• Tidak ada hasil yang ditemukan

12. Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Gunung Lawu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "12. Penyelidikan Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Gunung Lawu"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELIDIKAN TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA DAERAH PANAS BUMI

GUNUNG LAWU, PROVINSI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

Dudi Hermawan, Anna Y., Dedi Kusnadi Kelompok Program Penyelidikan Panas Bumi

SARI

Daerah panas bumi Gunung Lawu berada di wilayah administrasi dua provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah ini berada pada lingkungan geologi vulkanik Kuarter produk Gunung Lawu yang berkomposisi andesit-basaltik. Geomorfologi daerah ini terdiri dari satuan geomorfologi kubah intrusi, satuan geomorfologi vulkanik Gunung Jobolarangan, satuan geomorfologi vulkanik Gunung Lawu, dan satuan geomorfologi pedataran. Stratigrafinya terdiri dari batuan sedimen dan batuan terobosan berumur Tersier serta batuan vulkanik dan endapan permukaan berumur Kuarter.

Struktur geologi yang berkembang berupa struktur rim kawah, sesar-sesar normal berarah barat-timur dan berarah utara-selatan yang mengontrol kemunculan manifetasi panas bumi di daerah Gunung Lawu, dan sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut yang memotong dan mengakibatkan pergeseran pada batuan dan struktur yang sudah terbentuk sebelumnya.

Manifestasi panas bumi yang muncul berupa fumarol, mata air panas, dan batuan ubahan di daerah Candradimuka (lereng selatan Gunung Lawu) dengan temperatur antara 93 - 94 0C, dan pemunculan kelompok mata air panas di daerah barat kaki Gunung Lawu dengan temperatur kurang dari 40 0C.

Sumber panas (heat-source) dalam sistem panas bumi ini diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda Gunung Lawu yang masih menyimpan sisa panas dari dapur magma. Fluida panas bumi di daerah Gunung Lawu mempunyai tipe sulfat (kelompok manifestasi Candradimuka), bikarbonat (kelompok manifestasi Cumpleng, Bayanan dan Ngunut), dan klorida (kelompok manifestasi Tasin dan Pablengan). Manifestasi panas bumi Candradimuka diperkirakan merupakan upflow dari sistem panas bumi Gunung Lawu, sedangkan kelompok manifestasi yang lain diperkirakan merupakan outflownya. Perkiraan temperatur bawah permukaan dari geotermometer gas adalah sebesar 250oC yang termasuk ke dalam temperatur tinggi.

Berdasarkan kompilasi data geologi dan geokimia, areal prospek panas bumi daerah Gunung Lawu diperkirakan berada di lereng selatan memanjang ke arah lereng barat Gunung Lawu dengan luas kurang lebih 20 km2.

Dengan asumsi tebal reservoir 2000 m, temperatur reservoir 250°C dan temperatur cut off 180°C, potensi sumber daya hipotetik daerah Gunung Lawu adalah sekitar 325 Mwe.

(2)

PENDAHULUAN

Kontribusi pemanfaatan energi panas bumi dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional sampai saat ini dirasakan masih sangat kurang. Hal ini bertolak belakang dengan melimpahnya potensi sumber daya enrgi panas bumi di negara kita. Oleh karena itu pemerintah berkewajiban untuk lebih mengoptimalkan lagi pengembangan energi panas bumi ini sehingga bisa menjadi energi andalan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Untuk mendukung hal tersebut Pusat Sumber Daya Geologi, Badan Geologi dalam tahun anggaran 2009 melaksanakan penyelidikan terpadu panas bumi yang meliputi penyelidikan geologi dan geokimia di daerah Gunung Lawu, Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Maksud dan tujuan penyelidikan ini adalah untuk melokalisir pemunculan manifestasi panas di permukaan dan mengidentifikasi kondisi geologi serta karakteristik geokimia daerah panas bumi Gunung Lawu. Dan lebih khusus lagi adalah untuk mengetahui indikasi batuan perangkap panas, suhu fluida di kedalaman, konfigurasi batuan, struktur bawah permukaan, luas daerah prospek, model panas bumi dan potensi sumber daya hipotetik daerah panas bumi Gunung Lawu.

Secara geografis daerah panas Gunung Lawu berada pada posisi geografis antara 1110 2' 47,39" - 1110 7' 34" bujur timur dan 70 29' 56,91" - 70 31' 33,51" lintang selatan atau 505.130 – 530.150 mT dan 9.146.000 – 9.171.000 mU pada sistem koordinat UTM, zona 49 belahan bumi selatan. Secara administratif daerah ini sebagian besar termasuk dalam wilayah Kabupaten Karang Anyar, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur (Gambar 1).

Tataguna lahan daerah penyelidikan menurut data Departemen Kehutanan, yaitu Tataguna Hutan Kesepakatan, 1999, terbagi menjadi Suaka Margasatwa G.Tunggangan, Taman Wisata Alam Grojogan Sewu, Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Area Penggunaan Lain.

GEOLOGI

Geologi Regional

Pulau Jawa merupakan salah satu daerah jalur subduksi atau jalur tumbukan antara dua lempeng besar dunia, yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Tumbukan kedua lempeng ini menyebabkan terbentuknya jalur gunungapi yang memanjang dari bagian barat Indonesia sampai bagian timur. Salah satu gunungapi yang terbentuk adalah Gunung Lawu. Gunung Lawu mempunyai tipe gunungapi strato yang berdasarkan data Dinas Vulkanologi, Badan Geologi termasuk ke dalam gunungapi tipe B.

Secara regional struktur geologi yang ada di daerah survei didominasi oleh sesar-sesar dan kelurusan berarah barat-timur dan baratlaut-tenggara yang dipengaruhi oleh gaya tektonik regional Pulau Jawa

Geomorfologi

Berdasarkan klasifikasi morfografi, morfometri dan morfogenetiknya, maka geomorfologi daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi menjadi empat satuan, yaitu: satuan geomorfologi kubah intrusi, satuan geomorfologi vulkanik Gunung Jobolarangan, satuan geomorfologi vulkanik Gunung Lawu, dan satuan geomorfologi pedataran.

(3)

luas daerah penyelidikan, kemiringan lereng antara 45o - 80o . Pola sungai berbentuk radial dengan lembah sungai sempit dan berbentuk “V”. Hal ini menandakan adanya erosi vertikal yang dominan. Satuan ini berbentuk kubah yang disusun oleh batuan intrusi berkomposisi andesitik. Elevasi satuan morfologi ini berkisar antara 575 - 775 m di atas permukaan laut (dpl).

Satuan geomorfologi vulkanik Gunung Jobolarangan menempati bagian barat, barat laut dan memanjang di bagian selatan daerah penyelidikan yang meliputi sekitar 43% luas daerah penyelidikan. Satuan geomorfologi ini dipisahkan menjadi tiga sub-satuan geomorfologi, yaitu sub-satuan geomorfologi puncak, tubuh, dan kaki Gunung Jobolarangan.

Satuan geomorfologi vulkanik Gunung Lawu menempati bagian utara, tengah, timur dan memanjang sepanjang depresi Tawangmangu yang meliputi sekitar 51% luas daerah penyelidikan. Satuan geomorfologi ini dipisahkan menjadi empat sub-satuan geomorfologi, yaitu sub-satuan geomorfologi puncak, tubuh, dan kaki.

Satuan geomorfologi pedataran menempati bagian barat dan baratlaut daerah penyelidikan yang meliputi sekitar 5,5% luas daerah penyelidikan dengan kemiringan lereng antara 0 - 10o . Lembah sungai lebar dan berbentuk “U”, lereng sungai datar hingga landai, mulai dijumpai bentuk aliran sungai meander, hal ini menunjukkan tahapan erosi pada stadium lanjut dan beberapa tempat terdapat gundukan pasir.

Satuan ini tersusun oleh satuan batuan endapan permukaan yang terdiri dari lahar dan endapan sungai (aluvium) terdiri dari material lepas hasil rombakan batuan di bagian hulu sungai, dengan bentuk fragmen membundar hingga membundar tanggung. Elevasi satuan ini

berkisar antara 225 - 600 m di atas permukaan laut (dpl).

Stratigrafi

Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, stratigrafi di daerah penyelidikan dapat dikelompokkan ke dalam 21 satuan batuan, yang terdiri dari dua satuan batuan sedimen, satu satuan batuan terobosan, 15 satuan batuan vulkanik, dan tiga satuan endapan permukaan (Gambar 2).

Urutan satuan batuan atau stratigrafi dari tua ke muda adalah satuan Batulempung (Tbl), Intrusi Tawangmangu (TTi), Batugamping (Tgm), Lava Gunung Jobolarangan-1 (QJl-1), Lava Gunung Jobolarangan-2 (QJl-2), Aliran Piroklastik Gunung Jobolarangan (QJap), Lava Gunung Jobolarangan-3 (QJl-3), Lahar Gunung Jobolarangan (QJlh), Lava Gunung Lawu-1 (QLl-1), Lava Ceto (QCl), Lava Gunung Lawu-2 (QLl-2), Lava Gunung Lawu-3 (QLl-3), Lava Gunung Lawu-4 (QLl-4), Lava Gunung Lawu-5 (QLl-5), Lava Gunung Lawu-6 (QLl-6), Aliran Piroklastik Gunung Lawu (QLap), Lava Gunung Purung (QPl), Lava Gunung Anak (QAl), Lava Gunung Lawu-7 (QLl-7), Lahar Gunung Lawu (QLlh), dan Alluvium (Qal).

(4)

Satuan Intrusi Tawangmangu (TTi), tersebar di bagian barat daerah survei dengan luas kurang dari 1 % dari luas daerah penyelidikan. Satuan batuan ini merupakan batuan terobosan yang berkomposisi andesit. Satuan batuan ini merupakan batuan terobosan yang muncul akibat aktivitas tektonik pada Kala Miosen Akhir.

Satuan Batugamping (Tgm), tersebar di bagian barat daerah penyelidikan, dengan luas sebaran kurang dari 1 % dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri dari batugamping yang secara megaskopis berwarna abu-abu, kristalin, masif, terdapat urat-urat kalsit, terkekarkan kuat. Litologi ini membentuk bukit rendah menutupi secara tidak selaras batuan intrusi andesit. Menurut kesebandingan dengan peta geologi regional regional (Sampurno dan H. Samodra, 1997), batuan ini merupakan bagian dari Formasi Wonosari yang berumur Miosen Akhir-Pliosen.

Satuan Lava Gunung Jobolarangan-1 (QJl-1), tersebar di sebelah baratdaya daerah penyelidikan, dengan luas sekitar 1% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri dari lava dengan komposisi andesit basaltik. Satuan batuan ini merupakan satuan batuan vulkanik tertua di daerah penyelidikan yang diperkirakan merupakan aliran lava pertama dari Gunung Jobolarangan. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen Awal.

Satuan Lava Gunung Jobolarangan-2 (QJl-2), terletak di sebelah utara dan selatan lereng Gunung Jobolarangan, dengan luas sekitar 2% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava dari Gunung Jobolarangan yang muncul setelah aliran lava Gunung Jobolarangan-1. Menurut hubungan

relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

Satuan Aliran Piroklastik Gunung Jobolarangan (QJap), tersebar luas di bagian selatan memanjang sanpai baratlaut daerah penyelidikan, dengan luas sekitar 39% dari luas daerah penyelidikan. Batuannya berkomposisi tuf berukuran debu (ash)-lapili, komposisi dasitik, terdapat fragmen batuapung (pumice), sticky, setempat tersingkap batuan breksi. Di beberapa tempat di sekitar Gunung Jobolarangan batuan ini telah mengalami ubahan menjadi mineral lempung seperti kaolin. Satuan ini merupakan produk letusan besar dari Gunung Jobolarangan yang menutupi sebagian besar daerah survei dengan ketebalan tersingkap mencapai sekitar 20 meter. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen menutupi satuan batuan lain di bawahnya.

Satuan Lava Gunung Jobolarangan-3 (QJl-3), tersebar di bagian puncak Gunung Jobolarangan dengan luas sekitar 1% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri dari lava dengan komposisi andesit basaltik. Satuan ini merupakan produk terakhir dari Gunung Jobolarangan yang menutupi daerah sekitar puncak Gunung Jobolarangan. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

(5)

pembentukan batuan vulkanik Gunung Jobolarangan.

Satuan Lava Gunung Lawu-1 (QLl-1), tersebar di kaki sebelah utara Gunung Lawu, dengan luas sekitar 14% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava produk pertama yang membentuk Gunung Lawu. Aktivitas vulkanik yang sebelumnya terjadi di sebelah selatan (Gunung Jobolarangan) berpindah ke sebelah utara membentuk komplek Gunung Lawu. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen setelah akhir dari aktivitas vulkanik Gunung Jobolarangan.

Satuan Lava Ceto (QCl), tersebar di sebelah baratlaut lereng Gunung Lawu, dengan luas sekitar 1% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi basal. Satuan batuan ini merupakan lava produk erupsi samping yang mengalir membentuk bukit memanjang di daerah Ceto. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen sesudah pembentukan lava Gunung Lawu-1.

Satuan Lava Gunung Lawu-2 (QLl-2),

tersebar di lereng utara Gunung Lawu, dengan luas sekitar 10% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava produk dari Gunung Lawu yang menutupi sebagian dari produk lava Gunung Lawu-1. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen setelah pembentukan lava Gunung Lawu-1 dan lava Ceto.

Satuan Lava Gunung Lawu-3 (QLl-3), tersebar di sebelah utara puncak Gunung Lawu melampar ke lereng barat dan timur Gunung Lawu, dengan luas

sekitar 2% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava produk dari Gunung Lawu yang penyebarannya dibatasi kontak struktur dengan satuan lava Gunung Lawu-2 di sebelah utara. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen setelah pembentukan lava Gunung Lawu-2.

Satuan Lava Gunung Lawu-4 (QLl-4), tersebar di lereng sebelah barat Gunung Lawu dengan luas sekitar 4,5% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava produk dari Gunung Lawu yang tersingkap sepanjang lereng barat Gunung Lawu menutupi satuan batuan lain yang lebih tua. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen setelah pembentukan lava Gunung Lawu-3.

Satuan Lava Gunung Lawu-5 (QLl-5), tersebar di lereng sebelah timur Gunung Lawu dengan luas sekitar 2% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava produk dari Gunung Lawu yang tersingkap sepanjang lereng timur Gunung Lawu menutupi satuan batuan lain yang lebih tua. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen setelah pembentukan lava Gunung Lawu-4.

(6)

selatan Gunung Lawu menutupi satuan batuan lain yang lebih tua. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen setelah pembentukan lava Gunung Lawu-5.

Satuan Aliran Piroklastik Gunung Lawu (QLap), tersingkap di kaki sebelah timur, selatan dan barat Gunung Lawu dengan luas sekitar 13% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini berkomposisi breksi dan tuf. Satuan ini merupakan produk letusan Gunung Lawu yang menutupi satuan batuan lain yang lebih tua. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen, setelah pembentukan satuan lava Gunung Lawu-6.

Satuan Lava Gunung Purung (QPl), tersingkap di sebelah baratdaya kaki Gunung Lawu, dengan luas sebaran kurang dari 1% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit. Satuan batuan ini merupakan lava produk erupsi samping Gunung Purung yang membentuk bentuk morfologi kerucut Gunung Purung. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen sesudah erupsi Gunung Lawu yang menghasilkan produk aliran piroklastik.

Satuan Lava Gunung Anak (QAl), tersingkap di sebelah timurlaut kaki Gunung Lawu, dengan luas sekitar 2% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit. Satuan batuan ini merupakan lava produk erupsi samping Gunung Anak yang membentuk bentuk morfologi kerucut Gunung Anak. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen sesudah erupsi Gunung Lawu yang menghasilkan produk aliran

piroklastik. Di daerah Sidomulyo ditemukan kontak antara satuan lava Gunung Anak di bagian atas dengan satuan aliran piroklastik Gunung Lawu di bagian bawah.

Satuan Lava Gunung Lawu-7 (QLl-7), tersingkap di daerah puncak Gunung Lawu dengan luas sebaran kurang dari 1% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini terdiri lava dengan komposisi andesit-basaltik. Satuan batuan ini merupakan aliran lava produk terakhir dari aktivitas vulkanik Gunung Lawu yang membentuk kubah lava di puncak Gunung Lawu. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Plistosen.

Satuan Lahar Gunung Lawu (QLlh), tersebar di sebelah barat dan utara daerah penyelidikan dengan luas sekitar 2% dari luas daerah penyelidikan. Satuan ini merupakan endapan sekunder yang disusun oleh hasil pencampuran produk Gunung Lawu sebelumnya dan telah mengalami proses litifikasi. Menurut hubungan relatif dengan satuan batuan lainnya, satuan ini diperkirakan berumur Holosen sesudah pembentukan batuan vulkanik Gunung Lawu.

Aluvium (Qal), merupakan endapan sekunder hasil rombakan batuan di permukaan yang telah terbentuk sebelumnya. Endapan terdiri dari material lepas berupa lempung, pasir, bongkahan andesit, dan basalt. Penyebarannya di sepanjang tepi Kali Dawung dan sebelah barat Karangpandan menempati morfologi pedataran yang secara keseluruhan menempati areal sekitar 5% dari luas daerah penyelidikan. Proses pengendapan material-material tersebut masih berlangsung sampai sekarang.

Struktur Geologi

(7)

elevation mode) dan peta topografi, serta gejala-gejala struktur di permukaan seperti pemunculan mata air panas, kelurusan lembah dan punggungan, kekar-kekar, bidang sesar, dan zona hancuran batuan, maka di daerah penyelidikan teramati beberapa struktur geologi, yaitu :

Rim kawah di daerah puncak Gunung Jobolarangan yang merupakan bidang yang collapse atau amblas yang diakibatkan oleh terjadinya kekosongan di dalam perut bumi setelah terjadinya erupsi Gunung Jobolarangan.

Sesar-sesar normal berarah barat-timur dan berarah utara-selatan yang mengontrol kemunculan manifetasi panas bumi di daerah Gunung Lawu. Di beberapa tempat sesar-sesar normal ini membentuk zona depresi yaitu depresi Tawangmangu dan depresi Karangpandan.

Sesar mendatar berarah baratdaya-timurlaut yang memotong dan mengakibatkan pergeseran pada batuan dan struktur yang sudah terbentuk sebelumnya.

Manifestasi Panas Bumi

Manifestasi panas bumi di daerah G. Lawu terdiri dari fumarol, mata air panas, dan batuan ubahan.

Fumarol Gunung Lawu, terdapat dua manifestasi fumarol di Gunung Lawu, yaitu :

Fumarol Candradimuka, berada di lereng selatan Gunung Lawu dengan temperatur 93,1 oC, pada temperatur udara 16,8 oC, luas (300x100)m2, sublimasi belerang, alterasi dan berdesis kuat.

Fumarol Taman Sari Bawah (TKB), berada di lereng selatan Gunung Lawu berjarak sekitar 1 km sebelah selatan fumarol Candradimuka. Temperatur fumarol 93 oC pada temperatur udara di lokasi 22,1 oC, luas (200x100)m2,

sublimasi belerang, alterasi kuat, bau H2S, tidak berair.

Air Panas Kawah Candradimuka,

muncul di sekitar batuan komplek fumarol Gunung Lawu, temperatur air panas 94 0C, pada temperatur udara 16,5 oC, pH 1,35 dengan debit 10 l/detik. Air panas berwarna keruh, rasa asam, bau H2S dan suara desis yang sangat kuat, daya hantar listrik 6300 μS/cm.

Air Panas Tasin, muncul di daerah Tasin sebelah baratdaya Gunung Lawu dari rekahan pada batuan lava, temperatur air panas 40 oC, pada temperatur udara 20,1 oC, pH 6,35 dengan debit 1 l/detik. Air panas jernih, rasa asin, terdapat oksida besi, daya hantar listrik 20000 μS/cm

Air Panas Cumpleng, terletak di sebelah barat kaki G.Lawu dengan temperatur 37,4 oC pada temperatur udara 26,6 oC, pH 6,32, dan debit 4 l/detik. Air panas jernih, tak berasa, ada endapan besi, sudah di bangun tempat pemandian untuk wisata, daya hantar listrik 2680 μS/cm

Air panas Pablengan, terletak di sebelah barat kaki G.Lawu dengan temperatur 36 oC, pada temperatur udara 31,5 oC, pH 5,89 dan debit 1 l/detik. Air panas jernih, rasa asin, ada gelembung, tak berbau, ada endapan besi, daya hantar listrik 12300 μS/cm

Air panas Nglerak, berada di kaki sebelah barat Gunung Lawu dengan temperatur 35,7 oC, pada temperatur udara 22,6 oC, pH 6,17 dan debit 2 l/detik. Air panas jernih, tak berasa, keluar dari rekahan pada batuan piroklastik, daya hantar listrik 2600 μS/cm

(8)

oksida besi, daya hantar listrik 2100 μS/cm.

Air Panas Jenawi, ada 3 manifestasi air panas di daerah Jenawi, yaitu:

Air panas Jenawi 1 berada sebelah baratlaut kaki Gunung Lawu dengan temperatur 32,4 oC, pada temperatur udara 27,3 oC, pH 6,20 dan debit 1 l/detik. Air panas jernih, rasa asin, pada bak, daya hantar listrik 4100 μS/cm.

Air panas Jenawi 2 berada di sebelah baratlaut kaki Gunung Lawu dengan temperatur 33,9 oC, pada temperatur udara 26,1 oC, pH 6,71 dan debit 0,2 l/detik. Air panas jernih, rasa asin, ada gelembung udara, daya hantar listrik 10800 μS/cm.

Air panas Mangli berada di sebelah baratlaut kaki Gunung Lawu dengan temperatur 37,6 oC, pada temperatur udara 27,4 oC, pH 6,33 dan debit 1 l/detik. Air panas keruh, rasa asin, ada oksida besi, daya hantar listrik 11.700 μS/cm

Air Panas Bayanan, terletak di sebelah baratlaut kaki Gunung Lawu dengan temperatur 39,8 oC, pada temperatur udara 31,5 oC, pH 6,57 dan debit 2 l/detik. Air panas jernih, tak berasa, tak berbau, oksida besi, daya hantar listrik 2100 μS/cm

Batuan Ubahan, tersebar di sekitar fumarol Candradimuka, fumarol Taman Sari Bawah, dan air panas Candradimuka dengan luas sekitar 200 X 100 m.

Hasil analisis dan interpretasi PIMA menunjukkan batuan telah mengalami ubahan hidrotermal menjadi kelompok alunit dan mineral lempung (montmorilonit) serta halloysit sehingga dapat dikelompokkan ke dalam tipe ubahan argillic-advance argillic. Hal ini mencerminkan bahwa batuan ubahan berada pada lingkungan dan dipengaruhi

fluida (pH) asam, dengan temperatur rendah sampai tinggi (50o C - > 300o C).

Heat Loss

Nilai heat loss atau hilang panas adalah suatu nilai yang menyatakan jumlah energi panas yang dilepaskan secara alami. Nilai ini bisa dijadikan sebagai acuan untuk assessment atau penilaian suatu daerah panas bumi. Makin besar nilai ini makin tinggi potensi panas bumi yang terkandung. Dari hasil perhitungan pada manifestasi yang ada di daerah penyelidikan didapat nilai hilai heat loss 5812 kW atau 5,8 MWth (Mega Watt Thermal).

Hidrologi

Hidrologi daerah penyelidikan dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu zona resapan air, zona munculan air tanah, dan zona limpasan/aliran air permukaan.

Zona resapan air (recharged area) mencakup luas areal sekitar 34% dari luas daerah penyelidikan. Pada areal ini air hujan meresap ke bumi melalui permeabilitas batuan ( feed-zone). Selanjutnya terakumulasi menjadi air tanah dalam dan air tanah dangkal (catchment/reservoir area) dan daerah akumulasi air tanah.

Zona munculan air tanah (discharged area) mencakup areal seluas 41% dari luas daerah penyelidikan. Air hujan (meteoric water) yang turun di daerah resapan air ( re-charged area) tersebut meresap ke bumi melalui zona permeabilitas batuan, sebagian besar masuk ke bumi dan terkumpul menjadi air tanah dalam dan dangkal. Selanjutnya pada lokasi berelevasi rendah akan muncul berupa mata air panas dan air dingin.

(9)

permukaan merupakan air hujan yang mengalir di permukaan tanah dan membentuk sungai. Aliran air di sungai secara gravitasi mengalir dari elevasi tinggi ke rendah.

Manifestasi panas bumi Candradimuka terdapat pada zona resapan air (recharged area), sedangkan manifestasi panas bumi yang lain di sebelah barat kaki Gunung Lawu terdapat di zona munculan air tanah (discharged area). Air hujan yang meresap ke dalam bumi melalui zona permeabilitas batuan, kemudian mengalami pemanasan oleh proses vulkanisme atau batuan penghantar panas secara konduksi, selanjutnya muncul ke permukaan berupa mata air panas.

GEOKIMIA

Hasil analisis air

Diagram segitiga Cl-SO4-HCO3 menunjukkan bahwa air panas Kawah Candradimuka bertipe sulfat, sedangkan air panas Ngunut, Cumpleng, Jenawi 1, dan Bayanan bertipe bikarbonat; sedangkan air panas Tasin, Pablengan, Nglerak, Mlangi dan Jenawi 2 mempunyai tipe klorida (Gambar 3).

Berdasarkan diagram segi tiga Na-K-Mg (Gambar 4), mata air panas Tasin dan Pablengan terletak pada partial equilibrium, sebagai indikasi manifestasi yang muncul ke permukaan kemungkinan dipengaruhi interaksi antara fluida dengan batuan dalam keadaan panas sebelum bercampur dengan air permukaan (meteoric water), bila ditarik ke NaK berada pada pada garis lurus dan jatuh pada temperatur sedang (hanya sekitar 160-180 oC), namun pengaruh sedimen pada air panas Tasin dan Pablengan harus diperhitungkan karena kadar Na dan Cl relatif tinggi. Sedangkan air panas

Kawah Candradimuka, Jenawi-1, Jenawi-2, Mlangi, Cumpleng, Ngunut, Nglerak, dan Bayanan terletak pada immature water. Indikasi manifestasi yang muncul ke permukaan pada temperatur cenderung semakin rendah (32-40oC) selain di pengaruhi interaksi antara fluida dengan batuan dalam keadaan panas, juga bercampur dengan air permukaan (meteoric water).

Pada diagram segitiga Cl-Li-B terlihat bahwa posisi mata air panas Nglerak, Pablengan, Jenawi-1, Jenawi-2, Cumpleng, Tasin, Mangli, Ngunut, dan Bayanan terletak pada posisi pojok atas klorida, yang menunjukkan lingkungan pemunculan mata air panas pada umumnya berada di lingkungan vulkanik. Air panas yang terbentuk ditandai dengan rasa air panas agak asin, daya hantar listrik relatif tinggi (2100-20000 µS/cm), Na relatif tinggi (314-3726 mg/l) dan Cl (338-6485 mg/l). Sementara air panas kawah Candradimuka berada di pojok Boron yang mengindikasikan air panas berinteraksi dengan batuan sedimen sebelum mencapai permukaan (Gambar 5).

Pendugaan temperatur bawah permukaan

Hasil analisis gas dari fumarol G. Lawu menunjukkan terdeteksinya kadar gas CO2 , H2, dan Ar. Gas-gas ini dapat digunakan untuk perhitungan geotermometer gas dengan menggunakan grid CO2/ Ar- H2/Ar (Giggenbach, 1987 dan Arnorsson, 1985). Hasil interpolasi menunjukkan bahwa temperatur bawah permukaan sebesar 250 oC.

Analisis isotop

(10)

pengenceran dengan air meteorik, hal ini didukung oleh temperatur air panas yang relatif rendah (35-40 oC).

Posisi air panas Kawah Candradimuka berada pada posisi di sebelah kanan menjauhi garis MWL, sebagai indikasi bahwa pembentukan mata air panas berhubungan dengan terjadinya interaksi antara fluida panas pada sistem panas bumi dengan batuan yang menyebabkan terjadinya pengkayaan 18O hal ini terjadi karena reaksi substitusi oksigen 18 dari batuan dengan oksigen 16 dari fluida panas pada saat terjadi interaksi fluida panas dengan batuan sebelum muncul ke permukaan, yang berarti kemungkinan air panas kawah Candradimuka berasal langsung dari kedalaman dan kemungkinan pengenceran oleh air meteorik adalah sangat kecil. Untuk air panas Tasin terletak pada posisi sebelah kanan dari garis meteoric water line (18O shift) yang signifikan, indikasi pengkayaan oksigen 18 pada air panas namun kemungkinan ada pengaruh interaksi dengan batuan sedimen yang ditunjukkan daya hantar listrik, kadar Na, dan Cl yang cukup tinggi, selain itu juga didukung trend plot air panas Tasin sesuai dengan plot standar mean oceanic water (smow).

Sampel tanah dan udara tanah

Pengambilan sampel tanah dan udara tanah dimaksudkan untuk melokalisir daerah-daerah yang mempunyai konsentrasi unsur Hg dan CO2 tinggi dalam tanah. Zona konsentrasi tinggi ini umumnya berada pada sistem panas bumi yang masih aktif.

Hasil analisis memperlihatkan bahwa anomali konsentrasi tinggi Hg 200>ppb terletak di sekitar fumarol dan air panas kawah candradimuka dengan nilai Hg 748 ppb, sedangkan Hg

100-200 ppb berada di sebelah timur daerah penyelidikan masih di seputar manifestasi fumarol dan air panas kawah candradimuka, sementara Hg <100 ppb menyebar merata di daerah penyelidikan (Gambar 7).

Sedangkan anomali konsentrasi tinggi CO2 > 6 % berada di manifestasi fumarol dan air panas kawah candradimuka yang berkaitan dengan pans bumi dan di sebelah selatan penyelidikan yang kemungkinan besar berkaitan dengan daerha perkebunan dan pemukiman penduduk. Konsentrasi CO2 antara 3-6 %, terdistribusi di sekitar manifestasi fumarol dan air panas kawah candradimuka, sedangkan nilai < 3 % tersebar merata hampir mendominasi daerah penyelidikan (Gambar 8).

PEMBAHASAN

Proses sedimentasi di Pulau Jawa telah berlangsung dari zaman Pra-Tersier. Di daerah penyelidikan diindikasikan dengan ditemukannya satuan batulempung yang berumur Miosen Awal yang diperkirakan merupakan batuan dasar (basement) yang mengalasi satuan batuan lain di atasnya.

(11)

Aktivitas tektonik regional pada Kala Pliosen-Plistosen memicu terjadinya kegiatan vulkanik yang membentuk batuan vulkanik Gunung Jobolarangan di sebelah selatan daerah penyelidikan. Kemudian akibat pengaruh struktur-struktur geologi berupa sesar menangga (step fault) yang mempunyai kemiringan ke arah utara, aktivitas vulkanik berpindah ke sebelah utara yang ditandai dengan pembentukan batuan vulkanik Gunung Lawu yang membentuk morfologi Gunung Lawu sekarang. Sesudah fase erupsi Gunung Lawu yang membentuk batuan aliran piroklastik, aktivitas vulkanik Gunung Lawu berakhir dengan pembentukan kubah lava muda di puncak Gunung Lawu (lava Gunung Lawu-7) dan kerucut-kerucut Gunung Purung dan Gunung Anak yang merupakan produk erupsi samping.

Selanjutnya, proses erosi yang berlangsung sampai saat ini menghasilkan endapan lahar dan aluvium seperti yang banyak terdapat di sepanjang pedataran dan sungai-sungai besar.

Pembentukan sistem panas bumi di daerah Gunung Lawu diperkirakan berkaitan erat dengan aktivitas vulkanik termuda Gunung Lawu yang masih menyimpan sisa panas dari dapur magma. Sisa panas tersebut berperan sebagai sumber panas yang memanasi air bawah permukaan yang kemudian naik melalui celah-celah/rekahan dan terperangkap dalam reservoir panas bumi (Gambar 9).

Daerah Gunung Lawu yang berada lingkungan batuan vulkanik dengan banyak struktur geologi (kekar dan sesar) yang berkembang menjadikan daerah ini memiliki kemampuan untuk meloloskan air permukaan (meteoric water) ke bawah permukaan. Sebagian air meteorik tersebut kemudian berinteraksi dengan

fluida magmatik dan gas-gas vulkanik yang berasal dari tubuh magma dan terjadi rambatan panas yang menghasilkan fluida panas. Fluida panas yang terbentuk kemudian terakumulasi dalam lapisan reservoir yang berdaya lulus tinggi (permeable). Lapisan reservoir diperkirakan terletak pada batuan vulkanik G. Jobolarangan dan Gunung Lawu serta pada satuan batulempung yang kaya akan rekahan.

Interaksi antara fluida panas yang tersimpan di reservoir dengan batuan di atasnya (sekitarnya) menghasilkan batuan penudung (cap rock) yang bersifat kedap air (impermeable). Batuan penudung inilah yang menyebabkan pergerakan fluida panas yang terdapat di lapisan reservoir tertahan untuk sampai ke permukaan. Batuan penudung ini diperkirakan terletak pada batuan vulkanik Gunung Lawu yang telah terubah.

Fluida panas bumi di daerah Gunung Lawu mempunyai tipe sulfat (kelompok manifestasi Candradimuka), bikarbonat (kelompok manifestasi Cumpleng, Bayanan dan Ngunut), dan klorida (kelompok manifestasi Tasin dan Pablengan). Berdasarkan karakteristik kimianya, manifestasi panas bumi Candradimuka diperkirakan merupakan upflow dari sistem panas bumi Gunung Lawu, sedangkan kelompok manifestasi yang lain diperkirakan merupakan outflownya.

(12)

mendukung posisi zona upflow G. Lawu yang ada di seputar manifestasi fumarol dan air panas kawah Candradimuka, sedangkan anomali CO2 udara tanah berada di manifestasi fumarol dan air panas kawah Candradimuka.

Berdasarkan kompilasi hasil penelitian metode geologi dan geokimia, sebaran area prospek panas bumi Gunung Lawu terdapat di sekitar lereng selatan memanjang ke arah lereng baratdaya Gunung Lawu. Area prospek ini didukung oleh hasil metode geokimia (anomali Hg dan CO2 tinggi) dan geologi seperti munculnya manifestasi panas bumi, pola struktur geologi, dan keterdapatan batuan vulkanik muda Gunung Lawu. Dari hasil kompilasi metode tersebut didapat luas area prospek panas bumi Gunung Lawu sekitar 20 km2.

Dengan asumsi tebal reservoir 2 km, temperatur cut off 180 oC, diperoleh potensi energi panas bumi pada kelas sumber daya hipotetik sebesar 325 Mwe (Gambar 10).

KESIMPULAN

Sistem panas bumi di daerah panas bumi Gunung Lawu terbentuk dengan adanya panas dari sisa panas (dapur magma) yang muncul akibat aktivitas vulkanik terakhir Gunung Lawu. Aktivitas ini membentuk tubuh lava Gunung Lawu-7 yang muncul di puncak Gunung Lawu. Sisa panas dari tubuh vulkanik Gunung Lawu ini menopang aktivitas sistem panas bumi sehingga terbentuknya reservoir di daerah panas bumi Gunung Lawu. Sistem panas bumi daerah Gunung Lawu termasuk ke dalam tipe sistem vulkanik komplek gunungapi.

Temperatur bawah permukaan yang berhubungan dengan reservoir panas bumi di daerah Gunung Lawu

diperkirakan sekitar 250 oC yang termasuk temperatur tinggi. Konsentrasi Hg tanah relatif tinggi lebih dari 200ppb mendukung posisi zona upflow Gunung Lawu yang ada di seputar manifestasi fumarol dan air panas kawah Candradimuka, sedangkan anomali CO2 udara tanah berada di manifestasi fumarol dan air panas kawah Candradimuka.

Area prospek panas bumi di daerah Gunung Lawu tersebar di lereng selatan memanjang ke arah lereng barat Gunung Lawu dengan luas kurang lebih 20 km2.

Dengan temperatur air panas bawah permukaan sekitar 250 oC, potensi energi panas bumi di daerah Gunung Lawu sebesar kurang lebih 325 MWe, memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dan pemanfatan langsung, dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan pengembangan di daerah tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada para Pejabat Pusat Sumber Daya Geologi dan semua pihak yang membantu dalam pembuatan tulisan ini, yang telah memberi kemudahan dalam mengakses data yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

• Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2008, Karangayar dalam Angka 2008.

• Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan, 2008, Magetan dalam Angka 2008.

• Bemmelen, van R.W., 1949, The

(13)

• Fournier, R.O., 1981, Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and Reservoir Engineering, Geothermal System: Principles and Case Histories. John Willey & Sons. New York.

• Giggenbach, W.F., 1988, Geothermal

Solute Equilibria Deviation of

Na-K-Mg – Ca Geo- Indicators.

Geochemical Acta 52. pp. 2749 – 2765.

• Giggenbach, W.F., and Goguel, 1988, Methods for the collection and analysis of geothermal and volcanic water and gas samples, Petone New Zealand.

• Hamilton W.,1979, Tectonic of

Indonesia Region,

Geol.Surv.Prof.Papers,U.S.Govt.Print Off.,Washington.

• Hutchinson,C.S.,1989, Geological

Evolution of South-East Asia, Oxford Mono. Geol. Geoph., 13, Clarendon Press, Oxford.

• Lawless, J., 1995, Guidebook: An

Introduction to Geothermal System. Short course. Unocal Ltd. Jakarta.

• Mahon K., Ellis, A.J., 1977. Chemistry

and Geothermal System. Academic Press Inc. Orlando.

• Pertamina, 1989, Studi

Volkanostratigrafi dan Evolusi Magmatik Regional, Deretan G.Lawu-Wilis-Pandan, Jawa Timur.

• Powell, T., 2000, A Review of

Exploration Gas Geothermometry, Pro. 25th Workshop Geothermal Reservoir Eng., Jan. 2000, Stanford University, Stanford, California, pp. 206-214

• Sampurno & H. Samodra, 1997, Geologi Lembar Ponorogo, Jawa, Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat

(14)

                                               

(15)

G

Gambar 3. Dia

Gambar 5

agram segitiga

. Diagram seg

Gambar 2. P Pr

Cl-SO4-HCO3

gitiga Cl-Li-B

Peta geologi da rovinsi Jawa Te

aerah panas bum engah dan Jaw

Gambar

Gamb

mi Gunung Law wa Timur

r 4. Diagram se

bar 6. Grafik iso wu,

egitiga Na-K-M

otop 18O vs De

Mg

(16)

Gambar 7. Peta kontur sebaran Hg tanah daerah Gunung Lawu

(17)

Gambar 9. Model sistem panas bumi tentatif daerah panas bumi Gunung Lawu

Gambar

Gambar 7.  Peta kontur sebaran Hg tanah daerah Gunung Lawu
Gambar 9.  Model sistem panas bumi tentatif daerah panas bumi Gunung Lawu

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan produk kontak antara fluida asam yang berhubungan dengan sistem panas bumi dengan batuan sedimen, yang sehingga terjadi netralisasi membentuk mata air panas Cikawah

Manifestasi panas bumi di daerah Bittuang berada pada ketinggian 1592-1680 m dpl, terdiri dari.. airpanas Balla dan Cepeng dengan temperatur antara 37-97°C, pH=4-7, ditemukan

substitusi oksigen 18 dari batuan dengan oksigen 16 dari fluida panas pada saat terjadi interaksi fluida panas dengan batuan sebelum muncul ke permukaan, berarti kemungkinan

Manifestasi panas bumi permukaan berupa mata air panas Kura dengan temperatur 58-81°C dan batuan ubahan di Kawah Karitemang pada bagian tengah daerah penyelidikan diindikasikan

Manifestasi panas bumi yang ada di Pulau Wetar pada umumnya muncul di lingkungan vulkanik yang berumur Tersier dan batuan yang diperkirakan menjadi sumber panas (heat source)

Sistem panas bumi yang terdapat di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi dicirikan oleh pemunculan tiga lokasi manifestasi panas bumi berupa mata air panas,

Fluida panas di bawah permukaan daerah panas bumi Sampuraga diindikasikan oleh mata air panas Sirambas, Longat, dan mata air Roburan Lombang yang memiliki temperatur antara 42 °C -

Metode penyelidikan terdiri dari: Pengamatan pada jenis manifestasi panas bumi, diantaranya berupa: mata air panas, air rembesan, tanah panas, temperatur manifestasi dan