• Tidak ada hasil yang ditemukan

Afif Syaiful Mahmudin; Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Cooperative Learning Di Sekolah Dasar. vol. 2 no. 1 (Mei 2021)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Afif Syaiful Mahmudin; Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Cooperative Learning Di Sekolah Dasar. vol. 2 no. 1 (Mei 2021)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

QALAM: Jurnal Pendidikan Islam

JURUSAN TARBIYAH - STAI SUFYAN TSAURI MAJENANG https://ejournal.stais.ac.id/index.php/qlm

SK E.ISSN No. : 0005.27458245/K.4/SK.ISSN/2020.09 || P.ISSN No. 0005.2745844X/K.4/SK.ISSN/2020.09

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM COOPERATIVE LEARNING DI SEKOLAH DASAR

Afif Syaiful Mahmudin,

IAIN Ponorogo, afifsyaifulmahmudin7@gmail.com

Diterima tanggal: 18 April 2021 Dipublis tanggal: 25 Mei 2021

Abstract: The learning model is a pattern designed as a reference in carrying out classroom learning. Arends said that the learning model is based on the approach used which is accompanied by various objectives, phases, situations and conditions in the classroom itself. PAI learning in schools is limited to memorizing concepts and materials without internalizing knowledge that can stick for a long time in each student. Moreover, conventional methods are still a mainstay for PAI teachers at the elementary level. Seeing from this reality, teachers feel the need to use a cooperative learning model that can increase students' creativity and academic understanding through fun ways. One of them is by applying the Cooperative Learning model. The characteristics of the cooperative learning method are working as a team or group based on cooperative management, the ability to work together and the skills to collaborate with fellow students. Slavin divides several cooperative learning models into three categories, namely 1) Student Teams Learning methods, which consist of Student Team-Achievement Divisions (STAD), Teams-Games-Tournaments (TGT) and Jigsaw II (JIG II). 2) Supported Cooperative learning methods, which consist of Learning Together-Circle (LT) of Learning (CL) and Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). 3) Informal methods, consisting of Numbered Heads Together (NTH) and Think-Pair-share (TPS).

Keywords: Islamic religious education; Cooperative Learning; primary school

Abstrak: Model pembelajaran yaitu suatu pola-pola yang dirancang sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran dikelas. Arends mengatakan bahwa model pembelajaran pembelajaran berpatok pada pendekatan yang dipakai yang disertai dengan berbagai tujuan fase-fase, situasi serta kondisi di dalam kelas itu sendiri. Pembelajaran PAI di sekolah sebatas pada hafalan-hafalan konsep dan materi tanpa ada internalisasi knowledge yang bisa menempel lama dalam diri masing-masing siswa. Terlebih lagi, metode konvensional masih saja menjadi andalan bagi guru PAI di tingkat dasar. Melihat dari realita tersebut, guru dirasa perlu untuk menggunakan model pembelajaran yang kooperatif yang dapat meningkatkan kreativitas dan pemahaman akademis siswa melalui cara-cara yang menyenangkan. Salah satunya ialah dengan menerapkan model Cooperative Learning. Adapun karakteristik metode pembelajaran Cooperative Learning yaitu, bekerja sebagai tim atau kelompok berdasarkan manajemen kooperatif, kemampun bekerja sama dan keterampilan berkolaborasi dengan sesama siswa. Slavin membagi beberapa model

(2)

pembelajaran kooperatif menjadi tiga kategori yaitu 1) Metode-metode Student Teams Learning, yang terdiri dari Student Team-Achievement Divisions ( STAD), Teams-Games-Tournaments (TGT) serta Jigsaw II (JIG II). 2) Metode-metode Supported Cooperative learning, yang terdiri dari Learning Together-Circle (LT) of Learning (CL) dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). 3) Metode-metode Informal, yang terdiri dari Numbered Heads Together (NTH) dan Think-Pair-share (TPS).

Kata kunci: pendidikan agama Islam; Cooperative Learning; sekolah dasar

A. Pendahuluan

Pendidikan agama Islam menjadi bagian penting dalam proses penanaman akhlak serta pembentukan karakter yang baik bagi peserta didik di sekolah dasar.Sayangnya, dalam proses pembelajaran agama sendiri kebanyakan guru hanya fokus pada target kurikulum yang ditetapkan di sekolah tanpa memperhatikan tingkat pemahaman peserta didik. Maka, yang terjadi adalah pembelajaran PAI di sekolah sebatas pada hafalan-hafalan konsep dan materi tanpa ada internalisasi knowledge yang bisa menempel lama dalam diri masing-masing siswa. Terlebih lagi, metode konvensional masih saja menjadi andalan bagi guru PAI di tingkat dasar. Biasanya setelah masuk kelas guru langsung berceramah panjang lebar dan siswa diminta mencatat dan menyimak, tidak sedikit justru mendikte kalimat per-kalimat dari apa yang dikatakan oleh guru. Situasi semacam ini menjadikan siswa pasif dan enggan untuk mengeluarkan kemampuan terbaik dalam dirinya terutama dalam pembelajaran di kelas.

Oleh karena itu, setiap guru PAI di sekolah tingkat dasar dituntut untuk memperkaya metode-metode pembelajaran yang aktif bagi peserta didik salah satunya menggunakan metode Cooperative learning. Penggunaan metode yang baik akan berdampak besar pada hasil belajar siswa khususnya dalam materi PAI, Selain itu siswa juga akan senang dan tertarik jika pembelajaran disampaikan dengan ceria serta tidak ada tekanan yang berat dalam diri siswa. Untuk mendukung hal tersebut suasana di kelas juga harus didesain sedemikian rupa agar siswa yang sedang belajar menjadi nyaman yang akhirnya akan menciptakan rasa ingin tahu dan kreativitas pada diri siswa.

B. Pembahasan

Sebelum membicarakan metode Cooperative learning ini sebaiknya perlu diketahui terlebih dahulu tentang apa itu model pembelajaran. Model pembelajaran yaitu suatu pola-pola yang dirancang sebagai acuan dalam melaksanakan pembelajaran dikelas. Arends mengatakan bahwa model pembelajaran pembelajaran berpatok pada pendekatan yang dipakai yang disertai

(3)

dengan berbagai tujuan fase-fase, situasi serta kondisi di dalam kelas itu sendiri. (Agus Suprijono, 2009: 46) Dari Pengertian tersebut, dapat diambil pengertian bahwa model ini mempunyai ciri utama yaitu kolaborasi antara guru dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran bersama.

Secara harfiah, Cooperative learning berasal dari dua kata yang keduanya memiliki arti kolaborasi dan pengetahuan. Hal ini berarti secara dasar Cooperative learning memang berfokus pada kolaborasi antara satu orang dengan yang lain, antar satu orang dengan kelompok, antarkelompok dan sebagainya. (Isjoni, 2012: 16) Lebih lanjut menurut Anita Lie, Cooperative learning disebut dengan gotong royong dalam pembelajaran, ialah model yang memberi peluang besar bagi peserta didik untuk bergotong-royong dengan teman-temannya yang lain dalam mengerjakan tugas yang diberikan. (Anita Lie, 2007: 8)

Sekarang ini model pembelajaran Cooperative learning sudah banyak dipakai oleh guru karena memang berdampak signifikan dalam meningkatkan pemahaman dan penerimaan siswa dari materi yang disampaikan guru. Keuntungan model ini juga dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di ruangan kelas seperti mengatasi siswa yang kurang semangat belajar, siswa yang minder, sampai kepada kesulitan-kesulitan kognisi yang dialami dalam diri siswa. Model ini juga lintas usia artinya bisa digunakan siapa saja dan dimana saja.

Dari berbagai penjelasan diatas, model pembelajaran Cooperative learning adalah kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada gotong royong di dalam satu tim yang terdiri dari 3 sampai 5 orang bahkan lebih yang ditugaskanuntuk mengkaji suatu materi dengan tuntas dan lugas. Tujuan adanya kolaborasi di dalam model ini tidak lain agar tercipta suasana kebersamaan yang saling melengkapi antara cara anggota satu dengan yang lainnya, seperti siswa yang cerdas akan mau membantu itu pada temannya yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan. Pada akhirnya, akan disadari bersama bahwa keberhasilan kelompok berawal dari kerjasama individu-individu yang berhasil. (Wina Sanjaya, 2006: 106-107)

Tujuan Cooperative learning

Adapun tujuan dari pembelajaran Cooperative learning paling tidak ada 3 target utama yang harus dicapai dalam pembelajaran, yaitu:

1. Hasil belajar akademik

Para ahli menyatakan bahwa model Cooperative learning terbukti unggul dalam menyelesaikan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa. Selain hasil belajar akademik yang meningkat ternyata keunggulan lain yang dimiliki oleh model ini yaitu pada aspek

(4)

sosial, selain siswa pintar dalam materi pembelajaran dia juga peka dan peduli terhadap lingkungan sosialnya.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Selain meningkatkan hasil akademik, tujuan selanjutnya dari model Cooperative learning ini yaitu penerimaan dari berbagai perbedaan yang dihadapi oleh siswa mulai dari penerimaannya kepada teman yang kemampuan akademisnya rendah, perbedaan budaya yang dibawa cari masing-masing teman, status sosial dari orang tua temannya sampai kepada ras dan suku dari teman belajarnya. Pada akhirnya siswa tersebut dapat menghargai adanya perbedaan dan menerimanya dengan senang hati.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan terakhir yang tidak kalah penting dari model ini yaitu internalisasi keterampilan sosial dalam diri siswa yang dimulai dari seringnya kolaborasi dengan teman lainnya. Hal ini sangat penting untuk ditanamkan dalam diri siswa terutama di tingkat dasar sekolah. Unsur-Unsur Cooperative learning

Sebenarnya model pembelajaran Cooperative learning ini tidak bisa disamakan dengan belajar kelompok biasa, ada ada poin-poin dasar yang membedakan antara belajar kelompok dengan Cooperative learning dan tanpa Cooperative learning. Dalam pernyataannya, David Johnson mempertegas bahwa tidak semua kolaborasi kelompok bisa disebut dengan Cooperative learning, paling tidak ada lima poin utama dari model ini yaitu:(Anita Lie, 2007: 29-33)

1. Saling ketergantungan positif.

Ketercapaian tujuan bersama tergantung pada kerja keras dan usaha yang diberikan oleh setiap individu di dalamnya. Guru dituntut untuk menciptakan situasi kerjasama kelompok yang efektif dan menyenangkan, oleh karena itu, perlu perancangan khusus dari seorang guru saat dia hendak memberikan suatu materi kepada peserta didik di dalam kelas.

2. Tanggung jawab perseorangan.

Setiap siswa akan bertanggung jawab untuk berusaha sebaik mungkin dalam menerima materi pelajaran jika sebelumnya guru membuat tugas-tugas peserta pola penilaian yang disusun berdasarkan prosedur model pembelajaran Cooperative learning. Guru yang dianggap efektif dalam menyampaikan materi pembelajaran yaitu guru yang benar-benar merancang tugas bagi siswanya dengan sebaik mungkin dan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab dalam diri masing-masing siswa.

(5)

3. Tatap muka.

Pelaksanaan model pembelajaran Cooperative learning ini mengharuskan guru untuk memberikan kesempatan yang besar bagi siswa agar bisa bertatap muka langsung dan berdiskusi dengan teman belajarnya. Interaksi yang baik juga akan berdampak pada sinergitas kerjasama yang maksimal serta menghilangkan berbagai perbedaan baik kekurangan dan kelebihan masing-masing anggota yang melebur menjadi satu dalam sebuah tim yang solid.

4. Komunikasi antar anggota

Dalam poin ini, Cooperative learning menginginkan agar guru mengarahkan peserta didiknya untuk saling membantu dan mendengarkan apa-apa yang disampaikan oleh teman belajar mereka. Kemampuan mendengarkan yang baik adalah kunci utama terciptanya komunikasi yang baik juga, berbagai permasalahan dalam komunikasi siswa di kelas sebisa mungkin diminimalisir oleh guru saat melaksanakan proses pembelajaran, karena mental dan emosional siswa saat belajar menjadi indikator dari keberhasilan pembelajaran itu sendiri.

5. Proses evaluasi kelompok

Setiap guru harus membuat jadwal yang terstruktur bagi masing-masing kelompok agar bisa mengevaluasi proses dan hasil kolaborasi yang telah dilakukan oleh mereka agar bisa menjadi perbaikan di kemudian hari. Adapun jadwal evaluasi ini tidak harus dilaksanakan setiap kali kelompok bekerjasama, tetapi bisa juga dengan menentukan waktu itu apakah seminggu sekali atau dua kali yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan kelompok belajar tersebut. Evaluasi bersama ini sangat penting karena dengan ini baik siswa maupun guru dapat mengerti kekurangan-kekurangan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Karakteristik Cooperative learning

Perbedaan pembelajaran Cooperative learning dibanding dengan model pembelajaran lainnya terletak pada penekanan kolaborasi antar individu dalam satu kelompok. Tujuan akhir dari model ini selain untuk meningkatkan kemampuan kognisi siswa juga untuk meningkatkan kepekaan sosial berupa gotong royong dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Jadi ciri khas dari model Cooperative learning yaitu kerjasama antar anggota kelompok.

Berikut ini disampaikan beberapa karakteristik model pembelajaran kooperatif yang bisa dipraktikkan oleh guru, diantaranya ialah:(Wina Sanjaya, 2006: 244)

(6)

1. Pembelajaran secara tim.

Sudah diketahui bersama, dikarenakan model pembelajaran ini berpusat pada kelompok, maka tim menjadi sebuah kendaraan bersama untuk mencapai suatu target. Oleh sebab itu, guru harus mendesain dan memastikan bahwa semua anggota kelompok harus saling bantu membantu dan melengkapi guna tercapainya tujuan pembelajaran bersama. Indikator keberhasilan pembelajaran menggunakan Cooperative learning ditentukan oleh keberhasilan kelompok siswa siswa itu sendiri.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Dalam pembelajaran Cooperative learning memiliki 4 fungsi dasar yaitu 1) Perencanaan, hal ini dimaksudkan agar proses pembelajaran Cooperative learning dapat berjalan secara efektif dan efisien maka diperlukan perencanaan yang benar-benar matang dari seorang guru sebelum mengajar. 2) Pelaksanaan, tidak hanya sebatas perencanaan saja, tetapi perlu adanya pelaksanaan dengan langkah-langkah yang sistematis dan terukur dengan mempertimbangkan ketentuan yang sudah dibuat bersama. 3) Organisasi, hal ini jelas bahwa pembelajaran Cooperative learning benar-benar membutuhkan kerjasama dan kolaborasi antar setiap anggota kelompok, maka dari itu perlu diatur masing-masing tugas yang menjadi tanggung jawab setiap anggota kelompok. 4) Kontrol, dalam mengontrol pembelajaran kooperatif perlu adanya evaluasi yang dilakukan oleh guru baik berupa teks maupun non tes, hal ini akan menjadi patokan untuk menentukan keputusan yang diambil selanjutnya.

3. Kemampuan untuk bekerja sama

Sudah jelas dinyatakan bahwa keberhasilan Cooperative learning sangat bergantung pada keberhasilan kelompok. Maka dari itu, penekanan prinsip gotong royong sangat penting untuk ditanamkan dalam diri siswa saat melaksanakan pembelajaran bersama di kelas. Siswa harus mampu menghilangkan sikap egois dan ingin menang sendiri jika sedang berada dalam kelompok belajar bersama.

4. Keterampilan bekerja sama

Kemampuan untuk bekerjasama yang telah dibuktikan oleh siswa saat belajar bersama juga harus dikembangkan terus-menerus agar tercipta suatu keterampilan kolaborasi dalam diri siswa. Prakteknya guru harus mendorong siswa yang aktif agar mengajak komunikasi dan berdiskusi dengan temannya yang kurang interaktif saat di kelas. Begitu juga, guru harus membuka ruang selebar-lebarnya bagi siswa yang minder agar bisa menyampaikan ide-ide

(7)

maupun gagasan-gagasan kepada temannya sebagai wujud kontribusi siswa tersebut dalam kelompok belajarnya.

Metode-Metode Pembelajaran Kooperatif

Adapun metode-metode pembelajaran Cooperative learning diantaranya sudah dikemukakan oleh slavin, metode-metode ini yang paling sering digunakan dan diteliti oleh berbagai kalangan. Lebih lanjut slavin membagi metode tersebut ke dalam 3 kategori utama yaitu:

1. Metode-metode Student Teams Learning

Semua metode pembelajaran Cooperative learning termasuk di dalamnya Student Teams Learning mendasarkan prinsip bahwa setiap siswa harus belajar bersama-sama dan bertanggung jawab akan tugasnya masing-masing serta tugas dirinya dalam kelompok belajar bersamanya.(Miftahul Huda, 2012: 144)

Metode Student Teams Learning, meliputi metode:

a. Student Team-Achievement Divisions (STAD). Metode ini mendasarkan adanya kompetisi antara kelompok satu dengan lainnya, para siswa dibuat beberapa kelompok yang beragam dan bervariasi dengan membedakan kemampuan, keaktifan serta gender. Langkah awal dengan guru meminta agar masing-masing anggota kelompok mempelajari materi yang sudah diberikan oleh guru, kemudian guru melontarkan beberapa pertanyaan yang akan dijawab oleh kelompok tersebut. Adapun jawaban dari pertanyaan ini ialah jawaban individu dari setiap anggota kelompok, dengan ini guru bisa melihat apakah kerjasama yang dihasilkan dari kelompok tersebut sudah optimal atau belum. Terkait dengan hal ini selain menambahkan bahwa metode ini bisa juga dipakai untuk pembelajaran sains dan lain sebagainya.

b. Teams-Games-Tournaments (TGT). Implementasi TGT ini hampir mirip dengan metode sebelumnya yaitu STAD dalam menentukan komposisi kelompok belajar, instruksional dari guru, evaluasi sampai pada lembar kerja masing-masing siswa dalam kelompok. Selanjutnya, yang menjadi perbedaan dalam metode ini fokusnya justru pada kemampuan kelompok saja. Jadi di dalam Teams Games-Tournaments ini kelompok yang dianggap baik adalah kelompok yang berhasil unggul dibanding dengan kelompok belajar lainnya.

c. Jigsaw II (JIG II). Adapun metode Jigsaw II ini adalah sebuah modifikasi yang dilakukan Slavin terhadap metode Jigsaw I yang pertama kali dikembangkan oleh

(8)

Aronson. Unsur terpenting dalam metode ini yaitu memotivasi setiap kelompok agar semaksimal mungkin berkompetisi untuk memperoleh penghargaan atau reward yang akan diberikan oleh guru. Hadiah ini diberikan guru dengan melihat performa masing-masing individu dari setiap anggota kelompok yang akan dikumpulkan atau diakumulasikan point masing-masing individu di akhir kompetisi kemudian menentukan pemenangnya. Hal ini bisa dilakukan berulang kali agar memotivasi kelompok yang belum menang untuk bisa unggul di kompetisi pembelajaran selanjutnya.

2. Metode-metode Supported Cooperative learning

Selain metode student tim learning dalam pembelajaran kooperatif terdapat pula metode-metode pendukung lainnya, Salah satunya yaitu metode suported Cooperative learning hal ini dijelaskan sebagai berikut:

a. Learning Together-Circle (LT) of Learning (CL). Learning Together-Circle pernah menjadi metode kooperatif yang sangat populer dan telah dibuktikan keberhasilannya oleh guru-guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didiknya. Terjadi perbedaan pendapat antara mana yang lebih unggul dari keduanya apakah LT atau CL? Sebenarnya dua metode ini dalam pelaksanaannya tidak jauh berbeda Yang intinya baik dalam LT maupun CL guru menempatkan siswa dalam sebuah kelompok kelompok kecil, Kemudian masing-masing dari kelompok tersebut dituntut untuk membuat suatu produk dan diselesaikan diselesaikan bersama-sama. Dalam proses pembuatan produk guru harus senantiasa mengawasi dan juga memberikan evaluasi Jika ada yang kelompok yang mengalami kesulitan maka guru bisa langsung membantu atau bisa juga menyuruh kelompok tersebut agar bertanya ke kelompok lain yang sudah selesai. Dalam dua metode ini penghargaan atau reward diberikan kepada masing-masing anggota dari setiap kelompok penghargaan ini dapat berupa pujian, hadiah sampai kepada nilai akademik.

b. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Metode ini dari awal didesain untuk mengakomodir perbedaan level kemampuan dalam diri siswa yang sangat beragam, dalam menentukan kelompok bisa diambil dari unsur heterogenitas maupun yang lainnya. Dalam metode ini guru menempatkan siswa pada kelompok-kelompok kecil yang disusun berdasarkan homogenitas maupun heterogenitas, Hal pertama yang dilakukan siswa harus mengikuti serangkaian instruksi-instruksi yang

(9)

telah diberikan guru kisah dari kemampuan membaca keterampilan menulis dan lain sebagainya kemudian dipraktekkan sendiri oleh siswa tersebut dan diakhiri dengan penilaian yang diberikan oleh guru di kelas.

3. Metode-metode Informal.

Berikut ini disampaikan beberapa metode-metode pembelajaran Cooperative learning yang bersifat informal dan sering digunakan dalam pembelajaran di kelas diantaranya yaitu:

a. Numbered Heads Together (NTH). Dilihat dari jenis metode yang sebenarnya nth ini merupakan salah satu variasi dari berbagai metode diskusi kelompok. Hal pertama yang dilakukan ialah guru meminta siswa untuk duduk kelompok-kelompok di dalam kelas, kemudian guru memberikan masing-masing anggota kelompok tersebut nomor yang berupa angka-angka. Selanjutnya guru memberikan materi yang akan didiskusikan oleh kelompok tersebut dengan memberikan beberapa waktu, setelah dianggap cukup maka guru meminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dengan memanggil nomor-nomor yang sudah diberikan sebelumnya.

b. Think-Pair-share (TPS). Metode ini sebenarnya bisa dianggap sederhana tetapi sangat banyak sekali manfaatnya. Langkah pertama yang harus dilakukan ialah guru meminta siswa untuk saling duduk berpasang-pasangan, kemudian guru melontarkan suatu permasalahan ataupun pertanyaan kepada pasangan-pasangan tersebut. Selanjutnya guru meminta setiap siswa untuk berfikir sendiri terlebih dahulu sebelum mendiskusikan permasalahan tersebut kepada pasangannya, setelah dianggap mempunyai jawaban maka guru meminta setiap pasangan untuk membuat sebuah konsensus jawaban yang akan diberikan kepada guru. Terakhir, guru meminta pasangan tersebut untuk mempresentasikan hasil konsensus bersama di depan teman-temannya di kelas.

Keunggulan dan Kelemahan Cooperative learning

Adapun keunggulan pembelajaran Cooperative learning sebagai sebuah model pembelajaran diantaranya yaitu:

1. Dengan model pembelajaran Cooperative learning ini siswa tidak lagi menggantungkan perolehan materi yang terdapat di kelas hanya dari guru saja akan tetapi siswa dapat lebih percaya diri untuk mengeksplor dan menemukan sendiri informasi atau materi yang ingin diketahuinya baik dengan bertanya kepada teman belajarnya maupun mencari sumber referensi sendiri.

(10)

2. Model pembelajaran Cooperative learning dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis yang ditandai dengan munculnya ide ide dan gagasan gagasan dalam diri siswa saat proses pembelajaran. Ide-ide biasanya muncul secara verbal sehingga dengan mudah guru dapat melihat peningkatan yang dialami oleh siswa.

3. Cooperative learning dapat menyadarkan siswa bahwa dirinya pasti berbeda dengan teman-teman belajarnya, kesadaran tentang perbedaan tersebut dapat membantu sikap peduli dan menghargai orang lain khususnya pada teman belajarnya.

4. Cooperative learning dapat menciptakan rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam diri siswa karena mereka diberikan tugas-tugas yang spesifik dari gurunya.

5. Cooperative learning ini menjadi sebuah model pembelajaran yang telah terbukti ampuh dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa, kepekaan sosial dan rasa tanggung jawab yang tertanam dalam diri siswa. Siswa lebih bertanggung jawab terhadap masa depan dirinya mulai dari memperhatikan hal-hal kecil hingga bagaimana dia harus berinteraksi dengan orang lain

6. Melalui Cooperative learning juga siswa dapat menerima feedback dari apa yang telah diutarakan lewat ide dan gagasannya sehingga siswa akan tahu apakah yang dilakukan sudah tepat atau belum. Konsekuensinya siswa akan lebih berani dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi baik masalah pribadi maupun masalah dalam kelompok belajarnya. 7. Cooperative learning dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam menerima berbagai

informasi sekaligus bagaimana harus menggunakan informasi tersebut, dengan kata lain siswa bisa mengubah informasi yang sifatnya abstrak menjadi suatu informasi yang nyata dan bisa dipahami bersama.

8. Keuntungan lain dari Cooperative learning ini ya itu menjadi sebuah stimulus yang merangsang siswa untuk selalu berpikir kritis dimanapun Ia belajar dan dengan siapapun dia harus bekerjasama titik motivasi yang baik seperti ini akan sangat berguna bagi siswa sendiri dimasa-masa mendatang.

Selain keunggulan-keunggulan yang sudah dijelaskan dari model pembelajaran Cooperative learning ini, tentu tidak ada yang sempurna maka disini akan diuraikan kelemahan kelemahan dari model pembelajaran ini. Adapun kekurangan dari Cooperative learning yaitu: 1. Bagi siswa yang benar-benar memiliki keunggulan di atas rata-rata teman belajarnya, ia

(11)

situasi dan iklim yang terjadi di kelas. Dampaknya, keadaan seperti ini tentu akan berdampak buruk pada kerjasama kelompok belajarnya.

2. Seperti yang sudah diketahui bersama bahwa ciri utama model pembelajaran Cooperative learning ini ialah kerjasama antar siswa dalam satu kelompok belajar. Jika yang terjadi di mana guru tidak bisa mengontrol dan mengarahkan Ke mana tujuan pembelajaran siswanya tentu hasil belajar yang didapat akan jauh lebih buruk dibanding dengan pembelajaran langsung yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu, guru juga memiliki sumbangsih besar dalam kesuksesan pembelajaran model kooperatif learning.

3. Evaluasi dan hasil belajar melalui model kooperatif learning ini dilihat berdasarkan hasil kerja bersama dalam satu kelompok, jika ada siswa yang kurang mampu berkelompok dengan siswa-siswa yang lebih baik darinya maka nilai akhir dari mereka semua adalah sama. Hal ini tentu akan menjadi bias jika guru berhenti melihat hasil belajar siswa dari aspek itu saja, guru harus benar-benar menyadari bahwa prestasi atau hasil belajar yang diharapkan tidak sebatas pada hasil kelompok tetapi yang terpenting adalah hasil belajar dari individu-individu yang ada di dalam satu kelompok tersebut.

4. Tingkat keberhasilan Cooperative learning dilihat dari Solid atau tidaknya kerjasama dari satu kelompok belajar, untuk menciptakan suatu kelompok yang baik dibutuhkan waktu yang cukup lama tidak sebatas satu atau dua kali pertemuan saja tetapi harus dilakukan berulang-ulang dalam proses pembelajaran di kelas. Dari segi efisiensi waktu hal ini bisa dikatakan rugi.

5. Meskipun Kerjasama adalah hal yang penting untuk dimiliki oleh semua siswa, namun terdapat banyak sekali aktivitas aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang berpatokan pada kemampuan individual saja. Hal ini mungkin tidak begitu diperhatikan dalam pembelajaran Cooperative learning, idealnya selain pandai untuk bekerja sama dengan orang lain siswa juga harus dipastikan terlebih dahulu apakah bisa membawa dan menempatkan dirinya ke arah hal-hal yang lebih baik.

Setelah mengetahui berbagai kekurangan yang ada dalam model pembelajaran Cooperative learning, pasti sudah dibuatkan solusinya. Adapun solusi solusi yang ditawarkan dalam mengatasi berbagai kekurangan tersebut yaitu:

1. Sedini mungkin guru harus disadarkan bahwa pengembangan kemampuan kolaborasi dalam kelompok itu memang penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah pengembangan kemampuan individu dari siswa-siswinya.

(12)

2. Penilaian yang diberikan oleh guru Jangan sebatas dari penilaian kelompok saja, tetapi penilaian akan kemampuan individu juga harus diperhatikan.

3. Dalam mempraktekkan model pembelajaran Cooperative learning terlebih dahulu guru harus selektif memilih Topik mana yang sekiranya cocok dan tidak memakan waktu lama jika menggunakan Cooperative learning.

4. Instruksi yang tegas dari guru menjadi faktor yang penting dalam Cooperative learning, sehingga siswa tidak akan bingung saat menerima dan mendiskusikan materi yang didapat. 5. Untuk menciptakan iklim kerjasama yang lebih sulit antar siswa dalam satu kelompok

belajar, guru bisa meminta siswa untuk membuat yel-yel ataupun ungkapan ungkapan menarik yang bisa memotivasi mereka sekaligus menjadi ciri khas dari kelompok belajar tersebut.

Pengembangan Model Pembelajaran PAI Coopertive Learning di Sekolah Dasar 1. Pengembangan Model Pembelajaran

Setiap siswa pasti memiliki Tingkat kemampuan yang tidak sama, Cooperative learning inilah yang dapat mengakomodir perbedaan-perbedaan tersebut yang diwujudkan dalam kelompok-kelompok belajar. Orientasi model ini ialah kerjasama dan tanggung jawab dari masing-masing anggota kelompok dalam menyelesaikan permasalahan belajar guna mencapai tujuan bersama. Tujuan yang ingin dicapai tidak lain ialah peningkatan hasil belajar baik dari aspek kognisi, afektif sampai pada psikomotor siswa di kelas. Selain hasil belajar yang baik siswa juga bisa menerima adanya perbedaan-perbedaan yang dihadapinya baik dalam lingkup sekolah maupun luar sekolah.

Dalam proses pembelajaran, peserta didik tidak hanya membutuhkan kerjasama dengan teman belajarnya tetapijuga kerjasama dan interaksi dengan pihak luar lainnya seperti keluarga, pegawai sekolah, guru-guru di sekolahnya, sampai kepada pihak yang tidak ada hubungannya dengan sekolah tetapi dianggap mampu berkontribusi dalam memperkaya pengalaman belajar siswa dan mempercepat penyerapan materi yang sedang dipelajari. (Fatah Yasin, 2008: 176)

Pembagian kelompok belajar yang dilakukan oleh guru tentu tidak asal-asalan tetapi melalui pertimbangan-pertimbangan yang dirasa sesuai oleh guru tersebut. Implementasi model Cooperative learning yang sesuai dengan prosedur berimplikasi langsung pada kemudahan pengelolaan kelas dan efektivitas pembelajaran itu sendiri.

(13)

Selanjutnya, pengembangan model pembelajaran Cooperative learning memperhatikan beberapa aspek, yaitu melihat struktur tujuan kemudian struktur tugas dan yang terakhir adalah struktur penghargaan atau reward. Aspek pertama adalah struktur tugas, struktur ini berpatokan pada cara bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan dan jenis Kegiatan apa yang harus dilakukan oleh siswa di dalam kelas, dengan kata lain siswa diminta untuk melakukan sesuatu, baik yang berhubungan dengan aspek akademis maupun aspek sosial.

Selanjutnya ialah struktur tujuan, guru harus menekankan kepada semua siswa bahwa tujuan yang hendak dicapai ialah tujuan yang diinginkan oleh semua orang yang ada di dalam kelas tersebut, tanpa terkecuali. Artinya seorang siswa merasa memiliki tujuan yang sama dan harus diperjuangkan bersama-sama sehingga mereka semua memiliki andil dalam pencapaian tujuan tersebut. Pengembangan yang terakhir dari pembelajaran Cooperative learning ini yaitu struktur penghargaan, penghargaan ini akan diberikan oleh guru kepada siswa siswanya baik secara individu maupun kelompok yang telah menyelesaikan suatu pencapaian dalam kegiatan belajar mengajar.

2. Pengembangan Pendekatan Pembelajaran

Ditinjau dari sisi pendekatannya, di dalam pembelajaran Sebenarnya ada dua pendekatan yaitu:

a. Teacher Centered Approaches, ialah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru, guru sebagai nahkoda utama dalam membawa suksesnya suatu pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas.

b. Student Centered Approaches, ialah pembelajaran yang menjadikan murid sebagai pusat utama Dalam menentukan arah dan tujuan pembelajaran.

Dari dua jenis pendekatan yang disebut diatas, pembelajaran saat ini banyak yang menggunakan Student Centered Approaches, Hal ini dikarenakan murid sebagai pemeran utama yang dituntut memiliki andil dan bertanggung jawab dalam suatu pembelajaran. Terbukti bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan kemampuan akademis siswa dan pengembangan potensi potensi yang lain yang dimiliki siswa. Tugas guru yaitu membimbing, menemani, mengarahkan sampai pada mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi pada siswa tersebut.

(14)

3. Model Pembelajaran PAI Coopertive Learning di Sekolah Dasar

Kreatifitas dari seorang guru sangat diperlukan untuk mengembangkan suatu strategi ataupun metode bahkan model di dalam pembelajaran. Keberhasilan suatu model pembelajaran dilihat dari Bagaimana guru bisa menghubungkan antara materi, kondisi siswa serta keadaan di kelas dimana ia mengajar. Adapun pembelajaran PAI dengan model Cooperative learning di sekolah dasar dapat dikembangkan dengan langkah-langkah berikut ini:

a. Mencari pasangan, keunggulan dari teknik ini ialah siswa mencari pasangannya sambil berpikir menemukan Jawaban dari pertanyaan yang ditanyakan oleh guru, atau dalam rangka mendiskusikan suatu tema yang dikerjakan bersama-sama. Kesemuanya dibalut dalam suasana yang riang dan menyenangkan bagi siswa di kelas.

b. Kancing Gemerincing, Teknik ini memberikan kesempatan tiap individu untuk berkontribusi dan menyumbangkan ide maupun gagasannya serta dituntut juga untuk mendengarkan penjelasan dari pemikiran teman-temannya yang lain.

c. Kirim salam dan soal, siswa diminta untuk membuat pertanyaan yang akan dijawab oleh teman-teman belajarnya sehingga sesuatu tersebut mau tidak mau harus mengeluarkan kemampuannya untuk menemukan suatu pertanyaan. Mereka bisa membaca atau memikirkan sesuatu tanpa harus diminta oleh guru, dan mereka juga lebih kreatif jika diberi suatu tanggung jawab tertentu.

C. Kesimpulan

Model pembelajaran Cooperative learning ini menjadi pilihan yang cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran di kelas khususnya di tingkat sekolah dasar. Seorang guru tidak lagi menjadi sosok yang menakutkan bagi murid-muridnya tetapi sebagai teman belajar yang setia mendampingi setiap waktu, langkah seperti ini terbukti dapat menstimulasi siswa menjadi lebih aktif, agresif serta peduli kepada ada orang lain.

Setidaknya ada tiga tujuan utama dalam pengembangan model pembelajaran Cooperative learning, yaitu penerimaan terhadap setiap individu yang sedang belajar, pengembangan keterampilan siswa aspek akademis maupun non-akademis( sosial) serta hasil belajar yang divisualisasikan dalam angka-angka. Selanjutnya, ada lima unsur utama dalam pembelajaran kooperatif, yaitu ketergantungan yang baik antara satu siswa dengan yang lain,

(15)

tanggung jawab personal individu, tatap muka langsung saat proses pembelajaran, jalinan komunikasi antar peserta didik serta evaluasi kelompok yang dilakukan oleh guru.

Adapun karakteristik metode pembelajaran Cooperative Learning yaitu, bekerja sebagai tim atau kelompok berdasarkan manajemen kooperatif, kemampun bekerja sama dan keterampilan berkolaborasi dengan sesama siswa. Slavin membagi beberapa model pembelajaran kooperatif menjadi tiga kategori yaitu 1) Metode-metode Student Teams Learning, yang terdiri dari Student Team-Achievement Divisions ( STAD), Teams-Games-Tournaments (TGT) serta Jigsaw II (JIG II). 2) Metode-metode Supported Cooperative learning, yang terdiri dari Learning Together-Circle (LT) of Learning (CL) dan Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). 3) Metode-metode Informal, yang terdiri dari Numbered Heads Together (NTH) dan Think-Pair-share (TPS).

Daftar Pustaka

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative learning Metode, Teknik, Struktur dan Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni, dkk. 2007. Pembelajaran Visioner: Perpaduan Indonesia-Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Isjoni. 2012. Cooperative learning Efektifitas Pembelajaran Kelompok. Bandung: Alfabeta. Jhon M.Echols dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Lie, Anita. 2007. Cooperative learning Mempraktikkan Cooperative learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Gramedia

Sanjaya,Wina. 2006. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana.

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan pendampingan berbasis MGMP dalam upaya meningkatkan kompetensi guru dalam

Cyberbullying jika ditinjau dari hak yang dilanggar termasuk jarimah takzir yang menyinggung hak individu, karena merupakan kejahatan yang. mengganggu kemaslahatan

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah atau Negara dalam periode tertentu, kenaikan produksi ini bisa

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menentukan dan membuat Gui Matlab pemilihan cafe terfavorit pada studi kasus masyarakat yang tinggal di daerah Tembalag dan

Izvod : Saznanja o stepenu delovanja određenog sistema gajenja na nivo zakorovljenosti i prinos useva neophodna su za pravilan izbor, adekvatno integrisanje i

(2) Di KJA Gundil Situbondo prevalensi ektoparasit pada ikan Kerapu Cantang yaitu Benedenia sebesar 100% dan Dactylogyrus sebesar 0% serta intensitas ektoparasit

Sistem Informasi Geografis Pemetaan Potensi Kampung Wisata di Wilayah Kota Yogyakarta ini merupakan sistem yang akan memberikan informasi kepada wisatawan mengenai lokasi,

Dari uraian diatas pada penelitian ini menggunakan bahan plastik polipropilena (PP) dan serbuk ampas aren yang akan diuji dengan metode pengujian kekuatan tarik, serapan