilayah Kelurahan Koja yang

dipelihara di insektarium Puslitbang Ekologi

Kesehatan Jakarta. Nyamuk yang digunakan

ialah nyamuk Ae. aegypti betina berumur 3 –

5 hari dalam kondisi kenyang sukrosa.

Insektisida

Insektisida yang digunakan dalam uji

coba masing-masing berbahan aktif :

- Alphacypermethrin 30 g/l EC

(dosis 75 ml/ha)

- Cypermethrin 25 g/l ULV (dosis 300

ml/ha)

- Lambdacyhalothrin 25 g /l EC (dosis

75 ml/ha)

- Malathion 95% (dosis 500 ml/ha)

Semua insektisida tersebut di atas

disediakan oleh PT. BASF Indonesia

beker-jasama dengan PT. Bhias Metrindo.

Alat/Mesin Thermal fogging

Uji coba menggunakan mesin

swing-fog SN 11 yang disediakan oleh Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Utara.

Cara Kerja

Sebelum pengabutan disiapkan

sejum-lah kurungan kasa berbentuk silinder dengan

ukuran diameter 10 cm dan panjang 30 cm

yang diisi 25 nyamuk Ae. aegypti betina

kenyang sukrosa berumur 3 – 5 hari.

Kurungan digantung di dalam rumah (ruang

tamu/makan) dan di luar rumah (teras/

beranda) setinggi 1,5 m dari tanah

meng-gunakan tali raffia. Masing-masing tempat

(dalam atau luar rumah ) diberi 2 kurungan

dan rumah yang terpilih sebagai sample

sebanyak 10 rumah. Kurungan kontrol

dile-takkan ditempat yang tidak mungkin terpapar

kabut insektisida dari daerah perlakuan.

Pengabutan dilaksanakan pada sore

hari pukul 16.00 – 17.00 selama 4 hari

berurutan dan untuk setiap jenis insektisida

disediakan sebuah mesin swing fog dan satu

daerah (Rukun Tetangga)) perlakuan.

Pengamatan dan penghitungan jumlah

nyamuk yang pingsan/mati di dalam

kurung-an ykurung-ang tetap tergkurung-antung dilakukkurung-an

berturut-turut 30 menit dan 60 menit setelah

pengabutan. Kurungan diambil setelah

pe-ngamatan dimenit ke-60 yang selanjutnya

semua nyamuk baik yang masih hidup

maupun yang telah pingsan/mati dipindahkan

ke gelas kertas yang bersih (tidak

terkon-taminasi insektisida). Gelas kertas tersebut

diberi kapas lembab larutan glukosa 10%

kemudian disimpan di laboratorium selama

24 jam. Jumlah nyamuk yang hidup dan mati

dihitung setelah penyimpanan 24 jam

ter-sebut (WHO, 1996).

Koreksi Data

Apabila kematian nyamuk pada kontrol

antara 5 - 20 % maka kematian

sesungguh-nya dikoreksi menggunakan rumus Abbot

sebagai berikut :

A – B

A1 = --- x 100%

100 - B

A1 : persentase kematian setelah koreksi

A : persentase kematian nyamuk uji

B : persentase kematian nyamuk kontrol

Jika persentase kematian nyamuk pada

kon-trol lebih besar daripada 20% maka

pengu-jian dianggap gagal yang berarti uji coba

harus diulang.

Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan

Oneway Anova dalam rancangan acak

kelompok yang dilanjutkan dengan uji LSD

(multiple comparisons) pada taraf nyata 5%.

(3)

HASIL

Persentase pingsan/kematian nyamuk

Ae. aegypti yang terpapar ketiga bahan aktif

insektisida di dalam rumah setelah 30 menit;

60 menit (1 jam) dan kematian setelah

disim-pan selama 24 jam tersaji pada Gambar 1.

Setelah 30 menit

Persentase pingsan/mati setelah

terpa-par selama 30 menit paling banyak pada

malathion (100%) sedangkan yang paling

sedikit pada lambdacyhalothrin (26,6%).

Per-sentase pingsan/mati akibat paparan

alphacy-permethrin dan cyalphacy-permethrin berturut-turut

sebanyak 79,2% dan 72,8%.

Setelah 60 menit (1 jam)

Seiring dengan bertambahnya waktu

papar maka persentase pingsan/mati juga

ber-tambah untuk alphacypermethrin;

cyperme-thrin dan lambdacyhalocyperme-thrin masing-masing

berturut-turut menjadi 83,6%; 91,6% dan

39,2%. Sementara itu untuk malathion

per-sentase pingsan/mati masih tetap 100%.

Setelah 24 jam

Pengamatan setelah penyimpanan

sela-ma 24 jam tidak menunjukkan adanya

penambahan kematian nyamuk yang cukup

tinggi. Untuk malathion persentase

kematian-nya tetap paling tinggi yakni 100%

sedang-kan untuk alphacypermethrin; cypermethrin

dan lambdacyhalothrin berturut-turut menjadi

sebesar 86%; 93,6% dan 48,8% .

Persentase pingsan/mati nyamuk Ae.

aegypti yang terpapar ketiga bahan aktif

insektisida di luar rumah setelah 30 menit; 60

menit (1 jam) dan kematian setelah disimpan

di laboratorium selama 24 jam disajikan pada

Gambar 2.

Gambar 1. Persentase kematian Ae. aegypti di dalam rumah pada uji efikasi insektisida di Jakarta tahun 2001

0 20 40 60 80 100 120 Insektisida Persentase kematian (%) 0,5 jam 79,2 100 72,8 26,8 1 jam 83,6 100 91,6 39,2 24 jam 86 100 93,6 48,8

Alphacypermethrin EC Malathion 95% Cypermethrin ULV Lambdacyhalothrin EC

Gambar 2. Persentase kematian Ae. aegypti di luar rumah pada uji efikasi insektisida di Jakarta tahun 2001 0 20 40 60 80 100 120 Insektisida Persentase kematian (%) 0,5 jam 78,8 99,6 70,8 35,6 1 jam 86,4 100 80,4 54,8 24 jam 88,8 100 86,4 58,8

(4)

Setelah 30 menit

Serupa dengan hasil paparan di dalam

rumah, persentase pingsan/mati nyamuk

tertinggi didapat pada malathion (99,6%)

sedangkan yang terendah pada

lambda-cyhalothrin (35,6%). Paparan

alphacyper-methrin dan cyperalphacyper-methrin menghasilkan

persentase pingsan/mati berturut-turut

sebe-sar 78,8% dan 70,8%.

Setelah 60 menit (1 jam)

Jumlah nyamuk yang pingsan/mati

semakin bertambah seiring dengan

bertam-bah lamanya waktu papar masing-masing

bahan aktif insektisida. Persentase pingsan/

mati yang diperoleh sebesar 86,4%; 100%;

80,4% dan 54% masing-masing

berturut-turut untuk alphacypermethrin; malathion;

cypermethrin dan lambdacyhalothrin.

Setelah 24 jam

Persentase kematian nyamuk setelah

disimpan selama 24 jam di laboratorium

menunjukkan peningkatan untuk

masing-masing bahan aktif insektisida. Kecuali untuk

malathion peningkatan persentase kematian

untuk insektisida lain berkisar antara 2 – 6%.

Persentase kematian untuk

alphacyper-methrin; cypermethrin dan

lambdacyha-lothrin berturut-turut menjadi 88,8%; 86,4%

dan 58,8%.

PEMBAHASAN

Dosis yang digunakan pada uji coba

merupakan dosis yang biasa diaplikasikan

pada pengabutan (thermal fogging). Tampak

di sini bahwa untuk satuan luas yang sama

yakni 1 ha diperlukan dosis cypermethrin

yang jauh lebih tinggi dibanding

alphacyper-methrin dan lambdacyhalothrin yakni 300

ml/ha. Jika memperhatikan persentase

nya-muk yang pingsan/mati pada pengamatan 30

menit dan 60 menit (1 jam) setelah

penga-butan baik terhadap nyamuk yang ada di

dalam maupun di luar rumah tampak bahwa

“knock down effect” malathion paling besar

sementara lambdacyhalothrin paling kecil.

Hal serupa terlihat pula setelah disimpan

(holding) di laboratorium selama 24 jam

dimana persentase kematian akibat paparan

Anova dan LSD terbukti bahwa persentase

kematian akibat paparan lambdacyhalothrin

berbeda nyata (α = 0,05) dengan paparan

ketiga bahan aktif insektisida lainnya

(alphacypermethrin; malathion dan

cyperme-thrin) sementara persentase kematian akibat

paparan ketiga bahan aktif insektisida

terse-but tidak saling berbeda nyata. Rendahnya

persentase kematian tersebut tampaknya

sesuai dengan hasil penelitian yang pernah

dilakukan di Indonesia pada tahun 1996

dimana hasil uji kerentanan yang pernah di

lakukan terhadap insektisida yang berbahan

aktif lambdacyhalothrin membuktikan bahwa

Ae. aegypti telah resisten terhadap bahan

aktif tersebut (Herath, 1997). Jadi dosis

aplikasi lambdacyhalothrin yang digunakan

pada uji coba kurang mampu memberikan

hasil sesuai dengan yang diharapkan. Pada

uji coba yang pernah dilakukan terbukti pula

bahwa persentase kematian nyamuk Ae.

aegypti akibat paparan malathion pada uji

kerentanan malathion dengan “discriminating

dosages” yang digunakan masih tinggi yakni

berkisar antara 98 – 100% (Herath, 1997).

Jadi berdasarkan hasil uji coba yang telah

dilakukan, terbukti bahwa pada dosis-dosis

aplikasi tersebut di atas, daya bunuh

alphacypermethrin dan cypermethrin yang

setara dengan malathion, terhadap nyamuk

Ae. aegypti yang berasal dari daerah

setempat, lebih baik dibanding

lambdacy-halothrin. Namun demikian seperti halnya

insektisida golongan pyrethroid sintetik

umumnya salah satu keunggulannya ialah

pada penggunaan yang cukup lama tidak

perlu dilakukan pemeriksaan kadar

cholines-terase dalam darah operatornya sebagaimana

harus dikerjakan pada insektisida golongan

organofosfat (malathion).

KESIMPULAN

Untuk pengendalian vektor demam

berdarah dengue Ae. aegypti, efektivitas

insektisida berbahan aktif alphacypermethrin

dan cypermethrin lebih baik dibanding yang

berbahan aktif lambdacyhalothrin dan

hasil-nya setara dengan malathion.

(5)

dan untuk itu ucapan terima kasih kami

tujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan DKI

Jakarta , Kepala Suku Dinas Kesehatan di 5

wilayah DKI Jakarta beserta staf dan

jajarannya, PT. BASF Indonesia, PT. Bhias

Metrindo dan para teknisi baik dari

Puslit-bang Ekologi Kesehatan maupun Sudin

Kesehatan DKI Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Gubler, D.J., 1989, Aedes aegypti and Aedes aegypti – borne disease control in the 1990s : Top down or bottom up. Am. J. Trop. Med. Hyg. 40(6) : 571 – 578.

Hadi, S; Barodji dan Sustriayu Nalim, 1993, Uji coba penyemprotan ULV (ULV spraying) insektisida Bendiocarb 20% (Ficam ULV) terhadap vector demam berdarah dengue Ae. aegypti Bull. Pen. Kes. 21(3) : 45 – 51.

Herath P.R.J., 1997, Insecticide resistance status in disease vcctors and its practical implications. Intercountry workshop on insecticide resistance of mosquito vectors. Salatiga. Indonesia. Sudyono., 1983, Malathion, Ditjen. P3M. Departemen

Kesehatan RI. Jakarta.

WHO., 1996, Report of the WHO informal consultation on the evaluation and testing insecticides. WHOPES, Geneva.

WHO., 2001, Dengue and DHF, Geneva. WHO/CDS/CPE/SMT/2001.9.

Gambar

Gambar 2. Persentase kematian Ae. aegypti di luar rumah pada uji efikasi insektisida  di Jakarta tahun 2001020406080100120 InsektisidaPersentase kematian (%)0,5 jam78,899,6 70,8 35,61 jam86,410080,454,824 jam88,810086,458,8

Referensi

Dokumen terkait

Sub DAS yang menunjukkan kriteria kualitas perairan yang paling baik yaitu pada sub DAS Cisukabirus dengan rata-rata nilai 3,96 dengan kriteria ‘sangat baik’, hal ini

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara partial pertama strategi manajemen laba tidak berpengaruh terhadap volume perdagangan saham, kedua risiko

[r]

7 Acep Hermawan, Metodologi Pembelajar.an Bahasa Arab ,.... 4 ةعماج لىاو سا ڠ ا ةيملاسلإا ةيموكلحا ةعمالجا ىدحإ يه في ةدوجولما اراسم ڠ ةيبرعلا ةغللا ميلعت في صصتخ

Kitab-kitab berbahasa arab yang diajarkan di pesantren biasa disebut dengan kitab kuning, para santri tidak bisa memahami kitab-kitab tersebut tampa memahami ilmu alat

Faktor reduksi gempa ditentukan berdasarkan perencanaan kinerja suatu gedung yaitu apakah gedung direncanakan berperlaku elastik penuh,.. II-10 daktilitas terbatas atau

ini ketidaktepatan pengangkutan oleh masing-masing petugas pengangkut (limbah padat medis dan limbah padat non medis) disebabkan oleh kurang tersedianya jumlah

Untuk menjalankan amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasionaln dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan