PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG
PENDIDIKAN KELUARGA PERSPEKTIF
HADITS-HADITS NABI SAW
SKRIPSI
Disusun oleh:
Mochamad Bahrur Rozak
NIM: D01212034
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
▸ Baca selengkapnya: analisis struktur teks biografi ki hajar dewantara
(2)(3)(4)(5)(6)
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga Perspektif Hadits-Hadits Nabi SAW ini merupakan hasil penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mengetahui dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan dalam keluarga apabila ditinjau dari hadits-hadits Nabi SAW tentang pendidikan dan untuk mengetahui sumbangan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang cara mendidik anak dalam lingkungan keluarga serta dalam pendidikan Islam jika dikaitkan pada masa sekarang.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis yakni menguraikan data-data dari hasil penelusuran kepustakaan selanjutnya melalui proses pemaparan data, penyajian data, pengolahan data dan penarikan kesimpulan secara umum mengenai pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan di lingkungan keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pusat pendidikan yang utama terdapat di lingkungan keluarga, oleh sebab itu alam keluarga menuntut terjadinya pendidikan bagi anak baik pendidikan individual maupun sosial. Karena lingkungan keluarga merupakan tempat pertama dan sebagai permulaan bagi setiap individu untuk mengembangkan potensinya, disitulah pertama kalinya pendidikan yang diberikan oleh orangtua yang berkedudukan sebagai guru (penuntut), pengajar dan sebagai pemimpin pekerjaan (pemberi contoh). Oleh sebab itu peran orang tua sangat penting dalam memberikan pendidikan budi pekerti sejak dini. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci, secara pengetahuan belum tahu apa-apa dan belum mendapatkan bimbingan pendidikan dari segi manapun, disinilah tugas orang tua dalam lingkup keluarga untuk mengasah pola pikir anak untuk mengembangkan potensi anak. Sumbangan pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan adalah adanya kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan hidup seluas-luasnya melalui bidang pendidikan.
x DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Tujuan Penelitian ... 5
D.Manfaat Penelitian ... 5
E. Definisi Operasional ... 6
F. Kajian Pustaka ... 7
G.Metode Penelitian ... 9
H.Sistematika Pembahasan ... 12
BAB II KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DAN HADITS-HADITS NABI SAW TENTANG PENDIDIKAN ... 14
A. Pengertian Pendidikan ... 14
B. Konsep Pendidikan Keluarga ... 21
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Keluarga ... 25
BAB III KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI
HAJAR DEWANTARA ... 43
A. Biografi Ki Hajar Dewantara ... 43
B. Konsep Pendidikan Keluarga Menurut Ki Hajar Dewantara ... 53
C. Pendidikan Keluarga dan Pengaruhnya Terhadap Budi Pekerti ... 58
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN KELUARGA ... 62
A. Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga Perspektif Hadits-Hadits Nabi SAW ... 62
1. Tabulasi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Hadits-hadits Nabi SAW ... 62
2. Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Hadits-hadits Nabi SAW ... 63
B. Sumbangan Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga ... 68
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah pendidikan berasal dari bahasa yunani dari kata “pais” artinya
anak dan “again” berarti membimbing.1 Pendidikan merupakan bimbingan
atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh
dewasa agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan
yang lebih tinggi dalam arti mental. Dengan demikian pendidikan berarti
segala usaha orang dewasa dalam pergaulan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohani.2
Kebutuhan manusia akan pendidikan merupakan suatu yang sangat
mutlak dalam hidup ini, dan manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan
pendidikan. Fatah Yasin mengutip perkataan John Dewey yang juga dikutip
dalam bukunya Zakiyah Daradjat menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan
salah satu kebutuhan hidup manusia guna membentuk dan mempersiapkan
pribadinya agar hidup dengan disiplin”.3
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan untuk
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa,
sehingga dapat dikatakan bahwa maju mundurnya suatu bangsa sebagian
besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di negara tersebut.
1 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rieka Cipta, 1991), h.69. 2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1998), hl.
2
Sementara ini orang beranggapan bahwa apabila berbicara tentang pendidikan
maka orientasinya ke dunia sekolah dan menghubungkannya dengan
guru dan murid. Mereka kurang menyadari sebelum seorang anak
memasuki dunia sekolah, mereka telah memperoleh pendidikan
yang diberikan oleh keluarganya, terutama ayah dan ibunya baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Pendidikan secara langsung artinya bentuk asuhan orang tua yang
berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan keterampilan
yang dilakukan secara sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman
maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Di dalam lingkungan
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama,
karena dalam keluarga inilah anak mendapatkan pendidikan dan
bimbingan. Di samping itu keluarga merupakan wadah pertama dan
utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika suasana dalam
keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dengan baik
pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut.
Sehingga pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah
keluarga.4
Keluarga merupakan wahana yang mampu menyediakan kebutuhan
biologis dari anak, dan sekaligus memberikan pendidikannya sehingga
menghasilkan pribadi-pribadi yang dapat hidup dalam masyarakat sambil
3
)
menerima dan mengolah serta mewariskan kebudayaannya.5 Anak
merupakan amanah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang tuanya,
maka dari itu orang tua harus menjaga dan memelihara sebaik-baiknya serta
menyampaikan amanah tersebut kepada yang berhak menerimanya.
Orang tua bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan anak dalam
keluarga sejak lahir sampai mereka mampu menemukan dirinya sendiri dan
dapat bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.6 Keluarga berperan
sebagai pengarah yang dapat dilakukan sendiri, pertama-tama untuk
mendorong bakat yang baru muncul, kemudian orang tua mencarikan guru
yang baik untuk anaknya. Selain itu untuk menangani anak yang sedang
mengembangkan bakatnya, maka keluarga harus terus menerus mendorong
semangatnya dan menegur kelalaiannya apabila ia berteman dengan
anak yang kurang baik.
Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Nabi:
(
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: setiap kelahiran (anak yang lahir) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Abu Daud).”
Hadits tersebut secara tersurat menandakan bahwa peran orang
tua dalam keluarga terhadap anak sangatlah mendasar. Lingkungan
5 Mahhfud Junaidi, Kiai Bisri Musthafa: Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren, (Semarang: Walisongo Press, Cet I, 2009), h.13.
4
yang mengitari anak secara tidak sadar merupakan alat pendidikan meskipun
kejadian atau peristiwa yang berada di sekeliling anak tidak dirancang
namun keadaan-keadaan tersebut mempunyai pengaruh terhadap pendidikan
baik positif maupun negatif.
Keluarga yang baik mencerminkan suasana keagamaan yang baik
sehingga bisa diandalkan sebagai pusat pendidikan pertama dan utama,
karena keluarga mempunyai tugas dalam mempersiapkan anak untuk
kemajuan di masa yang akan datang. Oleh karena itu keluarga harus
mengajarkan landasan bagi pribadi sehingga tidak mudah untuk diubah
walaupun dalam pergaulan sehari-hari dengan teman yang kurang
mendukung dalam bidang kemajuan dan perkembangan pribadi anak.7
Karena tujuan dari pendidikan baik keluarga maupun pendidikan
Islam sendiri bukan hanya ilmu pengetahuan, melainkan mendidik ahklak
dengan memperhatikan segi-segi kesehatan, pendidikan fisik dan mental,
perasaan dan praktek serta menyiapkan manusia menjadi anggota
masyarakat yang baik dan bertanggungjawab. Berdasakan uraian tersebut,
peneliti bermotivasi mengangkat tema ini dengan judul: Pemikiran Ki Hajar
Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga Perspektif Hadits-hadits Nabi
SAW.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di
atas maka ada beberapa permasalahan yang menjadi pokok kajian penulis
dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan
keluarga perspektif hadits-hadits Nabi SAW?
2. Bagaimana sumbangan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
pendidikan keluarga konteks pola informal pada masa sekarang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan penelitian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai ini
adalah:
1. Untuk mengetahui pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan
keluarga perspektif hadits-hadits Nabi SAW tentang pendidikan.
2. Untuk mengetahui pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang cara
mendidikan anak perspektif hadits-hadits Nabi SAW tentang
pendidikan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis dari penulisan skripsi ini, maka diharapkan akan
diperoleh pengetahuan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang
pendidikan keluarga dalam karya Ki Hajar Dewantara bagian pertama
6
2. Secara Praktis, setelah konsep skripsi ini diperoleh, maka diharapkan
akan dapat dijadikan tuntutan bagi guru dan murid dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan yang optimal, baik di dalam maupun di luar
proses belajar mengajar.
E. Definisi Operasional
Pemikiran : Merupakan aksi yang menyebabkan pikiran mendapat
pengertian baru dengan perantaraan hal yang sudah diketahui, atau
kegiatan akal manusia mencermati suatu pengetahuan yang telah ada
untuk mendapatkan atau mengeluarkan pengetahuan yang baru.8
Pendidikan keluarga: usaha sadar yang dilakukan orang tua, karena mereka
pada umumnya merasa terpanggil (secara naluriah) untuk
membimbing dan mengarahkan, pengendalian dan pembimbing
(direction control and guidance, konservatif (mewariskan dan
mempertahankan cita-citanya), dan progressive (membekali dan
mengembangkan pengetahuan nilai dan keterampilan bagi
putra-putri mereka sehingga mampu menghadapi tatanan hidup di masa
datang.9
Hadits Nabi : Segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan
persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama Islam.
8 Jamaluddin, Berfikir Apa dan Bagaimana, (Surabaya: Indah, 1989), h.45.
7
F. Kajian Pustaka
Dengan adanya telaah pustaka adalah sebagai perbandingan terhadap
penelitian yang ada baik mengenai kekurangan atau kelebihan yang ada
sebelumnya. Di samping itu, telaah pustaka juga mempunyai andil besar
dalam rangka mendapatkan suatu informasi yang ada tentang teori-teori yang
ada kaitannya dengan judul yang digunakan untuk memperoleh landasan teori
ilmiah, untuk itu penulis mengambil skripsi dan tesis yang judulnya hampir
sama dengan penelitian ini sebagai acuan bahan perbandingan dari penelitian
yang sudah dilakukan oleh beberapa mahasiswa terdahulu, antara lain:
Siti Roychana Nadziroh, dengan judul skripsi “Peran Pendidikan Keluarga dalam Pembentukan Karakter Displin Ibadah Anak Pada Keluarga
TNI Angkatan Laut (Studi Kasus di Rumdis Bhumi Marinir Karang Pilang
Surabaya)” skripsi ini membahas bagaimana peran pendidikan keluarga
menurut konsepsi Islam yang di implementasikan kedalam format pendidikan
keluarga TNI yang dapat membentuk dan membangun karakter disiplin pada
anak usia sekolah dasar untuk `berdisiplin waktu dan giat beribadah.
Sohabatul Munawarah dengan judul skripsi “Pola Pembentukan
Karakter Anak Melalui Pendidikan Ramah Anak Dalam Perspektif
Pendidikan Agama Islam. Kesimpulan skripsi ini penerapan konsep
pendidikan ramah anak baik secara umum dalam Pendidikan Islam meskipun
terdapat perbedaan dalam landasannya dimana dalam perspektif pendidikan
agama Islam berlandaskan pada al-Quran dan Hadis sedangkan konsep secara
8
namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membentuk karakter anak
yang berkarakter positif (berakhlakul karimah) dengan pendekatan kasih
sayang dan berbasis humanistic.
Rodiyah, Cholifah. 2011. Judul Skripsi “Pendidikan Karakter
Dalam Perspektif Pemikiran Ki Hajar Dewantara”. Dalam penelitian ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran, dan jasmani anak agar selaras dengan alam
dan masyarakatnya.
Maftuchatul Choiriyah dengan judul “Studi Komparasi Nilai
Pendidikan Akhlak dala Perspektif Ibnu Miskawaih dan Syed Muhammad
Naquib Al Atas.” Menyimpulkan bahwa konsep akhlak yang dikembangkan
oleh ibnu miskawiah dan syed Muhammad naquib al atas memiliki banyak
kesamaan dibandingkan perbedaannya, diatara persamaan-persamaan tersebut
adalah konsep keduanya sama-sama berlandaskan pada ontology (tauhid),
epistimologi (ilmu), dan aksiologi (akhlak/moral) yang mengacu pada Al
Quran dan Hadits, materi pendidikan akhlak, serta tujuan pendidikan akhlak.
Dari uraian kajian kepustakaan diatas penulis dapat memberikan
simpulan bahwa masih belum ada penelitian yang mengkaji tentang
Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga Perspektif
9
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitan ini adalah
kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menggunakan data
dan informasi dengan bantuan bermacam-macam dalam kepustakaan.
Analisis ini akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan
data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada.
Berdasarkan hal itu, maka penelitian ini akan menguraikan secara lengkap
terhadap suatu obyek penelitian, yaitu menjelaskan tentang Pemikiran Ki
Hajar Dewantara tentang Pendidikan Keluarga Perspektif Hadits-hadits
Nabi SAW tentang pendidikan.
2. Sumber Data
a. Data Primer yaitu hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan
karya peneliti atau teoritisi yang orisinil.10 Dalam hal ini yaitu buku
Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama Pendidikan, tentang
pendidikan keluarga.
b. Data sekunder adalah sumber-sumber yang diambil dari sumber
lain yang tidak diperoleh dari sumber primer.11 Dalam hal ini adalah
buku- buku yang relevan dengan permasalahan di atas, yaitu
pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan keluarga, antara
lain:
10 Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.83.
10
1) Mahhfud Junaidi, Kiai Bisri Musthafa: Pendidikan
Keluarga
2) Berbasis Pesantren, Semarang: Walisongo Press, 2009.
3) Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.
4) Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau
studi dokumenter yang menurut Suharsimi Arikunto yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya.12 Untuk menggali datanya, maka teknik dokumentasi atau
studi dokumenter menggunakan kitab-kitab, buku-buku, artikel dan
internet. Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data
yang terkumpul untuk kemudian dilakukan deskripsi secara obyektif dan
sistematis.
4. Metode Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, tahap selanjutnya adalah menganalisis
data. Sugiyono menegaskan bahwa analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
11
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah difahami diri sendiri maupun orang lain.13
Dalam tahap ini peneliti menggunakan teknik yang dianggap
representatif untuk menyelesaikan pembahasan penelitian ini, yaitu:
analisis isi. Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat
kesimpulan yang valid dan dapat diteliti ulang dari data
berdasarkan konteksnya.14 Berdasarkan definisi di atas, kegunaan
analisis isi adalah untuk keperluan mendeskripsikan secara obyektif dan
sistematis tentang isi dan manifestasi pemikiran Ki Hajar Dewantara
tentang pendidikan keluarga dalam buku karya Ki Hajar Dewantara
Bagian Pertama Pendidikan, tentang pendidikan keluarga. Analisis isi
sebagaimana diungkapkan oleh Noeng Muhadjir secara teknis mencakup
upaya:
1) Klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi
2) Menggunakan kriteria sebagai dasar klasifikasi
3) Menggunakan teknik analisis tertentu untuk membuat prediksi.
4) Penerapan analisis ini adalah dengan membaca, mencermati,
memahami, serta mendeskripsikan buku karya Ki Hajar Dewantara
Bagian Pertama Pendidikan.
13 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif Cet 4, (Bandung: Alfabeta, 2008), h.89.
14 Andi Prastowo, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
12
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pemahaman, sistematika pembahasan
dimaksudkan sebagai gambaran yang akan menjadi pokok bahasan dalam
penelitian ini sehingga memudahkan dalam memahami masalah-masalah
yang akan dibahas. Berikut sistematikanya:
BAB I : pendahuluan, pada bab ini terdapat latar belakang
Masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi
operasional, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
pembahasan.
BAB II : Kajian teori tentang konsep pendidikan keluarga
perspektif hadits-hadits Nabi SAW, meliputi: pengertian pendidikan,
konsep pendidikan keluarga, macam-macam pendidikan, dasar-dasar dan
tujuan pendidikan, pengertian keluarga, pengertian pendidikan keluarga
serta memaparkan hadits-hadits Nabi saw tentang pendidikan keluarga.
BAB III : Pada bab ini didalamnya terdapat : Biografi Ki Hajar
Dewantara, meliputi: riwayat hidup, riwayat pendidikan, riwayat
karir/pekerjaan, karya-karya dan pemikiran umum Ki Hajar Dewantara
mengenai pendidikan di dalam keluarga. Selanjutnya menjelaskan tentang
konsep pendidikan keluarga serta pengaruhnya terhadap pendidikan budi
pekerti.
BAB IV : Analisis mengenai konsep pemikiran Ki Hajar
Dewantara tentang Pendidikan Keluarga berdasarkan hadits-hadits Nabi
13
keluarga dalam konteks pola informal terhadap pengaruh lingkungan saat
ini.
BAB V : Penutup, pada bab ini di dalamnya berisi kesimpulan
dari skripsi dan saran-saran dari penulis untuk perbaikan-perbaikan yang
mungkin dapat dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan daftar pustaka dan
BAB II
KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA DAN HADITS-HADITS NABI SAW TENTANG PENDIDIKAN KELUARGA
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan secara etimologi disebut “Paedagogie” berasal dari
bahasa yunani, terdiri dari kata “Pais”, artinya anak, dan “Again, yang
diterjemahkan membimbing, jadi Paedagogie yaitu bimbingan yang
diberikan kepada anak.1
Dalam bahasa Inggris, pendidikan disebut education berasal dari kata
to educate berarti “mendidik”.2 Jadi mendidik adalah pengertian yang sangat
umum yang meliputi semua tindakan mengenai gejala-gejala pendidikan.
Dalam arti yang luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua
untuk menyalurkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilannya kepada
generasi muda sebagai usaha untuk memenuhi fungsi jasmani maupun
rohaniah.3
1 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rieka Cipta, 1991), h.64. 2 John M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,
1991), h.207.
3 R. Soegarda Poerbakawatja dan H.A.H. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta:
15
Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
ْﻦَﻋَو
ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا َلْﻮُﺳَر ﱠنَأ ُﻪْﻨَﻋ ُﷲا َﻲِﺿَر َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ ِْﰊَأ
َلﺎَﻗ َﻢﱠﻠَﺳَو
ْﻴِﻓ ُﺲِﻤَﺘْﻠَـﻳ ﺎًﻘْـﻳِﺮَﻃ َﻚَﻠَﺳ ْﻦَﻣ
ﺔﱠﻨَْﳉا َﱃِإ ًﺎَﻘْـﻳِﺮَﻃ ُﻪﻟ ﷲا َﻞﱠﻬَﺳ ﺎًﻤْﻠِﻋ ِﻪ
)
ﻩاور
4
(ىﺬﻣﱰﻟا
“Dari Abi Hurairah RA, sesungguhnya Rasullah saw bersabda: Barang siapa yang menempuh perjalanan dengan tujuan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga” (HR Turmudzi).
Dari hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
adalah sebuah usaha untuk mencari ilmu. Dan mencari ilmu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim, karena dengan ilmu manusia dapat
membedakan hal yang benar dan salah. Dan Allah akan meningkatkan derajat
orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu satu tingkat.
Para ahli juga banyak yang berpendapat tentang pendidikan.
Pendidikan menurut Ahmad D. Marimba, merupakan bimbingan dan
pimpinan secara sadar oleh si pendidikan terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.5
Sedangkan Menurut Ngalim Purwanto, mengemukakan bahwa pendidikan
ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohani kearah kedewasaan.6
4 Muhammad bin Isa at Tirmidzi, Sunan at Tirmidzi, (Maktabah Syamilah), versi 1, jilid
10, h.147.
5 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: Al-Ma’rifat, 1989), h.19. 6 Ngaliktim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda
16
M. Arifin mengemukakan bahwa pendidikan yang benar adalah yang
memberikan kesempatan pada keterbukaan terhadap pengaruh dari dunia
luaran perkembangan dari diri anak didik.7
Dalam bahasan ini lebih ditekankan pada pemikiran Ki Hajar
Dewantara tentang pendidikan. Menurutnya pendidikan yaitu pada umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan bathin),
pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan
masyarakat, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapat mencapai keselamatan dan bahagia setinggi-tingginya.8
Menurut Ki Hajar Dewantara manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta
(kognitif), rasa (afektif) dan karsa (konatif). Pengembangan manusia
seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.
Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan
menghasilkan ketidaktahuan perkembangan sebagai manusia. Beliau
mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual
belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan
ternyata pendidikan sampai sekarang ini hanya menekankan pada
pengembangan daya cipta dan kurang memperhatikan pengembangan oleh
rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis
atau manusiawi. Dari titik pandang sosioantropologis, kekhasan manusia
yang membedakannya dengan makhluk lain adalah manusia itu berbudaya,
sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang
7 M. Arifin, Filasafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h.18.
8 Kartini, Kartono, Bimbingan dan Dasar-dasar Pelaksanaannya, (jakarta:Rajawali,
17
efektik untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah mengembangkan
kebudayaannya.
Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan
diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanis).
Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya
pendidikan yang memanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik
mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya.
Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa.
Dari beberapa pendapat ahli pendidikan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pendidikan adalah salah satu proses bimbingan secara
sadar dari pendidik untuk mengembangkan kepribadian serta kemampuan
dasar seorang anak agar membu ahkan hasil yang baik, jasmani yang sehat,
kuat dan berketerampilan, cerdas dan pandai, hatinya penuh iman kepada
Allah SWT dan membentuk kepribadian ulama.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,
18
Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU Nomor 20 tahun
2003 bab II pasal 3.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan
formal, non-formal dan informal.
1. Pendidikan Formal
Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 merupakan
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya.
Pendidikan formal didefinisikan sebagai jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi.
2. Pendidikan Non-Formal
Pendidikan Non Formal dapat didefinisikan sebagai jalur
pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan non-formal paling banyak terdapat
pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman
Pendidikan Al Quran, yang banyak terdapat di Masjid dan Sekolah
Minggu, yang terdapat di Gereja. Selain itu juga bebagai kursus,
diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
Sebagai sasarannya, pendidikan non-formal diselenggarakan bagi
19
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Fungsi dari pendidikan non-formal itu sendiri yakni
mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C,
serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM),
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim,
sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
3. Pendidikan Informal
Pendidikan menurut Undang-Undang No 23 Tahun 2003 adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan secara
mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggungjawab.9 Hasil
pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan
non-formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standart nasional
pendidikan.
9 Suprijanto, Landasan Pendidikan, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 2005),
20
Alasan pemerintah menggagas pendidikan informal adalah:
Pendidikan dimulai dari keluarga
Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional dimulai dari keluarga
Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara
informal.
Anak harus dididik dari sejak ia dilahirkan.
Terdapat perbedaan mendasar antara Pendidikan formal, pendidikan
non-formal dan pendidikan innon-formal. Diantaranya yakni:
Pendidikan Formal Pendidikan Non-formal Pendidikan Informal
- Tempat pembelajaan di gedung sekolah.
- Ada persyaratan khusus untuk menjadi peserta didik.
- Kurikulumnya jelas.
- Materi pembelajaran bersifat akademis.
- Proses pendidikannya memakan waktu yang lama.
- Ada ujian formal
- Penyelenggara
- Tempat pembelajarannya bisa di luar gedung
- Kadang tidak ada persyaratan khusus.
- Umumnya tidak memiliki jenjang yang jelas.
- Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani.
- Bersifat praktis dan khusus.
- Pendidikannya berlangsung singkat
- Tempat pembelajaran bisa diman saja.
- Tidak ada persyaratan.
- Tidak berjenjang
- Tidak ada program yang direncanakan secara formal
- Tidak ada materi tertentu yang harus tersaji secara formal
- Tidak ada ujian
21
pendidikan adalah pemerintah atau swasta.
- Tenaga pengajar memiliki klasifikasi tertentu.
- Diselenggarakan dengan administrasi yang seragam.
- Terkadang ada ujian
- Dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta.
B. Konsep Pendidikan Keluarga
Seorang anak akan tumbuh dengan baik manakala ia memperoleh
pendidikan secara menyeluruh, agar kelak menjadi manusia yang berguna
bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama, oleh sebab itu makna pendidikan
tidaklah semata-mata hanya menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba
ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu.
Di dalam lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan
yang pertama dan utama, karena dalam keluarga inilah anak mendapatkan
bimbingan dan pendidikan. Keluarga juga dapat menjadi wadah partama dan
utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Apabila suasana dalam
22
Jika sebaliknya tentu akan terhambatlah pertumbuhan anak tersebut. Sehingga
pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah keluarga.10
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga.
Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat,
dalam Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Indonesia tidak terbatas
pendidikan keluarga saja, melainkan turut serta bertanggung jawab terhadap
pendidikan lainnya. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan
memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan.11
Lingkungan keluarga sungguh-sungguh merupakan pusat pendidikan yang
paling penting dan menentukan, karena itu tugas pendidikan adalah mencari
cara, membantu para orang tua dalam mendidik anak-anaknya dengan
optimal. Keluarga juga membina dan mengembangkan perasaan sosial anak
seperti menghargai kebenaran, toleransi, hidup hemat, hidup sehat, saling
tolong menolong, dll.12
10 Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV
Ruhama, 1995), h.47.
23
Pendidikan dalam keluarga mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan dalam pembentukan karakter individu anak. Hal tersebut dapat
diwujudkan dengan adanya motivasi dan rangsangan kepada anak dalam
memahami, menerima dan meyakini serta mengamalkan ajaran Islam. Namun
jika di lingkungan keluarga terdapat pengaruh yang negatif seperti
menghalangi atau kurang menunjang anak dalam memahami, menerima dan
meyakini ajaran agama Islam tersebut, maka perlu penanaman ajaran
keimanan terlebih dahulu secara mendasar, dengan begitu orang tua akan
lebih mudah membentuk anak untuk mencapai akhlak yang mulia.13
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan keluarga ini adalah suatu
tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan sosial, sehingga
bolehlah dikatakan bahwa keluarga itulah tempat pendidikan yang lebih
sempurna sifat dan wujudnya daripada pusat lain-lainnya, untuk
melangsungkan pendidikan kearah kecerdasan budi pekerti dan sebagai
persediaan hidup kemasyarakatan.14
Dalam sejarah perkembangan Islam juga dapat diketahui bahwa
sebelum berdakwah kepada masyarakat luas, Rasulullah SAW, diperintahkan
untuk berdakwah kepada anggota keluarga dan kerabat dekatnya. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi keagamaan dan keselamatan keluarga harus
lebih diprioritaskan. Pada hakekatnya dari kebaikan dan keselamatan keluarga
akan muncul kebaikan dan keselamatan masyarakat dan negara. Hal ini sesuai
13 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, h.319-320.
14 Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Taman
24
dengan firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Tahrim ayat: 06. Dia menyerukan
kepada orang-orang beriman untuk menjaga keselamatan keluarganya dari api
neraka.
ُسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﻫُدﻮُﻗَو اًرﺎَﻧ ْﻢُﻜﻴِﻠْﻫَأَو ْﻢُﻜَﺴُﻔْـﻧَأ اﻮُﻗ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ
15
ُةَرﺎَﺠِْﳊاَو
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Q.S. al-Tahrim/66: 06)
Dalam ayat tersebut, Allah telah memerintahkan kepada orang-orang
yang beriman agar memelihara dirinya dan keluargnya yang terdiri dari istri,
anak, saudara, kerabat, hamba sahaya untuk taat kepada Allah. Dan agar ia
melarang dirinya beserta semua orang yang berada dibawah tanggung
jawabnya untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah. Supaya ia
mengajar, mendidik dan memimpin mereka dengan perintah Allah. Ini
merupakan kewajiban setiap muslim untuk mengajarkan kepada orang yang
berada di bawah tanggung jawabnya segala sesuatu yang telah diwajibkan
dan dilarang oleh Allah. Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa atas dasar
tugas atau kedudukannya, orang tua mempunyai kewajiban mendidik
anak-anaknya sebagai upaya dalam memelihara dirinya dan keluarganya dari api
neraka. Oleh karena itu ayat tersebut dapat dijadikan dasar untuk pendidikan
anak dalam keluarga.
15 Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemah, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989),
25
Berdasarkan pemaparan di atas bahwa pendidikan keluarga
merupakan tanggungjawab orang tua kepada anak, sebab anak merupakan
amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, dirawat dan diperhatikan segala
kebutuhannya, baik jasmani maupun rohani. Hal tersebut dikarenakan
ketidakmampuan seorang anak dalam memelihara dirinya seorang diri. Sebab
sejatinya anak terlahir dalam kondisi serba tidak berdaya, belum mengerti
apa-apa dan belum dapat menolong dirinya, oleh sebab itu ia bergantung
kepada orang-orang terdekatnya terutama kedua orang tuanya.
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Keluarga 1. Dasar
Dasar pendidikan anak di sini merupakan pandangan yang
mendasari seluruh aktifitas dalam mendidik anak, baik dalam rangka
penyusunan teori, perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Dalam
hal ini, lebih difokuskan pada pendidikan dalam keluarga yang berada di
bawah tanggung jawab kedua orang tuanya. Oleh sebab itu maka tentunya
orang tua mempunyai dan memerlukan landasan untuk memberikan arah
bagi pendidikan anaknya. Dasar adanya kewajiban orang tua untuk
mendidik anak-anaknya adalah yakni terdapat dalam firman Allah SWT
26
َو اًرﺎَﻧ ْﻢُﻜﻴِﻠْﻫَأَو ْﻢُﻜَﺴُﻔْـﻧَأ اﻮُﻗ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ
ُسﺎﱠﻨﻟا ﺎَﻫُدﻮُﻗ
16
ُةَرﺎَﺠِْﳊاَو
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (Q.S. al-Tahrim/ 66:6)
Dalam ayat di atas, Allah telah memerintahkan kepada orang-orang
yang beriman agar memelihara dirinya dan keluarganya yang terdiri dari
istri, anak, saudara, kerabat, hamba sahaya untuk taat kepada Allah SWT.
Dan agar dapat menjauhkan dirinya beserta keluarganya untuk tidak
melakukan hal yang dilarang oleh Allah SWT seperti kemaksiatan. Agar
ia mendidik dan mengajar dengan perintah Allah. Ini merupakan
kewajiban setiap muslim untuk mengajarkan untuk melaksanakan segala
sesuatu yang menjadi perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya.17 Ayat tersebut pula mengisyaratkan bahwa sebagai orang tua yang
memiliki kedudukan berkewajiban mendidik anak-anaknya sebagai
upaya dalam menjaga diri dan keluarganya dari siksa neraka. Oleh sebab
itu ayat tersebut dapat dijadikan sebagai sebagai dasar untuk pendidikan
dalam keluarga.
16 Ibid.
17 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid IV (Jakarta: Gema
27
2. Tujuan
Tujuan merupakan apa yang dicanangkan oleh manusia, dijadikan
sebagai pusat perhatian dan demi merealisasikannya dengan cara menata
tingkah lakunya.18
Pada dasarnya tujuan pendidikan dalam keluarga adalah
menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang anak sedari kecil.
Dalam hal ini tujuan tersebut dapat terbagi dalam tiga aspek utama, yaitu
dari aspek pribadi, moral, dan sosial.
a) Aspek Pribadi
Pada aspek ini, tujuan dari pendidikan itu sendiri adalah
mengajarkan kepada anak agar kedepannya menjadi pribadi yang
bertanggung jawab. Bertanggung jawab dalam artian anak kelak
mampu menjadi individu yang dapat menjaga nama keluarga dan
membanggakan bagi kedua orang tua.
b) Aspek Moral
Pendidikan dalam keluarga penting untuk memberikan bekal moral
bagi anak. Keluarga adalah tempat awal pendidikan dimulai.
Pendidikan moral dalam keluarga tidak hanya berisi penyampaian
mengenai apa yang salah. Anak pasti juga akan melihat tingkah laku
orang tuanya.
18 Abdurrahman an-Nahlawi, Usul al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa Asalibuha, Terj. Herry
28
c) Aspek Sosial
Tujuan yang ingin dicapai oleh aspek ini adalah menciptakan
generasi yang berguna tidak hanya bagi dirinya sendiri, namun juga
bagi lingkup sosial yang lebih besar. Sejak dini anak telah ditanamkan
nilai-nilai luhur agar mampu menjadi pribadi yang baik kedepannya.
Bekal yang ditanamkan dari orang tua bertujuan agar anak memiliki
kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya. Tujuan pendidikan dalam
keluarga akan tercapai ketika orang tua juga belajar untuk
bertanggung jawab dengan perbuatannya agar semua aspek
pembelajaran dapat diterima oleh anak dengan baik.
Sebagai karakteristik pendidikan anak yang bercorak Islami, maka
tentunya dalam perumusan tujuan pendidikannya mengacu dan berpijak
pada hukum-hukum ajaran Islam. Dalam konsep Islam, anak dilahirkan
dalam keadaan yang suci, tetapi secara pengetahuan ia belum tahu
apa-apa. Namun mereka telah dianugerahkan oleh Allah yaitu berupa alat
indera, akal dan hati.19 Di sinilah pentingnya pendidikan bagi anak untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
29
Sebagaimana disebutkan dalam Hadits Nabi:
َﺮُﻫ ِْﰊَأ ْﻦَﻋ
ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﷲا ﻰﱠﻠَﺻ ِﻪّﻠﻟا ُلْﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ ُﻪْﻨَﻋ ﻪﱡﻠﻟا َﻲِﺿَر َةَﺮْـﻳ
ْﻮُـﻳ ٍدْﻮُﻟْﻮَﻣ ﱡﻞْﻛ َﻢﱠﻠَﺳَو
ِﻪِﻧاِﺮﱢﺼَﻨُـﻳْوَأ ِﻪِﻧاَدﱢﻮَﻬُـﻳ ُﻩاَﻮَـﺑَﺄَﻓ ِةَﺮْﻄِﻔْﻟا ﻰَﻠَﻋ ُﺪَﻟ
20
(دواد ﻮﺑأ ﻩاور) ِﻪِﻧﺎَﺴﱢﺠَُﳝْوَأ
“Dari Abu Hurairah, sesungguhnya dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bersabda: setiap kelahiran (anak yang lahir) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Abu Daud).”
Hadits tersebut menjelaskan bahwa peran orang tua dalam keluarga
terhadap anak sangatlah mendasar. Lingkungan disekitar anak secara
tidak sadar merupakan alat pendidikan meskipun peristiwa sekeliling
anak tidak ada unsur kesengajaan namun keadaan tersebut mempunyai
pengaruh terhadap pendidikan baik positif maupun negatif.
Adapun tujuan pendidikan anak dalam Islam dapat dilihat dari
kesimpulan Muhammad Fadllil al-Jamali. Ia menyimpulkan bahwa
tujuan pendidikan anak berdasarkan al-Qur’an adalah:21
a) Mengenalkan anak akan perannya di antara sesama manusia dan
tanggungjawab pribadinya di dalam hidup.
b) Mengenalkan anak-anak terhadap interaksi sosial dan tanggung
jawabnya dalam tata kehidupan.
20 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, (Maktabah Syamilah), versi 1, jilid 4, h.229. 21 Muhammad Fadlli al-Jamali, al-Falsafah at-Tarbiyah fi al-Quran, Terj. Judi
30
c) Mengenalkan anak tentang memahami hikmah akan terciptanya alam
serta bagaimana cara memanfaatkannya.
d) Mengenalkan anak akan pencipta alam ini (Allah) dan
memerintahkan beribadah kepada-Nya.
Dari pemaparan keempat tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendidikan anak yang diberikan dalam lingkungan keluarga oleh orang
tuanya, bertujuan untuk membentuk anak menjadi manusia yang bertaqwa
kepada Allah dan memperoleh keridhaan-Nya.
Berdasarkan rumusan tujuan diatas, maka dapat diformulasikan bahwa
tujuan pendidikan anak adalah untuk mengembangkan potensi-potensi (fitrah)
anak sehingga terbentuk kepribadian manusia Kamil yang mengabdi kepada
Allah SWT. Serta mampu mengemban amanat Allah sebagai khalifah di
muka bumi. Dengan demikian tujuan pendidikan tersebut selaras dengan
tujuan diciptakannya manusia oleh Allah yaitu untuk menjadi khalifah di
muka bumi. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Baqarah ayat 30 yang
berbunyi:
22
ًﺔَﻔﻴِﻠَﺧ ِضْرﻷا ِﰲ ٌﻞِﻋﺎَﺟ ﱢﱐِإ ِﺔَﻜِﺋﻼَﻤ ْﻠِﻟ
َﻚﱡﺑَر َلﺎَﻗ ْذِإَو
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".” (Q.S. al-Baqarah: 30)
Di samping untuk mengabdi kepada Allah, tujuan Allah menciptakan
manusia itu dapat diketahui dari firman Allah yang berbunyi:
31
23
ِنوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﻻِإ َﺲْﻧﻹاَو
ﱠﻦِْﳉا ُﺖْﻘَﻠَﺧ ﺎَﻣَو
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. al-Dzariyat: 56)
Dengan demikian jelas bahwa tujuan pendidikan anak dalam keluarga
adalah selaras dan sejalan dengan tujuan diciptakannya manusia. Yaitu
terbentuknya insan kamil, yang mengabdi kepada Allah dan mampu menjadi
khalifah di muka bumi.
Berpedoman pada pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan anak adalah agar anak menjadi muttaqin, insan yang
berkepribadian muslim dan insan kamil. Kesemuanya itu menghendaki insan
yang mengabdi kepada Allah SWT secara tulus. Sehingga dalam
perwujudannya baik perilaku lahir, kegiatan-kegiatan jiwanya, sikap, minat,
falsafah hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian serta
penyerahan dirinya kepada Allah.
D. Telaah Hadits-Hadits Nabi SAW Tentang Pendidikan Keluarga
Tahapan seorang manusia dapat dikatakan sebagai individu yang
dapat berdiri sendiri dan pada umumnya disebut sebagai seorang anak, harus
melalui beberapa proses yang cukup panjang yaitu:
1. Masa dalam Kandungan (Prenatal)
Dalam masa ini pendidikan yang dilakukan oleh calon ayah dan
ibu pada saat masih dalam kandungan. Orang tua melakukan pendidikan
terhadap calon anak secara lahir dan batin. Setelah diketahui
32
perkembangan anak dalam kandungan mulai beberapa tahap. 40 hari
pertama masih embrio belum terlihat bentuknya, 40 hari kedua menjadi
arah kental (alaqah) mulai tampak permulaan munculnya wajah
panjangnya sekitar 2,5 cm, 40 hari ketiga menjadi segumpal daging
(mudghah) panjang sekitar 12,5 cm, mulai terbentuk manusia. Jari-jari
tangan dan kaki serta alat kelamin eksternal terbentuk. Setelah sempurna,
turunlah malaikat untuk meniupkan roh disertai catatan empat perkara
yakni: rezeki, umur, amal dan nasib.24 Rasulullah saw bersabda:
َﺣ ِﻊﻴِﺑﱠﺮﻟا ُﻦْﺑ ُﻦَﺴَْﳊا ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ
ِﻦَﻋ ِﺶَﻤْﻋَﻷا ِﻦَﻋ ِصَﻮْﺣَﻷا ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪ
ْﻳَز
َﺣ ِﷲا ُﺪْﺒَﻋ َل ﺎَﻗ ٍﺐْﻫَو ِﻦْﺑ ِﺪ
ِﷲا لﻮُﺳَر َﻦَﺛﱠﺪ
–
ﻪﻴﻠﻋ ﷲا ﻰﻠﺻ
ﻢﻠﺳو
–
ْﻢُﻛ َﺪَﺣَا ﱠنِا : لﺎَﻗ ُقوُﺪْﺼَﻤْﻟا ُقِدﺎﱠﺼﻟا َﻮُﻫَو
ُﻪُﻘْﻠَﺧ ُﻊَﻤُْﳚ
َـﻳ َْﲔِﻌَﺑْرَا ِﻪﱢﻣُأ ِﻦْﻄَﺑ ِﰲ
ُﻞَﺳْﺮُـﻳ ﱠُﰒ َﻚِﻟاَذ َﻞْﺜِﻣ ًﺔَﻘَﻠَﻋ ُنْﻮُﻜَﻳ ﱠُﰒ ًﺔَﻔْﻄُﻧ ﺎًﻣْﻮ
ْﻴِﻓ ُﺦَﻔْـﻨَـﻴَـﻓ ُﻚَﻠَﻤْﻟا ِﻪْﻴَﻟِا
ُـﻳَو ُحْوﱡﺮﻟا ِﻪ
يرﺎﺨﺒﻟا ﻩاور) ٍتﺎَﻤِﻠَﻛ ِﻊَﺑْرَﺄِﺑ ُﺮَﻣْﺆ
25(ﻢﻠﺴﻣو
“Sesungguhnya, seorang dari kalian dikumpulkan
penciptaannya dalam rahim ibu selama 40 hari menjadi mani. Kemudian menjadi segumpal darah selma itu pula. Menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya diutuslah malaikat untuk meniup roh atasnya serta menulis empat ketetapan, yakni: rezeki, umur, amal dan nasibnya.”
Dari hadits tersebut menjelaskan bahwa Allah menciptakan
manusia dari (saripati) tanah, setelah itu fase berikutnya adalah:
24 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h.27.
25 Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih Bukhari, (Maktabah Syamilah), versi 1, jilid
33
a) Fase Nutfah yaitu fase terpancarnya air mani ke dalam vagina (rahim
perempuan) kemudian terjadilah pembuahan (yaitu bertemunya sel
sperma dan sel telur). Pada fase ini sel sperma tersebut kemudian
mengental.
b) Fase Alaqah adalah fase pembentukan manusia berupa segumpal
darah meski demikian jaringan orang tubuh sudah mulai terbentuk.
c) Fase Mudhgah adalah fase pembentukan manusia berupa segumpal
daging. Pada fase ini sudah berupa janin yang sudah sempurna dan
bernyawa dengan ditiupkan ruh oleh malaikat, setelah itu janin
tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya hingga waktunya
untuk dilahirkan ke dalam dunia ini.26
2. Masa Bayi dan Menyusui
Masa ini disebut juga Masa Radhi, berkisar antara umur 0 sampai 2
tahun dan Masa Fathim yaitu masa ketika anak disapih (dilepas dari ASI)
waktu anak berumur 2 tahun. Masa bayi berlangsung sejak dilahirkan
sampai berumur 2 tahun, pada masa bayi inilah seorang ibu dianjurkan
untuk menyusui anaknya sampai genap umur 2 tahun, sesuai firman Allah
SWT:
ِﰲ ُﻪُﻟﺎَﺼِﻓَو ٍﻦْﻫَو ﻰَﻠَﻋ ﺎًﻨْﻫَو ُﻪﱡﻣُأ ُﻪْﺘَﻠََﲪ ِﻪْﻳَﺪِﻟاَﻮِﺑ َنﺎَﺴْﻧﻹا ﺎَﻨْـﻴﱠﺻَوَو
27
ُﲑِﺼَﻤْﻟا ﱠَﱄِإ َﻚْﻳَﺪِﻟاَﻮِﻟَو ِﱄ ْﺮُﻜْﺷا ِنَأ ِْﲔَﻣﺎَﻋ
26 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Cet 1 (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), h.61.
34
“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapak; ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Q.S. Luqman/31:14).
Berikut adalah pola umum pertumbuhan dan perkembangan sejak
lahir sampai usia 1 tahun dengan saran yang sebaiknya dilakukan oleh
orang tuanya:
a) Umur 0-1 bulan
Waktu lebih banyak untuk tidur, beberapa kali menggeliat dan
menyusu. Pada masa ini jangan biarkan bayi kedinginan.
b) Umur 1-2 bulan
Lebih sering terjaga. Mulai dapat mendesis, dapat melihat benda
sekeliling. Coba biasakan bayi dengan udara di luar rumah.
c) Umur 2-3 bulan
Mulai mengedip-ngedipkan mata. Ada yang mulai mengangkat
badanya dan tengurap. Pada masa ini ibu jangan selalu memegang si
bayi, biarkan dia bergerak sendiri.
d) Umur 3-4 bulan
Tertawa dan mulai menghisap jarinya. Mulai dapat mengangkat
kepala sedikit lebih tinggi. Hentikan pemberian susu di waktu malam,
35
e) Umur 4-5 bulan
Mulai dapat memegang. Mulai dapat mengenal ibu sendiri daripada
orang lain. Mulai dapat tengkurap.
f) Umur 5-6 bulan
Memasukkan apa saja yang dipegang ke dalam mulut. Dapat
mengubah sendiri posisi tidur. Mulai mengenal orang. Diharapkan
dapat menjauhkan barang-barang berbahaya yang dapat dijangkau
bayi.
g) Umur 6-7 bulan
Mulai dapat berdiri sejenak. Dapat memindahkan mainan dari tangan
satu ke tangan lain. Pada masa ini kekebalan yang dimiliki sejak lahir
mulai berkurang.
h) Umur 7-8 bulan
Gigi mulai tumbuh. Merespon bila namanya dipanggil. Mulai dapat
memegang mainan dengan kedua tangan. Sediakan makanan untuk
disuapkan dua kali sehari.
i) Umur 8-9 bulan
Mulai dapat meniru orang. Ada yang sudah mulai merangkak, apabila
ini terjadi diharapkan para orang tua hati-hati supaya bayi tidak
sampai mendekati tempat berbahaya.
j) Umur 9-10 bulan
Dapat merangkak lebih kuat dan mantap. Ada bayi yang mulai dapat
36
biskuit, dan sejenisnya. Pada masa inilah saat terbaik untuk latihan
menggunakan toilet.
k) Umur 10-11 bulan
Dapat berdiri tegak dengan pegangan. Ada bayi yang mulai dapat
berjalan dengan pegangan. Mulai dapat mengucapkan kata-kata
papa-mama atau ayah-ibu, dll. Orang tua agar lebih hati-hati karena pada
masa ini anak mulai dapat bergerak ke sana ke mari.
l) Umur 11-12 bulan
Dapat mengucapkan kalimat pendek. Pada masa ini kenalkan bayi
dengan kalimat yang baik (kalimat thayyibah) dan nama-nama benda
sekitar. Mulai pula menyuapkan nasi secara teratur tiga kali sehari
membiarkan anak makan sendiri.28
3. Masa Anak/Kanak-kanak
Masa ini disebut juga sebagai masa Shabi, berlangsung dari usia 2
tahun sampai dengan 12 tahun, pada masa inilah anak mulai lebih
mengenal keadaan lingkungan sekitar, bermain, sekolah di playgroup,
Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar sampai tamat.
Masa ini merupakan masa pembentukan pribadi dan karakter anak
yang ditandai dengan pertumbuhan fisik dan psikis anak yang pesat. Oleh
sebab itu pada masa ini peran keluarga sangat penting dalam membentuk
37
kemandirian serta rasa tanggung jawab pada diri anak.29 Sebagaimana
hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
ْﻦَﻋ ٍﺐْﻴَﻌُﺷ ِﻦْﺑ وٍﺮْﻤَﻋ ْﻦَﻋ
ﻰﱠﻠَﺻ ِﷲا ُلْﻮُﺳَر َلﺎَﻗ َلﺎَﻗ ِﻩﱢﺪَﺟ ْﻦَﻋ ِﻪْﻴِﺑَأ
َو ِةَﻼﱠﺼﻟﺎِﺑ ْﻢُﻛَدَﻻْوَأ ْوﱡﺮُﻣ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﷲا
َْﲔِﻨِﺳ ِﻊْﺒَﺳ ُءﺎَﻨْـﺑَأ ْﻢُﻫ
ﺎَﻬْـﻴَﻠَﻋ ْﻢُﻫْﻮُـﺑِﺮْﺿاَو
َـﺑ اْوﱡﺮِﻓَو ٍﺮْﺸَﻋ ُءﺎَﻨْـﺑَأ ْﻢُﻫَو
ِﻊ ِﺟﺎَﻀَﳌا ِﰱ ْﻢُﻬَـﻨْـﻴ
30(ةﻼﺼﻟا بﺎﺘﻛ ﰲدواد ﻮﺑأ ﻪﺟﺮﺧأ)
“Dari ‘Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Perintahkan anak-anakmu menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka”.
Dari hadits di atas tampak sebuah metode pendidikan anak yaitu:
Pertama, perintah anak untuk melakukan shalat pada usia 7 tahun. Kedua,
setelah usia 10 tahun, bila seorang anak masih terlihat belum
melaksanakan sholat, padahal orang tua sudah mengingatkannya orang
tua boleh dengan peringatan yang agak keras yaitu memukul anak
tersebut pada bagian yang tidak membahayakan. Ketiga, pada masa ini
anak menginjak usia puber (baligh), maka diantara mereka harus sudah
dipisahkan tempat tidurnya. Pada fase ini pendidikan dan pengarahan
orang tua sangat penting karena anak memiliki kecenderungan untuk lebih
mudah terpengaruh oleh temannya dari pada orangtua dan anggota
keluarga lainnya, kecenderengan ini akan hilang setelah anak memasuki
masa remaja.
29 Heri Jauhari Muchtar,..., h.66-67.
38
Berikut ini adalah ciri-ciri perkembangan masa kanak-kanak:
a) Pra Sekolah (2-6 tahun)
1. Ingin berkembang menjadi independen, mandiri, dan tidak ingin
ditolong
2. Mulai memasuki lingkungan di luar rumah
3. Proses persiapan memasuki Sekolah Dasar
4. Terjadi perkembangan sikap sebagai bekal pergaulan
Masa ini ditandai pula dengan perilaku anak suka berkumpul atau
berkelompok, menjelajah, bertanya, dan meniru.
b) Sekolah Dasar
1. Masa Anak Usia 6-9 tahun:
- Ada kecenderungan memuji diri sendiri
- Kalau tidak menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap
tidak penting
- Pada masa ini anak menghendaki (angka) rapor yang baik,
tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi
nilai baik atau tidak.
2. Masa Anak usia 9-12 tahun:
- Dalam bermain mempunyai peraturan sendiri
- Sangat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar.
- Minat tertuju pada kehidupan praktis konkrit sehari-hari
39
Pada masa sekolah dasar pada umumnya dikenal dengan masa
berkelompok dan penyesuaian diri. Bagi orang tua usia ini sebagai
masa sulit, karena pendapat kelompok lebih diikuti daripada orang
tua.
Sedangkan bagi pendidik masa usia tersebut sangat
memerlukan pendidikan agama, anak harus dipisah dari tempat tidur
bersama orang tuanya. Mulai dikenalkan ucapan, sifat dan perbuatan
apa saja yang baik dan apa saja yang buruk. Selanjutnya anak dilatih
untuk melaksanakan rukun Islam, yakni syahadad, shalat, puasa,
membayar zakat dan mulai mengenal ibadah haji.
4. Masa Remaja
Masa remaja disebut juga masa Ghulam. Masa dimana disebut
sebagai masa peralihan (transisi) dari masa anak-anak ke masa dewasa.
Secara fisik terlihat sudah menyerupai dewasa, namun secara psikis ia
belumlah dewasa. Usia pada masa remaja ini berkisr antara 12-20 tahun.
Secara biologis masa remaja ditandai dengan perubahan bentuk
fisik yang sangat pesat, seperti perubahan suara, tumbuhnya bulu pada
bagian terentu, tumbuhnya jakun (pada pria), mulai membesarnya organ
tubuh tertentu (pada wanita), serta fungsinya organ-organ seksual baik
pada pria maupun wanita.
Pada masa ini seringkali remaja bersifat mencoba hal-hal baru dan
mulai memiliki seseorang atau tokoh yang dijadikan sebagai idola atau
40
pencarian dan pembentukan karakter. Namun hal tersebut tidak semuanya
bersifat positif, ada pula yang malah melakukan
penyimpangan-penyimpangan akibat lepasnya kendali dari orang tua mereka, misalnya
perkelahian, tindak kriminal, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas,
dll. Disinilah peran orangua pendidik dan pemerintah sangat penting agar
remaja tidak terjerumus dalam perbuatan negatif.
Dalam menyikapi hal tersebut, perlu adanya kebutuhan akan
perhatian khusus untuk remaja, diantaranya adalah:
a) Kebutuhan akan kasih sayang
b) Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok
c) Kebutuhan mandiri
d) Kebutuhan untuk berprestasi
e) Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain
f) Kebutuhan untuk dihargai
g) Kebutuhan untuk memperoleh fasilitas hidup
Tentu semua kebutuhan tersebut tidak lepas dari peran orang tua
yang membimbing dan mendidik putra-putrinya agar tumbuh sesuai
dengan fitrahnya, yakni dengan pendidikan agama Islam.31
5. Masa Dewasa
Masa ini disebut juga masa Syab, berkisar antara umur 21-40
tahun. Bagi mereka yang sudah mencapai masa ini sebenarnya sudah
mencapai usia menikah, dengan syarat apabila sudah mampu dalam hal
41
fisik, psikis dan materi. Pada masa dewasa ini ada beberapa ciri utama
yaitu matang (secara fisik maupun psikis), mandiri (tidak bergantung
kepada orang lain), dan bertanggungjawab pada setiap apa yang telah dia
lakukan.
Selain itu ada beberapa kemampuan atau hal-hal yang sudah
seharusnya dimiliki dan dilakukan oleh orang dewasa yaitu:
a) Memiliki teman bergaul
b) Belajar hidup bersama dengan suami/istri
c) Mulai hidup dalam keluarga
d) Belajar mengasuh anak-anak
e) Mengelola rumah tangga
f) Mulai bekerja dalam suatu jabatan
g) Mulai bertanggungjawab sebagai warga Negara secara layak
h) Memperoleh kelompok sosial yang sesuai dengan nilai-nilai
pemahamannya.
Apabila diperhatikan kedelapan kemampuan tersebut hampir
seluruhnya merupakan tugas dan kewajiban sebagai orang tua dalam
keluarga. 32
6. Masa Tua
Menurut para ahli psikologi, khususnya para ahli psikologi
perkembangan, masa ini merupakan masa akhir kehidupan manusia. Masa
tua berlangsung antara 60 tahun hingga meninggal dunia. Masa ini
42
ditandai dengan perubahan-perubahan kemampuan motorik yang semakin
menurun.33
Keadaan masa tua digambarkan dalam Al-Quran dan Hadits, antara
lain sebagai berikut:
ﱠﻦَﻐُﻠْـﺒَـﻳ ﺎﱠﻣِإ ﺎًﻧﺎَﺴْﺣِإ ِﻦْﻳَﺪِﻟاَﻮْﻟﺎِﺑَو ُﻩﺎﱠﻳِإ ﻻِإ اوُﺪُﺒْﻌَـﺗ ﻻَأ َﻚﱡﺑَر ﻰَﻀَﻗَو
ُﺪَﺣَأ َﺮَـﺒِﻜْﻟا َكَﺪْﻨِﻋ
ْﻞُﻗَو ﺎَُﳘْﺮَﻬْـﻨَـﺗ ﻻَو ﱟفُأ ﺎَﻤَُﳍ ْﻞُﻘَـﺗ ﻼَﻓ ﺎَُﳘﻼِﻛ ْوَأ ﺎَُﳘ
34
ﺎًﳝِﺮَﻛ ﻻْﻮَـﻗ ﺎَﻤَُﳍ
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’:23).
Dan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yang artinya:
“Peliharalah kasih sayang orangtuamu, janganlah engkau putuskan jika
engkau putuskan, maka Allah akan memadamkan cahayamu.”
Maksud hadits di atas berbuat baik pada orangtua itu diwajibkan
oleh Allah SWT kepada setiap manusia, dan barang siapa tidak
mengacuhkan orangtuanya (putus hubungan) maka dikemudian hari Allah
menghapuskan cahaya dari mereka atau mereka tidak dapat petunjuk dan
tidak mendapat pertolongan Allah SWT.
33 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006), h.45.
43 BAB III
KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT KI HAJAR DEWANTARA
A. Biografi Ki Hajar Dewantara
Raden Mas Soewardi Soeryaningrat terlahir di Yogyakarta pada
tanggal 2 Mei 1889, bertepatan dengan 1330 H dan wafat pada 26 April 1959
(berusia 70 tahun). Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun
Caka, berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Sejak saat itu ia tidak lagi
menggunakan gelar kebangsaannya di depan namanya. Hal ini dimaksudkan
supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.
Dilihat dari leluhurnya, ia adalah putra dari Suryaningrat, putra Paku
Alam III. Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai dengan perjuangan dan
pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di
ELS (Sekolah Dasar Belanda), kemudian sempat melanjutkan ke Sekolah
Guru (Kweek School), tetapi belum sempat menyelesaikannya, ia pindah ke
STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputra), tapi tidak sampai tamat pula karena
sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara
lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Koem Moeda,
44
Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotok sehingga mampu
membangkitkan semangat antiokolonial bagi pembacanya.1
Pada tahun 1912, nama Ki Hajar Dewantara dapat dikategorikan
sebagai tokoh muda yang mendapat perhatian Cokroaminoto untuk
memperkuat barisan Syarikat Bandung Islam cabang Bandung. Oleh karena
itu, ia bersama dengan Wignyadisastra dan Abdul Muis, yang masing-masing
diangkat Ketua dan Wakil Ketua, Ki Hajar Dewantara diangkat sebagai
sekretaris. Namun keterlibatannya dalam Syarikat Islam ini terhitung singkat,
tidak genap satu tahun. Hal ini terjadi, karena bersama dengan Douwes
Dekker (Danudirja Setyabudhi) dan Cipto Mangunkusumo, ia diasingkan ke
Belanda (1913) atas dasar orientasi politik mereka yang cukup radikal.
Kemudian alasan lain yakni Ki Hajar jauh lebih mengaktifkan dirinya pada
program Indische Partij (Partai politik pertama yang beraliran nasionalisme
Indonesia) yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan
untuk mencapai Indonesia merdeka.2
Sebagai tokoh pergerakan politik dan tokoh pendidikan nasional, Ki
Hajar Dewantara tidak hanya terlibat dalam konsep dan pemikiran melainkan
juga aktif sebagai pelaku yang berjuang membebaskan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda dan Jepang melalui pendidikan yang diperjuangkannya
melalui sistem Pendidikan Taman Siswa yang didirikan dan diasuhnya.
Sebagai tokoh Nasional pula yang disegani dan dihormati baik oleh kawan
maupun lawan, Ki Hajar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederha