PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK) DAN TINGKAT
RASIO
NON PERFORMING FINANCING
(NPF) TERHADAP
PEMBIAYAAN
MUD}A>RABAH
DI BMT NURUL JANNAH GRESIK
SKRIPSI
OLEH :
ANISATUL MAHMUDAH
NIM : C04211010
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SURABAYA
PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK) DAN TINGKAT
RASIO NON PERFORMING FINANCING (NPF) TERHADAP
PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH
DI BMT NURUL JANNAH GRESIK
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Studi Strata Satu
Ilmu Ekonomi Islam
Oleh :
Anisatul Mahmudah
NIM : C04211010
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
SURABAYA
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) Dan Tingkat Rasio Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Mud}a>rabah Di BMT Nurul Jannah Gresik” ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan rasio Non Performing Financing (NPF) secara simultan serta secara parsial terhadap pembiayaan mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik pada tahun 2009 hingga 2013.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskrptif kuantitatif melalui survey lapangan (field research). Teknik pengumpulan data dengan survey lapangan, studi pusaka, dan wawancara. Data penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan bulanan dengan periode pengamatan Januari 2009 hingga Desember 2013 (60 data pengamatan). Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Sedangkan pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik yaitu uji simultan (uji F) dan uji parsial (uji t).
Dari hasil pengujian statistik untuk uji simultan yakni uji F menunjukkan bahwa nilai F hitung 55,695 dan F tabel 3,16 sehingga F hitung> F tabel,
dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (sign.< α) artinya variabel DPK dan NPF secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan mud}a>rabah. Berdasarkan uji koefisien determinasi berganda (R2) diperoleh nilai R square
sebesar 0,662, artinya sumbangan variabel DPK dan NPF terhadap pembiayaan mud}a>rabah sebesar 66,2%, sedangkan sisanya 33,8% dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam penelitian.
Sedangkan hasil uji parsial yakni uji t menunjukkan nilai t hitung sebesar
10,419 dan t tabel sebesar 2,002 sehingga t hitung > t tabel (10,419 >2,002), dengan
signifikansi variabel DPK adalah 0,000 (sign.< α), dan koefisien beta sebesar +0,883, artinya variabel DPK secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan mud}a>rabah. Pada variabel NPF nilai t hitung adalah 2,801
dan t tabel 2,002 (2,801>2,002) dengan signifikansi sebesar 0,007 (sign.< α), dan
koefisien beta sebesar -0,273, artinya variabel NPF secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pembiayaan mud}a>rabah. Berdasarkan pada koefisisen beta variabel DPK merupakan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi pembiayaan mud}a>rabah (karena nilai koefisien beta DPK > NPF).
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Hasil Penelitian... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori.. ... 12
1. Baitul Ma>l Wa Tamwil (BMT) ... 12
2. Pembiayaan Mud}a>rabah... 15
3. Dana Pihak Ketiga (DPK) ... 23
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 33
C. Kerangka Konseptual ... 41
D. Hipotesis ... .. ... 43
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 46
C. Populasi dan Sampel Penelitian. ... 46
D. Variabel Penelitian ... 47
E. Definisi Operasional ... 48
F. Data dan Sumber Data... 49
G. Teknik Pengumpulan Data ... 51
H. Teknik Analisis Data ... 51
1. Uji Asumsi Klasik ... 52
2. Analisis Regresi Linier Berganda ... 55
3. Uji Koefisien Determinasi Berganda (R2) ... 56
4. Uji Hipotesis... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 59
1. Lokasi Penelitian ... 59
a. Sejarah BMT Nurul Jannah Gresik ... 59
b. Visi dan Misi BMT Nurul Jannah ... 61
c. Struktur Organisasi dan Struktur Kelembagaan ... 62
d. Program Kerja Divisi Ma>l dan Tamwil ... 66
e. Jenis Produk BMT Nurul Jannah ... 68
f. Jumlah Anggota atau Nasabah BMT Nurul Jannah ... 70
BMT Nurul Jannah Gresik ... 74
3. Gambaran Umum Dana Pihak Ketiga (DPK) BMT Nurul Jannah Gresik ... 76
4. Gambaran Umum Rasio NPF Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul Jannah Gresik ... 78
B. Analisis Data ... 80
1. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 80
2. Pembuktian Hipotesis Pengaruh Variabel Bebas terhadapVariabel Terikat ... 84
a. Regresi Liner Berganda ... 84
b. Uji Koefisien Determinasi Berganda (R2) ... 85
c. Uji Simultan (Uji F) ... 87
d. Uji Parsial (Uji t) ... 88
BAB V PEMBAHASAN A. Pengaruh Simultan DPK dan NPF terhadap Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul Jannah Gresik ... 91
B. Pengaruh Parsial DPK dan NPF terhadap Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul Jannah Gresik ... 92
1. Pengaruh DPK terhadap Pembiayaan Mud}a>rabah ... 92
2. Pengaruh NPF terhadap Pembiayaan Mud}a>rabah ... 95
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jumlah Anggota dan Perkembangan DPK BMT Nurul Jannah ... 6
2.1 Kategori NPF berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah ... 33
2.2 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu ... 39
3.1 Variabel Penelitian ... 48
4.1 Struktur Organisasi BMT Nurul Jannah ... 64
4.2 Struktur Kelembagaan BMT Nurul Jannah ... 65
4.3 Spesifikasi Jumlah Staff BMT Nurul Jannah ... 66
4.4 Jumlah Anggota BMT Nurul Jannah ... 70
4.5 Perkembangan Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul Jannah Periode 2009-2013 ... 75
4.6\ Perkembangan DPK BMT Nurul Jannah Periode 2009-2013 ... 76
4.7 Perkembangan Rasio NPF Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul Jannah Periode 2009-2013... 78
4.8 Hasil Uji Normalitas ... 80
4.9 Hasil Uji Multikolinieritas ... 81
4.10 Hasil Uji Autokorelasi ... 82
4.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 83
4.12 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 84
4.13 Hasil Analisis Koefisien Determinasi Berganda (R2) ... 86
4.14 Hasil Uji Simultan (Uji F) ... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1. Perkembangan Rasio NPF Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul
Jannah ... 8
2.1. Skema Pembiayaan Mud}a>rabah ... 23
2.3. Kerangka Konseptual ... 42
4.1. Program Penyaluran Dana ZIS BMT Nurul Jannah ... 67
4.2. Alur Pengajuan Pembiayaan BMT Nurul Jannah ... 74
4.3. Grafik Perkembangan Pembiayaan Mud}a>rabah BMT Nurul Jannah Periode Januari 2009- Desember 2013 ... 75
4.4. Grafik Perkembangan DPK BMT Nurul Jannah Periode Januari 2009- Desember 2013 ... 77
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia lembaga keuangan yang berbasis syariah mengalami
perkembangan yang cukup pesat, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
lembaga keuangan syariah baik lembaga perbankan syariah, maupun lembaga
keuangan syariah non bank. Sistem keuangan syariah di Indonesia lengkap dengan
adanya 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), 43
perusahaan asuransi syariah (takafful), dan lebih dari 5500 Baitul Ma>l wa Tamwil
(BMT).1 Keberhasilan keuangan syariah tidak terlepas dari peran serta dari
lembaga keuangan mikro syariah, salah satunya adalah Baitul Ma>l wa Tamwil
(BMT), karena BMT sangat penting menjangkau transaksi syariah yang tidak bisa
dilayani oleh fasilitas perbankan.2
Baitul Ma>l Wa Tamwil (BMT) adalah lembaga yang terdiri dari dua
fungsi, yaitu, baitul ma>l yang lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit, seperti, zakat, infaq, shadaqah, dan baitul tamwil
sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung
kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan Islam. Prinsip
1 Tim Muslim Daily, “Konsep BMT Indonesia adalah Solusi Pengentasan Kemiskinan”, dalam http://muslimdaily.net/berita/ekonomi/konsep-bmt-indonesia-adalah-solusi-pengentasan-kemiskinan-dunia.html, diakses pada 28 September 2014.
2
operasionalnya didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli, ija>rah, dan titipan
(wadi>’ah). BMT memiliki pangsa pasar tersendiri, yaitu masyarakat kecil yang
tidak terjangkau layanan perbankan serta pelaku usaha kecil yang mengalami
hambatan dengan perbankan.3
Kegiatan pokok BMT sebagai pelayan masyarakat, pada dasarnya sama
dengan perbankan yaitu berperan sebagai lembaga perantara (intermediary) antara
unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana dengan unit-unit yang lain
yang mengalami kekurangan dana. Melalui lembaga keuangan, kelebihan tersebut
dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat
kepada kedua belah pihak. BMT menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan.4 Kualitas lembaga
keuangan syariah sebagai lembaga perantara ditentukan oleh kemampuan
manajemen lembaga untuk melaksanakan perannya.
Salah satu lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi yang selain
merupakan organisasi bisnis juga memiliki peran sosial adalah BMT Nurul Jannah
Gresik. BMT Nurul Jannah, sebagai lembaga keuangan mikro dengan badan
hukum No.489/BH/KWK.13/VII/98 tumbuh selama 16 tahun dan berupaya
memberdayakan masyarakat mikro untuk tetap mengembangkan usahanya
khususnya masyarakat yang berada di wilayah Gresik Kota dan Kabupaten.5
Sebagai organisasi bisnis, BMT dijalankan secara professional, sehingga mencapai
3 Nurul Huda dan Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 363.
3
tingkat efisien yang mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif kepada para
s}a>hibul ma>l serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolanya.
Sedangkan aspek sosialnya BMT berorientasi pada menjangkau lapisan masyarkat
yang paling bawah dengan menciptakan distribusi kekayaan kepada segenap
lapisan masyarakat.6
BMT Nurul Jannah Gresik sebagai lembaga intermediary menghimpun
dana dari masyarakat melalui simpanan yang terdiri dari simpanan mud}a>rabah,
simpanan pendidikan, simpanan haji, dan simpanan qurban, sedangkan dana yang
yang telah dihimpun tersebut kemudian disalurkan pada sektor-sektor produktif
melalui produk pembiayaan (pembiayaan yang ada di BMT meliputi, pembiayaan
mud}a>rabah, pembiayaan mura>bah}ah, dan qard} al-hasan).7 Pembiayaan merupakan
aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh
pendapatan. Pembiayaan dibagi menjadi empat prinsip yaitu prinsip jual beli,
prinsip bagi hasil, prinsip ujroh dan akad pelengkap.8
Salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Nurul Jannah
Gresik adalah pembiaayan dengan prinsip bagi hasil atau Lost and Profit Sharing
(PLS), yaitu pembiayaan mud}a>rabah. Menurut Syafii Antonio, pembiayaan
mud}a>rabah adalah akad kerjasama permodalan usaha di mana koperasi (BMT
Nurul Jannah) sebagai pemilik modal (s}a>hib al-ma>l) menyetorkan modalnya
6 Muhammad Ridwan, Sistem dan Prosedur Pendirian BMT (Yogyakarta: Citra Media, 2006), 6.
7 Tim Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL), UIN Sunan Ampel Surabaya Prodi Ekonomi Syariah di BMT Nurul Jannah Gresik, (2014), 17.
4
kepada anggota, atau calon anggota, sebagai pengusaha (mud}arib) untuk
melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan ketentuan pembagian keuntungan
dibagi bersama sesuai kesepakatan (nisbah) dan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mud}a>rabah atau musha>rakah)
merupakan ciri pokok yang membedakan antara lembaga keuangan syariah dengan
lembaga keuangan konvensional. Pembiayaan mud}a>rabah merupakan produk yang
berpotensi sangat besar dalam menciptakan keseimbangan sektor moneter, karena
produk ini melibatkan dua pihak yang sedang bergerak mengelola sektor usaha
yang memberikan nilai tambah pada perekonomian. Oleh karena itu, pembiayaan
mud}a>rabah sangat mendorong sektor rill (sektor manufaktur dan sektor jasa) untuk
berkembang.9 Peningkatan sektor rill akan berdampak pada peningkatan kondisi
ekonomi negara yang diikuti dengan peningkatan perekonomian masyarakat.
Selain itu mud}a>rabah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama yang saling
menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa
pekerjaan atau harta (modal). Kerjasama dengan prinsip mud}a>rabah mencerminkan
karakter dalam masyarakat ekonomi yang Islami karena Islam memandang
manusia mempunyai kedudukan yang sama, tidak kenal perbedaan kelas, manusia
saling membantu satu sama lain dan melakukan kerjasama ekonomi.10 Islam
9 Muhammad Akhyar Adnan, “Dari Murabahah menuju Musyarakah, Upaya Mendorong Optimalisasi
Sektor Riel”, Jurnal Akutansi & Auditing Indonesia (JAAI), Volume 9:2 (Desember, 2005), 63. 10
5
menganjurkan umatnya untuk bekerjasama kepada siapa saja dengan tetap
memegang prinsip syariah, sesuai dengan sabda Rasulullah,
َ نَ َ خَتََي ْ َاَ م ِ ْ َ ْ ِلا َل َ ِ ُدَي
(
ى خ ا ه
)
Allah akan menolong dua orang yang berserikat selama mereka tidak saling berkhianat. (HR. Bukhari).11
Kemampuan BMT dalam memberikan pembiayaan sangat dipengaruhi
oleh kemampuan BMT dalam menyerap dana.12 Pertumbuhan setiap bank maupun
BMT sangat dipengaruhi oleh kemampuan menghimpun dana dari masyarakat.
Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan hal yang paling utama. Tanpa
dana yang cukup, bank atau BMT tidak dapat berbuat apa-apa atau dengan kata
lain, BMT menjadi tidak berfungsi sama sekali. Dana itu sendiri adalah sejumlah
uang yang dimiliki dan dikuasai suatu BMT dalam kegiatan operasionalnya.
Dana-dana yang dimiliki oleh lembaga keuangan dapat diperoleh dari tiga sumber. Dana
tersebut berasal dari lembaga itu sendiri yaitu dana pihak kesatu, dana yang
bersumber dari lembaga atau pihak lain yaitu dana pihak kedua, dan dana yang
bersumber dari masyarakat yaitu dana pihak ketiga.13
Pada lembaga keuangan syariah, dana simpanan masyarakat atau biasa
disebut dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) merupakan jumlah dana terbesar yang
paling diandalkan oleh bank atau BMT.14 Dana yang dihimpun dari masyarakat
6
atau dana pihak ketiga, disimpan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito baik
dengan prinsip wadi>’ah maupun prinsip mud}a>rabah.
Selain dana menjadi hal penting dalam kegiatan BMT, namun dana juga
dapat menjadi suatu permasalahan bagi BMT, karena apabila dana yang terhimpun
dari dana pihak ketiga (masyarakat) terus bertambah, maka akan banyak terdapat
dana idle (menganggur), apabila dana tersebut tidak disalurkan kembali kepada
masyarakat. Oleh karena itu salah satu alasan terkonsentrasinya usaha bank atau
BMT dalam penyaluran kredit atau pembiayaan, adalah sifat usaha bank atau
BMT sebagai lembaga intermediasi antara unit surplus dengan unit defisit, dan
sumber dana bank atau BMT berasal dari masyarakat sehingga secara moral harus
menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.15
DPK yang berhasil dihimpun oleh BMT Nurul Jannah pada setiap tahun
mengalami peningkatan. Berikut ini adalah perkembangan DPK dan jumlah
anggota dari penghimpunan dana di BMT Nurul Jannah Gresik.
Tabel 1.1.
Jumlah Anggota, dan Perkembangan DPK BMT Nurul Jannah Gresik
Tahun Anggota
pendanaan Total DPK 2009 2278 6.678.433.000 2010 2585 8.842.571.000 2011 2876 12.057.140.000 2012 3871 17.080.168.000 2013 4231 24.006.397.000 Sumber : Data Primer diperoleh16
15 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), 349.
7
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggota pendanaan yang
terdiri dari, simpanan mud}a>rabah, simpanan pendidikan, simpanan haji, dan
simpanan qurban, mengalami kenaikan pada setiap tahunnya, dan dana pihak
ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun juga terus mengalami peningkatan.
Adapun pembiayaan mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik selama lima
tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2009 hingga 2013
pembiayaan mud}a>rabah yang disalurkan berturut-turut adalah 8.433.934.000,
10.763.950.000, 16.274.801.000, 20.325.696.00, 23.880.800.000 (lampiran 1).
Menurut Lukman Dendawijaya, mengemukakan bahwa dana-dana yang
dihimpun dari masyarakat (DPK) dapat mencapai 80%-90% dari seluruh dana
yang dikelola oleh bank, dan kegiatan perkreditan mencapai 70%-80%.17 Maka
berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan dana pihak ketiga (DPK) yang
dihimpun oleh BMT akan mepengaruhi penyaluran pembiayaan mud}a>rabah.
Semakin banyak dana yang dihimpun maka kemampuan BMT dalam
memberikan pembiayaan mud}a>rabah akan mengalami peningkatan pula.
Selain Dana Pihak ketiga (DPK) yang dapat mempengaruhi penyaluran
pembiayaan, terdapat faktor lain, yaitu adanya resiko kredit atau resiko
pembiayaan bermasalah. Suatu pembiayaan yang disalurkan akan berpotensi
mengalami pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah diartikan sebagai
pembiayaan yang kualitasnya berada dalam golongan kurang lancar, diragukan
8
dan macet.18 Pembiayaan bermasalah dalam bank syariah disebut dengan NPF
(Non Performing Financing). Non Performing Financing (NPF) adalah rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank atau BMT
dalam mengendalikan risiko kegagalan pengembalian pembiayaan oleh
nasabah.19 Semakin tinggi NPF semakin tinggi pula resiko kredit yang
ditanggung bank atau BMT. Rasio Non Performing Financing untuk
pembiayaan mud}a>rabah dapat diperoleh dari presentase pembiayaan mud}a>rabah
bermasalah terhadap total pembiayaan mud}a>rabah yang disalurkan. Adapaun
tingkat rasio NPF untuk pembiayaan mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik
berfluktuatif dari setiap tahunnya.
Sumber: Laporan keuangan BMT Nurul Jannah (data diolah)
Gambar 1.1. Perkembangan Rasio NPF BMT Nurul Jannah Gresik
Meskipun pembiayaan mud}a>rabah yang disalurkan terus meningkat,
namun besarnya rasio NPF pembiayaan mud}a>rabah mengalami naik turun, dan
18 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di Bank Syariah (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), 66.
19 Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan Edisi Tiga (Yogyakarta: BPFE, 2001), 56. 1.9
4.1 3.9 3.9
5.5
0 1 2 3 4 5 6
2009 2010 2011 2012 2013
9
cenderung meningkat pula. Besarnya pembiayaan bermasalah ini akan dijadikan
penilaian terhadap kondisi kesehatan operasional lembaga BMT. Dalam
perbankan kriteria NPF ditetapkan maksimal adalah ≤ 5%. Menurut Direktur
Inkopsyah (Induk Koperasi Syariah), Arisson Hendry, meskipun batas maksimal
NPF BMT adalah 12%, akan tetapi BMT dapat mengacu pada aturan perbankan
(NPF maksimal 5%), karena semakin rendah NPF hal tersebut semakin baik.20
Dengan demikian dapat diindikasikan ketika banyak pembiayaan bermasalah,
maka akan berakibat pada menurunnya penyaluran pembiayaan.
Melihat pembiayaan mud}a>rabah sangat menguntungkan bagi
perekonomian, BMT sebagai s}a>hib al-ma>l, maupun bagi mud}arib sebagai
pengelola, maka diperlukan suatu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh dana pihak ketiga (DPK), dan rasio Non Performing
Financing (NPF) terhadap pembiayaan mud}a>rabah pada BMT Nurul Jannah
Gresik tahun 2009-2013. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
Tingkat Rasio Non Performing Financing (NPF) terhadap Pembiayaan
Mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik.
20Berita Republika,“Inkopsyah Proyeksikan NPF 2,7 persen akhir 2009”, dalam
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan rasio Non Performing Financing
(NPF) berpengaruh secara simultan terhadap pembiayaan mud}a>rabah di
BMT Nurul Jannah Gresik?
2. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan tingkat rasio Non Performing
Financing (NPF) berpengaruh secara parsial terhadap pembiayaan
mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
ditemukan maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
tingkat rasio Non Performing Financing (NPF) secara simultan terhadap
pembiayaan mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik.
2. Mengetahui dan menganalisis pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
tingkat rasio Non Performing Financing (NPF), secara parsial terhadap
11
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kegunaan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Aspek teoritis (Keilmuan)
Yaitu menjadi salah satu skripsi yang dapat dijadikan referensi bagi peneliti
selanjutnya untuk mengembangkan penelitian tentang pengaruh Dana Pihak
Ketiga (DPK) dan rasio Non Performing Financing (NPF) terhadap
pembiayaan mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik. Dan juga menambah
pengetahuan, wawasan, serta informasi mengenai analisis kesehatan BMT,
khususnya mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi pembiayaan
mud}a>rabah.
2. Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menyempurnakan informasi dan bahan
evaluasi untuk meningkatkan kinerja BMT Nurul Jannah Gresik,
khususnya yang berkaitan dengan penyaluran pembiayaan mud}a>rabah.
b. Memberikan kontribusi pada lembaga keuangan syariah khususnya yang
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Baitul Ma>l Wa Tamwil (BMT)
a. Pengertian Baitul Ma>l Wa Tamwil (BMT)
Baitul Ma>l Wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan
mikro yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah, yang
terdiri dari 2 fungsi utama yaitu:1
1) Baitul Ma>l (rumah harta) : menerima titipan dana zakat, infaq, dan
shadaqah, serta mengoptimalkan pendistribusiannya.
2) Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta): melakukan
pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam
meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil
dengan cara mendorong kegiatan menabung dan menunjang
pembiayaan kegiatan ekonomi.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan suatu pengertian
yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga
berperan sebagai organisasi sosial. Sebagai lembaga bisnis, BMT lebih
mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakin simpan
pinjam. Usaha ini sama seperti perbankan yaitu menghimpun dana dan
menyalurkannya pada sektor ekonomi yang halal dan menguntungkan.
13
Selain itu, terbuka luas bagi BMT untuk mengembangkan bisnisnya
pada sektor riil maupun sektor keuangan lainnya. Pada dataran hukum
di Indonesia, badan hukum yang paling mungkin untuk BMT adalah
koperasi, baik koperasi serba usaha, maupun koperasi simpan pinjam.
b. Fungsi dan Tujuan BMT
Tujuan didirikannya BMT adalah meningkatkan kualitas usaha
ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Sedangkan dalam rangka mencapa tujuannya, BMT
berfungsi:2
1) Memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan
potensi serta kemampuan ekonomi anggota.
2) Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional,
dan Islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi
persaingan global.
3) Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan anggota.
4) Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara
agniya sebagai s}a>hib al-ma>l dengan dhu’afa sebagai mud}arib,
terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shodaqoh,
wakaf, hibah, dll.
5) Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara
pemilik dana (s}a>hib al-ma>l), baik sebagai pemodal maupun
14
penyimpan dengan pengguna dana (mud}arib) untuk usaha
produktif.
c. Prinsip Operasional BMT
Dalam Menjalankan usahanya BMT menggunakan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Prinsip bagi hasil : prinsip ini merupakan suatu sistem yang
meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal dengan
pengelola dana. Pembagian hasil ini dilakukan antara BMT dengan
pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana
(penabung).
2) Sistem jual beli: sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli
yang dalam pelaksanaannya BMT melakukan pembelian barang
yang sesuai dengan keinginan nasabah, dan kemudian bertindak
sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya
tersebut dengan ditambah margin. Keuntungan BMT nantinya
akan dibagi kepada penyedia dana.
3) Sistem non-profit: sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan
kebajikan ini merupakan pembiayaan yang bersifat sosial dan
non-komersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya
15
2. Pembiayaan Mud}a>rabah
a. Pengertian Pembiayaan
Yang dimaksud dengan pembiayaan, berdasarkan pasal 1 butir
25 UU No 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1) Transaksi bagi hasil berupa pembiayaan mud}a>rabah dan
pembiayaan musha>rakah.
2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ija>rah atau sewa beli
dalam bentuk Ija>rah Muntahiya bit Tamlik (IMBT)
3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mura>bah}ah, salam dan
istishna’.
4) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ija>rah untuk transaksi
multijasa.
Dalam SOP KJKS-UJKS, pembiayaan adalah kegiatan
penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara
koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain, dan atau
anggotanya, yang mewajibkan penerima pembiayaaan itu untuk
melunasi pokok pembiayaan yang diterima kepada pihak koperasi
sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah bagi hasil dari
pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan
dana pembiayaan tersebut.3
3 “Standart Operasional Pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan
16
Hertanto Widodo menjelaskan pembiayaan merupakan
penyaluran dana BMT kepada nasabah berdasarkan kesepakatan
pembiayaan antara BMT dengan nasabah dengan jangka waktu
tertentu dan nisbah bagi hasil yang disepakati.4
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembiayaan adalah fasilitas penyediaan dana untuk mendukung
kegiatan investasi yang telah direncanakan atau untuk memenuhi
kebutuhan pihak yang merupakan defisit unit.
Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank
berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh
bank atau lembaga keuangan yang berprinsip syariah adalah terletak
pada keuntungan yang diharapkan, bagi bank yang berdasarkan
prinsip konvensional, keuntungan diperoleh melalui bunga. Sedangkan
bagi lembaga keuangan syariah berupa bagi hasil.5
Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
dua hal yaitu:6
a) Pembiayaan produktif: yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi, dalam arti luas, yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi.
4 Hertanto Widodo, Panduan Praktis Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999), 83.
5 Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 72-73.
17
b) Pembiayaan konsumif: yaitu pembiayaan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
b. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi 2 yaitu
tujuan untuk tingkat makro dan tujuan untuk tingkat mikro.7
1) Secara makro pembiayaan bertujuan untuk: peningkatan ekonomi
umat, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan
produktivitas, membuka lapangan kerja baru, terjadi distribusi
pendapatan (artinya masyarakat usaha produktif mampu
melakukan aktivitas kerja berarti mereka akan memperoleh
pendapatan dari hasil usahanya).
2) Secara mikro tujuan pembiayaan adalah: upaya mengoptimalkan
laba, pendayagunaan sumber ekonomi (artinya sumber daya
ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara
sumber daya alam dengan sumber daya manusia dan sumber daya
modal. Jika sumber daya alam dan sumber manusianya ada dan
sumber daya modal tidak ada, maka diperlukan adanya
pembiayaan), penyaluran kelebihan dana dari pihak surplus kepada
yang defisit.
18
Sesuai dengan tujuan pembiayaan sebagai mana diatas,
pembiayaan secara umum memiliki fungsi:
1) Meningkatkan daya guna uang (dana yang mengendap di bank
tidaklah idle (diam) dan disalurkan utuk usaha-usaha yang
bermanfaat)
2) Meningkatkan peredaran uang (melalui pembiayaan, peredaran
uang akan lebih berkembang karena pembiayaan menciptakan
suatu kegairahan berwirausaha sehingga penggunaan uang akan
bertambah baik secara kualitatif maupun kuantitatif).
3) Menimbulkan kegairahan berwirausaha
4) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional,
karena melalui pembiayaan, pendapatan nasional akan bertambah.
c. Pengertian Pembiayaan Mud}a>rabah
Mud}a>rabah atau atau qirad} termasuk salah satu bentuk akad
syirkah (perkongsian). Istilah mud}a>rabah digunakan oleh orang Irak,
sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qirad}. Dengan
demikian, mud}a>rabah dan qirad} adalah dua istilah untuk maksud yang
sama. Menurut bahasa, qirad} ( ا ْ ) diambil dari kata ْ ْ yang
berarti ) ْ ْ ( potongan, sebab pemilik memberikan potongan dari
hartanya untuk diberikan kepada usaha pengusaha agar mengusahakan
harta tersebut, dan pengusaha akan memberikan potongan dari laba
19
( ا ق ْ ) kesamaan, sebab pemilik modal dan pengusaha memiliki hak
yang sama terhadap laba.8
Sedangkan pengertian dari pembiayaan mud}a>rabah adalah
sebagai berikut:
1) Menurut Latifa M. Algaoud dan Mervyn K. Lewis, mud}a>rabah
dapat didefinisikan sebagai sebuah perjanjian di antara paling
sedikit 2 pihak, dimana 1 pihak, pemilik modal (s}a>hib al-ma>l atau
rabb al-ma>l) mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain,
yaitu pengusaha (mud}arib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau
usaha.9
2) Menurut Afzalur Rahman, sebagaimana dikutip oleh Gemala
Dewi, shirkah mud}a>rabah atau qirad}, yaitu berupa kemitraan
antara tenaga dan harta, dimana seseorang (pihak pertama/
supplier/ pemilik modal/ s}a>hibul ma>l) memberikan hartanya
kepada pihak lain (pihak kedua /pemakai /pengelola/ mud}arib),
yang digunakan untuk bisnis dengan ketentuan bahwa keuntungan
(laba) yang diperoleh akan dibagi oleh masing-masing pihak sesuai
dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian maka dibebankan pada
pemilik harta, tidak pada pengelola.10
8 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 223.
9 Latifa M. Algaoud dan Mervyn K.Lewis, Perbankan Syariah; Prinsip, Praktik, dan Prospek (Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta, 2004), 66.
20
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
mud}a>rabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih,
dimana pihak pertama (s}a>hibul ma>l) menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mud}arib) yang
mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola usaha yang
produktif dan halal. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan
dalam kontrak, sedangkan bila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola.
Pembiayaan mud}a>rabah merupakan wahana utama bagi
perbankan syariah termasuk BMT untuk memobilisasi dana
masyarakat yang terhimpun dalam jumlah besar dan untuk
menyediakan berbagai fasilitas, antara lain fasilitas pembiayaan bagi
para pengusaha.11
Secara umum, landasan dasar syariah, mud}a>rabah lebih
mencerminkan untuk melaksanakan usaha, hal ini tampak dalam
ayat-ayat dan hadits berikut ini,
Q.S Al-Muzzammil: 20
....
Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.12
11 Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah (Yogyakarta: UII Pers, 2002), 32.
21
Q.S Al-Jumuah: 10
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.13
Q.S Al-Baqarah: 198
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.14
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
ْ َ
ِ ِا َ
ِ ْ
ٍ ْ َ ُ
ْ َ
ِ ْ ِ َ
َ َ
َ َ
ُ ْ ُ َ
ِ َ
َل َ
ُ
ِ ْ َ َ
َ َ َ
ٌ َ َ
َ ِ ْ ِ
ُ َ َ ََ ْا
ُ ْ ََ ْا
لاِ
ٍ َ َ
َقُماْ َ
ُ َ َ
ُ َ ْ َ َ
ِ َُ اْ
ِ ِ َلاِ
ِي َ ِا
َ
ِ ْ ََ ِا
Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Tiga perkara yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh (memberi modal dengan orang lain), dan yang mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk diperjualkan.” (HR. Ibnu Majah No.2280, Kitab At-Tijarah)15
13 Ibid., 554.
14 Ibid., 31.
22
Adapun rukun dan syarat sah mud}a>rabah adalah sebagai
berikut:16
1) Rukun mud}a>rabah ada 4 yaitu:
a) Al-aqidani (dua orang yang beraqad), yaitu s}a>hibul ma>l, dan
mud}arib
b) Objek mud}a>rabah, berupa modal dan kerja
c) Ija>b qabu>l atau serah terima
d) Nisbah keuntungan
2) Syarat- syarat mud}a>rabah sesuai dengan rukun yang dikemukakan
di atas adalah:
a) Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap
diangkat sebagai wakil
b) Mengenai modal disyaratkan: berbentuk uang, jelas
jumlahnya, tunai, dan diserahkan sepenuhnya kepada mud}arib
(pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang.
Menurut ulama fiqh tidak dibolehkan, karena sulit menentukan
keuntungannya.
c) Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa
pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing
diambil keuntungan dagang itu.
23
Berikut ini adalah mekanisme pembiayaan mud}a>rabah di bank
[image:34.595.131.506.166.535.2]syariah atau di BMT.
Gambar 2.1. Skema Pembiayaan Mud}a>rabah
3. Dana Pihak Ketiga
a. Manajemen Pendanaan
Manajemen dana merupakan upaya yang dilakukan oleh lembaga
keuangan syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang
diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan pada aktivitas
financing.17 Manajemen dana adalah ilmu, seni dan proses penarikan
dan pengumpulan dana yang optimal.18
Upaya penghimpunan dana harus dirancang dengan baik untuk
menarik minat masyarakat untuk menjadi anggota di BMT. Prinsip
utama dalam manajemen funding ini adalah kepercayaan. Artinya
17 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah Edisi Revisi (Jakarta: Graha Ilmu, 2013), 109. 18 Ismail Nawawi, Bank Syariah..., 461.
MODAL 100%
Bagian keuntungan Y Bagian
keuntungan X
s}a>hibul ma>l
Pengusaha/
mud}arib
Akad mud}a>rabah
Proyek / Usaha
Keuntungan
MODAL
24
kemauan masyarakat untuk menaruh dananya pada BMT sangat
dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BMT itu
sendiri.
Sumber dana BMT pada prinsipnya dikelompokkan menjadi 3
bagian, yakni dana pihak pertama (modal), dana pihak kedua
(pinjaman pihak luar), dan dana pihak ketiga (simpanan atau
tabungan).19
1) Dana pihak pertama (DP1)
Dana pihak pertama sangat diperlukan BMT terutama pada saat
pendirian. Tetapi dana ini dapat terus dikembangkan, seiring
dengan perkembangan BMT. Sumber dana pihak pertama meliputi,
a) Simpanan pokok khusus (modal penyertaan), yaitu simpanan
modal penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun
lembaga dengan jumlah penyimpanan tidak harus sama.
Simpanan hanya dapat ditarik setelah jangka waktu 1 tahun
melalui musyawarah tahunan. Atas simpanan ini, penyimpan
akan mendapatkan porsi sisa hasil usaha atau laba pada tiap
akhir tahun secara proporsional dengan modalnya.
b) Simpanan pokok, merupakan simpanan yang harus dibayar saat
menjadi anggota BMT. Besarnya pokok harus sama. Simpanan
pokok tidak dapat ditarik, jika ditarik maka keanggotaan
dinyatakan berhenti.
25
c) Simpanan wajib, merupakan sumber modal yang mengalir terus
setiap waktu. Besar kecilnya tergantung pada kebutuhan
permodalan dan anggotanya.
2) Dana Pihak Kedua (DP II), yaitu dana yang bersumber dari
pinjaman pihak luar. Nilai dana ini tidak terbatas, tergantung pada
kemampuan BMT masing-masing dalam menanamkan kepercayaan
pada investor. Pihak luar yang dimaksud adalah bank syariah (BMI,
BRIS, BPRS, BNIS) maupun lembaga antar BMT, seperti
puskopsyah atau Inkopsyah.
3) Dana Pihak Ketiga (DP III). Dana ini merupakan simpanan
sukarela atau tabungan dari para anggota BMT. Jumlah dan sumber
dana ini sangat luas dan tidak terbatas. Dilihat dari cara
pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua yakni
simpanan lancar (tabungan), dan simpanan tidak lancar (deposito).
b. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat,
dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing. Dana
masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang dimiliki, hal
ini sesuai dengan fungsi lembaga keuangan sebagai penghimpun dana
dari masyarakat.20 Dana pihak ketiga dalam perbankan syariah terbagi
atas giro, tabungan dan deposito. Sedangkan pada BMT dana pihak
ketiga dibagai menjadi 2 jenis, yaitu tabungan (simpanan lancar) dan
26
deposito (simpanan tidak lancar), yang dilkukan dengan menggunakan
prinsip wadi>’ah maupun mud}a>rabah.21
1) TabunganWadi>’ah,
Wadi’ah artinya adalah titipan. Jadi prinsip tabungan wadi’ah
merupakan akad penitipan uang pada BMT, dimana BMT harus
menjaga dan merawat dengan baik serta mengembalikannya saat
penitip (muwadi’) menghendakinya. Prinsip wadiah ada 2 yaitu
wadi>’ah yad d}omanah (BMT dapat memanfaatkan simpanan dari
penitip) dan wadi>’ah yad amanah (BMT tidak dapat
memanfaatkan simpanan dari penitip)
2) Tabungan Mud}a>rabah
Adalah tabungan yang penyetorannya dan penarikannya dapat
dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
sebelumnya. Mud}a>rabah merupakan akad kerjasama modal dari
pemilik dana (s}a>hibul ma>l) degan pengelola dana (mud}arib) atas
dasar bagi hasil. Dalam hal ini BMT bertindak sebagai mud}arib
sedangkan anggota atau nasabah bertindak sebagai s}a>hibul ma>l.
Variasi jenis tabungan yang berakad mud}a>rabah dapat
dikembangkan ke dalam berbagai variasi tabungan, seperti:
a) Tabungan haji: tabungan khusus yang menampung keinginan
masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji dalam jangka
panjang.
27
b) Tabungan qurban : tabungan untuk para s}a>hibul qurban, yaitu
produk yang disediakan untuk membantu masyarakat dalam
merencanakan ibadah qurbannya.
c) Tabungan pendidikan: tabungan yang disediakan untuk
membantu masyarakat dalam menyediakan kebutuhan dana
pendidikan di masa yang akan datang.
3) Deposito Mud}a>rabah
Adalah simpanan anggota yang pengambilannya hanya dapat
dilakukan pada saat jatuh tempo. Jangka waktu yang dimaksud
meliputi: 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.
Dana pihak ketiga yang disingkat DPK merupakan sumber
dana bank yang utama dan yang terbesar, karena hal ini sesuai dengan
fungsi bank atau BMT sebagai penghimpun dana dari pihak
masyarakat yang kelebihan dana. Menurut Lukman Dendawijawa,
mengemukakan bahwa dana yang dihimpun dari masyarakat dapat
mencapai 80%-90% dari seluruh dana yang dikelola bank, dan
kegiatan perkreditan (dalam lembaga keuangan syariah, disebut
pembiayaan) mencapai 70%-80%. Apabila pertumbuhan DPK
menunjukkan kecendrungan yang menurun, maka akan memperlemah
kegiatan operasional bank. Sehingga semakin banyak DPK yang
berhasil dihimpun oleh bank, maka akan semakin banyak pula
28
Besar kecilnya dana yang berhasil dihimpun oleh suatu
lembaga keuangan merupakan ukuran dalam menilai tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap bank atau lembaga keuangan
tersebut. Dan tingkat kepercayaan masyarakat sangat dipengaruhi
oleh kinerja bank atau lembaga yang bersangkutan.22
4. Non Performing Financing (Pembiayaan Bermasalah)
a. Pengertian Non Performing Financing
Pembiayaan bermasalah dalam perbankan syariah dikenal
dengan istilah Non Performing Financing (NPF), sedangkan dalam
perbankan konvensional dikenal dengan istilah Non Performing Loan
(NPL), merupakan salah satu resiko yang dihadapi oleh bank atau
lembaga keuangan lainnya dalam penyaluran pembiayaan. NPF adalah
resiko tidak terbayarnya pembiayaan yang telah diberikan atau sering
disebut resiko pembiayaan. Resiko pembiayaan umumnya timbul dari
berbagai pembiayaan yang termasuk dalam kategori bermasalah atau
Non Performing Financing (NPF).23 Non Performing Financing (NPF)
adalah suatu rasio keuangan bank yang menggambarkan besarnya
tingkat pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan yang
disalurkan. Untuk NPF pembiayaan mud}a>rabah secara matematis
dapat dirumuskan berikut,
22 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Edisi Pertama (Bogor: Ghalia Indonesia, 2000), 85.
29
Keterangan :
NPF m : rasio pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah
KL : pembiayaan mud}a>rabah dalam kategori kurang lancar
D : pembiayaan mud}a>rabah dalam kategori diragukan
M : pembiayaan mud}a>rabah dalam kategori macet
Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) KJKS-UJKS,
mendefinisikan pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi
pembiayaan dimana terdapat suatu penyimpangan dalam pembayaran
kembali pembiayaan yang berakibat terjadi kelambatan dalam
pengembalian, atau kemungkinan terjadinya kerugian bagi koperasi.24
NPF adalah rasio keuangan untuk mengukur kinerja lembaga
keuangan dari segi pembiayaan yang diberikannya pada nasabah.25
Jadi NPF menghitung berapa % (persen) pembiayaan yang bermasalah
(kurang lancar, diragukan, macet) dibandingkan dengan total
pembiayaan yang diberikan. Semakin besar NPF maka semakin buruk
kinerja lembaga keuangan, karena berarti banyak kredit atau
pembiayaan yang tidak dapat ditagih, yang pada akhirnya
mempengaruhi pendapatan. Ketentuan BI yang menyatakan bank /
KJKS berkinerja baik mencatat pembiayaan bermasalah maksimal
adalah 5% (mengacu pada angka yang dipersyaratkan BI pada NPF).
24“Standart Operasional Pelaksanaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan
Syariah Koperasi”…, 129.
30
Secara umum pembiayaan bermasalah disebabkan oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada
dalam BMT sendiri, dan faktor utama yang paling dominan adalah
faktor manajerial. Timbulnya kesulitan-kesulitan keuangan BMT
yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa
hal, seperti kelemahan dalam kebijakan pemberian pembiayaan,
lemahnya pengawasan, dan permodalan yang tidak cukup. Sedangkan
faktor eksernal adalah faktor yang berada di luar kekuasaan
manajemen perusahaan seperti, bencana alam, peperangan, perubahan
dalam kondisi perekonomian, perubahan teknologi,dll.26
Penanganan terhadap pembiayaan bermasalah perlu dilakukan
dengan cara:27
1) Preventif (Pencegahan)
a) Pemahaman dan pelaksanaan proses pembiayaan yang benar,
menyangkut internal (koperasi) dan eksternal (mitra dan
lingkupnya).
b) Pemantauan dan pembinaan pembiayaan
c) Memahami faktor yang menjadi penyebab pembiayaan
bermasalah
26 Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di Bank Syariah…,73.
31
2) Kuratif (Penyelesaian): melakukan analisis-evaluasi ulang
mengenai aspek (manajemen, pemasaran, produksi, keuangan,
agunan).
b. Kategori Pembiayaan Bermasalah
Berdasarkan ketentuan pasal 9 PBI No.8/21/PBI/2006/ tentang
kualitas aktiva bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diubah dengan PBI
No.9/9/PBI/2007 dan PBI No. 10/24/PBI/2008, kualitas pembiayaan
dinilai berdasarkan aspek-aspek28: Prospek usaha, kinerja
(performance) nasabah, kemampuan membayar.
Atas dasar penilaian aspek-aspek tersebut kualitas pembiayaan
ditetapkan menjadi 5 golongan yaitu lancar (L) atau golongan I,
dalam perhatian khusus (DPK) atau golongan II, kurang lancar (KL)
atau golongan III, diragukan (D) atau golongan IV, macet (M) atau
golongan V.
Adapun kriteria komponen-komponen dari aspek penetapan
penggolongan kualitas pembiayaan diatur dalam lampiran I Surat
Edaran Bank Indonesia No.8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006
tentang penilaian aktiva produktif bank umum yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diubah
32
dengan SEBI No. 10/36/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 (SEBI No.
8/22/DPbS).29
Pada koperasi jasa keuangan syariah kriteria pembiayaan
bermasalah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan
UKM Republik Indonesia NO.35.3/PER/M.KUKM/X/2007 tentang
pedoman pelaksanaan penilaian kesehatan koperasi jasa keuangan
syariah dan unit jasa keuangan syariah dan juga tercantum dalam
Standart Operasional UJKS dan KJKS, dimana didalamnya
menyebutkan bahwa kualitas pembiayaan pada koperasi terdiri atas,
pembiayaan lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
1) Lancar: pembiayaan mud}a>rabah dikatakan lancar jika pembayaran
pokok tepat waktu.
2) Kurang lancar: pembiayaan mud}a>rabah dikatakan kurang lancar
jika terjadi tunggakan pembayaran pokok sampai dengan 3 bulan
atau 90 hari.
3) Diragukan: pembiayaan mud}a>rabah dikatakan diragukan jika
terjadi tunggakan pembayaran pokok antara 3 – 6 bulan.
4) Macet: pembiayaan mud}a>rabah dikatakan macet jika terdapat
tunggakan pembayaran pokok lebih dari 6 bulan.
33
Secara ringkas kategori NPF berdasarkan pada kemampuan
[image:44.595.112.516.202.523.2]bayar nasabah terdapat pada tabel berikut.
Tabel 2.1.
Kategori NPF Berdasarkan Kemampuan Bayar Nasabah
Jenis pembiayaan
Kategori yang diperhitungkan dalam NPF Kurang lancar Diragukan Macet mud}a>rabah Tunggakan
angsuran pokok s.d. 90 hari / 3 bulan
Tunggakan angsuran pokok
pembiayaan > 90
s.d. 180 hari (3-6 bulan)
Tunggakan >
180 hari, atau 6 bulan
Sumber : SOP KJKS UJKS, 242.
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian ini berjudul Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK) dan
Tingkat Rasio Non Performing Finacing (NPF) terhadap Pembiayaan
Mud}a>rabah di BMT Nurul Jannah Gresik. Penelitian ini tentu tidak lepas dari
berbagai penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan juga
referensi.
1. Penelitian oleh Aan Afrianti (2010),30 yang berjudul “Strategi KJKS
dalam Menekan Non Performing Financing (Studi Kasus Pada KJKS
Arrahmah Cinere)”, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perkembagan NPF pada KJKS Arrahmah, dan juga mengetahui strategi
apa yang dilakukan oleh KJKS untuk menekan Non Performing
Financing. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan analisis
data secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat NPF
tahun 2006 sebesar 3,3 %, tahun 2007 sebesar 3%, dan pada tahun 2008
34
sebesar 2,3%. Rasio NPF tersebut ≤ 5%, yang ditetapkan oleh BI. Adapun
strategi yang digunakan dalam menekan NPF yaitu selalu mematuhi SOP
pengajuan pembiayaan yang telah ditetapkan perusahaan, memberikan
hadiah bagi anggota yang pembiayaanya lancar, sering melakukan
kunjungan ke anggota, melakukan binaan terhadap usaha anggota, dan
sering bersilaturrahmi dengan anggota.
2. Penelitian oleh Mochammad Irfansyah (2007),31 yang berjudul “Pengaruh
Jumlah Pembiayaan Yang Disalurkan Terhadap Tingkat Rasio Non
Performing Financing (Studi Kasus pada PT Bank DKI Syariah)”,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh total pembiayaan
yang disalurkan (pembiayaan mud}a>rabah, musha>rakah, mura>bah}ah,
istis}na, salam, ija>rah, dan pinjaman qardu>l hasan) terhadap tingkat rasio
Non Performing Financing. Sumber data yang digunakan adalah data
primer yaitu wawancara dengan pihak bank, sedangkan data sekunder
adalah data berupa laporan keuangan selama 3 periode dari tahun
2005-2007. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji regresi sederhana,
dan korelasi product moment. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
nilai koefisien korelasi sebesar 0,84, dapat diketahui bahwa tingkat
hubungan antara pembiayaan yang disalurkan terhadap rasio NPF cukup
tinggi, sedangkan hasil dari uji regresi linier sederhana didapatkan hasil
persamaan regresi Y = -0,0039 + 0,0000067X. Dari persamaan tersebut
35
dapat disimpulkan bahwa jumlah pembiayaan yang disalurkan memiliki
keterkaitan atau hubungan yang positif terhadap rasio Non Performing
Financing, artinya setiap perubahan jumlah pembiayaan yang disalurkan
akan merubah tingkat rasio Non Performing Financing.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Ustad Fatah Al-Hakim (2006),32 yang
berjudul “Pengaruh Tingkat Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Terhadap Pemberian Pembiayaan Tahun 2003-2004 Pada BMT Bangun
Amratani Salaman Magelang”. Sumber data yang digunakan berasal dari
data primer dan sekunder. Teknik analisis data yang digunakan adalah
dengan menggunakan analisis korelasi dan regresi linier. Uji hipotesis
dengan menggunakan uji t hitung dan uji F hitung. Hasil penelitian dengan
menggunakan analisis korelasi diketahui bahwa koefisien korelasi antara
Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan pembiayaan adalah 0,305 dengan
signifikansi sebesar 0,147. Nilai r hitung (0,305) < r tabel (0,404), hal ini
berarti hubungan antara DPK terhadap pembiayaan adalah lemah atau
rendah. Sedangkan berdasarkan pada analisis regresi linier diketahui nilai
koefisien korelasi sebesar 0,093. Hal ini berarti 9,3% pemberian
pembiayaan dipengaruhi oleh DPK sedangkan sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain. Sedangkan hasil uji hipotesis dengan uji t hitung, diperoleh
nilai t hitung sebesar 1,504 < dari t tabel (1,717), ini berarti tidak signifikan.
Dengan demikian DPK tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian
32Ustad Fatah Al Hakim, “Pengaruh Tingkat Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pemberian Pembiayaan Tahun 2003-2004 Pada BMT Bangun Amratani Salaman Magelang”
36
pembiayaan. Dari uji F hitung diperoleh nilai sebesar 2,262 dengan tingkat
signifikan 0,147. Oleh karena nilai F hitung (2,262) < F tabel (3,443) maka
dapat disimpulkan bahwa DPK tidak berpengaruh signifikan terhadap
pembiayaan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Yani Figriyanti (2010),33 yang berjudul
“Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Penyaluran Kredit pada PT. BNI
(Persero) Tbk”. Berdasarkan analisis statistik diketahui korelasi antara
variabel X dan variabel Y yaitu sebesar 0,967 berarti terjadi korelasi
positif yang artinya apabila DPK naik akan menyebabkan penyaluran
kredit naik, juga sebaliknya. Nilai koefisien determinasi sebesar 93,51%
mengandung pengertian bahwa DPK mempengaruhi penyaluran kredit.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Dita Andraeny (2011)34, yang berjudul
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga Tingkat Bagi Hasil dan Non
Performing Financing terhadap Volume Pembiayaan yang Berbasis Bagi
Hasil pada Perbankan Syariah di Indonesia. Dalam penelitian ini data
yang digunakan adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan
tahun 2006-2010 dengan periode bulanan pada Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah yang telah dipublikasikan pada website. Teknik
analisis data yang digunakan adalah Partial Least Square (PLS) dengan
software SmartPLS 2.0. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa DPK
33 Yani Figriyanti, “Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit pada PT. BNI
(Persero) Tbk” Jurnal Ekonomi dan Bisnis—perpustakaan pusat UNIKOM, 2010.
37
berpengaruh positifdan signifikan terhadap pembiayaan berbasis bagi
hasil, hal ini dijelaskan dari hasil t hitung sebesar 48,665 > dari t tabel yaitu
1,67. Pada variabel bagi hasil diperoleh t hitung sebesar 5,919 yang lebih
besar dari t tabel yaitu 0,115, sehingga variabel bagi hasil berpengaruh
positif signifikan terhadap pembiayaan berbasis bagi hasil. Sedangkan
pada variabel NPF diperoleh nilai t hitung sebesar 0,073 lebih kecil dari t
tabel yaitu 1,67 sehingga dapat disimpulkan bahwa NPF tidak berpengaruh
signifikan terhadap pembiayaanberbasis bagi hasil.
6. Penelitian yang dilakaukan oleh Imam Mukhlish (2011),35 yang berjudul
“Penyaluran Kredit Bank ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan
Tingkat Rasio Non Performing Loans”. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh jangka pendek dan jangka panjang jumlah
Dana Pihak Ketiga dan tingkat rasio Non Performing Loans terhadap
penyaluran kredit. Obyek penelitian dilakukan di Bank BRI, data
diperoleh dari laporan keuangan tahunan yang telah dipublikasikan dari
tahun 2000-2009. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan
menggunakan analisis regresi dinamis versi error correction model
(ECM). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK)
baik dari jangka pendek maupun jangka panjang tidak berpengaruh
terhadap kredit yang disalurkan. Sedangkan variabel NPL dalam jangka
pendek berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyaluran kredit,
35 Imam Mukhlish, “Penyaluran Kredit Bank ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat
38
sedangkan dalam jangka panjang NPL tidak berpengaruh terhadap
penyaluran kredit.
7. Penelitian yang dilakukan oleh Aqidah Asri Suwarsi (2008)36, yang
berudul Pengaruh Loan to Asset Ratio (LAR) Rate Of Return On Loan
Ratio (RRLR) Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Non Performing
Financing (NPF) terhadap Penyaluran Pembiayaan. Penelitian ini
dilakukan di Bank Mandiri Syariah. Data yng digunakan adalah data
sekunder berupa data laporan keuangan periode Januari 2004 hingga
Desember 2006 yang telah dipublikasikan (36 data bulanan). Teknik
analisis data yang digunakan adalah dengan metode Regresi Linier
Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Loan to Asset
Rasio berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan. Variabel Rate Of Return On Loan Ratio tidak berpengaruh
terhadap penyaluran pembiayaan. Vaiabel Capital Adequacy Ratio
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran pembiayaan.
Sedangkan Non Performing Financing (NPF) berpengaruh negatif
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan.
Persamaan penelitian saya dengan penelitian terdahulu adalah,
sama-sama menggunakan variabel dana pihak ketiga pada penelitian Fatah (2006),
dan Yani (2010). Sedangkan perbedaannya adalah, pada penelitian saya
terdapat 2 variabel bebas yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Non
39
Performing Financing (NPF) pada variabel terikat, penelitan saya fokus pada
pembiayaan mud}a>rabah. Perbedaan selanjutnya, jenis penelitian yang
digunakan, penelitian saya merupakan penelitian kuantitatif sedangkan
penelitian Aan (2007), adalah kualitatif. Pada penelitian yang sudah ada,
metode analisis data menggunakan analisis regresi linier sederhana,
sedangkan pada penelitian saya menggunakan analisis regresi linier berganda
dengan uji hipotesis menggunkan uji t dan uji F. Sedangkan obyek penelitian
pada penelitian saya bertempat di BMT Nurul Jannah Gresik, pada penelitian
sebelumnya dilakukan di bank konvensional. Lebih lengkapnya mengenai
perbedaan dan persamaan penelitian terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.2
Persamaan Dan Perbedaan Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Variabel
penelitian
Metode Analisis Data
Hasil
1. Aan Afrianti (2010) (Kualitat if) Strategi KJKS dalam Menekan Non Performing
Financing (Studi
Kasus Pada KJKS Arrahmah Cinere)
- Metode
deskriptif
Tingkat NPF tahun 2006-2008 sebesar 3,3 %, 3%, 2,3%. Rasio NPF tersebut ≤ 5%, yang ditetapkan oleh BI.
Strategi yang digunakan dalam menekan NPF yaitu selalu mematuhi SOP pengajuan
pembiayaan yang telah ditetapkan perusahaan,
[image:50.595.108.529.214.754.2]
40
terhadap usaha anggota, dan sering bersilatur rahmi dengan anggota. 2. Mocham
mad Irfansyah (2007) (Kuantita tif) Pengaruh Jumlah Pembiayaan Yang Disalurkan Terhadap Tingkat Rasio Non Performing Financing (Studi Kasus pada PT Bank DKI Syariah) X = Pembiayaa n Y = Tingkat Rasio Non Performing Financing Regresi linier sederhana jumlah pembiayaan yang disalurkan memiliki keterkaitan atau hubungan yang positif terhadap rasio Non Performing
Financing, artinya
setiap perubahan jumlah pembiayaan yang disalurkan akan merubah tingkat rasio Non Performing Financing. 3. Ustad
Fatah Al-Hakim (2006) (Kuantita tif) Pengaruh Tingkat Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK) Terhadap Pemberian Pembiayaan Tahun 2003-2004 Pada BMT Bangun Amratani Salaman Magelang X= DPK Y= Pembiayaa n Regresi linier sederhana DPK tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan..
4. Yani Figriyant i (2010) (Kuantita tif) Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit pada PT. BNI (Persero) Tbk X= DPK Y= Kredit Korelasi sederhana korelasi antara variabel X dan variabel Y yaitu sebesar 0,967 berarti terjadi korelasi positif yang artinya apabila DPK naik akan menyebabkan penyaluran kredit naik, juga sebaliknya. Nilai koefisien determinasi sebesar 93,51% mengandung pengertian bahwa DPK mempengaruhi penyaluran kredit. 5 Dita
Andraen y (2011)
Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga Tingkat Bagi Hasil dan Non
Performing
X1 = DPK
X2 = Bagi
Hasil X3 = NPF
41
C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian menurut Sapto Haryoko menjelaskan
secara teoritis model konseptual variabel-variabel penelitian, tentang
bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel
penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dalam Financing terhadap Volume Pembiayaan yang Berbasis Bagi Hasil pada Perbankan Syariah di Indonesia Y = Pembiayaa n Bagi Hasil SmartPLS 2.0. berpengaruh positif signifikan terhadap pembiayaan berbasis bagi hasil. Sedangkan pada Variabel NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaanberbasis bagi hasil.
6 Imam Mukhlish (2011) (Kuantita tif)
Penyaluran Kredit Bank ditinjau dari Jumlah Dana Pihak Ketiga dan Tingkat Rasio Non Performing Loans di Bank BRI
X1 = DPK
X2 = NPF
Y = Kredit
analisis regresi dinamis versi error correction model (ECM)
Dalam jangka pendek maupun jangka panjang DPK tidak berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit. Variabel NPL berpengaruh negative dan signifikan terhadap penyaluran kredit, sedangkan dalam jangka panjang NPL tidak
berpengaruh terhadap penyaluran kredit 7 Aqidah
Asri Suwarsi (2008)
Pengaruh Loan to Asset Rasio Rate Of Return On Loan Ratio Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Financing terhadap Penyaluran Pembiayaan
X1 = LAR
X2 =
RRLR X3 = CAR
X4 = NPF
Y= Pembiayaa n Regresi Linier Berganda
Variabel LAR dan CAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembiayaan Variabel RRLR tidak berpengaruh
42
penelitian kuantitatif, kerangka konseptual merupakan suatu kesatuan
kerangka pemikiran yang utuh dalam rangka mencari jawaban-jawaban
ilmiah terhadap masalah-masalah penelitian yang menjelaskan tentang
variabel-variabel, hubungan antara variabel-variabel secara teoritis yang
berhubungan dengan hasil penelitian yang terdahulu yang kebenarannya
dapat diuji secara empiris.37 Kerangka konseptual kausal menggunakan
kalimat: “jika sebabnya begini maka berakibat begini”.38 Untuk mengetahui
masalah yang akan dibahas, perlu adanya kerangka konseptual yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Pengaruh secara parsial Pengaruh secara simultan
Gambar 2.3. Kerangka konseptual
37 Iskandar, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif) (Jakarta: Gaung Persada Perss, 2008), 55.
38 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D (Bandung: Alfabeta, 2009), 283.
X1: Dana Pihak Ketiga (DPK)
X2: Non Performing Financing (NPF)
Y: Pembiayaan