• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Public-Private Partnership merupakan kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta dalam penggunaan keahlian dan kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik serta untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal. Kalimantan Tengah memiliki cadangan batubara besar dan saat ini permintaan batubara terus meningkat sehingga.Kendala yang dihadapi saat ini adalah distribusi batubara dari Kalimantan Tengah tidak dapat dilakukan karena keterbatasan kapasitas dari alur Sungai Barito.Sebagai Alternatif Kalimantan Tengah memiliki Sungai Kapuas yang berpotensi mampu sebagai jalur alternative, namun kendala di muara Sungai Kapuas yang relatif rendah menyulitkan untuk tongkang keluar-masuk muara Sungai Kapuas.Untuk memaksimalkan potensi tersebut diperlukan pembangunan infrastruktur alur muara Kapuas. Biaya yang besar menjadi kendala pemerintah untuk segera merealisasikan pembangunan tersebut sehingga pembiayaan alur dengan Public Private Partnership dapat dipilih sebagai alternative pembiayaan infrastruktur. Metode yang digunakan adalah dengan metode Public-Private Partnership. Dari hasil perhitungan kondisi alur Sungai Kapuas layak dijadikan sebagai alur pelayaran dan seluruh proporsi investasi dapat dilakukan untuk pembiayaan. Hal ini dikarenakan unit cost pengangkutan batubara dengan melalui Alur Sungai Kapuas lebih kecil jika dibandingkan dengan Sungai Barito dengan semua proporsi investasi.

Kata Kunci— pembiayaan, Public Private Partneship, Alur Pelayaran, Sungai Kapuas.

I. PENDAHULUAN

alimantan Tengah merupakan provinsi yang memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah.Salah satu komoditi unggulan dari Kalimantan Tengah adalah batubara dengan produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Batubara di Kalimantan Tengah sudah mulai ditambang sejak awal abad 19 dengan lokasi tambang di dekat Muara Teweh dan mampu menghasilkan 7.000 ton pertahun pada saat itu [1]. Dan saat ini tercatat produksi dari batubara Kalimantan Tengah pada tahun 2011 telah menembus angka 10,9 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun berikutnya dikarenakan permintaan ekspor batubara yang semakin berkembang.

Untuk memenuhi permintaan ekspor harus didukung oleh

sarana dan prasarana angkutan yang memadai.Selama ini pengangkutan batubara Kalimantan Tengah dilakukan melalui Sungai Barito. Sungai Barito sendiri memiliki keterbatasan kapasitas alur sehingga pada waktu tertentu akan terjadi kemacetan.

Saat ini kondisi alur Sungai Barito tidak hanya dilalui oleh muatan batubara dari Kalimantan Tengah saja. Diketahui bahwa tambang di Kalimantan Selatan juga melakukan angkutan melalui Sungai Barito dimana produksi tambang dari Kalimantan Selatan pada tahun 2012 telah mencapa 70 juta ton per tahun [2]. Hal ini membuat lalu lintas dari Sungai Barito tergolong padat sehingga dikhawatirkan akan mengganggu proses pengangkutan batubara Kalimantan Tengah.

Dari kondisi tersebut harus ada alternative pengangkutan batubara Kalimantan Tengah untuk dapat mengakomodasi permintaan batubara yang terus meningkat.Salah satu sungai di Kalimantan Tengah yakni Sungai Kapuas dapat dijadikan alternative untuk mengakomodasi hal tersebut.Namun kondisi dari Sungai Kapuas menjadi kendala yakni kedalaman yang relative lebih rendah dibandingkan dengan Sungai Barito dan pada bagian muara Sungai Kapuas sangat dangkal sehingga kapal tidak mampu masuk maupun keluar melalui Sungai Kapuas.Dengan kondisi tersebut Pemerintah Kalimantan Tengah berencana mengoptimalkan potensi dari Sungai Kapuas dengan pembangunan infrastruktur alur muara Sungai Kapuas. Namun diperkirakan biaya untuk pembangunan infrastruktur alur muara Sungai Kapuas sangat besar yang mungkin tidak dapat di cover oleh pemerintah. Dalam studi ini akan dilakukan penelitian terhadap rencana tersebut yakni dengan kerjasama pemerintah swasta atau yang lebih dikenal dengan public private partnership untuk alternative pembiayaan pembangunan alur muara Sungai Kapuas.

II. METODE A. Tahap Identifikasi Permasalahan

Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan yang diangkat dalam tugas akhir ini. Permasalahan yang timbul adalah mengukur kelayakan pengembangan alur Sungai Kapuas sebagai jalur alternatif pengangkutan barubara Kalimantan

Analisis Model Pembiayaan Investasi

Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis

Public –Private Partnership

(Studi Kasus: Sungai Kapuas)

Made Ary Januardana, Tri Achmadi

Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: triachmadi@na.its.ac.id

(2)

Tengah dan proporsi pembiayaan investasi alur muara Kapuas yang dapat dilakukan pemerintah berdasarkan skema kerjasama pemerintah dan swasta.

B. Tahap Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan studi literatur yang terkait dengan permasalahan pada tugas ini. Materi-materi yang dijadikan sebagai tinjauan pustaka adalah peramalan, skema public – private partnership, biaya transportasi, dan analisis investasi. Studi literatur juga dilakukan terhadap hasil penelitian sebelumnya untuk lebih memahami permasalahan dan pengembangan yang dapat dilakukan.

C. Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan data, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode pengumpulan data secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Pengumpulan data ini dilakukan dengan mengambil data terkait dengan permasalahan dalam tugas akhir ini di Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin. Data yang telah dikumpulkan dari hasil studi lapangan kemudian diolah untuk mengetahui mengidentifikasi supply dan demand, karakteristik Sungai Kapuas, dan sebagai inputan dalam perhitungan analisis kelayakan alur Kapuas sebagai jalur angkutan batubara dan perhitungan penentuan proporsi investasi pemerintah swasta yang layak dilakukan.

D. Tahap Perencanaan dan Desain Alur Muara Kapuas Pada tahap ini akan dilakukan perencanaan dan desain alur muara Kapuas. Perencanaan tersebut meliputi panjang, lebar dan jumlah jalur yang harus disediakan agar memenuhi untuk distribusi batubara.

E. Tahap Analisis dan Pembahasan

Pada tahap ini hasil dari perhitungan yang didapat akan dianalisa untuk analisis kelayakan alur Kapuas sebagai jalur angkutan batubara berdasarkan biaya angkut alur Sungai Kapuas dibandingkan dengan biaya angkut pada kondisi saat ini dan penentuan proporsi investasi pemerintah swasta yang layak dilakukan di ukur berdasarkan perbandingan biaya angkutan melalui Sungai Kapuas dengan biaya angkutan batubara saat ini. Pemilihan proporsi investasi yang layak adalah investasi yang memiliki biaya angkut lebih kecil dari yang ada saat ini. F. Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini dirangkum hasil analisis yang didapatkan dan saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

III. HASILDANPEMBAHASAN A. Peramalan Produksi Batubara Kalimantan Tengah

Tujuan dari peramalan produksi batubara di Kalimantan Tengah adalah untuk mengetahui potensi batubara yang akan melewati Sungai Kapuas setiap tahunnya. Hasil peramalan tersebut merupakan acuan untuk menghitung pendapatan dari operasional alur Sungai Kapuas dengan mengalikan jumlah

potensi muatan dengan tarif canal. Data merupakan data time series maka metode yang digunakan adalah Quadratic Trend Model yang memiliki tingkat akurasi terbaik. Hasil peramalan menunjukkan produksi yang terus meningkat hingga tahun 2026 diperkirakan jumlah produksi batubara di Kalimantan Tengah mencapai 93,7 juta ton. Berikut adalah grafik hasil peramalan produksi batubara:

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pr od uk si B at ub ar a (ju ta -to n)

Peramalan Produksi Batubara Kalimantan Tengah

Data Proyeksi

Gambar 1. Grafik Hasil Peramalan Produksi Batubara

B. Sistem Angkutan Batubara

Sistem angkutan batubara di Sungai Barito dibagi menjadi 4 alternatif, yaitu:

1. Alternatif 1: dimana zona 1 diangkut oleh tongkang berukuran 270 feet kemudian zona 2 dengan tongkang dengan ukuran 330 feet.

2. Alternatif 2: dimana zona 1 diangkut oleh tongkang berukuran 270 feet kemudian zona 2 dengan tongkang dengan ukuran 300 feet.

3. Alternatif 3: dimana zona 1 diangkut oleh tongkang berukuran 270 feet kemudian zona 2 dengan tongkang dengan ukuran 270 feet.

4. Alternatif 4: dimana angkutan langsung dilakukan dari lokasi tambang (Muara Teweh) langsung menuju Taboneo dengan tongkang berukuran 270 feet.

ISP Damparan Tambang Transhipment Point 270 ft 330 ft 300ft 270 ft 270 ft

Gambar 2. Variasi Sistem Angkutan Batubara di Sungai Barito (Januardana, 2014)

Sedangkan untuk angkutan batubara di Sungai Kapuas hanya terdiri dari 1 sistem angkutan.

Tambang

Transhipment Point 270 ft

(3)

C. Analisis Perbandingan Biaya Angkut

Biaya pengangkutan batubara menggunakan tongkang dibagi menjadi empat komponen yaitu biaya modal (capital cost), biaya operasional (operational cost), biaya pelayaran (voyagecost), dan biaya bongkar muat (cargo handling cost). Dalam perhitungan biaya pengangkutan batubara dengan memakai sistem charter yaitu time charter. Sehingga biaya modal dan biaya operasional dapat diganti dengan biaya charter kapal. -5 10 15 20 25 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 Tot al C os t (T ri liun -R p)

Alternatif 1 (Rp) Alternatif 2 (Rp) Alternatif 3 (Rp) Alternatif 4 (Rp) Sungai Kapuas (Rp)

Gambar 4 . Perbandingan Total Cost Masing Masing Sistem Tiap Tahun

Berdasarkan Gambar 4 diatas, biaya angkut batubara melalui Sungai Barito yang paling minimum adalah menggunakan sistem angkutan Alternatif 1 yakni sebesar 6,3 triliun rupiah, sedangkan biaya angkut melalaui Sungai Kapuas adalah sebesar 6,1 triliun rupiah.

D. Biaya Pembangunan Alur

Sesuai dengan skema pembiayaan dengan kerjasama pemerintah dan swasta. Dimana pembangunan akan dibangun dan dikelola oleh swasta selama masa kontrak yakni 10 tahun. Maka dari pembangunan alur akan timbul biaya dimana biaya tersebut terbagi atas 2 yakni biaya modal (capital cost) dan biaya operasional (operational cost).

Biaya modal dari pembangunan alur adalah biaya pengerukan awal ditambah dengan biaya alat bantu navigasi. Besaran biaya pengerukan dihitung berdasarkan jumlah volume yang dikeruk dikali dengan biaya pengerukan persatuan volume. Sedangkan untuk biaya alat bantu navigasi dihitung berdasarkan jumlah alat bantu navigasi yang akan dipasang dikali dengan harga dan biaya pemasangan alat bantu navigasi.

Rincian harga satuan untuk pengerukan dan hauling [3] adalah sebagai berikut:

1. Biaya pengerukan sebesar Rp 30.000,-/m3 untuk pengerukan menggunakan jenis Cutterhead Suction Dredge.

2. Biaya Hauling, sebesar Rp. 28.000,-/m3 material dipindahkan. Jarak hauling adalah 12 mil laut.

Besarnya biaya tersebut ditentukan atas dasar volume sedimen yang dikeruk yakni sebesar 4,6 juta meter kubik

dikalikan tarif pengerukan sebesar Rp 58.000,-/m3 sehingga total biaya pengerukan awal adalah 264,4 milyar rupiah.

Untuk pemasangan alat bantu navigasi sebanyak 12 buah sesuai dengan analisis kebutuhan alat bantu navigasi dikalikan dengan harga dan pemasangan sebesar 200 juta rupiah maka total biaya alat bantu navigasi adalah sebesar 2,4 milyar rupiah. Jadi jumlah biaya modal yang harus dikeluarkan untuk pembangunan alur adalah sebesar 266,78 milyar rupiah.

Biaya operasional dari pembangunan alur merupakan biaya-biaya tetap yang dikeluarkan untuk aspek-aspek operasional sehari-hari alur untuk membuat alur selalu dalam keadaan siap dilayari oleh kapal.Diketahui bahwa biaya operasioan dari alur terdiri atas biaya maintenance (perawatan), biaya personil dan biaya non personil. Biaya personil terdiri atas biaya gaji pegawai atas pengelolaan alur dan non personil adalah biaya operasi yang bersifat administratif seperti kebutuhan gedung kantor dan biaya lain-lain dari perusahaan pengelola alur.

Biaya maintenance dihitung dari jumlah sedimen yang dikeruk setiap tahun untuk menjaga kedalaman alur. Sesuai dengan perhitungan jumlah sedimen yang dikeruk untuk maintenance maka biaya yang dikeluarkan setiap tahun adalah sebesar 86,1 juta rupiah. Sedangkan untuk biaya personil mencapai 1,1 milyar rupiah per tahun dan biaya non personil 770,8 juta rupiah per tahun.

E. Penentuan Tarif Minimum

Setelah diketahui dari potensi muatan yang akan melalui alur Sungai Kapuas dan biaya pembangunan alur muara Sungai Kapuas maka diperlukan penentuan tarif minimum sebagai canal fee yang akan dikenakan untuk setiap ton batubara yang melalui alur Sungai Kapuas. Penentuan tarif dihitung berdasarkan atas analisis kelayakan investasi dengan kriteria dimana nilai NPV sama dengan 0. Kelayakan investasi dihitung berdasarkan jangka waktu yang ditentukan adalah 10 tahun dimana menggunakan asumsi keuangan sebagai berikut:

Tabel 1. Asumsi Keuangan

Item Nilai Keterangan

Besar Pinjaman 100% Dari biaya pembangunan Bunga Pinjaman 10% Per tahun

Grace Periode 0 Tahun

Masa Pinjaman 10 Tahun

Kenaikan Tarif 1.5% Per 2 tahun Kenaikan Biaya 3% Per 2 tahun

Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelumnya untuk tarif minimum alur (NPV = 0) [4] dengan bantuan “goal seek” pada Ms Excel maka didapatkan tariff minimum sebesar 4.845 rupiah per ton.

F. Skema Pembiayaan Pemerintah dan Swasta

Dalam studi ini pembiayaan dari alur akan dilakukan dengan melibatkan swasta untuk membangun alur dimana komposisi investasi dari swasta dengan berbagai variasi persentase investasi. Dari berbagai komposisi persentase investasi swasta tersebut sisa dari biaya pembangunan akan disubsidi oleh pemerintah. Komposisi tersebut terlihat dalam tabel sebagai berikut:

(4)

Tabel 2. Variasi Komposisi Persentase Investasi Swasta Swasta (Milyar Rupiah) Investasi

0% 0 10% 26,68 20% 53,36 30% 80,04 40% 106,71 50% 133,39 60% 160,07 70% 186,75 80% 213,43 90% 240,11 100% 266,78

Dari skenario komposisi persentase investasi swasta tersebut akan menghasilkan tariff minimum canal untuk masing-masing persentase. Tarif minimum tersebut akan menjadi acuan bagi pengguna jasa untuk menghitung seberapa menarik alur Sungai Kapuas untuk dilayari. Perhitungan dari tarif minimum dari masing-masing persentase investasi swasta dilakukan dengan cara yang sama pada perhitungan tarif minimum, namun besarnya anggaran pembangunan disesuaikan dengan masing-masing persentase. Tariff minimum dari masing-masing persentase investasi Swasta adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Tarif Minimum Masing-masing Persentase Investasi Swasta Swasta Tarif Minimum (Rp/Ton)

0% 2.383 10% 2.624 20% 2.866 30% 3.111 40% 3.357 50% 3.602 60% 3.849 70% 4.098 80% 4.347 90% 4.596 100% 4.845

G. Analisis Variasi Komposisi Investasi Swasta Terhadap Biaya Angkutan

Dari variasi komposisi kelayakan investasi swasta sebelumnya telah dihitung dan mendapatkan tarif canal dari masing-masing komposisi.Semakin besar investasi swasta maka semakin besar tarif canal yang dihasilkan. Tarif canal ini sangat berpengaruh terhadap biaya angkutan terutama pada voyage cost sehingga dalam analisis ini adalah menguji sensitivitas unit biaya dari variasi tarif canal yang dihasilkan sesuai dengan variasi komposisi investasi swasta. Dalam analisis ini batasan kelayakan variasi tarif canal yang dipakai adalah unit cost minimum melalui Sungai Barito yakni pengangkutan Alternatif 1 dimana unit biaya yang dihasilkan adalah 13,80 rupiah/ton.mil.

Untuk mendapatkan hasil biaya pengangkutan Sungai Kapuas berdasarkan variasi tarif sesuai investasi swasta dilakukan perhitungan unit cost. Namun disini biaya dari canal fee di dapatkan hasil yang berbeda sesuai dengan variasi tarif

canal atas persentase investasi swasta. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut:

12.40 12.60 12.80 13.00 13.20 13.40 13.60 13.80 14.00 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Un it Co st (R ib u -R p /To n ) Investasi Swasta

Sungai Kapuas Sungai Barito

Gambar 5 . Perbandingan Unit Cost Variasi Komposisi Investasi Swasta Dengan Unit Cost Sungai Barito

Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa unit cost semua variasi komposisi investasi swasta masih lebih kecil jika dibandingkan dengan unit cost melalui Sungai Barito. Dari segi operasional pengangkutan batubara Sungai Kapuas masih lebih kompetitif walaupun dengan tarif canal terbesar 4.845 rupiah/ton jika dibandingkan dengan tarif Sungai Barito yakni 3.390 rupiah (kurs dolar : Rp 11.300,-).

Dari unit cost operasional kapal melalui Sungai Barito dapat dicari batasan tarif canal maksimal dari Sungai Kapuas dengan menambahkan tarif canal sungai kapuas sehingga unit cost dari Sungai Kapuas sama dengan unit cost Sungai Barito. Dengan cara ini didapatkan batasan tarif maksimal dari Sungai Barito adalah 20.500 Rp/ton sehingga range margin profit maksimal yang dapat ditawarkan adalah 323% minimum yakni 4.845 Rp/ton. Hal ini menandakan proyek dari pembangunan alur muara Sungai Kapuas dapat dilakukan tanpa investasi (subsidi) dari pemerintah namun batasan margin profit yang nantinya akan pungut oleh swasta tidak boleh lebih dari 323% dari tarif canal Sungai Kapuas untuk menjaga angkutan melalui sungai Kapuas tetap kompetitif jika dibandingkan sungai Barito.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada penelitian tugas akhir ini, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari perbandingan unit cost masing- masing sistem angkutan terlihat bahwa pengangkutan melalui Sungai Kapuas memiliki unit cost termurah untuk pengangkutan batubara dibandingkan dengan pengangkutan melalui Sungai Barito. Unit cost dari Sungai Kapuas adalah sebesar 12, 56 Rp/ton.mil sedangkan Sungai Barito 13,42 Rp/ton.mil. Dengan variasi jumlah muatan yang diangkut unit cost dari Sungai Kapuas masih lebih kecil jika dibandingkan dengan Sungai Barito.

2. Unit cost semua variasi komposisi investasi swasta masih lebih kecil jika dibandingkan dengan unit cost melalui Sungai Barito. Dari segi operasional pengangkutan batubara Sungai Kapuas masih lebih kompetitif walaupun

(5)

dengan tariff canal 4.845 rupiah/ton jika dibandingkan dengan tarif Sungai Barito yakni 3.390 rupiah (kurs dolar : Rp 11.300,-). Dengan ini semua proporsi investasi swasta dapat dipilih karena masih memberikan unit cost yang minimal.

3. Dari unit cost operasional kapal melalui Sungai Barito dapat dicari batasan tarif canal maksimal dari Sungai Kapuas dengan menambahkan tarif canal sungai kapuas sehingga unit cost dari Sungai Kapuas sama dengan unit cost Sungai Barito. Dengan cara ini didapatkan batasan tarif maksimal dari Sungai Barito adalah 20.500 Rp/ton sehingga range margin profit maksimal yang dapat ditawarkan adalah 323% dari tarif minimum yakni 4.845 Rp/ton. Hal ini menandakan proyek dari pembangunan alur muara Sungai Kapuas dapat dilakukan tanpa investasi (subsidi) dari pemerintah namun batasan margin profit yang nantinya akan pungut oleh swasta tidak boleh lebih dari 323% dari tarif canal Sungai Kapuas untuk menjaga angkutan melalui sungai Kapuas tetap kompetitif jika dibandingkan sungai Barito.

UCAPANTERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada: bapak Ir. Tri Acmadi, Ph.D. selaku dosen pembimbing, kedua orang tua atas dukungan moril dan materiil, seluruh staff dan karyawan PT Ambapers atas bantuan data dan PT Dharma Lautan Utama yang memberikan bantuan finansial pada penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

[1] Putra, E. I. (2013). Analisis Penerapan Continous Coal Transport Mode Untuk Angkutan Batubara Di Sungai. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[2] Susanto, Bambang. (2013). Transportasi dan Investasi: Tantangan dan

Perspektif Multidimensi. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara

[3] Djajasinga, V., Masrevaniah, A., & Juwono, P. T. (2012). Kajian Ekonomi Penanganan Sedimen Pada Waduk Seri Di Sungai Brantas (Sengguruh, Sutami Dan Wlingi). Jurnal Teknik Pengairan, Volume 3, Nomor 2 , 143–152

[4] Yunianto, I. T. (2010). Desain Konseptual Penggunaan Petikemas Sebagai Alat Bantu Penyimpanan Kendaraan pada Kapal on Roll-off. Surabaya: ITS.

Gambar

Gambar 2. Variasi Sistem Angkutan Batubara di Sungai Barito  (Januardana, 2014)
Gambar 4 . Perbandingan Total Cost Masing Masing Sistem Tiap Tahun
Tabel 2. Variasi Komposisi Persentase Investasi Swasta  Swasta  Investasi  (Milyar Rupiah)  0%  0  10%  26,68  20%  53,36  30%  80,04  40%  106,71  50%  133,39  60%  160,07  70%  186,75  80%  213,43  90%  240,11  100%  266,78

Referensi

Dokumen terkait

Nilai efisiensi sistem pembangkit terendah terjadi pada kondisi ketiga HPH mengalami off service , yaitu kondisi ketika sistem by pass HPH langsung masuk ke

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick yang dapat meningkatkan hasil belajar seni

Berdasarkan fakta tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa buah delima dengan komposisi paling lengkap bila dibandingkan dengan bagian tanaman yang lain serta mengandung EA,

Latar belakang : Pemberian minyak jelantah menyebabkan peningkatan profil lipid (kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL) dan Malondialdehyde(MDA) darah

[r]

Agus, sebagai masyarakat yang menggunakan jasa PT Pos kota Bandung. Amar, sebagai karyawan PT Pos kota bandung bidang Sumber

ideal di D yaitu. Berikut ini sifat lain dari daerah ideal utama. Anggota dari daerah ideal utama yang iredusibel memiliki sifat yang berhubungan dengan habis

Tentu saja agar hal tersebut terwujud, para pelaku usaha di bidang minuman wedang uwuh harus mempunyai strategi pengembangan usaha yang baik, tidak hanya untuk skala nasional