• Tidak ada hasil yang ditemukan

31. Penyelidikan Terpadu Daerah Panas Bumi Gunung Lawu Provinsi Jawa Tengah Dan Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "31. Penyelidikan Terpadu Daerah Panas Bumi Gunung Lawu Provinsi Jawa Tengah Dan Jawa Timur"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELIDIKAN TERPADU DAERAH PANAS BUMI GUNUNG LAWU PROVINSI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Oleh. Arif Munandar dan Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi

SARI

Secara administratif daerah panas bumi Gunung Lawu sebagian besar termasuk ke dalam Kecamatan Metasih, Karangpandan, Jenawi, Tawangmangu, Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah dan sebagian kecil termasuk Kecamatan Plaosan dan Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan perjalanan darat dari Bandung-Jogjakarta-Surakarta-Tawangmangu dengan waktu tempuh sekitar 12 jam.

Penyelidikan yang telah dilakukan oleh Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi di daerah panas bumi G. Lawu meliputi: Geologi, Geokimia, dan Geofisika (DC-Resistivity, geomagnet, gayaberat), dan Magnetotelluric (MT), serta pengeboran landaian suhu.

Secara umum batuan di daerah penyelidikan terdiri dari batuan sedimen, batuan terobosan, dan batuan vulkanik yang berumur mulai dari Tersier sampai Kuarter. Struktur geologi di daerah penyelidikan didominasi oleh struktur sesar normal. Struktur sesar tersebut pada umumnya berarah relatif barat-timur dan utara-selatan. Sesar normal inilah yang diperkirakan memfasilitasi keluarnya sejumlah mata air panas di daerah panas bumi G. Lawu. Struktur lainnya berupa kawah dan sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut.

Berdasarkan kompilasi dari data geosain yang ada maka diperkirakan bahwa pembentukan sistem panas bumi di daerah Gunung Lawu diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda Gunung Lawu yang masih menyimpan sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui rekahan dan terperangkap dalam reservoir panas bumi, dengan temperatur reservoir diperkirakan sebesar 250°C dan p uncak reservoir berada di kedalaman sekitar 1.500 m.

Luas daerah prospek di daerah panas bumi G. Lawu terdiri dari dua (2) daerah, yaitu daerah prospek terduga dengan luas sekitar 17 km2 dan daerah prospek hipotetis sekitar 12 km2, dengan potensi energi panas bumi masing-masing sebesar 193 Mwe (Cadangan terduga) dan 137 Mwe (Sumber daya hipotetis).

Kata kunci: Gunung Lawu, daerah prospek, panas bumi, cadangan terduga, sumber daya hipotetis.

I. PENDAHULUAN

Daerah panas bumi Gunung Lawu termasuk kedalam dua wilyah provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan kesampaian daerah sangat mudah karena dilalui oleh jalan raya lintas provinsi dan merupakan daerah wisata, seperti Grojogan Sewu dan Telaga Sarangan, Daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan perjalanan darat dari Bandung-Jogjakarta-Surakarta-Tawangmangu dengan waktu tempuh sekitar 12 jam (Gambar 1).

Adanya manifestasi panas bumi di permukaan yang tersebar cukup luas di sekitar Gunung Lawu, hal ini menjadikan daerah tersebut menarik untuk dilakukan penyelidikan kepanasbumian yang lebih detil guna mengetahui sistem panas bumi dan besarnya potensi energi panas bumi

yang terkandung di daerah penyelidikan. Pada kurun waktu 2009 – 2010, Badan Geologi di bawah Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan penyelidikan kepanas bumian di daerah Gunung Lawu dengan melakukan penyelidikan terpadu yang meliputi survei geolologi, geokimia, DC-resistivity, geomagnet, dan gaya berat yang dilaksanakan pada tahun 2009, dan dilanjutkan dengan survei magnetotelluric (MT) serta pengeboran landaian suhu pada tahun anggaran 2010.

(2)

berkontribusi dalam penyediakan energi listrik nasional sejalan dengan kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam Kebijakan Energi Nasional, dimana pada

energi bauran (mix energy) diharapkan peran energi panas bumi sekitar 5% atau setara dengan 9.500 MWe pada tahun 2025.

Gambar 1. Peta Indeks Lokasi Penyelidikan.

II. GEOLOGI Geologi Regional

Pulau Jawa merupakan salah satu daerah jalur subduksi atau jalur tumbukan antara dua lempeng besar dunia, yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Tumbukan kedua lempeng ini menyebabkan terbentuknya jalur gunungapi yang memanjang dari bagian barat Indonesia sampai bagian timur. Salah satu gunungapi yang terbentuk adalah Gunung Lawu, yaitu gunungapi strato yang termasuk gunungapi tipe B.

Menurut Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa Tengah (skala 1 : 100.000) yang ditulis oleh Sampurno dan H. Samodra tahun 1997, batuan yang ada di daerah ini terdiri dari batuan gunungapi, batuan terobosan dan batuan sedimen yang berumur mulai dari Tersier sampai Kuarter. Batuan tertua yang tersingkap di daerah penyelidikan adalah batuan Terobosan Andesit yang tersebar dari sebelah barat daerah penyelidikan di daerah G.Bangun dan Karanglo dan berumur Miosen Awal. Struktur geologi yang ada di lokasi penyelidikan didominasi oleh sesar dan kelurusan berarah barat-timur dan baratlaut-tenggara yang dipengaruhi oleh gaya tektonik regional Pulau Jawa yang berarah hampir utara-selatan.

Geologi Daerah Penyelidikan

Berdasarkan klasifikasi morfografi, morfometri dan morfogenetiknya, secara umum geomorfologi daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi empat satuan, yaitu: satuan kubah intrusi, Satuan Vulkanik Gunung Jobolarangan, Satuan Vulkanik Gunung Lawu, dan Satuan Geomorfologi Pedataran.

(3)

(QLl-4), Lava Gunung Lawu-5 (QLl-5), Lava Gunung Lawu-6 (QLl-6), Aliran Piroklastik Gunung Lawu (QLap), Lava Gunung Purung (QPl), Lava Gunung Anak (QAl), Lava Gunung Lawu-7 (QLl-7), Lahar Gunung Lawu (QLlh), dan Alluvium (Qal) (Gambar2).

Analisis pada peta DEM (digital elevation mode) menunjukkan bahwa struktur geologi di daerah penyelidikan didominasi oleh struktur sesar normal. Struktur sesar tersebut pada umumnya berarah relatif barat-timur dan utara-selatan. Sesar normal inilah yang diperkirakan memfasilitasi keluarnya sejumlah mata air panas di daerah panas bumi G. Lawu.

Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, analisis peta DEM (digital elevation mode) dan peta topografi, serta gejala-gejala struktur di permukaan seperti pemunculan mata air panas, kelurusan lembah dan punggungan, kekar-kekar, bidang sesar, dan zona hancuran batuan, maka di daerah penyelidikan teramati beberapa struktur sesar, yaitu:

1) Rim kawah di daerah puncak Gunung Jobolarangan yang merupakan bidang

kolaps atau amblas yang diakibatkan oleh terjadinya kekosongan massa di dalam perut bumi setelah terjadinya erupsi Gunung Jobolarangan.

2) Sesar normal berarah barat-timur dan berarah utara-selatan yang mengontrol kemunculan manifetasi panas bumi di daerah Gunung Lawu. Di beberapa tempat, sesar normal tersebut membentuk zona depresi, yaitu Depresi Tawangmangu dan Depresi Karangpandan.

3) Sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut yang memotong dan mengakibatkan pergeseran pada batuan dan struktur yang sudah terbentuk sebelumnya.

Kehilangan Panas (Heat loss)

Hasil perhitungan kehilangan energi panas alamiah (natural heat loss) terhadap manifestasi panas bumi berupa fumarol dan mata air panas yang terdapat di daerah Gunung Lawu adalah sekitar 5812 kW atau 5,8 MWth (Mega Watt Thermal).

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Panas Bumi G. Lawu, Provinsi Jateng dan Jatim.

III. GEOKIMIA

Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 memperlihatkan bahwa air panas Tasin, Pablengan, Nglerak, Mlangi dan Jenawi-2

(4)

water. Air panas Kawah Candradimuka bertipe sulfat, kemungkinan sebagai indikasi masih terdapat pengaruh gas vulkanik. Sedangkan air panas Ngunut, Cumpleng, Jenawi-1, dan Bayanan bertipe bikarbonat, diperkirakan sebagai akibat dari proses percampuran dengan air permukaan (Gambar 3).

Dalam diagram segitiga Na-K-Mg, mata air panas Tasin dan Pablengan terletak pada partial equilibrium. Hal ini mengindikasikan bahwa air panasnya telah mengalami pencampuran dengan air permukaan (meteoric water), setelah sebelumnya mengalami proses interaksi dengan batuan dalam keadaan panas. Bila diplot dalam garis Na-K, kedua air panas tersebut berada pada temperatur antara 160 – 180 oC. Dengan komposisi unsur Na dan Cl yang relatif tinggi, maka pengaruh sedimen perlu diperhitungkan. Sedangkan air panas Kawah Candradimuka, Jenawi-1, Jenawi-2, Mlangi, Cumpleng, Ngunut, Nglerak, dan Bayanan terletak pada immature water. Hal ini mengindikasikan

bahwa air panas yang muncul di permukaan lebih dominan bercampur dengan air permukaan (meteoric water), setelah sebelumnya berinteraksi dengan batuan dalam keadaan panas. Oleh karena itu, temperatur air panas yang muncul ke permukaan cenderung semakin rendah, yaitu sekitar 32-40oC (Gambar 4).

Plotting air panas Nglerak, Pablengan, Jenawi-1, Jenawi-2, Cumpleng, Tasin, Mlangi, Ngunut, dan Bayanan dalam diagram segitiga Cl-Li-B terletak pada daerah sekitar klorida. Hal ini mengindikasikan bahwa air panasnya telah mengalami interaksi dengan batuan sekitar, beberapa diantaranya menunjukkan berhubungan dengan lingkungan vulkanik. Air panasnya ditandai juga oleh daya hantar listrik relatif tinggi (2100-20000 µS/cm), Na relatif tinggi (314-3726 mg/l), Cl (338-6485 mg/l), dan berasa agak asin. Sementara air panas Kawah Candradimuka yang berada di daerah boron mengindikasikan bahwa air panasnya banyak dipengaruhi oleh batuan sedimen (Gambar 5).

Gambar 3. Diagram segitiga tipe air panas Cl-SO4-HCO3 daerah panas bumi G. Lawu

(5)

Gambar 5. Diagram segitiga kandungan relatif Cl-Li-B daerah panas bumi G. Lawu

Pengaruh interaksi fluida panas dengan batuan terlihat dalam diagram δD

terhadap δ18

O. Air panas Tasin terletak pada posisi sebelah kanan dari garis meteoric water line, menunjukkan bahwa airnya mengalami pengkayaan18O (18O shift) yang signifikan pada saat berlangsungnya interaksi fluida panas tersebut dengan batuan. Kehadiran daya hantar listrik, kadar Na, dan Cl yang cukup tinggi menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh batuan sedimen, didukung pula dengan trend plot air panas Tasin yang sesuai dengan standar mean oceanic water (SMOW). Selain itu, air panas Tasin bersama air panas lainnya berada sedikit di atas dari air dingin

Cemorotelo, sebagai akibat dari proses pengkayaan D (2H). Hal ini mengindikasikan bahwa semua air panasnya mengalami proses penguapan atau evaporasi. Sementara air panas Kawah Candradimuka yang banyak dipengaruhi oleh batuan sedimen pada diagram segitiga CL-Li-B, konsisten pada diagram δD terhadap δ18O, yaitu berada jauh di sebelah kanan garis meteorik lokal dan mendekati zona batuan sedimen. Sedangkan air panas Cumpleng dan Nglerak masih di sekitar garis meteorik lokal, mengindikasikan bahwa kedua air panas tersebut merupakan air permukaan (Gambar 6).

Gambar 6. Plotting Isotop 18O dan Deuterium daerah panas bumi G. Lawu

Analisis Gas

Pada lokasi manifestasi fumarol G. Lawu terdapat juga alterasi batuan, bau gas H2S yang cukup menyengat, dan suara desis yang kuat. Gas yang terdeteksi antara

(6)

manifestasi yang dominan mengandung ion sulfat dengan derajat keasaman yang relatif asam. Kehadiran gas H2S dan SO2 mengindikasikan bahwa daerah penyelidikan berada pada lingkungan vulkanik. Sementara kehadiran gas N2 diperkirakan berasal dari proses degradasi material organik pada kerak bumi yang mengalami interaksi dengan magma.

Sebaran Temperatur Udara Tanah

Temperatur tanah sangat bervariasi mulai nilai terendah 14,4oC (FB.1) sampai perbedaan temperatur udara tanah dengan temperatur udara berkisar 10 oC. Nilai temperatur lebih dari 30 oC juga berada di sebelah barat daerah penyelidikan, namun perbedaan temeratur udara tanah dengan temperatur udara di lokasi ini hanya berkisar 2 oC dan bukan karena indikasi daerah panas bumi. Nilai temperatur 25-30 oC berada merata pada tengah hingga sebelah barat daerah penyelidikan. Sementara nilai temperatur yang kurang dari 25 oC berada di sebelah tengah hingga timur daerah Candradimuka serta berada di beberapa

bagian utara dan selatan daerah penyelidikan. Nilai pH 6-7 menyebar mendominasi daerah penyelidikan.

Sebaran Merkuri (Hg) Tanah

Konsentrasi Hg tanah setelah dikoreksi oleh nilai konsentrasi H2O -bervariasi 12-748 ppb. Variasi Hg tanah memberikan nilai background 180 ppb, nilai treshold 283 ppb, dan nilai rata-rata 80 ppb. Anomali relatif tinggi 200>ppb terletak di sekitar fumarol dan air panas Kawah Candradimuka dengan nilai Hg 748 ppb, sedangkan Hg 100-200 ppb berada di sebelah timur daerah penyelidikan dan masih di seputar manifestasi fumarol dan air panas Kawah Candradimuka. Sementara Hg <100 ppb menyebar merata di daerah penyelidikan (Gambar 7).

Sebaran CO2 Udara Tanah

(7)

Gambar 7. Peta Distribusi Hg Tanah di daerah panas bumi G. Lawu

Pendugaan Temperatur Bawah Permukaan

a) Geotermometri Air

Hasil perhitungan geotermometer Na/K tidak dapat merepresentasikan kondisi temperatur bawah permukaan yang sesungguhnya, karena air panas yang ada sangat dipengaruhi oleh batuan sedimen. Hal ini terlihat dari nilai daya hantar listrik yang tinggi dan rasanya yang asin. Demikian pula dengan geotermometer SiO2 yang tidak dapat digunakan karena telah terjadi penurunan kandungan silika pada air panasnya sebagai akibat dari penurunan temperatur. Sedangkan air panas Kawah Candradimuka tidak dapat digunakan dalam perhitungan temperatur bawah permukaan, karena pH airnya asam.

b) Geotermometri Gas

Hasil analisis gas dari fumarol G. Lawu menunjukkan terdeteksinya gas CO2 , H2, dan Ar. Gas-gas ini dapat digunakan untk perhitungan geotermometer gas dengan menggunakan grid CO2/Ar-H2/Ar (Giggenbach, 1987 dan Arnorsson, 1985). Hasil interpolasi menunjukkan bahwa temperatur bawah permukaan sebesar 250 o

C.

Analisis Fluida Sistem Panas Bumi Fluida panas bumi di daerah G. Lawu dicirikan dengan keterdapatan manifestasi panas bumi fumarol Kawah Candradimuka pada elevasi 2540m dpl dengan temperatur tinggi 93,1 oC, dan disertai alterasi batuan dan sublimasi

belerang. Konsentrasi gas signifikan didominasi oleh gas CO2, SO2, H2S, dan sedikit mengandung NH3, H2, O2+Ar, dan N2 , sementaragas CH4 tidak terdeteksi. Pada lokasi yang berdekatan dengan batuan alterasi terdapat mata air panas zona pojok Boron, merupakan indikasi bahwa daerah manifestasi panas bumi di G. Lawu sebagai zona upflow. Adanya interaksi antara fluida panas dengan batuan didukung oleh adanya pengkayaan 18O (18O shifted) dari isotop, namun fluida panas bumi dipengaruhi pula oleh batuan sedimen yang dicirikan oleh tingginya konsentrasi Boron (88,25 mg/l).

Pada elevasi lebih rendah (297-1024 m dpl), terdapat air panas dengan temperatur lebih rendah (32,4oC-40oC), pH netral,daya hantar listrik sangat tinggi, rasa asin, konsentrasi SiO2 masih signifikan (82-177 mg/l), tipe air bikarbonat, pada zona partial equilibrium dan immature water yang mengindikasikan bahwa pemunculan air panas di daerah ini kemungkinan mendapat pengaruh dari air permukaan atau pengenceran air meteorik. Kehadiran manifestasi air panas ini diperkirakan merupakan daerah out flow.

(8)

bertemperatur tinggi (940C), tipe air sulfat dan didukung dengan pengkayaan 18O, maka temperatur bawah permukaan yang berhubungan dengan reservoir panas bumi diperkirakan sekitar 250 oC. Konsentrasi Hg tanah yang relatif tinggi (>200ppb)

mendukung posisi zona upflow G. Lawu yang ada di seputar manifestasi fumarol dan air panas Kawah Candradimuka.

IV. GEOFISIKA TERPADU Gaya Berat

Penyebaran anomali Bouguer memperlihatkan nilai berkisar antara 96 mgal sampai 146 mgal. Secara umum, anomali Bouguer memperlihatkan nilai tinggi di bagian barat daerah survei dan merendah di daerah timur dengan pola lineasi anomali Bouguer memperlihatkan arah baratlaut – tenggara dan pola degradasi nilai yang kuat dari baratdaya ke timurlaut. Kontras anomali tinggi cukup jelas di sekitar daerah

Tawangmangu – mata air panas Tasin dan anomali rendahnya di daerah tubuh Gunung Lawu (Gambar 8).

Gambar 8. Peta anomali Bouguer daerah panas bumi G. Lawu

Peta anomali sisa memperlihatkan beberapa anomali rendah yang menonjol, yaitu di sekitar mata air panas Cumpleng di baratlaut daerah survei, di daerah Tawangmangu, di tubuh Gunung Mongkrang-Jobolarangan, dan lereng baratdaya Gunung Lawu dimana daerah fumarola berada. Anomali Cumpleng memiliki nilai sekitar antara -24 s.d –10 mgal, berada di daerah yang di permukaannya didominasi oleh batuan sedimen yang diperkirakan tebal. Sisi timurlaut dari anomali rendah Cumpleng memiliki batas yang tegas dengan anomali posisif, dengan kelurusan kontur baratlaut-tenggara yang cenderung menerus hingga timurlaut Tawangmangu. Pada daerah anomali rendah Tawangmangu (memiliki nilai sekitar antara -4 s.d 0 mgal) secara permukaan ditempati secara dominan oleh batuan vulkanik terutama piroklastik, namun kemungkinan tipis dan pada beberapa tempat terdapat singkapan batuan sedimen.

Anomali rendah Gunung Mongkrang-Jobolarangan berada di daerah kompleks tubuh vulaknik tua Lawu dan ditempati secara dominan oleh batuan vulkanik produk lebih tua dari kompleks G. Lawu. Anomali rendah kemungkinan berasosiasi dengan daerah hancuran pusat-pusat vulkanik, dimana meskipun batuan dominannya vulkanik namun secara keseluruhan (gross) memiliki kontras densitas yang lebih rendah terhadap daerah sekitar. Kasus yang sama untuk anomali rendah Candradimuka-Tamansari yang memiliki kontras densitas lebih rendah terhadap sekitarnya karena merupakan daerah hancuran pusat-pusat erupsi G. Lawu Muda.

(9)

anomali tinggi baratdaya mata air panas Tasin juga mungkin terkait dengan batuan

magmatisme Pra-Tersier di bawah batuan vulkanik G. Lawu (Gambar 9).

Gambar 9. Peta anomali Bouguer sisa daerah panas bumi G. Lawu

Geomagnet

Pada peta anomali magnet total, terlihat anomali rendah dengan nilai relatif kecil dibanding sekitarnya tersebar di tengah dengan pola kontur membuka ke arah G.Lawu (-1500 nT) dan membentuk kontur-kontur tertutup dengan nilai yang semakin merendah (-2200 nT). Anomali rendah di bagian ini ditafsirkan sebagai respon magnetik batuan yang menempati daerah tersebut, mulai dari lava yang telah mengalami ubahanan sampai breksitufa. Intesitas pelapukan dan ubahan terjadi dalam skala yang variatif, dengan intesitas cukup kuat di bagian tengah yang dicirikan bagian tengah membentuk kontur tertutup memanjang utara-selatan dengan nilai yang relatif rendah sekitar -1500 s/d 1750. Anomali ini ditafsirkan sebagai respon batuan piroklastik yang sifat magnetisnya telah mengalami penurunan, baik akibat suhu panas saat keluar dari permukaan ataupun akibat pelapukan, begitu pula anomali rendah di sekitar AP. Tasin, yang mungkin akibat suhu panas yang dilewati oleh manifestasi dalam perjalan ke permukaan.

Anomali magnet tinggi yang mengelompok cukup jelas di sisi tenggara dan tengah daerah penyelidikan. Pola anomali tinggi di tenggara di duga sangat erat kaitannya dengan keberadaan lava G. Jobolarang dan G. Mongkrang dimana keduanya membentuk suatu rim kawah yang dapat dilihat dari permukaan. Pola anomali tinggi di bagian tengah diapit oleh anomali rendah dengan bentuk kontur yang memanjang berarah baratdaya-timurlaut. Anomali tinggi ini diperkirakan sebagai respon lava G.Lawu Tua yang penyebarannya ke arah barat, dengan sifat magnetis yang masih masif tetapi permukaannya telah ditutupi oleh tufa.

(10)

tenggara-baratlaut dibagian tengah (F3 dan F13) (Gambar 10).

Gambar 10. Peta anomali magnet total daerah panas bumi Lawu

Geolistrik

Sebaran tahanan jenis semu pada bentangan AB/2 1000 meter, memperlihatkan sebaran tahanan jenis semu relatif rendah yang hampir mendominasi daerah Gunung Lawu dan secara umum tersebar di sebelah baratdaya puncak Gunung Lawu. Nilai tahanan jenis semu di sekitar mata air panas dan fumarol Kawah Candradimuka memperlihatkan pola yang membesar ke arah selatan. Sebaran tahanan jenis rendah yang begitu meluas seiring dengan semakin dalamnya penetrasi

arus memperlihatkan bahwa kecuali di daerah pusat-pusat vulkanisme G. Lawu, sebaran batuan vulkanik di daerah sekitarnya ke arah barat tidak tebal dan di bawahnya tersebar luas batuan sedimen yang konduktif. Pada daerah pusat vulkanisme G. Lawu, baik muda maupun tua, bertepatan dengan sebaran tahanan jenis lebih tinggi. Karena pengaruh sebaran batuan sedimen yang konduktif, prospek panas bumi tidak terlihat jelas dari peta sebaran tahanan jenis rendah (Gambar 11).

Gambar 11. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 1000 m daerah panas bumi Lawu

Magnetotelluric (MT)

Sebaran tahanan jenis dari data MT memperlihatkan sebaran tahanan jenis rendah (<20 Ohm-m) yang tersebar di sekitar fumarol Candradimuka dan fumarol Tamansari Bawah dan membentuk pola kontur yang membuka ke arah puncak Gunung Lawu. Sebaran tahanan jenis

(11)

sekitar fumarol Candradimuka dan melebar ke arah baratdaya puncak Gunung Lawu diinterpretasikan sebagai respon dari batuan ubahan yang diperkirakan merupakan batuan penudung pada sistem panas bumi di daerah ini. Tahanan jenis rendah yang berada di selatan puncak Gunung Lawu, yang terdapat di sekitar kaki Gunung Jobolarangan diperkirakan merupakan respon dari batuan piroklastik yang relatif jenuh air, sehingga bersifat konduktif. Sedangkan tahanan jenis rendah yang terdapat di sebelah barat dan baratdaya puncak Gunung Lawu diinterpretasikan sebagai respon dari batuan sedimen yang merupakan basemen daerah ini (Gambar 12).

Berdasarkan pemodelan tahanan jenis 2D dari data MT, sebaran tahanan

jenis rendah yang diinterpretasikan sebagai batuan penudung tersebar di sekitar fumarol dan menerus ke arah barat puncak Gunung Lawu dengan pola sebaran yang cenderung membuka ke arah puncak. Sebaran tahanan jenis rendah ini tersebar dari permukaan tanah hingga kedalaman 1500 meter dengan ketebalan sekitar 1000 – 1500 meter. Reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan penudung dan dicirikan dengan respon tahanan jenis yang lebih tinggi dari batuan penudung. Puncak reservoir ini diperkirakan berada di bawah fumarol Candradimuka dimana puncaknya berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Puncak reservoir ini semakin mendalam ke arah barat mengikuti lereng topografi Gunung Lawu (Gambar 13 dan 14).

Gambar 12. Sebaran tahanan jenis berdasarkan elevasi

Baratlaut

Tenggara

s

u

s

MAP Jenawi

Fumarol Candradimuka

Fumarol Tamansari Bawah

(12)

Gambar 13. Interpretasi dari model tahanan jenis 2D

Gambar 14. Model Konseptual Daerah Panasbumi Gunung Lawu

V. PENGEBORAN LANDAIAN SUHU Terdapat dua lokasi sumur bor landaian suhu di daerah panas bumi G. Lawu, yaitu sumur landaian suhu LWU-1 yang berada pada koordinat 516620 mE dan 9153441 mN dengan elevasi 1333 m di atas permukaan laut dan sumur landaian suhu LWU-2 pada koordinat 523202 mE dan 9152217 mN dengan elevasi 1600 m di atas permukaan laut.

Sumur LWU-1

Batuan penyusun pada sumur landaian suhu LWU-1 yang mempunyai kedalaman akhir 242,95 m, terdiri dari perselingan antara aliran lava (lava flow) dan aliran piroklastik (pyroclastic flow), serta

diumpai sisipan jatuhan piroklastik (pyroclastic fall) di interval kedalaman 200,90 – 201,80 m. Litologi tersebut semuanya diperkirakan berasal dari aktivitas Gunungapi Lawu yang terdapat di sebelah timur laut dari sumur LWU-1 ini. Berdasarkan jenis batuannya diduga Gunung Lawu yang mempunyai ketinggian sekitar 3250 m di atas permukaan laut tersebut telah mengalami erupsi berulang-ulang baik berupa leleran (effusive eruption) maupun letusan (explosive eruption), yang ditunjukkan oleh satuan batuan lava dan piroklastik (Gambar 15).

(13)

menunjukkan adanya interaksi antara fluida hidrotermal dengan batuan sekitarnya, hal ini dapat dilihat dari contoh batuan sumur LWU-1, yang sebagian telah mengalami ubahan hidrotermal dengan intensitas lemah hingga kuat (SM/TM = 15 – 65%), dengan tipe ubahan argilik (argillic type) hingga filik (phyllic type). Ubahan hidrotermal tercermin dari kehadiran mineral-mineral ubahan yang mempunyai temperatur pembentukan tinggi (>180°C) seperti ilit di kedalaman 13 m, 47 m, 118 m, 242 m dari hasil analisis PIMA, dan serisit yang hadir bersama ilit di kedalaman 242,95 m pada analisis petrografi. Kehadiran ilit dan serisit pada kedalaman yang relatif dangkal diduga merupakan fosil mineral yang terjadi di masa lampau. Hal ini didukung dengan hasil pengukuran logging temperatur yang menunjukkan bahwa di kedalaman tersebut temperatur aktualnya masih rendah. Diperkirakan telah terjadi penurunan temperatur yang cukup berarti dalam sejarah pembentukkan sistem panas bumi Gunung Lawu, jika melihat temperatur aktual di kedalaman 187 m yang hanya 52,4°C.

Pada sumur LWU-1 sedikitnya dijumpai 3 kali terjadi hilang sirkulasi parsial (partial loss circulation/PLC), yakni di interval kedalaman 12,50 – 13,60 m, 20,60 dan 21,20 – 21,85 m, masing-masing sebesar 10 - 20 lpm dan 1 kali terjadi hilang sirkulasi total (total loss circulation/TLC) di kedalaman 76 m. Selanjutnya mulai dari

kedalaman 76 m hingga kedalaman akhir (242,95 m) terjadi loss baik TLC maupun PLC yang sulit diatasi. Hal ini diduga akibat batuan di sumur LWU-1 telah mengalami deformasi yang sangat kuat sehingga banyak terdapat rekahan/kekar pada formasi batuan di kedalaman tersebut.

Pengukuran logging temperatur dengan metode Horner Plot dilakukan untuk mendapatkan harga temperatur formasi (Initial Temperature). Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh temperatur formasi sebesar 52,4oC pada kedalaman 187 meter (Gambar 16). Harga landaian suhu (thermal gradient) diperoleh sebesar 17,1oC/100 meter atau hampir enam (6) kali gradien rata-rata bumi (± 3°C per 100 m). Masih rendahnya temperatur formasi di sumur LWU-1 ini diduga disebabkan oleh tercermin dari profil hasil pengukuran logging temperatur yang mulai menunjukkan adanya landaian suhu yang cukup berarti mulai di kedalaman sekitar 140 m. Jika perkiraan batas atas reservoir di daerah panas bumi Gunung Lawu berada di kedalaman sekitar 1500 m, sesuai dengan hasil penyelidikan magnetotellurik dan gradien diasumsikan linier pada sumur LWU-1, maka temperatur di kedalaman 1500 m tersebut adalah sekitar 280oC.

(14)

Horner Plot Sumur Landaian Suhu LWU-1 (Probe Logging di rendam > 19 Jam) Lapangan Panas Bumi Gunung Lawu

y = 52.345x - 108.64

Temp. Formasi = 52.4 oC

T

Gambar 16. Grafik Analisis Temperatur Formasi dengan Metode Horner Plot sumur LWU-1

Sumur LWU-2

Batuan penyusun sumur landaian suhu LWU-2 mulai dari permukaan hingga kedalaman akhir (252 m) disusun oleh hasil dari aktivitas vulkanik Gunung Lawu dimana jenisnya berupa lava dan aliran piroklastik. Dari permukaan sampai dengan kedalaman 103 m batuan belum mengalami ubahan akibat dari pengaruh hidrotermal. Baru mulai kedalaman 103 m hingga kedalaman akhir pengaruh fluida hidrotermal mulai terlihat, yakni dengan munculnya mineral ubahan pada interval kedalaman tersebut. Intensitas ubahan bervariasi dari sedang hingga kuat (SM/TM = 25 – 80%). Mineral ubahan yang muncul di LWU-2 ini antara lain halosit, montmorilonit, kaolinit, ilit, oksida besi, kuarsa sekunder, kristobalit, pirit, klorit, adularia, epidot, kalsit, dan tourmaline (Gambar 17).

Secara umum proses ubahan yang terjadi di sumur landaian suhu LWU-2 sampai kedalaman akhir masih menunjukkkan ubahan berderajat rendah yang dicirikan oleh ubahan hasil proses argilitisasi, oksidasi, silifikasi, kloritisasi. Mineral-mineral ubahan tersebut dikelompokkan termasuk ke dalam jenis argilik (argilic Type) yang berfungsi sebagai lapisan punudung panas (clay cap).

Hadirnya mineral-mineral ubahan di sumur LWU-2 hingga kedalaman akhir yang didominasi mineral lempung ini, mendukung

data survei terpadu sebelumnya, yang menujukkan adanya lapisan batuan bertahanan jenis rendah (low resistivity) hingga kedalaman 1500 m.

Berdasarkan temperatur pembentukan mineral ubahan yang hadir di sumur landaian suhu LWU-2, maka dapat diperkirakan bahwa secara umum sumur LWU-2 sampai kedalaman akhir (251 m) mempunyai temperatur maksimal sekitar 90°C. Perkiraan temperatur tersebut selaras dengan hasil perhitungan temperatur logging yang memberikan temperatur sebesar 55°C di kedalaman 251 m.

(15)

Horner Plot Data Logging Lubang Bor LWU-2 Lapangan Panas Bumi Law u, Jaw a Timur

y = 54.92x + 86.885

24 25 26 27 28 29 30

1,04 1,06 1,08 1,1 1,12 1,14

(T+dt)/dt

T

e

m

p

e

ra

tu

r

(

oC

)

banyak terdapat rekahan dan kekar pada formasi tersebut.

Pengukuran logging temperatur yang dihitung dengan metode Horner Plot diperoleh harga Initial Temperature (temperatur formasi) sebesar 55oC pada posisi kedalaman 251 meter (Gambar 18). Berdasarkan temperatur formasi pada posisi kedalaman pengukuran 251 m, diperoleh harga gradien temperatur sebesar

15,5oC/100 meter atau lebih dari 5 (lima) kali gradien rata-rata bumi (± 3°C per 100 m). Jika perkiraan batas atas reservoir di daerah panas bumi Gunung Lawu berada di

kedalaman sekitar 1500 m, sesuai dengan hasil penyelidikan magnetotellurik dan gradien diasumsikan linier pada sumur LWU-2, maka temperatur di kedalaman 1500 m tersebut adalah sekitar 250 oC.

Gambar 17. Composite log sumur landian suhu LWU-2, Magetan, Jawa Timur

Gambar 18. Grafik Analisis Temperatur Formasi dengan Metode Horner Plot sumur LWU-2

VI. BAHASAN

(16)

Pembentukan sistem panas bumi di daerah Gunung Lawu diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda Gunung Lawu yang masih menyimpan sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui rekahan dan terperangkap dalam reservoir panas bumi (Gambar 19).

Reservoir

Reservoir panas bumi adalah wadah di bawah permukaan yang bersifat sarang dan berdaya lulus terhadap fluida, sehingga mampu menyimpan fluida panas, serta mempunyai temperatur dan tekanan dari sistem panas bumi. Lapisan reservoir diperkirakan terletak pada batuan vulkanik G. Jobolarangan dan G.Lawu serta pada satuan batulempung yang kaya akan rekahan. Berdasarkan data MT, reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan penudung dan dicirikan dengan respon tahanan jenis yang lebih tinggi dari batuan penudung. Puncak reservoir ini diperkirakan berada di bawah fumarol

Candradimuka dimana berada puncaknya berada pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Puncak reservoir ini semakin mendalam ke arah barat mengikuti lereng topografi Gunung Lawu

Batuan Penudung

Interaksi antara fluida panas yang tersimpan di reservoir dengan batuan di atasnya (sekitarnya) menghasilkan batuan penudung (cap rock) yang bersifat kedap air (impermeable). Batuan penudung inilah yang menyebabkan pergerakan fluida panas yang terdapat di lapisan reservoir tertahan untuk sampai ke permukaan. Batuan penudung ini diperkirakan terletak pada batuan vulkanik G.Lawu yang telah terubah. Dari survei MT, sebaran tahanan jenis rendah yang diinterpretasikan sebagai batuan penudung tersebar di sekitar fumarol dan menerus ke arah barat puncak Gunung Lawu dengan pola sebaran yang cenderung membuka ke arah puncak. Sebaran tahanan jenis rendah ini tersebar dari permukaan tanah hingga kedalaman 1500 meter dengan ketebalan sekitar 1000 – 1500 meter.

Gambar 19. Model tentatif sistem panas bumi Gunung Lawu

Areal Prospek Panas Bumi

Kompilasi antara data geologi, geokimia dan geofisika menghasilkan daerah prospek panas bumi di sekitar Kawah Candradimuka yang memanjang ke arah barat-baratdaya. Bagian uatara daerah prospek dibatasi oleh sesar normal yang

(17)

keberadaan daerah prospek. Daerah prospek ini dibagi menjadi daerah prospek teduga dan daerah prospek hipotetis yang berada di sebelah barat dan selatan daerah

prospek terduga. Luas daerah prospek terduga sekitar 17 km2, sedangkan luas daerah prospek hipotetis sekitar 12 km2 (Gambar 20).

Gambar 20. Peta kompilasi geosain daerah panas bumi Gunung Lawu

Potensi Sumber Daya Energi Panas Bumi Perhitungan potensi energi panas bumi menggunakan metode volumetrik (Lump Parameter) dengan asumsi tebal reservoir 2 km, recovery factor 25%, faktor konversi 10%, dan lifetime 30 tahun. Dengan luas daerah prospek terduga 17 km2 dan luas daerah prospek hipotetis 12 km2, temperatur bawah permukaan 250oC, dan temperatur cut-off yang digunakan 180oC, maka potensi energi panas bumi di daerah Gunung Lawu adalah:

Q = 0,2317 x 17 x (250 – 180) = 193 Mwe (cadangan terduga), dan

Q = 0,2317 x 12 x (250 – 180) = 137 MWe (sumber daya hipotetis).

Dengan demikian, besarnya energi panas bumi terduga di daerah panas bumi Gunung Lawu adalah 193 Mwe dan sumber daya panas bumi hipotetisnya sebesar 137 Mwe.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada Kepala Pusat Sumber Daya Geologi, Koordinator Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, dan editor makalah, serta orang-orang yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. Van,1949, dalam bukunya The Geology of Indonesia.

Browne, P.R.L., 1978. Hydrothermal alteration in Active Geothermal Fields, Annual Riview of Earth and Planetay Science 6:229-250.

Lawless, J.V., White, P.J., and Bogie, I., 1994. Important Hydrothermal Minerals and their Significance, Fifth Edition, Kingston Morrison Ltd.

Pertamina, 1989, Studi Volkanostratigrafi dan Evolusi Magmatik Regional, Deretan G. Lawu-Wilis-Pandan, Jawa Timur.

Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

Sampurno & H. Samodra, 1997, Geologi Lembar Ponorogo, Jawa, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Tim Geologi dan Tim Geokimia, 2009, Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi G. Lawu, Kab. Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah dan Kab. Magetan, Provinsi Jawa Timur, Pusat Sumber Daya geologi, Badan Geologi.

(18)

Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.

Gambar

Gambar 1. Peta Indeks Lokasi Penyelidikan.
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Panas Bumi G. Lawu, Provinsi Jateng dan Jatim.
Gambar 7. Peta Distribusi Hg Tanah di daerah panas bumi G. Lawu
Gambar 8. Peta anomali Bouguer daerah panas bumi G. Lawu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Indikasi keberadaan panas bumi daerah ini dicirikan oleh manifestasi permukaan panas bumi Wapsalit berupa mata air panas, tanah panas, fumarol dan hembusan gas dengan suhu

Manifestasi panas bumi di daerah Bittuang berada pada ketinggian 1592-1680 m dpl, terdiri dari.. airpanas Balla dan Cepeng dengan temperatur antara 37-97°C, pH=4-7, ditemukan

Masih rendahnya temperatur formasi di sumur LWU-1 ini, diduga disebabkan oleh tebalnya lapisan penudung (clay cap) pada sistem panas bumi Gunung Lawu, hal ini berarti fluida

Reservoir panas bumi diperkirakan berada di bawah batuan penudung dengan ditandai oleh sebaran tahanan jenis sedang (20 – 100 Ohm-m) yang tersebar di bagian

Mapos, Ranamasak, Ranaroko dan Waelareng, dengan karakteristik manifestasi yang berbeda-beda (Anonim, 2013), sehingga melalui penyelidikan terpadu geologi dan

Hasil kompilasi data penelitian terdahulu menunjukkan tiga kelompok daerah panas bumi di sekitar Ungaran yaitu Gedongsongo, Nglimut dan Kendalisodo dengan manifestasi berupa mata

Hasil kompilasi data penelitian terdahulu menunjukkan tiga kelompok daerah panas bumi di sekitar Ungaran yaitu Gedongsongo, Nglimut dan Kendalisodo dengan manifestasi berupa mata

Air yang sudah terpanasi mengalir ke dalam batuan reservoir (batuan tersier), kemudian mengalir melalui sesar- sesar normal dan muncul sebagai outflow berupa mata airpanas Oka