• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert didalam Frekuensi Terkena Bullying (Studi Kepada Siswa SMA Negeri 3 Salatiga) T1 132007090 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert didalam Frekuensi Terkena Bullying (Studi Kepada Siswa SMA Negeri 3 Salatiga) T1 132007090 BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tipe Kepribadian

1. Definisi Tipe Kepribadian

Tipe kepribadian merupakan sikap yang khas dari individu dalam

berperilaku dan merupakan segala yang mengarah ke luar atau kedalam dirinya

sehingga dapat dibedakan dengan individu lain. Kepribadian seseorang menurut

Jung (dalam Loekmono,2003) terdiri dari sembilan sistem yang berlainan tetapi

terkait satu dengan lainnya, dan salah satu sistem itu adalah sikap Ekstrovert

Introvert. Kedua sikap ini terwujud dalam diri semua individu.

Jung (dalam Suryabrata, 1983) membedakan tipe kepribadian menjadi 2

jenis yaitu Ektraversion dan Intraversion, kedua tipe kepribadian tesebut

mengacu pada sejauh mana orientasi dasar seseorang diarahkan ke luar (dunia

luar) atau ke dalam diri individu. Apabila orientasi terhadap segala sesuatu

ditentukan oleh faktor faktor objektif faktor faktor luar, maka orang yang

demikian itu dikatakan mempunyai orientasi ekstrovert. Sebalikanya orang yang

mempunyai tipe dan orientasi introvers, yaitu orang yang dalam menghadapi

sesuatu faktor faktor yang berpengaruh adalah faktor subjektif, yaitu faktor

yang berasal dari dunia batin sendiri.

Individu Ekstrovert dan Introvert memiliki perbedaan dalam sikap

(2)

yang berlawanan ini ada dalam kepribadian seseorang tetapi salah satu dari

keduanya yang lebih dominan. Setiap individu tidak ada yang murni memiliki

satu tipe kepribadian Ekstrovert atau murni tipe kepribadian Introvert, meskipun

demikian individu dapat dikelompokan ke dalam salah satu dari bentuk tipe

kepribadian tersebut. Seseorang dapat digolongkan ke dalam salah satu dari

kepribadian ini berdasarkan pada jenis sikap yang lebih dominan dan lebih

berpengaruh pada dirinya.

2. Tipe kepribadian Ekstrovert

Ekstrovert adalah suatu kecenderungan sikap yang mengarahkan

kepribadian lebih cenderung ke luar dari pada ke dalam diri sendiri. Jung

(dalam Suryabrata, 1983) mengatakan bahwa ekstrovert adalah kepribadian

yang lebih dipengaruhi oleh dunia objektif, orientasinya terutama tertuju ke

luar. Pikiran, perasaan, serta tindakannya lebih banyak ditentukan oleh

lingkungan. Jung (Suryabrata, 1983) menyatakan bahwa dimensi orang

ekstovert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai orang yang terbuka,

periang, suka bergaul dengan orang lain, cenderung berinteraksi dengan

masyarakat dan tidak sensitif, menghadapi kehidupan sehari kurang serius,

tidak menyukai keteraturan, agresif, kurang bertanggungjawab, optimis,

implusif bersifat praktis dan penuh motif-motif yang dikoordinasi oleh

(3)

Seorang Ekstrovert bersikap positif terhadap lingkungannya. Bahaya

bagi individu ektrovert adalah apabila ikatan kepada dunia luar itu terlampau

kuat, sehingga ia tenggelam ke dalam dunia objektif, kehilangan dirinya atau

asing terhadap dunia subjektifnya sendiri. Kecenderungan semacam itu

membuat seorang Ekstrovert menjadi kurang sensitif atau peka terhadap

dirinya sendiri

Jung (dalam Suryabrata, 1983) percaya bahwa perbedaan tipe

kepribadian manusia dimulai sejak kecil, tanda awal dari perilaku ekstrovert

seorang anak adalah kecepatannya dalam beradaptasi dengan ketakutannya.

Seorang Ekstrovert sangat berani, Kadang ia mengarah pada sikap ekstrem

sampai pada tahap resiko. Segala sesuatu hal yang tidak diketahui selalu

memikat perhatiannya. Individu Ekstrovert adalah individu yang suka

diperhatikan, suka menganjurkan, berlebihan dipengaruhi orang lain, suka

bercerita yang kadang mengaburkan kebenaran dan suka menjadi pusat

perhatian.

3. Tipe kepribadian Introvert

Introvert adalah suatu sikap atau orientasi ke dalam diri sendiri.

Menurut Jung (dalam Suryabrata, 1983) gambaran individu yang termasuk

kecenderungan introvert adalah memperlihatkan kecenderungan bersifat diam,

introspektif dan reflektif, suka sibuk dengan diri sendiri, suka melamun, tidak

(4)

tersinggung, acuh tak acuh, teguh dalam pendirian, kemampuan kognitif

relatif tinggi, teliti tapi lambat dalam bekerja, penuh pertimbangan sebelum

bertindak, penuh jawaban dan taat pada norma sosial dan agama.

Secara singkat individu introvert adalah individu yang cenderung

menarik diri dari kontak sosial. Minat dan perhatiannya lebih terfokus pada

pikiran dan pengalamannya sendiri. Jung (dalam,Suryabrata, 2000)

menguraikan perilaku introvert sebagai orang pendiam, menjauhkan diri dari

kejadian-kejadian luar, tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang

berada di tengah orang banyak, merasa kesepian dan kehilangan di tengah

orang banyak. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri, menutup diri

terhadap pengaruh dunia luar (Naisaban, 2003).

Seorang Introvert memiliki penyesuain dengan batinnya sendiri

dengan baik. Bahaya Introvert ini adalah ketika jarak dengan dunia objektif

terlalu jauh, sehingga akan lepas dari dunia objektifnya, yang membuatnya

terasing dan kurang mampu menerima dengan baik dunia objektifnya. Dapat

disimpulkan bahwa individu dengan kecenderungan Introvert yang Ekstrem

akan merasa asing dengan dunia luar dan menjadikannya individu yang anti

sosial.

Seorang introvert dalam perilaku aktual digambarkan sebagai orang

yang pendiam, suka menjauhkan diri dari pergaulan, mudah murung,

cenderung menghindari masyarakat dan sensitif menghadapi kritik,

(5)

keteraturan, jarang agresif, dapat dipercaya, pesimis, depresif, hati hati,

rendah diri, mudah melamun, cenderung mempertahankan dirinya, kaku,

tegas,egois, lambat tetapi teliti, bersifat damai dan pasif. Salah satu tanda

introvert pada diri seorang anak adalah reflektif, bijaksana, tenggang rasa,

pemalu, bahkan takut pada objek baru.

4. Karakteristik kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Dua dimensi sikap tipe kepribadian adalah Ekstrovert dan Introvert.

Ekstrovert ditandai dengan mudah bergaul, terbuka, dan mudah mengadakan

hubungan dengan orang lain. Sedangkan introvert ditandai dengan sukar

bergaul, tertutup, dan sukar mengadakan hubungan dengan orang lain.

Karakteristik ekstrovert ditandai oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara,

impulsif, menyenangkan, aktif dan spontan, sedangkan introvert ditandai

dengan hal-hal kebalikannya.

Individu dengan kecenderungan Ekstrovert tampak lebih bersemangat,

mudah bergaul dan terkesan impusif dalam menampilkan tingkah laku.

Sedangkan individu yang cenderung Introvert akan lebih memeperhatikan

pikiran, suasana hati serta reaksi reaksi dalam diri mereka. Hal ini yang

membuat individu Introvert cenderung pemalu, memiliki control diri yang

kuat, dan memiliki keterpakuan terhadap hal hal yang terjadi dalam diri

mereka. Lebih jelasnya lagi penjabarkan komponen tipe kepribadian

(6)

kesukaan bergaul (sociability), keberanian mengambil resiko (risk taking),

penurutan dorongan kata hati (impulsiveness), pernyataan perasaan

(ekspressiveness), kedalaman berpikir (reflectiveness), dan tanggung jawab

(responsibility) seperti yang dapat dilihat pada table 2.1 berikut

Tabel 2.1

Indikator Tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert

(7)

berpendirian tetap. keputusan, teratur,

5. Pengukuran Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Ektrovert dan Introvert merupakan dua tipe kepribadian manusia yang

berbeda, seorang Ekstrovert terkesan lebih terbuka dan Seorang Introvert yang

terkesan tertutup. Dalam memahami ini sering kali terjebak dalam stikma

yang menyatakan bahwa seorang yang bertipe kepribadian Ekstrovert lebih

baik dari seorang dengan tipe kepribadian Introvert, Padahal kedua karakter

(8)

pergaulan individu Ektrovert memiliki banyak keuntungan tersendiri, individu

Ekstrovert mudah bergaul sehingga mempunyai banyak teman sedang

individu Introvert kebalikannya. Individu introvert sering kali disibukan

dengan dirinya sendiri dan kurang peka terhadap lingkungannya, dan pada

akhirnya lingkungannya juga tidak dapat menerima individu Introvert dengan

baik.

Seorang individu dengan tipe kepribadian Ekstrovert dapat berubah

menjadi seorang yang Introvert, dan begitu pula sebaliknya karena sikap

seseorang tidak bersifat permanen melainkan dinamis, artinya dapat berubah

sewaktu-waktu. Kepribadian dibentuk bukan oleh diri sendiri melainkan oleh

beberapa faktor seperti lingkungan sekitar,mood, teman, situasi sosial dan

lain sebagainya. Namun untuk perubahannya tidak dapat sekaligus dengan

tiba tiba melainkan membutuhkan proses dan waktu.

Kadar Ekstrovert dan Introvert masing masing individu juga

berbeda beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Misalnya individu A

dan B bisa saja sama-sama seorang introvert. Namun individu A memiliki

kadar Ekstrovert 55% sedangkan B 70%. Semakin tinggi persentasenya maka

sifat khas dari masing-masing tipe kepribadian itu akan semakin muncul

dominan. Kadar tersebut bisa berubah seiring waktu. Menurut Jung (dalam

Suryabrata,2000) berpendapat bahwa Ekstrovert dan Introvert merupakan dua

kutub dalam satu skala. Kebanyakan individu akan berada di tengah tengah

(9)

atau Introvert, artinya setiap individu memiliki kecenderungan Ekstrovert dan

Introvert dalam dirinya.

Untuk mengukur tipe kepribadian seseorang apakah Ekstrovert atau

Introvert dapat dilakukan dengan metode tes. Tes kepribadian (personality

test) adalah tes yang digunakan untuk mengukur kepribadian seseorang.

Dalam tes kepribadian tidak ada tipe yang bersifat negatif dan tidak ada pula

yang bersifat positif. Pengambilan keputusan terhadap hasil berdasarkan

pengukuran aspek aspek yang diukur dan hasilnya bersifat kuantitatif.

Pengukuran tipe keprribadian bersifat kompleks dan sangat tergantung pada

aspek yang diukur.

6. Tipe Kepribadian Korban Bullying

Pepler dan Craig (1988) mengidentifikasi beberapa faktor yang terkait

dengan korbanbullying. Secara internal, anak yang rentan menjadi korban

bullying biasanya memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak menyukai

situasi sosial (social withdrawal), secara garis besar Pepler dan Craig (1988)

menyimpulkan bahwa karakteristik tipe kepribadian korban Bullying adalah

mereka yang lebih cenderung Introvert dari pada Ekstrovert, karena seseorang

yang bertipe kepribadian Introvert cenderung pendiam, atau tidak banyak

bicara, menutup diri dan lemah sehingga lebih berpeluang untuk menjadi

(10)

Korban Bullying tidak hanya mereka yang mempunyai kepribadian

tertutup dan pasif terhadap dunia luar, tetapi juga mereka dengan kepribadian

yang terbuka dan aktif juga menjadi korban Bullying. Siswa yang cenderung

memiliki kepribadian terbuka dan aktif bisa menjadi korban Bullying dari

teman sebayanya. Mereka yang aktif dan terbuka cenderung berpotensi

menjadi korban Bullying (Wiyani, 2012). Baik kepribadian Ekstrovert atau

Introvert keduanya memiliki potensi yang sama untuk menjadi korban

Bullying, karena Bullying bisa menimpa siapa saja.

B. BULLYING

1. Definisi Bullying

Sejarah bullying dimulai sejak ratusan ribu tahun yang lalu saat

manusiaNeandrethaldigantikan oleh homo sapiensyang lebih kuat dan lebih

berkembang. Tema utama yang terekam dari sejarah sejarah mengenai

bullying adalah perilaku ekploitasi yang lemah oleh yang kuat, bukan secara

tidak sengaja namun secara sengaja dengan suatu tujuan. Sekalipun bullying

telah menjadi masalah selama berabad abad, bullying tidak mendapat

perhatian sampai tahun 1970. Adalah Profesor Dan Olweus (1931) dari

Skandivania seorang ilmuan pertama yang mengfokuskan diri pada topik

bullying dan mengkotribusikan data ilmiahnya pada literarur bullying. Bukan

itu saja Olweus juga menunjukkan bahwa bullying disekolah dapat direduksi

(11)

Bullying berasal dari bahasa inggris (Bully) yang berarti menggertak

atau menggangu. Olweus (1994) menjelaskan Bullying yaitu tindakan negatif

yang dilakukan seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang ulang dan

terjadi dari waktu ke waktu. Bullying adalah perilaku yang disengaja yang

mengakibatkan orang lain terganggu baik dengan kekerasan verbal, serangan

fisik, maupun pemaksaan dengan cara cara halus seperti manipulasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying adalah suatu perilaku

negatif yang dilakukan secara sadar yang dilakukan untuk menyakiti orang

lain, yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain, termasuk juga

tindakan yang direncanakan maupun spontan, bersifat nyata atau hampir tidak

ketara.

School Bullying termasuk dalam tindakan kekerasan yang merugikan

orang lain, bullying bisa dilakukan secara individual maupun kelompok,

bullying yang dilakukan oleh kelompok disebut mobbing. Bulying di sekolah

dapat dilakukan oleh siapa saja, baik antar teman, antar siswa, antar geng

disekolah, kakak kelas ke adik kelas, pada saat perpeloncoan atau biasa

disebut hazing dan bahkan guru kepada siswa. Bullying merupakan perilaku

tidak normal, tidak sehat, dan secara sosial tidak bisa diterima (Wiyani, 2012).

Bullying jika dilakukan secara berulang kali pada akhirnya akan menimbulkan

dampak serius dan fatal.

Lokasi terjadinya perilaku bullying disekolah mulai dari ruang kelas,

(12)

2008). Akibatnya sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan bagi siswa,

tetapi justru menjadi tempat yang menakutkan dan membuat trauma bagi

siswa. Dapat disimpulkan bahwa bullying adalah perilaku agresif dan negatif

seseorang atau kelompok orang secara berulang kali yang menyalahgunakan

ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban) baik

secara fisik maupun mental.

2. Penyebab terjadinya Bullying di sekolah

Bullying disekolah dapat terjadi karena adanya superioritas dalam diri

siswa. Hal senada juga diungkapkan oleh Coloroso (2007) bahwa bullying

adalah arogansi yang terwujud dalam tindakan. Pada umumnya siswa

melakukan tindakan Bullying karena merasa tertekan, terancam, terhina,

dendam dan lain sebagainya. Bullying disekolah dapat terjadi karena beberapa

faktor dan diantaranya dikemukakan oleh Olweus (1994) antara lain sebagai

berikut :

a. Kurangnya perhatian

Kurangnya keterlibatan orang tua terhadap anak membuat anak

kurang perhatian sehingga anak mencari perhatian dari orang lain. Dan

itu menyebabkan anak menjadi selalu ingin diperhatikan sekalipun ia

(13)

b. Faktor gender

Banyak dari mereka yang mendidik anak laki lakinya bahwa

laki-laki itu harus kuat dan tidak boleh kalah dalam persaingan, tapi

tidak memberi contoh dari hal-hal yang diajarkan tersebut sehingga

anak salah dalam memahami kuat itu sebagaimana mestinya, dan pada

akhirnya anak menjadi suka berkelahi dan berperilaku yang kurang

baik dengan tujuan ingin diakui sebagai laki-laki. Selain itu, anak

menjadi berperilaku agresif secara fisik dan membuat anak menjadi

sering dimusuhi. Akibat dari dimusuhi, akhirnya anak jadi sering

berkelahi karena ingin membalas dendam.

c. Adegan kekerasan dalam berbagai media

Berbagai media sepertigame, televisi, dan film sering

menampilkan tayangan kekerasan. Anak meniru perilaku dalam game

dan film film yang mereka tonton, umunya mereka meniru gerekan,

dan kata kata. Media memiliki peranan peran penting dalam

pembentukan cara berfikir dan perilaku anak. Anak yang terbiasa

menonton adegan adegan kekerasan di media akan berperilaku

agresif dan menggunakan agresi untuk memecahkan masalah. Maka

dari itu, orang tua harus mendampingi dan mengawasi anak saat

bermain game maupun menonton film dan orang tua harus

(14)

berhubungan dengan kekerasan, sebab anak cenderung meniru pada

apa yang ia tonton dan ia mainkan

d. Masalah keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan yang palimg

dengan anak. Seringnya terjadi percekcokan antara ayah dan ibu yang

dilakukan di depan anak, serta orang tua yang sering memarahi

anaknya menyebabkan emosional anak tidak stabil dan menjadi agresif

sehingga anak cenderung mencari pelampiasan dengan melakukan

tindakan tindakan kekerasan terhadap anak lain. Anak cenderung

meniru perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari hari.

e. Faktor lingkungan social

Kondisi lingkungan sosial dapat pula menjadi penyebab

perilaku bullying. Salah satu faktor lingkungan sosial yang

menyebabkan perilaku bullying adalah faktor kemiskinan, mereka

yang berbuat kemiskinan akan berbuat apa saja demi memenuhi

kebutuhan hidupnya, sehingga tidak heran jika dilingkungan sekolah

sering terjadi pemalakan antar siswa. Begitu pula sebaliknya faktor

ekonomi keluarga yang berada dapat menyebabkan perilaku bullying,

siswa yang berlatar belakang keluarga dengan ekonomi berada merasa

mempunyai kekuasaan untuk menindas siswa dari latar belakang

(15)

f. Kecenderungan permusuhan

Biasanya, anak yang pernah mengalami kekerasan khususnya

dari orang tua lebih cenderung 'balas dendam' pada temannya di luar

rumah. Selain orang tua faktor senioritas juga salah satu faktor

penyebab terjadinya bullying. Siswa yang di Bullying kakak kelasnya

akan cenderung melakukan balas dendam kepada adik kelasnya. Hal

tersebut yang menjadikan perilaku Bullying sebagai suatu tradisi.

g. Riwayat berkelahi

Kadang berkelahi untuk membuktikan kekuatan bisa

menjadikan seseorang ketagihan untuk tetap melakukannya. Bisa jadi

karena mereka senang karena memperoleh pujian oleh banyak orang.

Astuti (2008) mencirikan sekolah yang pada umumnya mudah terdapat

kasus bullying, yaitu antara lain :

a. Sekolah yang di dalamnya terdapat perilaku deskriminatif baik di kalangan guru maupun siswa

b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan petugas sekolah

c. Terdapat kesenjangan ekonomi yang besar antara siswa yang kaya dan miskin

d. Adanya pola kedisiplinan yang sangat kaku ataupun terlalu lemah Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.

3. Kategori Bullying

Olweus dalam Coloroso, (2006) membagi kategori bullying kedalam

(16)

a. Bullying kategori low (rendah) : biasanya melibatkan periode yang

singkat yaitu 1 kali dalam satu bulan, tindakan dapat meliputi ejekan,

pemberian julukan yang buruk dan pengucilan sewaktu waktu. Bullying

dalam kategori ini biasanya menyebalkan dan tidak menyenangkan serta

dapat bereskalasi menjadi bentuk bullying yang lebih serius.

b. Bullying kategori infrequent (kadang kadang) : pada kategori ini

seseorang mengalami bentuk Bullying dalam frekuensi ringan antara 2 kali

dalam satu bulan, dapat berupa dijauhi teman sebaya, digunjing dan

diganggu.

c. Bullying kategori intermediate (menengah) : seseorang yang mengalami

tindak bullying dengan frekuensi antara 3 4 kali dalam satu bulan adalah

mereka yang mengalami tindak Bullying dalam bentuk fisik dan psikologis

sehingga mengakibatkan rendahnya harga diri dan mengakibatkan depresi.

d. Bullying kategori frequent (sering) : terjadi saat seseorang mengalami

bentuk pelecehan dan penghianatan yang sistematik dan meyakitkan dengan

frekuensi yang sering yaitu antara 5 sampai 6 kali dalam satu bulan.

Tindakan dapat meliputi ejekan yang kejam, pengucilan yang berkelanjutan,

dan beberapa ancaman serta ancaman fisik yang halus seperti mendorong,

menjegal, mencubit,menjambak dan lain sebagainya.

e. Bullying kategori constantly (selalu) : melibatkan intimidasi dan tekanan

yang kejam dan intens, terutama saat hal tersebut terjadi berulang kali (lebih

(17)

Bullying dalam kategori ini sering kali melibatkan serangan fisik yang

cukup ekstrim seperti memukul, menendang, melukai fisik dan sebagainya,

namun bisa juga melibatkan aksi non fisik seperti pengasingan total, fitnah

yang kejam serta sarkasme yang berlebihan.

4. Proses dan siklus bullying

Proses dan siklus dimana bullying dimulai dan berkembang dapat

diilustrasikan dalam serangkaian diagram. Siklus atau proses bullying dimulai

saat terdapat anak yang relatif lemah dan rentan terhadap serangan orang lain.

Menurut penelitian, biasanya anak semacam ini Introvert, secara fisik lebih

lemah dibanding anak-anak lain, cemas, terisolir dan dijadikan objek

olok-olok. Selanjutnya, muncul seorang anak atau sekelompok anak yang lebih

kuat dan menempatkan korban kedalam situasi bullying. Situasi bullying ini

biasanya dimulai dengan olok-olok dan ejekan, dan hal tersebut bisa tidak

berlanjut dan bisa juga berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi.

Beberapa anak mulai ikut serta menjadi pelaku bullying dan korban mulai

mengalami kekerasan verbal, tekanan dan dalam kasus yang ekstrim ia bisa

saja mengalami serangan fisik. Periode penolakan ini bisa beralih menjadi

periode dimana korban menjadi terisolir.

Jika korban memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia terganggu atau ia

menyerah, maka hal tersebut merupakan bukti bahwa si pelaku berhasil.

(18)

pembenaran, pengakuan atau penguatan dari orang lain (bystanders), maka

secara perlahan empati si pelaku akan menghilang dan bullyingakan berlanjut

menjadi bentuk yang lebih intens dan lebih ekstrem. Bagi korban hal ini

merupakan pengalaman yang akan menghantui dirinya selama

berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Siklus bullying dapat terhenti ketika ada korban yang berusaha

mencari pertolongan atau mencari cara untuk melepaskan diri menghindar

dari pelaku bullying, ada yang menemukan cara tersebut dan ada juga yang

tidak. Cara-cara yang ditempuh bisa dengan melarikan diri, melawan balik,

bersikap dingin seakan tidak terjadi apa-apa, ataupun mencari bantuan dengan

melapor pada orang dewasa. Korban yang menemukan cara untuk lepas dari

situasi bullying disebut korban yang resisten. Ada juga korban yang menjadi

resisten karena memperoleh pertolongan dari pihak lain, dan hal ini juga dapat

mendobrak siklus bullying.

5. Bentuk dan jenis bullying

Olweus (1994) merumuskan adanya tiga unsur dasar dalam Bullying,

yaitu bersifat menyerang dan negatif, dilakukan secara berulang kali, dan

terjadi ketidakseimbangan antara pihak yang terlibat. Coloroso (2006) juga

mengatakan Bullying akan selalu mengantung tiga elemen yaitu kekuatan

yang tidak seimbang, bertujuan untuk menyakiti dan ancaman akan dilakukan

(19)

tindakan negatif oleh seseorang atau lebih yang dilakukan berulang ulang

dan terjadi dari waktu ke waktu.

Selain itu bullying juga melibatakan kekuatan dan kekuasaan yang

tidak seimbang, sehingga korbanya berada pada suatu keadaan tidak mampu

mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang

diterimanya (Olweus, dalam Coloroso, 2006). Beberapa macam tindakan

bullying menurut Olweus (1994) adalah sebagai berikut :

a. Bullying Psikologis yaitu berupa tindakan seperti menfitnah, mempermalukan, menakut nakuti, menghina, melecehkan, mengucilkan, mencibir dan lain sebagainya.

b. Bullying Fisik yaitu perbuatan yang melukai fisik seperti menendang, memukul, mendorong dengan sengaja, menempeleng, menjewer, mencubit, memalak, mencakar dan lain sebagaianya.

c. Bullying Verbal yaitu perilaku seperti mengancam, meledek, menghina,name calling, merendahkan, sarkasme dan lain lain. d. Bullying Non Verbal yaitu perilaku seperti melihat dengan sinis,

menjulurkan lidah, menampilkan muka merendahkan, mencibir, meneror dan mengabaikan

6. Tanda tanda korban Bullying

Korban bullying bukanlah sekedar pelaku pasif dalam situasi Bullying.

Korban bullying turut berperan dan memelihara situasi bullying dengan

bersikap diam. Seorang korban umumnya tidak berbuat apa apa dan

membiarkan perilaku bullying terjadi padanya, karena ia tidak mempunyai

keberanian atau kekuatan untuk membela diri atau melawan. Olweus dalam

Coloroso (2006) mengungapkan tanda tanda untuk mendeteksi terjadinya

(20)

1. Tanda Fisik

a. Sering membolos, kabur dari rumah dan lain sebagainya b. Memotong, membakar, merusak barangnya sendiri atau

sembarang barang

c. Sering pusing, tidak bisa tidur, tidak sehat atau sakit d. Sering minta uang tambahan

e. Enggan berangkat kesekolah f. Melukai diri

2. Tanda Intelektual

a. Sulit bicara, atau kadang bicara namun kurang nyambung b. Sering lupa

c. Kurang perhatian dikelas atau pada orang lain d. Tidak mengerjakan tugas

3. Tanda Emosional a. Diam, sering merenung b. Marah, gusar, teriak tak jelas c. Merusak sesuatu

d. Perilaku yang berubah secara tiba-tiba e. Tidak percaya diri

4. Tanda sosial

a. Menghindar atau tidak mau bertemu teman atau orang lain b. Berperilaku tidak menyenangkan atau aneh pada orang lain c. Menyakiti orang lain

7. Korban Bullying

Olweus (2007) mendefinisikan victim (korban bullying) yaitu anak

yang sering menjadi target dari perilaku agresif, tindakan yang menyakitkan

dan hanya sedikit memperlihatkan pertahanan melakukan perlawanannya.

Korban bullying menunjukkan fungsi sosial yang buruk. Menurut Olweus

dalam Coyne, Seigne & Randall (2000) korban bullying lebih menunjukkan

depresi, cemas dan cenderung merasa tidak aman dibandingkan dengan anak

(21)

hati, sensitif dan pendiam. Jika dibandingkan dengan teman sebayanya yang

tidak menjadi korban Bullying.

Karakteristik umum dari korban bullying adalah korban cendurung

berhati hati, sensitif, dan umumnya mereka adalah anak anak yang merasa

kurang percaya diri atau merasa tidak aman ketika bergaul dengan teman

sebayanya, mereka sering sangat terisolasi secara sosial dan juga kesepian.

Menurut Olweus, (1994) anak yang menjadi korban bullying secara fisik lebih

lemah dari rekan rekan mereka.

Olweus, (1994) menyebutkan beberapa karakteristik korban bullying,

anak yang rentan menjadi korban bullying adalah anak yang baru di

lingkungan itu, anak termuda di sekolah, anak yang pernah mengalami

trauma, anak penurut, anak yang perilakunya dianggap menganggu oleh anak

lain, anak yang tidak mau berkelahi, anak yang pemalu, anak yang berasal

dari keluarga tidak mampu (miskin) atau kaya, anak yang ras suku etnisnya

dianggap inferior oleh penindas, anak yang agamanya dianggap inferior oleh

penindasnya, anak yang cerdas dan berbakat, anak yang gemuk atau kurus,

anak yang memiliki ciri fisik yang berbeda dengan orang lain, dan anak

dengan ketidak cakapan mental atau fisik.

Apabila anak telah menjadi korban Bullying, anak tersebut tidak akan

memberitahukan kepada orang lain secara terus terang, beberapa alas an

mengapa korban bullying enggan melaporkan perilaku Bullying tersebut

(22)

mengakui karena pernah ditindas, takut akan aksi balas dendam apabila

memberitahukan kepada orang lain, korban berpikin bahwa tidak ada orang

yang mampu member pertolongan, dan mereka berpikir kalau tidak akan

orang yang mau menolong mereka.

8. Cara Mengatasi Bullying

Untuk mencegah dan mengatasi bullying di sekolah diperlukan

kebijakan yang bersifat menyeluruh di sekolah, sebuah kebijakan yang

melibatkan seluruh komponen dari guru sampai siswa, dari kepala sekolah

sampai orang tua murid, kerja sama antara guru, orang tua dan masyarakat

maupun pihak lain yang terkait seperti kepolisian, aparat hukum dan lain

sebagainya.

Salah satu cara yang bisa dilakukan sekolah adalah membuat program

anti Bullying di sekolah. Menurut Huneck seorang ahli intervensi bullying

yang berkerja di Jakarta International School, menyatakan bahwa bullying

akan terus terjadi kalangan pelajar di lingkungan sekolah apabila tidak ada

tindakan kongkrit dari guru, kepala sekolah, orang tua siswa maupun pihak

terkait untuk mengatasi tindakan tersebut (Wiyani, 2012). Adapun cara untuk

mengatasi bullying di sekolah adalah dengan membuat program dan kegiatan

anti - bullying di sekolah antara lain :

(23)

b. Menyadarkan semua pihak di sekolah bahwa tindakan bullying dalam bentuk apapun tidak dapat ditolerir.

c. Membantu siswa membentuk lingkaran orang yang mereka percayai. d. Mengoptimalkan mata pelajaran budi pekerti

e. Menciptakan suasana yang aman dan nyaman di sekolah.

Kegiatan yang dapat dilakukan selama program program tersebut antara

lain :

a. Brainstorming dan diskusi

b. Kegiatan menggunakan lembar kerja

c. Membuat gambar, kolase, poster mengenai pencegahan Bullying.

d. Bermain drama

Untuk memutus mata rantai pelaku dan budaya bullying, pihak

sekolah harus bertindak tegas dan membuat peraturan mengenai tindakan

Bullying yang wajib untuk dipatuhi siswa. Peraturan yang dibuat secara tidak

langsung akan mempengaruhi budaya sekolah.

C. Penelitian Yang Relevan

Van Cleave (2000) dalam penelitianya kepada 60 orang Irlandia yang

menjadi korban Bullying di tempat kerja menggunakan Comprehensive

measure personality based on five factor model, menemukan tidak ada

perbedaan tipe kepribadian, korban lebih Ekstrovet dan Independent dari pada

control sample dari non victim.

Hal senada juga didapatkan oleh Sesar (2009) dalam penelitiannya

pada 372 pada anak usia 10 14 tahun (mean age 12.3±1.6 years) dengan alat

ukur completed a School Relationship Questionnaire (SRQ) dan the Junior

(24)

memiliki level yang tinggi pada extraversion (F(3.323) = 3.105, p <0.05),

sedangkan Bullies memiliki level yang tinggi pada neuroticism (F (3.325) =

20.390, p<0.001).

Varita (1996) dalam survei yang dilakukannya di Irlandia, melaporkan

korban Bullying lebih tinggi pada neuroticms dari pada yang non korban,

yang berarti tidak ada perbedaan tipe kepribadian pada korban Bullying.

D. Hipotesis

Hipotesis komparatif adalah pernyataan yang menunjukkan dugaan

nilai dalam satu variabel atau lebih pada sampel yang berbeda

(Sugiyono,2010). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut : Ho : Tidak ada perbedaan yang signifikan tipe kerpribadian

Ekstrovert dan Introvert dalam Frekuensi terkena Bullying pada siswa SMA

Negeri 3 Salatiga.

Ha : Ada perbedaan yang signifikan tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Gambar

Tabel 2.1Indikator Tipe kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

- Dokumen asli persyaratan kualifikasi atau salinan yang dilegalisasi oleh yang berwenang.. - Apabila tidak hadir secara pribadi harap membawa

Herry Prasetyo yang merupakan pemain Arema membantu penulis menyerahkan angket kepamain Arema lainnya dan memberikan informasi akan jadwal bertemu

Kegiatan PPM dengan judul Pelatihan Pemanfaatan ICT Dalam Proses Belajar Mengajar Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan

NO Nama Penyedia Harga Penawaran Harga Penawaran Terkoreksi Alasan. 1

Dari uraian yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran dukungan sosial dari keluarga dalam pencegahan relapse

Pandangan nasionalisme mengenai cinta terhadap tanah air memiliki perspektif bahwa negara itu adalah jiwa dan kehormatan yang harus selalu dijaga bagi penduduk