PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1
TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Diyah Haryanti NIM 12111247006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MOTTO
Membacakan buku untuk anak merupakan satu aktivitas terpenting untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk belajar
membaca.
Marilyn Jager Adams
Buku apapun yang membantu seseorang anak membentuk kebiasaan membaca, menjadikan membaca kebutuhannya yang mendalam dan tiada habis, adalah buku
yang baik baginya.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Keluargaku yang telah mendampingi dan selalu memberikan dukungan
PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1
TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA
Oleh Diyah Haryanti NIM 12111247006
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language pada anak kelompok B1 di TK Pedagogia Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research) yang bersifat kolaboratif. Desain penelitian ini mengadopsi model spiral
dan pendapat Kemmis dan Mc. Taggart melalui empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian tindakan kelas berjumlah 19 anak yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Objek penelitian adalah keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole
language. Metode pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi.
Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan dokumentasi. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif kualitatif.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya keterampilan membaca permulaan pada hasil observasi penelitian pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal anak yang berkriteria kurang mampu sebanyak 9 anak, pada kondisi siklus I mengalami peningkatan kriteria belum mampu sebanyak 10 anak, pada kondisi siklus II mengalami peningkatan kriteria mampu menjadi 15 anak. Adapun keterampilan membaca permulaan yang akan ditingkatkan adalah menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebut dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang sejenis/sama, dan bercerita/membaca tentang gambar yang disediakan.
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
PENGESAHAN... ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN TEORI A. Karakteristik Anak TK ... 9
B. Hakikat Membaca Permulaan Anak TK ... 11
1. Perkembangan Bahasa Anak TK ... 11
2. Pengertian Membaca Permulaan Anak TK ... 15
3. Tahap-tahap Perkembangan Membaca Permulaan Anak TK ... 18
4. Tujuan Membaca Permulaan Anak TK ... 19
C. Pendekatan Whole Language ... 21
1. Pengertian Pendekatan Whole Language ... 21
2. Tahapan Pendekatan Whole Language ... 22
3. Prinsip Pendekatan Whole Language ... 23
4. Komponen-komponen Pendekatan Whole Language ... 24
5. Ciri-ciri Kelas Pendekatan Whole Language ... 32
6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Whole Language ... 34
D. Kerangka Berpikir ... 35
H. Hipotesis ... 37
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 38
B.Subjek Penelitian ... 39
C.Tempat, Waktu, Setting Penelitian ... 39
D.Desain Penelitian ... 40
E. Metode Pengumpulan Data ... 44
F. Instrumen Penelitian ... 45
G.Teknik Analisis Data ... 46
H.Kriteria Keberhasilan ... 47
I. Indikator Keberhasilan ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 48
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48
2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 48
3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 50
a) Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Siklus I ... 50
b) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ... 53
c) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ... 75
B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 98
C.Keterbatasan Penelitian ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 104
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6
Tahun ... 17
Tabel 2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 24
Tabel 3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 26
Tabel 4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 27
Tabel 5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 28
Tabel 6. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 29
Tabel 7. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 30
Tabel 8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 31
Tabel 9. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 31
Tabel 10. Hasil Kemampuan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Kondisi Awal ... 50
Tabel 11. Data Observasi Siklus I Pertemuan Pertama ... 59
Tabel 12. Data Observasi Siklus I Pertemuan Kedua ... 65
Tabel 13. Data Observasi Siklus I Pertemuan Ketiga ... 70
Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Pada Siklus I ... 71
Tabel 15. Data Observasi Siklus II Pertemuan Pertama ... 79
Tabel 16. Data Observasi Siklus II Pertemuan Kedua ... 85
Tabel 17. Data Observasi Siklus II Pertemuan Ketiga ... 91
Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Pada Siklus II ... 94
Tabel 21. Penilaian Membaca Permulaan dengan Menyebut dan Mengeja Tulisan Yang disediakan pada Buku Cerita
Bergambar ... 113 Tabel 22. Penilaian Membaca Permulaan dengan Membaca dan
Mengelompokkan Kata yang disediakan pada Kartu Kata
Bergambar ... 113 Tabel 23. Penilaian Membaca Permulaan dengan Bercerita/Membaca
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language di
Kelompok B ... 37
Gambar 2. Proses Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language ... 40
Gambar 3. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus ... 50
Gambar 4. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus dan Siklus I .. 72
Gambar 5. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 95
Gambar 6. Prosentase Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 97
Gambar 7. Papan tulis sebelum penelitian belum ada label nama-nama benda di dalam kelas ... 200
Gambar 8. Area persiapan sebelum penelitian ... 200
Gambar 9. Area main peran sebelum penelitian ... 200
Gambar 10. Area balok sebelum penelitian ... 200
Gambar 11. Area persiapan untuk kegiatan membaca yang di samping meja terdapat rak buku perpustakaan. ... 201
Gambar 12. Area persiapan untuk menggambar dengan tulisan... 201
Gambar 13. Area persiapan untuk membaca buku dengan bimbingan. .... 201
Gambar 14. Anak berdoa bersama sebelum kegiatan di mulai. ... 202
Gambar 15. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bimbingan guru.(guided reading)... 202
Gambar 16. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bersuara. ... 202
Gambar 17. Anak membaca buku cerita bergambar di dalam hati. ... 203
Gambar 18. Anak membaca bebas kartu kata bergambar. ... 203
Gambar 20. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bersuara
yang disediakan guru (reading aloud). ... 204 Gambar 21. Anak menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf. ... 204 Gambar 22. Anak membaca buku cerita bergambar yang disediakan
guru di depan teman-teman. ... 204 Gambar 23. Anak menulis kalimat bebas pada gambar yang dibuat. ... 205 Gambar 24. Anak membaca dan mengelompokkan kata-kata yang
sejenis/sama... 205 Gambar 25. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang
mempunyai suara huruf awal sama. ... 205 Gambar 26. Anak membaca buku cerita bergambar bersama teman. ... 206 Gambar 27. Anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda .. 206 Gambar 28. Anak menulis kalimat dengan bimbingan guru... 206 Gambar 29. Anak membaca buku cerita bergambar saat istirahat di area
persiapan dengan antusias. ... 207 Gambar 30. Anak menggambar dengan tulisan (journal writing). ... 207 Gambar 31. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang
mempunyai suara huruf awal sama ... 207 Gambar 32. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di
suatu benda (independent writing) pada pra siklus ... 208 Gambar 33. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di
suatu benda (independent writing) pada siklus I ... 208 Gambar 34. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di
suatu benda (independent writing) pada siklus II ... 209 Gambar 35. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru
(journal writing) pada tahap pra siklus ... 209 Gambar 36. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru
(journal writing) pada siklus I ... 210 Gambar 37. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru
(journal writing) pada siklus II ... 210 Gambar 38. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru
(independent writing) pada siklus I ... 211
Gambar 39. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 106
Lampiran 2. Jadwal Penelitian ... 110
Lampiran 3. Kisi-kisi Observasi dan Rubrik ... 112
Lampiran 4. Instrumen Observasi. ... 115
Lampiran 5. Rencana Kegiatan Harian (RKH) ... 119
Lampiran 6. Hasil Keterampilan Membaca Permulaan ... 184
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang terdapat pada UU no 20 th
2003 pasal 1 ayat 14 yang berbunyi:
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Sejalan dengan sistem pendidikan nasional, maka anak usia dini merupakan
periode emas (the golden age) yang merupakan masa anak mulai peka/sensitif
untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak
berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara
individual. Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana
perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa (Direktorat PAUD,
2004:2). Perkembangan adalah suatu perubahan yang bersifat kualitatif yaitu
berfungsi tidaknya organ-organ tubuh. Perkembangan dapat juga dikatakan
sebagai suatu urutan perubahan yang bersifat saling mempengaruhi antara
aspek-aspek fisik dan psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.
Perkembangan anak dibagi menjadi dua bagian yaitu perkembangan
biologis dan perkembangan psikologis. Perkembangan biologis adalah
lahir sampai setelah lahir. Perkembangan psikologis membahas perkembangan
anak sejak masa konsepsi sampai masa kanak-kanak. Aspek-aspek perkembangan
pada anak meliputi fisik motorik, intelektual/kognitif, moral, emosional, sosial,
dan bahasa. Perkembangan (development) adalah suatu proses perubahan ke arah
kedewasaan atau pematangan yang bersifat kualitatif (ditekankan pada segi
fungsional) akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan hasil belajar dan
biasanya tidak dapat diukur. Contohnya pematangan sel ovum dan sperma,
munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dan seterusnya (Wynda Indah, 2013;
1). Akhmad Sudrajat (Setiawan Dimas, 2012; 2) memberikan definisi bahwa:
“Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan– perubahan yang dialami
individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya”.
Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan
dipengaruhi beberapa faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif,
sosio emosional dan bahasa.
Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi
fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (tata bahasa), semantik
(variasi arti), dan pragmatik (penggunaan), bahasa (Nurbiana Dhieni, 2009, 31).
Dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran
maupun perasannya pada orang lain. Owens dalam Nurbiana Dhieni (2009; 3,1)
mengemukakan bahwa anak usia 4–5 tahun memperkaya kosakatanya melalui pengulangan. Anak mengulangi kosakata yang baru dan unik, sekalipun belum
dengan stimulus yang terus menerus melalui bermain. Anak akan mudah dan
cepat menguasai buku cerita bergambar jika anak membuat gambar sendiri. Hal
itu merupakan kemampuan dasar dalam belajar membaca. Membaca permulaan
anak merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan
membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai
keterampilan. Membaca adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan
dalam bentuk urutan lambang–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,
berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.5).
Berdasarkan beberapa penelitian (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17) bahwa
Perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif anak sebagai peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan yaitu; 1) tahap fantasi (magical stage), 2) tahap pembantukan konsep diri (self concept stage), 3) tahap membaca gambar
(bridging reading stage), 4) tahap pengenalan bacaaan (take off reader
stage), 5) tahap membaca lancar (independent reader stage).
Hampir sama dengan pendapat Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim,
2009: 11) tujuan membaca bagi anak yaitu; 1) kesenangan, 2) menyempurnakan
membaca nyaring, 3) menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui
pengetahuannya tentang suatu topik, 5) mengaitkan informasi untuk laporan lisan
maupun tertulis, 6) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 7) menampilkan
dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 8) menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt (dalam Nurbiana Dhieni, 2009:
5.4) bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat
mempengaruhi kebahasaan yang lebih tinggi. Anak akan berbicara dan belajar
memahami gagasan secara lebih baik, sehingga pengembangan membaca pada
anak TK dapat dilaksanakan dalam batas-batas aturan praskolastik atau
pra-akademik sesuai dengan karakteristik anak. Praskolastik artinya sekolah tidak
mengajarkan kemampuan akademik kepada anak. Keterampilan membaca
permulaan anak akan lebih optimal apabila pembelajaran menggunakan
pendekatan whole language.
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang
menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Agus
Wuryanto, 2010; 1). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa
merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg dalam
Agus Santosa, 2004; 1). Pembelajaran keterampilan bahasa seperti tata
bahasa/tulisan dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan nyata. Seperti
pembelajaran tentang bunga, maka anak mengetahui bentuk bunga asli atau
gambar beserta pengucapan kata bunga dan tulisan bunga.
Keunggulan dari pendekatan whole language adalah pertama pengajaran
keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata
disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Kedua dalam
fasilitator dalam pembelajaran dengan menyiapkan bahan yang digunakan anak,
kemudian mengamati, mencatat, menilai kegiatan anak. Ketiga pendekatan whole
language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun
dapat diterapkan dalam pembelajaran lainnya seperti pembelajaran di area main
peran (Hariyanto, 2012: 9).
Berdasarkan observasi pada bulan September tahun 2014 yang dilakukan di
TK Pedagogia kelompok B1, banyak anak dari segi perkembangan kemampuan
nilai agama moral, sosial emosional, kognitif, motorik sudah berkembang dengan
baik, namun dalam perkembangan bahasa yaitu keterampilan membaca ada 17
anak yang terlihat cukup terampil. Keterampilan membaca dimulai dari adanya
minat untuk membaca. 17 anak tersebut tidak memiliki minat untuk membaca.
Hal ini terlihat dalam kegiatan membaca buku di area persiapan, anak masih
sedikit yang berminat. Anak belum aktif saat bermain kartu kata dan kegiatan
tanya jawab. Nilai agama moral anak sudah baik seperti berdoa sebelum
melakukan sesuatu dengan tertib. Sosial emosional anak berkembang dengan baik
saat antri mencuci tangan, bergantian memainkan mainan, mengikuti kesepakatan
kelas yang dibuat dan lainnya. Namun beberapa anak masih belum aktif
berkomunikasi dengan teman. Anak ada yang terkadang melihat teman bermain.
Anak akan bermain bersama setelah diajak teman lainnya. Kognitif anak akan
berkembang baik jika anak aktif saat tanya jawab. Contohnya 3 anak aktif dalam
kegiatan tanya jawab maka anak mampu menyelesaikan tugas sendiri secara cepat
menggunakan LKA serta menggunakan pendekatan decoding. Decoding adalah
proses menerjemahkan kata-kata tertulis menjadi sebuah kata yang diucapkan
cracking the code. Seorang anak yang telah mengembangkan keterampilan
membaca permulaan melalui pendekatan decoding mulai mendapatkan kelancaran
ketika membaca tanpa membutuhkan usaha. Ketika lancar atau fasih, membaca
menjadi otomatis dan terdiri dari pengenalan kata ketimbang terdengar keluar dan
menggabungkan suku kata yang diperlukan untuk memecahkan kode kata-kata
(Learning Disability Association of America, 1998: 1).
Pendekatan decoding ini kurang efektif jika berupa kalimat, karena akan
membutuhkan waktu yang lama untuk menyebutkan huruf satu demi satu
dirangkai menjadi kata kemudian kalimat. Kegiatan pembelajaran di kelompok
B1 TK Pedagogia belum menggunakan pendekatan whole language dalam
mengembangkan keterampilan membaca permulaan. Untuk memaksimalkan
perkembangan bahasa permulaan di TK Pedagogia kelompok B1 menggunakan
pendekatan whole language. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian tindakan kelas agar dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan
pendekatan whole language. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan
judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui
Pendekatan Whole Language Di Kelompok B1 TK Pedagogia Gugus III
Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi
1. Banyak anak yang kurang terampil dalam membaca permulaan di kelompok
B1 TK Pedagogia.
2. Kurangnya ketertarikan dalam kegiatan membaca di kelompok B1 TK
Pedagogia.
3. Sebagian besar anak belum aktif dalam mengikuti kegiatan tanya jawab di
kelompok B1 TK Pedagogia.
4. Masih banyak anak yang belum mampu berkomunikasi dengan baik antara
sesama teman saat bermain di kelompok B1 TK Pedagogia.
5. Belum optimalnya penyajian kegiatan pembelajaran keterampilan membaca
permulaan anak yang terarah, terstruktur dan secara utuh di kelompok B1 TK
Pedagogia Yogyakarta.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah pada penelitian ini sebatas pada identifikasi masalah
nomer satu yaitu sebagian besar keterampilan membaca permulaan anak di TK
Pedagogia kelompok B1 masih kurang.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, maka diperoleh rumusan masalah
adalah: Bagaimana meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui
pendekatan whole language di kelompok B1 di TK Pedagogia Gugus III
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca
permulaan melalui pendekatan whole language di kelompok B1 di TK Pedagogia
Gugus III Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta secara optimal.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian meningkatkan keterampilan
membaca permulaan melalui pendekatan whole language adalah :
1. Bagi anak
Meningkatkan keterampilan membaca permulaan anak kelompok B1 di TK
Pedagogia.
2. Bagi guru
a. Menambah pengetahuan tentang meningkatkan keterampilan membaca
permulaan melalui pendekatan whole language sehingga dapat menerapkan
sebagai bekal di masa mendatang.
b. Memberikan cara atau alternatif dalam meningkatkan keterampilan membaca
permulaan melalui pendekatan whole language.
3. Bagi sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas
BAB II KAJIAN TEORI
A. Karakteristik Anak TK
Karakteristik anak prasekolah secara umum adalah; suka meniru, ingin
mencoba, spontan, jujur, riang, suka bermain, ingin tahu (suka bertanya), banyak
bergerak, suka menunjukkan Akunya, unik, dan lain-lain (Soegeng Santoso, 2002,
53). Anak usia dini adalah seorang individu yang unik dan memiliki karakteristik
dan potensi yang harus dikembangkan. Pada usia ini anak selalu aktif, suka
meniru, dan memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap apa yang dilihat. Pada
masa ini anak harus distimulasi untuk mengembangkan inisiatif, seperti
kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan
dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak
akan mampu mengembangkan keterampilan, dan hal-hal yang produktif dalam
bidang yang disenanginya. Menurut Cucu Eliyawati (2005: 2) karakteristik anak
usia prasekolah sebagai berikut:
1) anak bersifat unik, 2) anak mengekspresikan perilakunya secara spontan, 3) anak bersifat aktif dan enerjik, 4) anak bersifat egosentris, 5) anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal, 6) anak kaya dengan fantasi, 7) anak merupakan usia belajar yang potensial.
Setiap anak memiliki sifat yang unik. Anak memiliki bawaan dari orang
tuanya serta minat atau kemampuan dan latar belakang berbeda sehingga tercipta
keanekaragaman, bakat dan minat anak sesuai kemampuan dan keunikan yang
bercerita. Anak akan berbicara secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
Apa yang muncul tiba-tiba akan membuat anak aktif dan mengutarakan sesuatu
secara spontan. Hal demikian juga terlihat ketika anak sedang bermain bebas dan
berkreasi. Perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak
ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada di dalam perasaan dan pikirannya.
Setiap anak usia dini mempunyai karakteristik aktif dan energik. Anak pada
umumnya senang melakukan berbagai aktivitas terutama akan terlihat ketika anak
sedang melakukan kegiatan yang menantang dan baru. Adanya kegiatan
permainan yang dapat menstimulus anak akan aktif dan energik (anak sehat),
sehingga tujuan kegiatan akan tercapai karena anak merasa senang dan tertarik
dengan kegiatan yang diajarkan karena keaktifan anak tersebut bisa dijadikan
sebagai alat ukur keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran. Anak usia dini masih
sangat bersifat egosentris. Egosentris ini dimaksudkan adalah dimana anak
cenderung melihat dan memahami segala sesuatu dari sudut pandang dan
kepentingannya sendiri. Ini terlihat ketika di awal masuk sekolah. Anak belum
terbiasa dalam berbagi dengan teman baru, bermain bersama dengan teman yang
baru, saling menghargai dan bersosialisasi dengan lingkungan yang baru juga.
Sifat egosentris ini akan hilang apabila anak dibiasakan untuk bersikap sosial.
Adanya stimulus yang tepat dari lingkungan terdekat anak terutama kedua orang
tuanya, akan mengurangi sikap egosentris dan mulai merasa saling membutuhkan
dengan temannya.
Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
media pembelajaran yang baru bagi anak. Anak akan lebih memperhatikan dengan
serius apabila media guru yang digunakan tersebut merupakan hal yang baru dan
menarik baginya. Keantusiasan anak tersebut akan terlihat dengan banyak
bertanya. Anak kaya dengan fantasi dalam berfikir. Misalnya dalam kegiatan
membaca buku cerita, menggambar dan bercerita. Anak akan merasa senang
ketika mendengarkan cerita dari orang lain, tetapi anak akan lebih merasakan
senang ketika ceritanya didengarkan oleh orang lain, walaupun terkadang cerita
tersebut bersifat hal-hal yang aneh dan di luar aktivitas kesehariannya.
Anak merupakan usia belajar yang potensial. Usia anak usia dini merupakan
masa emas dimana anak banyak menyerap, mengingat, dan mempelajari sesuatu
dengan sangat baik. Di masa ini anak memiliki potensi yang sangat besar untuk
menyerap apa yang diperoleh dan mempelajari hal-hal yang baru dari lingkungan
di sekitarnya. Oleh karena itu stimulus yang baik yang diberikan oleh orang tua
maupun orang lain yang berada disekitarnya akan dapat menjadikan anak tersebut
cerdas.
Dari uraian diatas dapat di simpulkan karakteristik anak usia dini adalah
anak bersifat unik, aktif, enerjik, egosentrik, rasa ingin tahu yang kuat, antusias
dalam banyak hal, kaya dengan fantasi, serta anak mengekpresikan perilakunya
secara spontan dan merupakan usia belajar yang potensial.
B. Hakikat Membaca Permulaan Anak TK
1. Perkembangan Bahasa Anak TK
pada bahasa tertentu, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Inggris.
Badudu (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.11) menyatakan bahwa bahasa adalah alat
penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Bahasa
anak berkembang dari yang paling sederhana menuju ke yang rumit.
Perkembangan bahasa anak dapat diartikan sebagai kemunculan komunikasi
verbal dalam kehidupan anak. Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses
psikologis yang terjadi pada masa kanak-kanak untuk mendapatkan keterampilan
berbahasa secara alamiah, fungsional, dan tidak ada target dari luar dalam proses
ini. Sebaliknya, pembelajaran bahasa bersifat formal, bertarget, dan orientasi
struktur (Tadkiroatun Musfiroh, 2011:3). Bromley (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.4)
menyatakan bahwa komponen kebahasaan tidak berubah meskipun perbedaan
kecepatan bahasa anak yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan
pragmatis. Fonologi merupakan bagian terkecil dari sistem bunyi.
Sistem perkembangan fonologi berkaitan dengan adanya pertumbuhan dan
produksi sistem bunyi dalam bahasa, seperti halnya bunyi-bunyian atau celotehan
yang diucapkan pada bayi untuk mengungkapkan sesuatu yang ingin
disampaikannya. Namun anak belum mampu mengungkapkan melalui kata
dengan jelas hanya sebuah ucapan “a”. Kemampuan fonem berkembang menjadi
merangkai bunyi terkecil yang bermakna pada saat diucapkan atau didengar.
Misalnya anak mampu mengkombinasikan fonem huruf vokal dan konsonan,
contoh: da-da. Kemampuan anak meningkat pada perkembangan morfologi yang
makna dan kalimat bahasa adalah sintaksis, seperti ketika anak memiliki
kemampuan mengucapkan kata pada kata “maem ti”, kemungkinan memiliki arti “makan, saya ingin makan roti”.
Sintaksis juga berkaitan dengan keteraturan bahasa dan fungsi kata yang
didalamnya terdapat aturan bahasa. Keteraturan sutu bahasa dilihat dari susunan
kata yang menujukkan adanya subjek, predikat, objek dan keterangan. Sehingga
dalam pengucapan kata dapat terstruktur menjadi kalimat yang sempurna.
Kemampuan sintaksis anak dimulai sejak usia menjelang 6 tahun, hingga
kemampuan sintaksis lebih kompleks pada anak usia 6 tahun. Perkembangan
sintasksis anak ditandai penggunaan kata tanya sampai struktur sintaksis yang
lebih kompleks. Sedangkan pragmatik adalah kemampuan untuk melibatkan diri
dalam percakapan yang sesuai dengan maksud dan keinginan.
Bromly (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.19) menyebutkan empat macam bentuk
bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sifat bahasa dibagi
menjadi dua yaitu reseptif (dimengerti dan diterima) dan ekspresif (dinyatakan).
Contoh bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi.
Sedangkan bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk
dikomunikasikan kepada orang lain. Kegiatan belajar secara umum di
kembangkan melalui keterampilan pemahaman dan penyusunan suatu bahasa.
Anak menggunakan bahasa akan berpengaruh pada perkembangan sosial
emosional, fisik dan kognitif. Keberhasilan anak dalam berbagai area, seperti ilmu
mengemukakan bahwa anak dapat memahami dan mengingat sesuatu informasi
jika mereka mendapat kesempatan untuk membicarakannya, menuliskannya,
menggambarkannya, dan memanipulasikannya. Anak belajar membaca dan
menyimak jika mereka mendapat kesempatan untuk mengekspresikannya untuk
diri mereka sendiri maupun ditunjukkan kepada orang lain.
Komponen kebahasaan anak berkembang dengan cara bertahap. Tahapan ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di sekitar anak. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak (Fahim Mustafa, 2005: 7),
antara lain: faktor pengalaman, fakor lingkungan dan faktor emosi. Faktor
pengalaman terdapat pada fase anak prasekolah sangat membutuhkan berbagai
pengalaman dalam menguasai bahasa untuk mengungkapkan kebutuhan
sehari-hari. Anak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat membantu
berpikir dan membaca. Maka dalam keseharian anak, hendaknya orang dewasa
melibatkan anak dalam aktivitas sederhana pada kehidupan sehari-hari anak agar
anak memperoleh pengalaman yang dapat menunjang kemampuan bahasa anak.
Faktor lingkungan memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa anak.
Pertamakali anak memperoleh bahasa adalah lingkungan keluarga. Lingkungan
yang dapat mengajak anak komunikasi aktif, maka kemampuan bahasa akan cepat
berkembang. Faktor emosi merupakan salah satu faktor terpenting dalam
perkembangan anak. Anak membutuhkan kasih sayang dalam perkembangannya.
Anak mampu mengungkapkan perasannya merupakan salah satu faktor emosi.
Anak mampu berbicara dengan jelas dan tepat pada fase awal. Hal ini terwujud
kekhawatiran. Anak yang berbicara secara tepat karena terlatih mengucapkan kata
dengan benar dan kepedulian orang sekitar yang membantu mengembangkan
kemampuan bahasa anak.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan perkembangan bahasa anak sangat
mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Bahasa dapat digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa terdiri dari empat macam bentuk bahasa
yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat bentuk bahasa tadi
saling berkaitan satu sama lain. Sedangkan sifat bahasa dibagi menjadi dua yaitu
reseptif dan ekspresif. Bahasa anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor pengalaman, lingkungan dan emosi. Perkembangan bahasa anak akan
berkembang pesat sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi anak.
2. Pengertian Membaca Permulaan Anak TK B
Membaca merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif.
Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan
berbagai keterampilan. Kridalaksana dalam mengemukakan bahwa membaca
adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan
lambang–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya
sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolinguistik, dan metakognitif (Nurbiana Dhieni, 2009: 5,5).
bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan
banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan akan tetapi melibatkan
aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual
membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam
kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir membaca mencakup aktivitas pengenalan
kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif.
Proses linguistik membaca merupakan skemata membangun makna, sedangkan
fonologis, semantik, dan fitur sintaksis membantunya mengkomunikasikan dan
menginterpretasikan pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan,
pembetulan suatu strategi, memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya atau
evaluasi.
Membaca permulaan bagi anak adalah tahap awal anak belajar mengenal
huruf atau simbol bunyi dan menyuarakannya, sebagai dasar anak dalam
pembelajaran membaca berikutnya (Suhartono, 2005: 191-192).
Menurut Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) membaca permulaan adalah
membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini
merupakan kegiatan setiap hari pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam
konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan
dan kegiatan yang menarik sebagai perantaran pembelajaran. Sedangkan menurut
Spondek dan Saracho dalam Samsu Somadaya (2011:7) bahwa membaca awal
pada anak prasekolah adalah sebuah proses memperoleh makna dari barang cetak.
mengenal tulisan pada nama-nama barang yang digunakan. Misalnya: bungkus
makanan, minuman, sabun, shampo dan sebagainya.
Kemampuan bahasa pada anak TK kelompok B pada rentang usia (5-6
tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini
No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun
Lingkup
Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Keaksaraan
-Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.
- Menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf. -Menyebutkan kelompok gambar
yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama
- Menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang memiliki suara huruf awal sama.
- Mengungkapkan Bahasa
-Berkomunikasi secara lisan, memiliki perdendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.
- Membaca dan
mengelompokkan kata-kata yang sejenis atau sama. - Bercerita/membaca tentang
gambar yang disediakan.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan membaca permulaan dapat dilakukan dengan
kegiatan menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebutkan nama-nama
benda yang memiliki suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang
sejenis atau sama, dan bercerita tentang gambar yang disediakan.
Berdasarkan teori membaca permulaan dapat disimpulkan membaca
permulaan merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam
kata-kata lisan serta mengenal kata-kata dan gambar melalui kegiatan setiap hari dengan
perkataan utuh, bermakna dan bahan yang diberikan menarik. Dalam penelitian
kata bergambar, membaca dan mengelompokkan 4 kata/tulisan dan
bercerita/membaca 4 gambar yang disediakan.
3. Tahap-tahap Perkembangan Membaca Permulaan Anak TK B
Berdasarkan beberapa penelitian (Goodman dkk, dalam Nurbiana Dhieni,
2009: 3.17) bahwa perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif
anak sebagai peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung
dalam beberapa tahapan yaitu: a) tahap fantasi (magical stage). Pada tahap ini,
anak mempunyai minat membaca dengan cara membolak-balikan buku, melihat
sambil menunjukkan gambar yang terdapat pada buku. b) tahap pembantukan
konsep diri (self concept stage). Pada tahap ini anak memandang dirinya sebagai
pembaca yang terlibat dalam membaca, anak terlihat membaca walaupun hanya
berpura-pura sambil menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan tulisannya. c)
tahap membaca gambar (bridging reading stage). Pada tahap ini anak mulai
memahami isi pesan dalam sebuah gambar menggunakan bahasa anak sendiri.
Kata-kata yang diungkapkan berhubungan dengan dirinya dan menggunakan kata
yang pernah ditemui sebelumnya. d) tahap pengenalan bacaaan (take off reader
stage). Kemampuan anak pada tahap ini telah meggunakan tiga system isyarat
yaitu graphoponik, semantik dan sintaksis. Anak tertarik pada bacaan sederhana,
membaca tanda-tanda di lingkungan sekitarnya, serta membaca tanda lainnya. e)
tahap membaca lancar (independent reader stage). Anak pada tahap ini sudah
Tahap perkembangan membaca permulaan terdiri dari 5 bagian yaitu tahap
fantasi, pembentukan konsep diri, membaca gambar, pengenalan bacaan, dan
membaca lancar.
4. Tujuan Membaca Permulaan Anak TK B
Tujuan membaca sangat bermacam-macam sesuai dengan situasi dan
kondisi pembaca. Bromley (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.21) menyebutkan lima
macam fungsi bahasa sebagai berikut; a) bahasa dapat menjelaskan suatu
keinginan dan kebutuhan individu, b) bahasa dapat mengubah dan mengontrol
perilaku, c) bahasa membantu perkembangan kognitif, d) bahasa membantu
mempererat interaksi dengan orang lain, e) bahasa mengekpresikan keunikan
individu.
Menurut Nurbiana Dhieni (2009: 5.8) secara umum tujuan membaca dapat
dibedakan sebagai berikut; a) mendapatkan informasi yang mencakup informasi
tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tingkat tinggi tentang
teori-teori serta penemuan dan temuan ilmiah canggih, b) meningkatkan citra diri
sehingga memberikan nilai positif terhadap diri pembaca, c) melepaskan diri dari
kenyataan, misalnya pada saat jenuh, sedih, bahkan putus asa, d) mendapatkan
kesenangan atau hiburan bagi pembaca, e) sekedar mengisi waktu senggang, f)
mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan
lainnya, g) membaca untuk belajar bagi anak-anak.
Hampir sama denga pendapat Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim, 2009:
pengetahuannya tentang suatu topik, e) mengaitkan informasi untuk laporan lisan
maupun tertulis, f) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, g) menampilkan
suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks
dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, h) menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca permulaan
adalah anak dapat berkomunikasi dengan orang lain dan mendapatkan informasi
tentang apa yang di berikan oleh guru, orang tua, buku dan sebagainya.
5. Manfaat Membaca Permulaan Anak TK B
Manfaat membaca pada umumnya adalah seseorang akan memperoleh
pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasan
sehingga anak lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa
mendatang (Farida Rahim, 2009: 1). Sedangkan Steinberg (Nurbiana Dhieni,
2009: 5.3) mengemukakan bahwa terdapat empat keuntungan mengajar anak
membaca dini dilihat dari segi proses belajar mengajar yaitu; a) memenuhi rasa
ingin tahu anak, b) situasi akrab dan informal di rumah dan di sekolah merupakan
faktor yang kondusif untuk belajar membaca, c) dapat mempelajari sesuatu
dengan mudah dan cepat karena anak mudah terkesan dan dapat diatur, d)
memberikan rasa terkesan dari hal yang diperolehnya.
Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.4)
bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat mempengaruhi
kebahasaan yang lebih tinggi. Mereka akan berbicara dan belajar memahami
dilaksanakan selama dalam batas-batas aturan praskolastik dan sesuai dengan
karakteristik anak.
Manfaat membaca permulaan dirangkum dari beberapa para ahli adalah
membaca dapat menambah wawasan dan meningkatkan kebahasaan.
C. Pendekatan Whole language
1. Pengertian Pendekatan Whole language
Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang
menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah ( Agus
Santosa, 2004; 1). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa
merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg dalam
Agus Santosa, 2004; 1). Oleh karena itu pembelajaran keterampilan berbahasa dan
komponen bahasa seperti bunyi huruf, bentuk huruf, kosa kata, dan pola kalimat
disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi yang nyata.
Anak usia dini (0-6 tahun) perlunya pendidikan yang didalamnya terdapat
stimulasi bahasa tulis, yang merupakan upaya untuk membantu anak usia dini
agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Duhn &
Kontos, 1977). Stimulasi dilakukan secara tepat dan aman melalui pendekatan
whole languange yang berkaitan dengan bahasa, kurikulum, pembelajaran,
pengajaran, dan komunitas. Whole languange adalah satu pendekatan pengajaran
bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah–pisah. Goodman (Tadkiroatun Musfiroh, 2009: 18) menuliskan beberapa ide utama
pembaca mengkonstruk makna selama membaca, menggambarkan latar belakang
pembelajaran dan pengalaman mereka, c) pembaca memprediksi, menyeleksi,
mengkonfirmasi, dan mengoreksi sendiri begitu mereka memaknai tulisan, d) tiga
sistem bahasa berinterakssi dalam bahasa tulis : grafofonemik (bunyi dan bentuk
huruf), sintaksis (pola kalimat), dan semantik (makna). Ketiganya bekerja
bersama dan tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran, e) pemahaman makna
selalu menjadi tujuan semua pembaca.
Kesimpulan yang diperoleh dari penjelasan di atas yaitu pendekatan whole
laguange adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan
pembelajaran secara utuh antara bunyi huruf, bentuk huruf, kosa kata, dan pola
kalimat dalam situasi yang nyata dan bermakna.
2. Tahapan Pendekatan Whole language
Tahapan membaca dalam pendekatan whole language adalah; a) membaca
adalah dengan melihat tulisan dan memprediksi artinya, b) memastikan arti tulisan
yang diprediksi sebelumnya sehingga diperoleh keputusan untuk melanjutkan
bacaan berikutnya meskipun terdapat kemungkinan kesalahan dalam
memprediksi, c) mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman
sebelumnya (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17).
Berkaitan dengan pendapat ahli Raines dan Canad (Nurbiana Dhieni, 2009:
3.17) bahwa proses membaca bukanlah kegiatan menterjemahkan kata demi kata
untuk memahami arti yang terdapat dalam bacaan. Namun kegiatan membaca
merupakan suatu proses mengkonstruksi arti dimana terdapat interaksi antara
3. Prinsip Pendekatan Whole language
Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang
menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran
aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Santosa,
2004: 2.3). Anak termotivasi untuk belajar jika anak mengetahui apa yang
dipelajarinya itu diperlukan oleh anak tersebut. Guru berkewajiban untuk
menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar dapat belajar dengan
baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desminator informasi
menjadi fasilitator (Lamme & Hysmith dalam Agus Wuryanto, 1993: 1). Eisele
dalam Hariyanto (2012: 3) menyatakan bahwa :
Prinsip-prinsip pendekatan whole language sebagai berikut: a) anak tumbuh dan belajar lebih siap ketika anak secara aktif untuk belajar sendiri. b) strategi dan kemahiran mereka pada proses kompleks seperti membaca dan menulis perlu difasilitasi dengan baik oleh guru serta didukung secara psikologi. c) untuk membangun munculnya kemampuan membaca dan menulis, anak perlu mencoba untuk meniru strategi orang tua atau guru. d) pengajaran dengan whole language didasarkan pada pengamatan bahwa banyak yang dipelajari pada diri anak, sehingga guru perlu memberikan kesempatan dan mendorong ke dalam proses belajar. e) pembelajaran dengan whole language merangsang anak untuk belajar secara mandiri. Tugas guru memberikan bimbingan kepada anak. f) guru dan anak bersama-sama belajar dan mengambil resiko serta mengambil keputusan berbersama-sama dalam belajar. g) guru mengenalkan interaksi sosial dengan anak, berdiskusi, berbagi ide, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam belajar. h) guru memberikan materi kepada siswa berupa tes agar mampu membedakan kemampuan mana yang belum optimal serta mendorong siswa untuk menemukan dan mengkritik kelemahan sendiri. i) penilaian disatukan dengan pembelajaran. j) guru membangun dan mengembangkan jenis tingkah laku serta sikap yang diperlukan dalam kemajuan belajar anak.
Dari uraian di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa pendekatan
berbahasa yang saling berhubungan disaat pembelajaran berlangsung sehingga
dapat mencapai tujuan secara optimal.
4. Komponen-komponen Pendekatan Whole language
Teuku Alamsyah dalam Hariyanto (2012:3) menjelaskan bahwa ada delapan
komponen whole language, yaitu: (a) reading aloud, (b) journal writing, (c)
sustained silent reading, (d) shared reading, (e) guided writing, (f) guided
reading, (g) independent reading, dan (h) independent writing. Berikut ini
penjelasan masing-masing komponen :
a. Reading Aloud (membaca bersuara)
Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk
anak muridnya. Guru dapat membacakan buku cerita dengan suara nyaring dan
intonasi yang Mampu sehingga anak dapat mendengarkan dan menikmati
ceritanya. Kegiatan ini dapat memberikan contoh membaca yang Mampu serta
memberikan motivasi kepada anak. Selain itu membaca bersuara dapat
meningkatkan keterampilan menyimak, membaca pemahaman, memperkaya
kosakata dan menumbuhkan minat baca pada anak.
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV.Bahasa
- Menerima Bahasa
- Mengulang kalimat yang lebih kompleks.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam mengulang kalimat yang lebih
kompleks dengan mengulang kalimat yang telah di dengar. Dalam penelitian ini
membaca bersuara adalah kemampuan anak mengulang cerita/kalimat yang di
dengar dengan suara lantang dan lancar.
b. Jurnal Writing (menulis jurnal)
Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang aman bagi anak
untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan kejadian di sekitanya,
mengutarakan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan.
Dalam kelas rendah mengungkapkan perasaan dengan cara menggambar disertai
dengan menulis. Manfaat menulis jurnal yaitu meningkatkan kemampuan
menulis, membaca, menumbuhkan keberanian menghadapi resiko, sarana
bereksplorasi, membuat refleksi, menulis pengalaman/perasaan pribadi,
meningkatkan kemampuan berfikir, meningkatkan kesadaran dalam peraturan
menulis, alat evaluasi dan menjadi dokumen tertulis. Uraian di atas
mengimplikasikan besarnya pengaruh dan manfaat menulis jurnal jika diterapkan
di dalam kelas. Kemampuan bahasa berkaitan dengan kemampuan fisik terutama
fisik motorik halus.
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tabel 3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Mengungkapkan Bahasa
- Memilih lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain.
- Mau mengungkapkan pendapatnya melalui membuat gambar sesuai gagasan.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memilih lebih banyak kata-kata untuk
mengekspresikan ide pada orang lain dengan mau mengungkapkan pendapatnya
melalui membuat gambar sesuai gagasannya. Dalam penelitian ini menulis jurnal
adalah kemampuan anak mengungkapkan 4 gagasan melalui membuat gambar
dan tulisan.
c. SSR (Sustained Silent Reading)
Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati
yang dilakukan oleh anak. Dalam kegiatan ini anak diberi kesempatan untuk
memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Oleh karena itu, guru
dapat menyediakan buku bacaan sesuai dengan usia anak dan buku menarik
Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik
sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk
waktu yang kurang lama. Pesan yang ingin disampaikan kepada anak melalui
kegiatan ini adalah sebagai berikut; 1) membaca adalah kegiatan penting yang
menyenangkan, 2) membaca dapat dilakukan oleh siapapun, 3) membaca berarti
berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut, 4) anak dapat membaca dan
berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang kurang lama, 5) guru percaya
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Mengungkapkan Bahasa.
- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca.
- Bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam berkomunikasi secara lisan, memiliki
perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca
dengan bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri. Dalam
penelitian ini membaca di dalam hati adalah kemampuan anak berkomunikasi
melalui 4 simbol gambar dan tulisan dalam kegiatan membaca di dalam hati.
d. Shared Reading (membaca bersama)
Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan anak,
di mana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat
dilakukan di semua kelas. Ada beberapa cara melakukan kegiatan membaca
bersama antara guru dan anak adalah; 1) guru membaca dan anak mengikutinya
(untuk kelas rendah), 2) guru membaca dan anak menyimak sambil melihat
bacaan yang tertera pada buku, 3) anak membaca bergiliran.
Kegiatan membaca bersama antara guru dan anak mempunyai maksud
yaitu; 1) sambil melihat tulisan, anak berkesempatan untuk memperhatikan guru
ketrampilan membacanya, 3) anak yang masih kurang terampil dalam membaca
mendapat contoh membaca yang benar.
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Keaksaraan.
- Memahamai hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.
- Membaca buku cerita bergambar yang memilih kalimat sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenal.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi
dan bentuk huruf dengan membaca buku cerita bergambar yang memiliki kalimat
sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenal. Dalam penelitian ini
membaca bersama adalah kemampuan anak membaca buku cerita bergambar
bersama dengan menunjuk 4 kata.
e. Guided Reading (membaca terbimbing)
Guided reading tidak seperti pada shared reading, guru lebih berperan
sebagai model dalammembaca. Membaca terbimbing guru menjadi pengamatdan
fasilitator. Manfaat nya anak mendapatkan pemahaman dengan apa yang dibaca.
Kegiatan membaca terbimbing semua anak membaca dan mendiskusikan isi
bacaan. Guru memberikan pertanyaan kepada anak diharapkan anak mampu
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 6. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Keaksaraan.
- Memahamai hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.
- Membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K secara sederhana.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi
dan bentuk huruf dengan membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K
secara sederhana. Dalam penelitian ini membaca terbimbing adalah kemampuan
anak membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K dengan mandiri.
f. Guided Writing (menulis terbimbing)
Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca
terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu
membantu anak menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis,
dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi
saran bukan pemberi petunjuk. Kegiatan menulis anak dapat memilih topik,
membuat draf, memperbaiki, dan mengedit tulisan.
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tabel 7. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV.Bahasa
- Keaksaraan
- Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.
- Menyebutkan coretan (tulisan huruf) tentang cerita/gambar yang dibuatnya
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam menyebutkan simbol-simbol huruf
yang dikenal dengan meniru menyebutkan coretan (tulisan huruf) tentang
cerita/gambar yang dibuatnya. Dalam penelitian ini menulis terbimbing adalah
kemampuan anak membuat 4 coretan/tulisan yang dibuatnya sendiri.
g. Independent Reading (membaca bebas)
Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca yang
memberikan kesempatan kepada anak untuk menentukan sendiri materi yang
ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language.
Kegiatan membaca bebas anak bertanggung jawab terhadap bacaan yang
dipilihnya sehingga peran guru berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan
pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.
Menurut penelitian yang dilakukan Anderson, dkk dalam Hariyanto
(2012:20) membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit
sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca para anak. Jika menerapkan
independent reading, Guru sebaiknya menyiapkan bacaan yang diperlukan untuk
anak muridnya. Bacaan tersebut dapat berupa fiksi atau nonfiksi. Inti dari
independent reading adalah membantu anak meningkatkan pemahamannya,
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Keaksaraan
- Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.
- Menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan dengan apa yang diungkapkannya.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi
dan bentuk huruf dengan menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan
dengan apa yang diungkapkannya. Dalam penelitian ini membaca bebas adalah
kemampuan anak membaca secara bebas 4 gambar.
h. Independent writing (menulis bebas)
Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas anak mempunyai
kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Anak bertanggung
jawab sepenuhnya dalam proses menulis.
Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)
yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58
Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;
Tabel 9. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa
- Kengungkapkan
- Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K)
Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan
Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam menyusun kalimat sederhana dalam
struktur lengkap (S+P+O+K) dengan membuat kalimat sederhana. Dalam
penelitian ini menulis bebas adalah kemampuan anak menulis kalimat bebas
secara sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K).
Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa komponen whole language ada
delapan, dari kedelapan komponen tersebut di dalam pembelajaran saling
berhubungan dan saling mendukung. Dalam penelitian ini pendekatan whole
language yang diterapkan pada keseluruhan aspek/variabel dalam 8 komponen
pendekatan whole language yaitu meliputi (1) reading aloud, (2) journal writing,
(3) sustained silent reading, (4) shared reading, (5) guided writing, (6) guided
reading, (7) independent reading, dan (8) independent writing.
5. Ciri-ciri Kelas Pendekatan Whole language
Teuku Alamsyah dalam Hariyanto (2012:8) mendeskripsikan ada tujuh ciri
yang menandakan kelas whole language.
a) Pertama, kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang
cetakan. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakan yang dilengkapi
berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku
pentunjuk dan berbagai barang cetak lainnya. Semua ini disusun dengan rapi
berdasarkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. b)
Kedua, dalam kelas whole language anak belajar melalui model atau contoh. Guru
dan anak bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan
memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder
untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.
c) Ketiga, dalam kelas whole language anak bekerja dan belajar sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Agar anak dapat belajar sesuai dengan tingkat
perkembangannya, di kelas disediakan buku dan materi yang menunjang. d)
Keempat, kelas whole language anak berbagi tanggung jawab dalam
pembelajaran. Peran guru di kelas whole language hanya sebagai fasilitator dan
anak mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh
guru. Anak membuat kumpulan kata word bank, menjaga kebersihan dan
kerapian kelas. e) Kelima, kelas whole language anak terlibat secara aktif dalam
pembelajaran bermakna. Anak secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran
yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung.
Anak terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual.
f) Keenam, kelas whole language anak berani mengambil risiko dan bebas
bereksperimen. Guru di kelas whole language menyediakan kegiatan belajar
dalam berbagai kemampuan sehingga semua anak dapat berhasil. Hasil tulisan
anak dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap anak terpampang
di seputar ruang kelas. Siswa diberikan motivasi untuk melakukan yang terbaik.
Namun, guru tidak mengharapkan kesempurnaan namun respon atau jawaban
yang diberikan siswa dapat diterima. g) Ketujuh, kelas whole language mendapat
balikan (feed back) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas whole
sebagai fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan anak.
Dalam hal ini guru menilai anak secara informal.
6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Whole language
a. Kelebihan dari Pendekatan Whole language
Beberapa kelebihan dari pendekatan whole language; pertama, pengajaran
keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata
disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik (Puji Santoso
dalam Hariyanto, 2012: 8). Kedua, dalam kelas whole language siswa berperan
aktif dalam pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dalam menyediakan bahan
yang digunakan anak kemudian guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat
kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal (Teuku
Alamsyah dalam Hariyanto, 2012: 8). Ketiga, pendekatan whole language secara
spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun, dapat digunakan
dalam pembelajaran yang lainnyua karena pada dasarnya setiap mata pelajaran
memiliki keterkaitan dan saling melengkapi (Teuku Alamsyah dalam Hariyanto,
2012: 8).
b. Kekurangan dari Pendekatan Whole language
Kekurangan dari pendekatan whole language adalah perubahan kelas whole
language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan
dengan hati-hati dan perlahan agar menghasilkan kelas whole language yang
diinginkan (Anderson dalam Hariyanto, 2012: 8). Kedua, dalam penerapan whole