PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Bangka merupakan penghasil utama timah di Indonesia. Kegiatan pertambangan timah selain memberikan keuntungan juga dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem alam berupa perubahan struktur morfologi tanah yang dilanjutkan dengan kerusakan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dampak penambangan timah menyebabkan perubahan iklim seperti suhu, kelembaban, dan kandungan hara tanah. Aktivitas penambangan menurunkan kesuburan tanah, mengurangi areal hutan, berkurangnya ketersediaan hasil hutan yang penting, menurunkan keragaman vegetasi jenis tumbuhan dan hewan, perubahan topografi, pencemaran dan terganggunya sistem aliran air di sekitar lokasi, kerusakan yang sangat parah sulit untuk direhabilitasi. Akibat hilangnya fungsi hutan tersebut, maka produktivitas dan stabilitas lahan akan menurun.
Suksesi secara alami untuk memperbaiki lahan bekas tambang timah tanpa adanya campur tangan manusia membutuhkan waktu yang sangat lama. Tarmie (2005) menyatakan revegetasi alami pada lahan bekas tambang timah setelah belasan tahun terdiri dari Dicranopteris sp. (pakis), Melastoma sp., dan Eragrotis sp. (rumput-rumputan). Kriteria pemilihan jenis tumbuhan untuk revegetasi sementara ini berdasarkan atas sifat katalitik yang dimiliki jenis tersebut antara lain cepat tumbuh di lingkungan marginal dan memungkinkan jenis lain tumbuh kemudian, buahnya mudah disebarkan oleh burung pemakan buah, dan serasah mudah mengalami dekomposisi. Revegetasi lahan bekas tambang biasanya dengan cara pengadaan bibit tumbuhan pionir yang dapat mengikat N, cepat tumbuh, tahan kering, berdaun banyak dan mudah melapuk.
Vegetasi merupakan salah satu komponen biotik yang dapat tumbuh pada suatu wilayah tertentu dan dapat dijadikan sebagai cerminan dari iklim, tanah, topografi, dan ketinggian yang saling berinteraksi secara kompleks. Setiap jenis tumbuhan membutuhkan kondisi lingkungan yang spesifik untuk tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Perubahan dan variasi kondisi lingkungan tertentu akan memberikan dampak bagi struktur dan komposisi jenis tumbuhan dari segi kelimpahan, pola penyebaran, asosiasi dengan jenis lainnya serta kondisi
pertumbuhan yang berbeda dengan jenis lainnya. Vegetasi yang berupa pohon pada suatu wilayah juga menunjukan struktur dan komposisi yang dapat memberikan gambaran tentang kondisi lingkungan pada habitatnya secara umum. Hutan alami dan hutan hasil revegetasi bekas tambang timah di pulau Bangka diharapkan menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis fauna dan flora sehingga memiliki kekayaan jenis yang beragam. Keragaman jenis tersebut dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan diantaranya kesuburan tanahnya. Salah satu faktor penentu kesuburan tanah adalah serasah.
Serasah merupakan bahan organik yang berasal dari organ tumbuhan yang mati dan jatuh ke lantai hutan. Komponen serasah tersebut terdiri dari organ-organ vegetatif seperti daun, ranting, dan cabang, serta organ-organ reproduktif seperti bunga, buah dan biji. Serasah sebagai guguran struktur vegetatif dan reproduktif yang jatuh disebabkan oleh faktor ketuaan (senescens), stress oleh faktor mekanik (misalnya angin), kombinasi antara keduanya, kematian serta kerusakan seluruh bagian tumbuhan oleh iklim (Yunasfi 2006). Produksi serasah dapat diketahui dengan memperkirakan komponen-komponen dari produksi primer bersih yang dapat terakumulasi pada lantai hutan yang selanjutnya mengalami mineralisasi melalui tahap-tahap dekomposisi.
Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi dan mikroorganisme yang adaptif tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim, dan kegiatan pasca penambangan. Kemampuan tumbuh vegetasi pada lahan pasca tambang sangat bergantung pada mikroorganisme yang bermanfaat baik, bersimbiosis maupun hidup bebas pada rizosfer tumbuhan. Hal ini karena lahan pasca tambang selain mengalami kerusakan fisik, juga miskin dari mikroorganisme bermanfaat. Fungi tanah merupakan salah satu mikroorganisme yang sangat penting dalam membantu meningkatkan kesuburan tanah dan tumbuhan. Salah satu fungi tanah yang penting ialah fungi rizosfer dan rizoplan. Selain mikoriza, terdapat banyak fungi rizosfer dan rizoplan lain yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan tumbuhan. Fungi rizosfer biasanya hidup bebas, sedangkan fungi rizoplan umumnya hidup bersimbiosis mutualisme dengan tumbuhan inang. Fungi merupakan satu di antara berbagai kelompok mikroorganisme yang memainkan peran sangat penting dalam proses dekomposisi
serasah bahan-bahan tumbuhan. Hal ini karena fungi merupakan pengurai utama dedaunan yang memiliki kemampuan untuk menguraikan selulosa dan lignin. Seperti diketahui selulosa dan lignin ini secara bersama merupakan komponen penyusun dinding sel di daun.
Telah banyak penelitian yang melaporkan bahwa keberhasilan revegetasi lahan bekas tambang ditentukan tidak saja oleh vegetasinya tetapi juga oleh mikroorganisme tanahnya, misalnya penggunaan mikoriza. Beberapa mikroorganisme rizosfer berperan penting dalam siklus hara dan proses pembentukan tanah, pertumbuhan tumbuhan, mempengaruhi aktivitas mikroorganisme lainnya dan sebagai pengendali hayati terhadap patogen akar (Mardieni 2003). Oleh karena itu kajian mengenai potensi tumbuhan indigenos dan keragaman funginya untuk revegetasi lahan bekas tambang timah perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Penurunan kualitas lingkungan dapat disebabkan oleh penggunaan alat-alat berat dan bahan kimia selama proses produksi pengambilan timah. Berdasarkan pengamatan dilapangan permasalahan yang ada di lahan bekas tambang timah PT. Koba Tin adalah sebagai berikut:
1. Lahan bekas tambang timah memiliki unsur hara dan pH tanah yang rendah, sehingga tumbuhan sulit untuk tumbuh di lahan tersebut.
2. Hilangnya vegetasi alami dan berubahnya ekosistem lingkungan tersebut. 3. Hilangnya mikroorganisme yang berperan dalam mendekomposisikan
serasah
Kerangka Pemikiran Peneliti
Dasar pemikiran peneliti adalah bahwa daerah bekas penambangan timah mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan hidup, sehingga perlu dikaji mengenai suksesi tumbuhan dan keragaman funginya pada revegetasi lahan bekas tambang timah, sehingga dapat dimanfaatkan untuk penentuan strategi rehabilitasi lahan yang baik dan cepat. Kerangka berfikir dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian tentang kajian awal potensi tumbuhan indigenos dan keragaman funginya untuk revegetasi lahan bekas tambang timah
di Pulau Bangka.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mempelajari struktur dan komposisi jenis tumbuhan pada hutan sekunder dan hutan hasil revegetasi.
2. Mempelajari tentang kesuburan tanah di lahan bekas penambangan timah. 3. Menentukan produksi dan laju dekomposisi serasah pada beberapa
tumbuhan.
4. Menginventarisasi keragaman fungi dari rizosfer, akar, dan serasah daun dari beberapa tumbuhan pada hutan sekunder dan hutan hasil revegetasi. 5. Menentukan jenis tumbuhan indigenos dan funginya yang berpotensi
untuk revegetasi lahan bekas tambang timah. Lahan bekas tambang timah
Penurunan Kualitas Lingkungan
Fisik : Topsoil hilang Kimia : Kesuburan tanah menurun Biologi :
Vegetasi alami dan mikroorganisme (fungi) hilang
Analisis tanah, analisis vegetasi dan identifikasi fungi
Informasi tentang kajian awal potensi tumbuhan indigenos dan keragaman funginya untuk peningkatan kualitas lahan
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mempelajari tentang kajian awal potensi tumbuhan indigenos dan keragaman funginya untuk revegetasi lahan bekas penambangan timah dan dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi untuk pertimbangan bagi pemerintah, perusahaan ataupun masyarakat dalam menentukan strategi rehabilitasi lahan bekas penambangan timah yang baik dan cepat.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Adanya variasi keanekaragaman jenis tumbuhan pada hutan sekunder dan hutan hasil revegetasi.
2. Kesuburan tanah di tempat penelitian mengalami penurunan kualitas dan kuantitas.
3. Ada beberapa jenis tumbuhan yang memiliki nilai produksi dan laju dekomposisi serasah yang tinggi pada lahan revegetasi bekas tambang timah.
4. Ada variasi keanekaragaman jenis fungi pada hutan sekunder dan hutan hasil revegetasi.
5. Ada beberapa jenis tumbuhan indigenos dan keragaman funginya yang berpotensi untuk revegetasi lahan bekas tambang timah.
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Bekas Penambangan Timah di PT Koba Tin, Koba-Bangka
PT Koba Tin merupakan perusahaan kerjasama antara MSC (Malaysian
Smelting Corporation) dengan pemerintah Republik Indonesia yang bergerak di
bidang pertambangan timah. Wilayah kerjanya meliputi areal seluas 619 km2 yang terletak di bagian Timur-Selatan Pulau Bangka. Kegiatan eksplorasi telah di mulai sejak Desember 1971, dengan percobaan penambangan dilakukan Maret 1973, dan penambangan komersil dimulai April 1974. Daerah kuasa pertambangan PT Koba Tin terletak di Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Selatan dengan jangka waktu kontrak karya 30 tahun yang telah berakhir pada tahun 2003. Namun sejak terjadi pemindahan kepemilikan saham dari Iluks Resources Limited (Australia) kepada Malaysian Smelting Corporation (Malaysia) pada tahun 2002, PT Koba Tin mendapatkan perpanjangan kontrak karya hingga tahun 2013.
Gambar 2 Peta Pulau Bangka (Sumber PT. Koba Tin 2004)
Secara geografis Pulau Bangka terletak pada posisi sekitar 2o20’ sampai 2o48’ LS dan 106o7’ sampai 106o56’ BT. Luas Pulau Bangka sekitar 10 760 km2 dengan panjang 214 km dan lebar 50 km. Topografi Pulau Bangka umumnya merupakan hamparan dataran dengan sedikit bergelombang oleh perbukitan. Topografi di wilayah kontrak karya PT Koba Tin merupakan daerah berkontur rendah yang mengikuti pesisir Pantai Koba menuju ke Timur Lubuk Besar, dengan ketinggian sampai 36 m dpl. Kemiringan permukaan tanah rata-rata
mengarah ke Utara sesuai aliran arah aliran sungainya. Berdasarkan dokumen AMDAL (1980) diacu dalam PT. Koba Tin (2004), areal tambang timah PT. Koba Tin mempunyai jenis tanah asosiasi podsolik coklat kekuningan dan podsol. Jenis tanah lain yang dapat ditemukan adalah alluvial, regosol dan latosol. Alluvial mempunyai bahan induk bersama pasir dan clay, sementara regosol abu-abu mempunyai bahan induk dari pasir.
Kegiatan penambangan timah menimbulkan perubahan ekosistem dan morfologi lahan. Ciri yang terlihat pertama kali adalah hilangnya vegetasi alami dengan tanah yang rusak karena horizon tanah tidak teratur, lapisan hitam dan lapisan-lapisan lainnya sudah terbalik. Lahan pasca penambangan berupa hamparan tailing pasir yang mengandung fraksi pasir lebih dari 94%, fraksi liat kurang dari 3%, kandungan bahan organik kurang dari 2% C-organik, daya memegang air sangat rendah, daya permeabilitas air sangat cepat, jumlah mikroorganismenya sangat rendah (Juairiah et al. 2005).
Tanah bekas tambang timah dapat berupa tailing dan overburden. Tailing merupakan material sisa dari penambangan timah berupa pasir yang mempunyai sifat fisik dan kimia tanah yang kurang subur. Sedangkan overburden merupakan material yang dipindahkan pada waktu stripping (pengupasan) yang terdiri dari campuran tanah, bahan induk tanah, pasir kerikil, dan lain-lain. Pada tumpukan galian overburden telah terjadi pencampuran berbagai lapisan, sehingga yang mengandung unsur hara sudah tidak terlihat lagi, bahkan telah ikut terbawa oleh aliran permukaan. Overburden mempunyai sifat heterogen yang tidak kompak, terdiri dari 2 komponen yaitu (1) top soil yang mengalami proses oksidasi, dan (2) material yang tidak mengalami oksidasi dan pelapukan yang dikenal sebagai bahan induk kurang menyokong pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan (PPAT 1990).
Revegetasi adalah usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang. Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang adatif, iklim, dan kegiatan pasca penambangan. Adapun tujuan rehabilitasi ekosistem hutan yang mengalami degradasi adalah menyediakan, mempercepat dan melangsungkan proses suksesi alami selain untuk menambah produktivitas biologis, mengurangi laju erosi tanah, menambah kesuburan tanah (termasuk
bahan organik) dan menambah kontrol biotik terhadap aliran biogeokimia dalam ekosistem yang ditutupi tumbuhan (Parotta 1993).
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah suatu bentuk komunitas baik flora maupun fauna yang hidup di muka bumi. Primack et al. (1998), diacu dalam Yassir (2005) menyebutkan keragaman hayati harus dilihat dari tingkat jenis, komunitas dan ekosistem, termasuk didalamnya jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, genetik sebagai ekosistem yang di bangun menjadi lingkungan hidup. Dombois et
al. (1974) menyatakan bahwa struktur dan komposisi komunitas merupakan salah
satu aspek penting untuk mengungkapkan bagaimana kondisi suatu komunitas tersebut dalam sistem kehidupan terutama organisasi populasi dan interaksinya masing-masing. Struktur tumbuhan merupakan organisasi dalam ruang dimana individu-individu membentuk suatu tegakan atau perluasan tipe tegakan membentuk asosiasi secara keseluruhan. Elemen penting dalam struktur tumbuhan adalah bentuk pertumbuhan (growth form), statifikasi, dan penutupan tajuk (coverage). Lebih lanjut Kershaw (1964) diacu dalam Arrijani (2006) membedakan tiga komponen struktur vegetasi yaitu: (1) struktur vertikal yaitu stratifikasi ke dalam lapisan-lapisan menurut ketinggian, (2) struktur horizontal yaitu distribusi ruang areal populasi dan masing-masing individu, (3) jumlah struktur yaitu kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas.
Penelitian keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks kekayaan jenis adalah untuk mengetahui jumlah jenis yang ditemukan pada suatu komunitas. Odum (1993) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis dapat mempergunakan indeks kelimpahan jenis (spesies abundance), yaitu suatu indeks tunggal yang mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Indeks kemerataan jenis di dalam menilai keanekaragaman jenis dapat digunakan sebagai petunjuk kemerataan kelimpahan individu antar setiap jenis. Indeks ini dapat digunakan pula sebagai indikator adanya gejala dominansi diantara setiap jenis dalam suatu komunitas. Adapun indeks kelimpahan jenis yang sering digunakan oleh beberapa peneliti ekologi adalah indeks kelimpahan jenis dari Shannon-Wiener.
Setiadi (1994) diacu dalam Kusumastuti (2005) mendefinisikan revegetasi sebagai suatu usaha manusia untuk memulihkan lahan kritis di luar kawasan hutan dengan maksud agar lahan tersebut berfungsi secara normal. Revegetasi dengan jenis-jenis pohon dan tumbuhan bawah yang terpilih dapat memberikan peranan penting dalam merehabilitasi hutan tropik. Revegetasi dengan jenis-jenis lokal dan eksotik yang telah beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh yang terdegradasi dapat memulihkan kondisi tanah dengan menstabilkan tanah, menambah bahan organik dan produksi serasah yang dihasilkan sebagai humus untuk memperbaiki keseimbangan siklus hara dalam lahan revegetasi.
Serasah
Serasah merupakan lapisan atas pada lantai hutan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, ranting dan cabang, bunga dan buah, kulit kayu serta bagian-bagian lainnya yang jatuh ke lantai hutan dan belum mengalami proses dekomposisi (Dephut 1997). Selain serasah yang berasal dari tumbuhan, serasah juga dapat berupa hewan yang telah mati pada permukaan tanah. Sehingga pengertian serasah dalam arti luas mencakup semua bahan organik yang tersusun dari bahan-bahan yang telah mati dan jatuh atau berada pada permukaan tanah sebelum mengalami dekomposisi. Secara umum semua serasah tersebut berperan dalam penyediaan bahan organik tanah tiap tahunnya (Deshmukh 1992).
Perbedaan produksi serasah disebabkan karena adanya variasi kondisi lingkungan yang mempengaruhi tumbuhan pada suatu lokasi tertentu. Selain itu kemampuan masing-masing pohon untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya juga berbeda-beda. Oleh sebab itu struktur dan kompisisi pohon penyusun suatu kawasan hutan juga mempengaruhi produksi serasah pada hutan tersebut (Sallata & Halidah 1990, diacu dalam Arrijani 2006).
Arrijani (2006) menyatakan bahwa serasah yang jatuh ke permukaan tanah bermanfaat untuk mempertahankan dan memperbaiki struktur tanah. Dengan adanya serasah pada permukaan tanah, maka akan memberikan banyak manfaat bagi tanah terutama untuk menunjang fungsinya sebagai media tumbuh tumbuhan. Kebaikan serasah pada permukaan tanah antara lain:
a. Melindungi agregat-agregat tanah dari daya rusak air hujan atau mencegah erosi.
b. Meningkatkan penyerapan air oleh tanah
c. Mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan d. Memelihara temperatur dan kelembaban tanah e. Memelihara kandungan bahan organik tanah f. Mengendalikan tumbuhan pengganggu
Bahan organik dalam serasah akan mengalami proses dekomposisi atau proses penguraian bahan organik kompleks yang berasal dari tumbuhan dan berlangsung secara fisik maupun kimiawi menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana. Salah satu dari serasah hasil dekomposisi bagi tumbuhan adalah sebagai sumber unsur hara berupa bahan kimia yang dapat diserap oleh tumbuhan yang akan dimanfaatkan dalam proses metabolisme dan pertumbuhan.
Keragaman Fungi
Fungi merupakan suatu kelompok mikroorganisme yang anggotanya sangat besar dan dapat ditemukan di hampir semua relung ekologi. Fungi tanah kira-kira 100 kali lebih sedikit daripada bakteri, tetapi biasanya mempunyai biomassa yang lebih besar. Fungi tanah selalu memainkan peranan yang paling besar dalam siklus nutrisi melalui proses dekomposisi dalam tanah, terutama untuk dekomposisi selulosa, kitin, dan lignin yang terdapat pada lapisan tanah bagian atas. Fungi sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme lainnya baik pada tingkat jenis, komunitas dan ekosistem. Jika fungi tidak ada maka proses dekomposisi dan siklus nutrisi dalam tanah akan terhambat, sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem (Watling et al. 2002).
Habitat fungi di alam ialah tanah, air, udara, tumbuhan, hewan, kotoran hewan, serasah, bagian tanaman dan hewan mati, dan lain-lain. Fungi hidup pada bahan organik baik yang mati maupun yang hidup. Fungi saprob ialah fungi yang hidup pada bahan organik hidup disebut fungi simbion. Fungi yang hidupnya bersimbiosis terdiri dari simbiosis antagonistik (parasit) dan simbiosis mutualistik. Fungi simbiosis mutualistik diantaranya ialah fungi mikoriza dan endofit.
Fungi endofit adalah fungi yang terdapat di dalam jaringan tumbuhan seperti daun, bunga, ranting maupun akar tumbuhan. Fungi ini menginfeksi tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim, dan antibiotik. Fungi endofit secara umum didominasi oleh kelompok Ascomycetes dan fungi bermitospora, serta beberapa Basidiomycetes. Contoh fungi endofit adalah Acremonium (Bacon & White 2000; Clay 1988).
Fungi tanah biasanya ialah beberapa Basidiomycetes, Mucorales, Ascomycetes, dan Deuteromycetes. Fungi tanah lain berperan di dalam penyediaan unsur hara fosfat diantaranya ialah Aspergillus sp dan Penicillium sp. Anke (1997) menyatakan bahwa fungi tanah seperti Aspergillus, Trichoderma, dan Penicillium berperan penting dalam menguraikan selulosa dan hemiselulosa. Fungi banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam penguraian serasah. Kemampuan fungi dalam menguraikan selulosa juga dipengaruhi oleh kualitas serasah itu sendiri, serasah yang memiliki kandungan lignin yang tinggi akan lebih lama terdekomposisi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Robinson et al. (1994) menunjukan bahwa pada serasah daun yang mengalami dekomposisi kadar selulosa dan kadar lignin masih berkurang dengan makin lamanya waktu dekomposisi. Konsentrasi unsur hara dan lignin yang terdapat pada serasah daun berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi melalui pengaruhnya terhadap ketersediaan karbon dan unsur hara yang diperlukan oleh fungi.