• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1 TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1 TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1

TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Diyah Haryanti NIM 12111247006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Membacakan buku untuk anak merupakan satu aktivitas terpenting untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang mereka perlukan untuk belajar

membaca.

Marilyn Jager Adams

Buku apapun yang membantu seseorang anak membentuk kebiasaan membaca, menjadikan membaca kebutuhannya yang mendalam dan tiada habis, adalah buku

yang baik baginya.

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Keluargaku yang telah mendampingi dan selalu memberikan dukungan

(7)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI KELOMPOK B1

TK PEDAGOGIA GUGUS III KECAMATAN MANTRIJERON YOGYAKARTA

Oleh Diyah Haryanti NIM 12111247006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language pada anak kelompok B1 di TK Pedagogia Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action

research) yang bersifat kolaboratif. Desain penelitian ini mengadopsi model spiral

dan pendapat Kemmis dan Mc. Taggart melalui empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Subjek penelitian tindakan kelas berjumlah 19 anak yang terdiri dari 9 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Objek penelitian adalah keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole

language. Metode pengumpulan data menggunakan observasi dan dokumentasi.

Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan dokumentasi. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif kualitatif.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa keterampilan membaca permulaan melalui pendekatan whole language mengalami peningkatan. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya keterampilan membaca permulaan pada hasil observasi penelitian pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada kondisi awal anak yang berkriteria kurang mampu sebanyak 9 anak, pada kondisi siklus I mengalami peningkatan kriteria belum mampu sebanyak 10 anak, pada kondisi siklus II mengalami peningkatan kriteria mampu menjadi 15 anak. Adapun keterampilan membaca permulaan yang akan ditingkatkan adalah menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebut dan mengeja nama-nama benda yang mempunyai suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang sejenis/sama, dan bercerita/membaca tentang gambar yang disediakan.

(8)
(9)
(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN... ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Karakteristik Anak TK ... 9

B. Hakikat Membaca Permulaan Anak TK ... 11

1. Perkembangan Bahasa Anak TK ... 11

2. Pengertian Membaca Permulaan Anak TK ... 15

3. Tahap-tahap Perkembangan Membaca Permulaan Anak TK ... 18

4. Tujuan Membaca Permulaan Anak TK ... 19

(11)

C. Pendekatan Whole Language ... 21

1. Pengertian Pendekatan Whole Language ... 21

2. Tahapan Pendekatan Whole Language ... 22

3. Prinsip Pendekatan Whole Language ... 23

4. Komponen-komponen Pendekatan Whole Language ... 24

5. Ciri-ciri Kelas Pendekatan Whole Language ... 32

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Whole Language ... 34

D. Kerangka Berpikir ... 35

H. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 38

B.Subjek Penelitian ... 39

C.Tempat, Waktu, Setting Penelitian ... 39

D.Desain Penelitian ... 40

E. Metode Pengumpulan Data ... 44

F. Instrumen Penelitian ... 45

G.Teknik Analisis Data ... 46

H.Kriteria Keberhasilan ... 47

I. Indikator Keberhasilan ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 48

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 48

2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 48

3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 50

a) Deskripsi Kondisi Awal Sebelum Siklus I ... 50

b) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ... 53

c) Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Siklus II ... 75

(12)

B.Pembahasan Hasil Penelitian ... 98

C.Keterbatasan Penelitian ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(13)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6

Tahun ... 17

Tabel 2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 24

Tabel 3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 26

Tabel 4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 27

Tabel 5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 28

Tabel 6. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 29

Tabel 7. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 30

Tabel 8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 31

Tabel 9. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun ... 31

Tabel 10. Hasil Kemampuan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Kondisi Awal ... 50

Tabel 11. Data Observasi Siklus I Pertemuan Pertama ... 59

Tabel 12. Data Observasi Siklus I Pertemuan Kedua ... 65

Tabel 13. Data Observasi Siklus I Pertemuan Ketiga ... 70

Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Pada Siklus I ... 71

Tabel 15. Data Observasi Siklus II Pertemuan Pertama ... 79

Tabel 16. Data Observasi Siklus II Pertemuan Kedua ... 85

Tabel 17. Data Observasi Siklus II Pertemuan Ketiga ... 91

Tabel 18. Rekapitulasi Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Pada Siklus II ... 94

(14)

Tabel 21. Penilaian Membaca Permulaan dengan Menyebut dan Mengeja Tulisan Yang disediakan pada Buku Cerita

Bergambar ... 113 Tabel 22. Penilaian Membaca Permulaan dengan Membaca dan

Mengelompokkan Kata yang disediakan pada Kartu Kata

Bergambar ... 113 Tabel 23. Penilaian Membaca Permulaan dengan Bercerita/Membaca

(15)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Alur Kerangka Pikir Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language di

Kelompok B ... 37

Gambar 2. Proses Peningkatan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language ... 40

Gambar 3. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus ... 50

Gambar 4. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus dan Siklus I .. 72

Gambar 5. Diagram Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 95

Gambar 6. Prosentase Hasil Keterampilan Membaca Permulaan Melalui Pendekatan Whole Language Tahap Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II ... 97

Gambar 7. Papan tulis sebelum penelitian belum ada label nama-nama benda di dalam kelas ... 200

Gambar 8. Area persiapan sebelum penelitian ... 200

Gambar 9. Area main peran sebelum penelitian ... 200

Gambar 10. Area balok sebelum penelitian ... 200

Gambar 11. Area persiapan untuk kegiatan membaca yang di samping meja terdapat rak buku perpustakaan. ... 201

Gambar 12. Area persiapan untuk menggambar dengan tulisan... 201

Gambar 13. Area persiapan untuk membaca buku dengan bimbingan. .... 201

Gambar 14. Anak berdoa bersama sebelum kegiatan di mulai. ... 202

Gambar 15. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bimbingan guru.(guided reading)... 202

Gambar 16. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bersuara. ... 202

Gambar 17. Anak membaca buku cerita bergambar di dalam hati. ... 203

Gambar 18. Anak membaca bebas kartu kata bergambar. ... 203

(16)

Gambar 20. Anak membaca buku cerita bergambar dengan bersuara

yang disediakan guru (reading aloud). ... 204 Gambar 21. Anak menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf. ... 204 Gambar 22. Anak membaca buku cerita bergambar yang disediakan

guru di depan teman-teman. ... 204 Gambar 23. Anak menulis kalimat bebas pada gambar yang dibuat. ... 205 Gambar 24. Anak membaca dan mengelompokkan kata-kata yang

sejenis/sama... 205 Gambar 25. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang

mempunyai suara huruf awal sama. ... 205 Gambar 26. Anak membaca buku cerita bergambar bersama teman. ... 206 Gambar 27. Anak menulis bebas dengan meniru tulisan di suatu benda .. 206 Gambar 28. Anak menulis kalimat dengan bimbingan guru... 206 Gambar 29. Anak membaca buku cerita bergambar saat istirahat di area

persiapan dengan antusias. ... 207 Gambar 30. Anak menggambar dengan tulisan (journal writing). ... 207 Gambar 31. Anak menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang

mempunyai suara huruf awal sama ... 207 Gambar 32. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di

suatu benda (independent writing) pada pra siklus ... 208 Gambar 33. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di

suatu benda (independent writing) pada siklus I ... 208 Gambar 34. Hasil karya anak menulis bebas dengan meniru tulisan di

suatu benda (independent writing) pada siklus II ... 209 Gambar 35. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(journal writing) pada tahap pra siklus ... 209 Gambar 36. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(journal writing) pada siklus I ... 210 Gambar 37. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(journal writing) pada siklus II ... 210 Gambar 38. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(independent writing) pada siklus I ... 211

Gambar 39. Hasil karya anak menulis kalimat dengan bimbingan guru

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 106

Lampiran 2. Jadwal Penelitian ... 110

Lampiran 3. Kisi-kisi Observasi dan Rubrik ... 112

Lampiran 4. Instrumen Observasi. ... 115

Lampiran 5. Rencana Kegiatan Harian (RKH) ... 119

Lampiran 6. Hasil Keterampilan Membaca Permulaan ... 184

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang terdapat pada UU no 20 th

2003 pasal 1 ayat 14 yang berbunyi:

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Sejalan dengan sistem pendidikan nasional, maka anak usia dini merupakan

periode emas (the golden age) yang merupakan masa anak mulai peka/sensitif

untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak

berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara

individual. Periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana

perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap

perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa (Direktorat PAUD,

2004:2). Perkembangan adalah suatu perubahan yang bersifat kualitatif yaitu

berfungsi tidaknya organ-organ tubuh. Perkembangan dapat juga dikatakan

sebagai suatu urutan perubahan yang bersifat saling mempengaruhi antara

aspek-aspek fisik dan psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis.

Perkembangan anak dibagi menjadi dua bagian yaitu perkembangan

biologis dan perkembangan psikologis. Perkembangan biologis adalah

(19)

lahir sampai setelah lahir. Perkembangan psikologis membahas perkembangan

anak sejak masa konsepsi sampai masa kanak-kanak. Aspek-aspek perkembangan

pada anak meliputi fisik motorik, intelektual/kognitif, moral, emosional, sosial,

dan bahasa. Perkembangan (development) adalah suatu proses perubahan ke arah

kedewasaan atau pematangan yang bersifat kualitatif (ditekankan pada segi

fungsional) akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan hasil belajar dan

biasanya tidak dapat diukur. Contohnya pematangan sel ovum dan sperma,

munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dan seterusnya (Wynda Indah, 2013;

1). Akhmad Sudrajat (Setiawan Dimas, 2012; 2) memberikan definisi bahwa:

“Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan– perubahan yang dialami

individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya”.

Perkembangan adalah suatu perubahan yang berlangsung seumur hidup dan

dipengaruhi beberapa faktor yang saling berinteraksi seperti biologis, kognitif,

sosio emosional dan bahasa.

Bahasa adalah suatu sistem simbol untuk berkomunikasi yang meliputi

fonologi (unit suara), morfologi (unit arti), sintaksis (tata bahasa), semantik

(variasi arti), dan pragmatik (penggunaan), bahasa (Nurbiana Dhieni, 2009, 31).

Dengan bahasa anak dapat mengkomunikasikan maksud, tujuan, pemikiran

maupun perasannya pada orang lain. Owens dalam Nurbiana Dhieni (2009; 3,1)

mengemukakan bahwa anak usia 4–5 tahun memperkaya kosakatanya melalui pengulangan. Anak mengulangi kosakata yang baru dan unik, sekalipun belum

(20)

dengan stimulus yang terus menerus melalui bermain. Anak akan mudah dan

cepat menguasai buku cerita bergambar jika anak membuat gambar sendiri. Hal

itu merupakan kemampuan dasar dalam belajar membaca. Membaca permulaan

anak merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif. Kemampuan

membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan berbagai

keterampilan. Membaca adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan

dalam bentuk urutan lambang–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,

tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,

berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.5).

Berdasarkan beberapa penelitian (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17) bahwa

Perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif anak sebagai peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung dalam beberapa tahapan yaitu; 1) tahap fantasi (magical stage), 2) tahap pembantukan konsep diri (self concept stage), 3) tahap membaca gambar

(bridging reading stage), 4) tahap pengenalan bacaaan (take off reader

stage), 5) tahap membaca lancar (independent reader stage).

Hampir sama dengan pendapat Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim,

2009: 11) tujuan membaca bagi anak yaitu; 1) kesenangan, 2) menyempurnakan

membaca nyaring, 3) menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui

pengetahuannya tentang suatu topik, 5) mengaitkan informasi untuk laporan lisan

maupun tertulis, 6) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 7) menampilkan

(21)

dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, 8) menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt (dalam Nurbiana Dhieni, 2009:

5.4) bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat

mempengaruhi kebahasaan yang lebih tinggi. Anak akan berbicara dan belajar

memahami gagasan secara lebih baik, sehingga pengembangan membaca pada

anak TK dapat dilaksanakan dalam batas-batas aturan praskolastik atau

pra-akademik sesuai dengan karakteristik anak. Praskolastik artinya sekolah tidak

mengajarkan kemampuan akademik kepada anak. Keterampilan membaca

permulaan anak akan lebih optimal apabila pembelajaran menggunakan

pendekatan whole language.

Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang

menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah. (Agus

Wuryanto, 2010; 1). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa

merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg dalam

Agus Santosa, 2004; 1). Pembelajaran keterampilan bahasa seperti tata

bahasa/tulisan dan kosakata disajikan secara utuh bermakna dan nyata. Seperti

pembelajaran tentang bunga, maka anak mengetahui bentuk bunga asli atau

gambar beserta pengucapan kata bunga dan tulisan bunga.

Keunggulan dari pendekatan whole language adalah pertama pengajaran

keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata

disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik. Kedua dalam

(22)

fasilitator dalam pembelajaran dengan menyiapkan bahan yang digunakan anak,

kemudian mengamati, mencatat, menilai kegiatan anak. Ketiga pendekatan whole

language secara spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun

dapat diterapkan dalam pembelajaran lainnya seperti pembelajaran di area main

peran (Hariyanto, 2012: 9).

Berdasarkan observasi pada bulan September tahun 2014 yang dilakukan di

TK Pedagogia kelompok B1, banyak anak dari segi perkembangan kemampuan

nilai agama moral, sosial emosional, kognitif, motorik sudah berkembang dengan

baik, namun dalam perkembangan bahasa yaitu keterampilan membaca ada 17

anak yang terlihat cukup terampil. Keterampilan membaca dimulai dari adanya

minat untuk membaca. 17 anak tersebut tidak memiliki minat untuk membaca.

Hal ini terlihat dalam kegiatan membaca buku di area persiapan, anak masih

sedikit yang berminat. Anak belum aktif saat bermain kartu kata dan kegiatan

tanya jawab. Nilai agama moral anak sudah baik seperti berdoa sebelum

melakukan sesuatu dengan tertib. Sosial emosional anak berkembang dengan baik

saat antri mencuci tangan, bergantian memainkan mainan, mengikuti kesepakatan

kelas yang dibuat dan lainnya. Namun beberapa anak masih belum aktif

berkomunikasi dengan teman. Anak ada yang terkadang melihat teman bermain.

Anak akan bermain bersama setelah diajak teman lainnya. Kognitif anak akan

berkembang baik jika anak aktif saat tanya jawab. Contohnya 3 anak aktif dalam

kegiatan tanya jawab maka anak mampu menyelesaikan tugas sendiri secara cepat

(23)

menggunakan LKA serta menggunakan pendekatan decoding. Decoding adalah

proses menerjemahkan kata-kata tertulis menjadi sebuah kata yang diucapkan

cracking the code. Seorang anak yang telah mengembangkan keterampilan

membaca permulaan melalui pendekatan decoding mulai mendapatkan kelancaran

ketika membaca tanpa membutuhkan usaha. Ketika lancar atau fasih, membaca

menjadi otomatis dan terdiri dari pengenalan kata ketimbang terdengar keluar dan

menggabungkan suku kata yang diperlukan untuk memecahkan kode kata-kata

(Learning Disability Association of America, 1998: 1).

Pendekatan decoding ini kurang efektif jika berupa kalimat, karena akan

membutuhkan waktu yang lama untuk menyebutkan huruf satu demi satu

dirangkai menjadi kata kemudian kalimat. Kegiatan pembelajaran di kelompok

B1 TK Pedagogia belum menggunakan pendekatan whole language dalam

mengembangkan keterampilan membaca permulaan. Untuk memaksimalkan

perkembangan bahasa permulaan di TK Pedagogia kelompok B1 menggunakan

pendekatan whole language. Dengan demikian peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian tindakan kelas agar dapat meningkatkan keterampilan membaca dengan

pendekatan whole language. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian dengan

judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Permulaan Melalui

Pendekatan Whole Language Di Kelompok B1 TK Pedagogia Gugus III

Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi

(24)

1. Banyak anak yang kurang terampil dalam membaca permulaan di kelompok

B1 TK Pedagogia.

2. Kurangnya ketertarikan dalam kegiatan membaca di kelompok B1 TK

Pedagogia.

3. Sebagian besar anak belum aktif dalam mengikuti kegiatan tanya jawab di

kelompok B1 TK Pedagogia.

4. Masih banyak anak yang belum mampu berkomunikasi dengan baik antara

sesama teman saat bermain di kelompok B1 TK Pedagogia.

5. Belum optimalnya penyajian kegiatan pembelajaran keterampilan membaca

permulaan anak yang terarah, terstruktur dan secara utuh di kelompok B1 TK

Pedagogia Yogyakarta.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini sebatas pada identifikasi masalah

nomer satu yaitu sebagian besar keterampilan membaca permulaan anak di TK

Pedagogia kelompok B1 masih kurang.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah di atas, maka diperoleh rumusan masalah

adalah: Bagaimana meningkatkan keterampilan membaca permulaan melalui

pendekatan whole language di kelompok B1 di TK Pedagogia Gugus III

(25)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan membaca

permulaan melalui pendekatan whole language di kelompok B1 di TK Pedagogia

Gugus III Kecamatan Mantrijeron Yogyakarta secara optimal.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diperoleh dari penelitian meningkatkan keterampilan

membaca permulaan melalui pendekatan whole language adalah :

1. Bagi anak

Meningkatkan keterampilan membaca permulaan anak kelompok B1 di TK

Pedagogia.

2. Bagi guru

a. Menambah pengetahuan tentang meningkatkan keterampilan membaca

permulaan melalui pendekatan whole language sehingga dapat menerapkan

sebagai bekal di masa mendatang.

b. Memberikan cara atau alternatif dalam meningkatkan keterampilan membaca

permulaan melalui pendekatan whole language.

3. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas

(26)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Karakteristik Anak TK

Karakteristik anak prasekolah secara umum adalah; suka meniru, ingin

mencoba, spontan, jujur, riang, suka bermain, ingin tahu (suka bertanya), banyak

bergerak, suka menunjukkan Akunya, unik, dan lain-lain (Soegeng Santoso, 2002,

53). Anak usia dini adalah seorang individu yang unik dan memiliki karakteristik

dan potensi yang harus dikembangkan. Pada usia ini anak selalu aktif, suka

meniru, dan memiliki keingintahuan yang tinggi terhadap apa yang dilihat. Pada

masa ini anak harus distimulasi untuk mengembangkan inisiatif, seperti

kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan

dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya, maka anak

akan mampu mengembangkan keterampilan, dan hal-hal yang produktif dalam

bidang yang disenanginya. Menurut Cucu Eliyawati (2005: 2) karakteristik anak

usia prasekolah sebagai berikut:

1) anak bersifat unik, 2) anak mengekspresikan perilakunya secara spontan, 3) anak bersifat aktif dan enerjik, 4) anak bersifat egosentris, 5) anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal, 6) anak kaya dengan fantasi, 7) anak merupakan usia belajar yang potensial.

Setiap anak memiliki sifat yang unik. Anak memiliki bawaan dari orang

tuanya serta minat atau kemampuan dan latar belakang berbeda sehingga tercipta

keanekaragaman, bakat dan minat anak sesuai kemampuan dan keunikan yang

(27)

bercerita. Anak akan berbicara secara spontan tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

Apa yang muncul tiba-tiba akan membuat anak aktif dan mengutarakan sesuatu

secara spontan. Hal demikian juga terlihat ketika anak sedang bermain bebas dan

berkreasi. Perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak

ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada di dalam perasaan dan pikirannya.

Setiap anak usia dini mempunyai karakteristik aktif dan energik. Anak pada

umumnya senang melakukan berbagai aktivitas terutama akan terlihat ketika anak

sedang melakukan kegiatan yang menantang dan baru. Adanya kegiatan

permainan yang dapat menstimulus anak akan aktif dan energik (anak sehat),

sehingga tujuan kegiatan akan tercapai karena anak merasa senang dan tertarik

dengan kegiatan yang diajarkan karena keaktifan anak tersebut bisa dijadikan

sebagai alat ukur keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran. Anak usia dini masih

sangat bersifat egosentris. Egosentris ini dimaksudkan adalah dimana anak

cenderung melihat dan memahami segala sesuatu dari sudut pandang dan

kepentingannya sendiri. Ini terlihat ketika di awal masuk sekolah. Anak belum

terbiasa dalam berbagi dengan teman baru, bermain bersama dengan teman yang

baru, saling menghargai dan bersosialisasi dengan lingkungan yang baru juga.

Sifat egosentris ini akan hilang apabila anak dibiasakan untuk bersikap sosial.

Adanya stimulus yang tepat dari lingkungan terdekat anak terutama kedua orang

tuanya, akan mengurangi sikap egosentris dan mulai merasa saling membutuhkan

dengan temannya.

Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.

(28)

media pembelajaran yang baru bagi anak. Anak akan lebih memperhatikan dengan

serius apabila media guru yang digunakan tersebut merupakan hal yang baru dan

menarik baginya. Keantusiasan anak tersebut akan terlihat dengan banyak

bertanya. Anak kaya dengan fantasi dalam berfikir. Misalnya dalam kegiatan

membaca buku cerita, menggambar dan bercerita. Anak akan merasa senang

ketika mendengarkan cerita dari orang lain, tetapi anak akan lebih merasakan

senang ketika ceritanya didengarkan oleh orang lain, walaupun terkadang cerita

tersebut bersifat hal-hal yang aneh dan di luar aktivitas kesehariannya.

Anak merupakan usia belajar yang potensial. Usia anak usia dini merupakan

masa emas dimana anak banyak menyerap, mengingat, dan mempelajari sesuatu

dengan sangat baik. Di masa ini anak memiliki potensi yang sangat besar untuk

menyerap apa yang diperoleh dan mempelajari hal-hal yang baru dari lingkungan

di sekitarnya. Oleh karena itu stimulus yang baik yang diberikan oleh orang tua

maupun orang lain yang berada disekitarnya akan dapat menjadikan anak tersebut

cerdas.

Dari uraian diatas dapat di simpulkan karakteristik anak usia dini adalah

anak bersifat unik, aktif, enerjik, egosentrik, rasa ingin tahu yang kuat, antusias

dalam banyak hal, kaya dengan fantasi, serta anak mengekpresikan perilakunya

secara spontan dan merupakan usia belajar yang potensial.

B. Hakikat Membaca Permulaan Anak TK

1. Perkembangan Bahasa Anak TK

(29)

pada bahasa tertentu, seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Inggris.

Badudu (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.11) menyatakan bahwa bahasa adalah alat

penghubung atau komunikasi antara anggota masyarakat yang terdiri dari

individu-individu yang menyatakan pikiran, perasaan, dan keinginannya. Bahasa

anak berkembang dari yang paling sederhana menuju ke yang rumit.

Perkembangan bahasa anak dapat diartikan sebagai kemunculan komunikasi

verbal dalam kehidupan anak. Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses

psikologis yang terjadi pada masa kanak-kanak untuk mendapatkan keterampilan

berbahasa secara alamiah, fungsional, dan tidak ada target dari luar dalam proses

ini. Sebaliknya, pembelajaran bahasa bersifat formal, bertarget, dan orientasi

struktur (Tadkiroatun Musfiroh, 2011:3). Bromley (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.4)

menyatakan bahwa komponen kebahasaan tidak berubah meskipun perbedaan

kecepatan bahasa anak yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan

pragmatis. Fonologi merupakan bagian terkecil dari sistem bunyi.

Sistem perkembangan fonologi berkaitan dengan adanya pertumbuhan dan

produksi sistem bunyi dalam bahasa, seperti halnya bunyi-bunyian atau celotehan

yang diucapkan pada bayi untuk mengungkapkan sesuatu yang ingin

disampaikannya. Namun anak belum mampu mengungkapkan melalui kata

dengan jelas hanya sebuah ucapan “a”. Kemampuan fonem berkembang menjadi

merangkai bunyi terkecil yang bermakna pada saat diucapkan atau didengar.

Misalnya anak mampu mengkombinasikan fonem huruf vokal dan konsonan,

contoh: da-da. Kemampuan anak meningkat pada perkembangan morfologi yang

(30)

makna dan kalimat bahasa adalah sintaksis, seperti ketika anak memiliki

kemampuan mengucapkan kata pada kata “maem ti”, kemungkinan memiliki arti “makan, saya ingin makan roti”.

Sintaksis juga berkaitan dengan keteraturan bahasa dan fungsi kata yang

didalamnya terdapat aturan bahasa. Keteraturan sutu bahasa dilihat dari susunan

kata yang menujukkan adanya subjek, predikat, objek dan keterangan. Sehingga

dalam pengucapan kata dapat terstruktur menjadi kalimat yang sempurna.

Kemampuan sintaksis anak dimulai sejak usia menjelang 6 tahun, hingga

kemampuan sintaksis lebih kompleks pada anak usia 6 tahun. Perkembangan

sintasksis anak ditandai penggunaan kata tanya sampai struktur sintaksis yang

lebih kompleks. Sedangkan pragmatik adalah kemampuan untuk melibatkan diri

dalam percakapan yang sesuai dengan maksud dan keinginan.

Bromly (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.19) menyebutkan empat macam bentuk

bahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sifat bahasa dibagi

menjadi dua yaitu reseptif (dimengerti dan diterima) dan ekspresif (dinyatakan).

Contoh bahasa reseptif adalah mendengarkan dan membaca suatu informasi.

Sedangkan bahasa ekspresif adalah berbicara dan menuliskan informasi untuk

dikomunikasikan kepada orang lain. Kegiatan belajar secara umum di

kembangkan melalui keterampilan pemahaman dan penyusunan suatu bahasa.

Anak menggunakan bahasa akan berpengaruh pada perkembangan sosial

emosional, fisik dan kognitif. Keberhasilan anak dalam berbagai area, seperti ilmu

(31)

mengemukakan bahwa anak dapat memahami dan mengingat sesuatu informasi

jika mereka mendapat kesempatan untuk membicarakannya, menuliskannya,

menggambarkannya, dan memanipulasikannya. Anak belajar membaca dan

menyimak jika mereka mendapat kesempatan untuk mengekspresikannya untuk

diri mereka sendiri maupun ditunjukkan kepada orang lain.

Komponen kebahasaan anak berkembang dengan cara bertahap. Tahapan ini

dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada di sekitar anak. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan bahasa pada anak (Fahim Mustafa, 2005: 7),

antara lain: faktor pengalaman, fakor lingkungan dan faktor emosi. Faktor

pengalaman terdapat pada fase anak prasekolah sangat membutuhkan berbagai

pengalaman dalam menguasai bahasa untuk mengungkapkan kebutuhan

sehari-hari. Anak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan baru yang dapat membantu

berpikir dan membaca. Maka dalam keseharian anak, hendaknya orang dewasa

melibatkan anak dalam aktivitas sederhana pada kehidupan sehari-hari anak agar

anak memperoleh pengalaman yang dapat menunjang kemampuan bahasa anak.

Faktor lingkungan memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa anak.

Pertamakali anak memperoleh bahasa adalah lingkungan keluarga. Lingkungan

yang dapat mengajak anak komunikasi aktif, maka kemampuan bahasa akan cepat

berkembang. Faktor emosi merupakan salah satu faktor terpenting dalam

perkembangan anak. Anak membutuhkan kasih sayang dalam perkembangannya.

Anak mampu mengungkapkan perasannya merupakan salah satu faktor emosi.

Anak mampu berbicara dengan jelas dan tepat pada fase awal. Hal ini terwujud

(32)

kekhawatiran. Anak yang berbicara secara tepat karena terlatih mengucapkan kata

dengan benar dan kepedulian orang sekitar yang membantu mengembangkan

kemampuan bahasa anak.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan perkembangan bahasa anak sangat

mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Bahasa dapat digunakan untuk

berkomunikasi dengan orang lain. Bahasa terdiri dari empat macam bentuk bahasa

yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat bentuk bahasa tadi

saling berkaitan satu sama lain. Sedangkan sifat bahasa dibagi menjadi dua yaitu

reseptif dan ekspresif. Bahasa anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

faktor pengalaman, lingkungan dan emosi. Perkembangan bahasa anak akan

berkembang pesat sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhi anak.

2. Pengertian Membaca Permulaan Anak TK B

Membaca merupakan keterampilan bahasa tulis yang bersifat reseptif.

Kemampuan membaca termasuk kegiatan yang kompleks dan melibatkan

berbagai keterampilan. Kridalaksana dalam mengemukakan bahwa membaca

adalah “Keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan

lambang–lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam atau pengujaran keras-keras”. Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya

sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,

psikolinguistik, dan metakognitif (Nurbiana Dhieni, 2009: 5,5).

(33)

bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan

banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan akan tetapi melibatkan

aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual

membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam

kata-kata lisan. Sebagai suatu proses berpikir membaca mencakup aktivitas pengenalan

kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif.

Proses linguistik membaca merupakan skemata membangun makna, sedangkan

fonologis, semantik, dan fitur sintaksis membantunya mengkomunikasikan dan

menginterpretasikan pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan,

pembetulan suatu strategi, memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya atau

evaluasi.

Membaca permulaan bagi anak adalah tahap awal anak belajar mengenal

huruf atau simbol bunyi dan menyuarakannya, sebagai dasar anak dalam

pembelajaran membaca berikutnya (Suhartono, 2005: 191-192).

Menurut Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83) membaca permulaan adalah

membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak prasekolah. Program ini

merupakan kegiatan setiap hari pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam

konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan

dan kegiatan yang menarik sebagai perantaran pembelajaran. Sedangkan menurut

Spondek dan Saracho dalam Samsu Somadaya (2011:7) bahwa membaca awal

pada anak prasekolah adalah sebuah proses memperoleh makna dari barang cetak.

(34)

mengenal tulisan pada nama-nama barang yang digunakan. Misalnya: bungkus

makanan, minuman, sabun, shampo dan sebagainya.

Kemampuan bahasa pada anak TK kelompok B pada rentang usia (5-6

tahun) yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini

No. 58 Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 1. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun

Lingkup

Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Keaksaraan

-Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.

- Menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf. -Menyebutkan kelompok gambar

yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama

- Menyebutkan dan mengeja nama-nama benda yang memiliki suara huruf awal sama.

- Mengungkapkan Bahasa

-Berkomunikasi secara lisan, memiliki perdendaharaan kata, serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan berhitung.

- Membaca dan

mengelompokkan kata-kata yang sejenis atau sama. - Bercerita/membaca tentang

gambar yang disediakan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan membaca permulaan dapat dilakukan dengan

kegiatan menyebut dan menunjuk simbol-simbol huruf, menyebutkan nama-nama

benda yang memiliki suara huruf awal sama, mengelompokkan kata-kata yang

sejenis atau sama, dan bercerita tentang gambar yang disediakan.

Berdasarkan teori membaca permulaan dapat disimpulkan membaca

permulaan merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam

kata-kata lisan serta mengenal kata-kata dan gambar melalui kegiatan setiap hari dengan

perkataan utuh, bermakna dan bahan yang diberikan menarik. Dalam penelitian

(35)

kata bergambar, membaca dan mengelompokkan 4 kata/tulisan dan

bercerita/membaca 4 gambar yang disediakan.

3. Tahap-tahap Perkembangan Membaca Permulaan Anak TK B

Berdasarkan beberapa penelitian (Goodman dkk, dalam Nurbiana Dhieni,

2009: 3.17) bahwa perkembangan membaca awal merupakan proses interaktif

anak sebagai peserta aktif. Adapun perkembangan membaca anak berlangsung

dalam beberapa tahapan yaitu: a) tahap fantasi (magical stage). Pada tahap ini,

anak mempunyai minat membaca dengan cara membolak-balikan buku, melihat

sambil menunjukkan gambar yang terdapat pada buku. b) tahap pembantukan

konsep diri (self concept stage). Pada tahap ini anak memandang dirinya sebagai

pembaca yang terlibat dalam membaca, anak terlihat membaca walaupun hanya

berpura-pura sambil menggunakan bahasa yang tidak sesuai dengan tulisannya. c)

tahap membaca gambar (bridging reading stage). Pada tahap ini anak mulai

memahami isi pesan dalam sebuah gambar menggunakan bahasa anak sendiri.

Kata-kata yang diungkapkan berhubungan dengan dirinya dan menggunakan kata

yang pernah ditemui sebelumnya. d) tahap pengenalan bacaaan (take off reader

stage). Kemampuan anak pada tahap ini telah meggunakan tiga system isyarat

yaitu graphoponik, semantik dan sintaksis. Anak tertarik pada bacaan sederhana,

membaca tanda-tanda di lingkungan sekitarnya, serta membaca tanda lainnya. e)

tahap membaca lancar (independent reader stage). Anak pada tahap ini sudah

(36)

Tahap perkembangan membaca permulaan terdiri dari 5 bagian yaitu tahap

fantasi, pembentukan konsep diri, membaca gambar, pengenalan bacaan, dan

membaca lancar.

4. Tujuan Membaca Permulaan Anak TK B

Tujuan membaca sangat bermacam-macam sesuai dengan situasi dan

kondisi pembaca. Bromley (Nurbiana Dhieni, 2009: 1.21) menyebutkan lima

macam fungsi bahasa sebagai berikut; a) bahasa dapat menjelaskan suatu

keinginan dan kebutuhan individu, b) bahasa dapat mengubah dan mengontrol

perilaku, c) bahasa membantu perkembangan kognitif, d) bahasa membantu

mempererat interaksi dengan orang lain, e) bahasa mengekpresikan keunikan

individu.

Menurut Nurbiana Dhieni (2009: 5.8) secara umum tujuan membaca dapat

dibedakan sebagai berikut; a) mendapatkan informasi yang mencakup informasi

tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tingkat tinggi tentang

teori-teori serta penemuan dan temuan ilmiah canggih, b) meningkatkan citra diri

sehingga memberikan nilai positif terhadap diri pembaca, c) melepaskan diri dari

kenyataan, misalnya pada saat jenuh, sedih, bahkan putus asa, d) mendapatkan

kesenangan atau hiburan bagi pembaca, e) sekedar mengisi waktu senggang, f)

mencari nilai-nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-nilai kehidupan

lainnya, g) membaca untuk belajar bagi anak-anak.

Hampir sama denga pendapat Blanton, dkk. dan Irwin (Farida Rahim, 2009:

(37)

pengetahuannya tentang suatu topik, e) mengaitkan informasi untuk laporan lisan

maupun tertulis, f) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, g) menampilkan

suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks

dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks, h) menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca permulaan

adalah anak dapat berkomunikasi dengan orang lain dan mendapatkan informasi

tentang apa yang di berikan oleh guru, orang tua, buku dan sebagainya.

5. Manfaat Membaca Permulaan Anak TK B

Manfaat membaca pada umumnya adalah seseorang akan memperoleh

pengetahuan dan wawasan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasan

sehingga anak lebih mampu menjawab tantangan hidup pada masa-masa

mendatang (Farida Rahim, 2009: 1). Sedangkan Steinberg (Nurbiana Dhieni,

2009: 5.3) mengemukakan bahwa terdapat empat keuntungan mengajar anak

membaca dini dilihat dari segi proses belajar mengajar yaitu; a) memenuhi rasa

ingin tahu anak, b) situasi akrab dan informal di rumah dan di sekolah merupakan

faktor yang kondusif untuk belajar membaca, c) dapat mempelajari sesuatu

dengan mudah dan cepat karena anak mudah terkesan dan dapat diatur, d)

memberikan rasa terkesan dari hal yang diperolehnya.

Pendapat di atas didukung oleh Leonhardt (Nurbiana Dhieni, 2009: 5.4)

bahwa membaca sangat penting diberikan pada anak karena dapat mempengaruhi

kebahasaan yang lebih tinggi. Mereka akan berbicara dan belajar memahami

(38)

dilaksanakan selama dalam batas-batas aturan praskolastik dan sesuai dengan

karakteristik anak.

Manfaat membaca permulaan dirangkum dari beberapa para ahli adalah

membaca dapat menambah wawasan dan meningkatkan kebahasaan.

C. Pendekatan Whole language

1. Pengertian Pendekatan Whole language

Whole language adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang

menyajikan pembelajaran bahasa secara utuh atau tidak terpisah-pisah ( Agus

Santosa, 2004; 1). Para ahli whole language berkeyakinan bahwa bahasa

merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisah-pisah (Rigg dalam

Agus Santosa, 2004; 1). Oleh karena itu pembelajaran keterampilan berbahasa dan

komponen bahasa seperti bunyi huruf, bentuk huruf, kosa kata, dan pola kalimat

disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi yang nyata.

Anak usia dini (0-6 tahun) perlunya pendidikan yang didalamnya terdapat

stimulasi bahasa tulis, yang merupakan upaya untuk membantu anak usia dini

agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Duhn &

Kontos, 1977). Stimulasi dilakukan secara tepat dan aman melalui pendekatan

whole languange yang berkaitan dengan bahasa, kurikulum, pembelajaran,

pengajaran, dan komunitas. Whole languange adalah satu pendekatan pengajaran

bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah–pisah. Goodman (Tadkiroatun Musfiroh, 2009: 18) menuliskan beberapa ide utama

(39)

pembaca mengkonstruk makna selama membaca, menggambarkan latar belakang

pembelajaran dan pengalaman mereka, c) pembaca memprediksi, menyeleksi,

mengkonfirmasi, dan mengoreksi sendiri begitu mereka memaknai tulisan, d) tiga

sistem bahasa berinterakssi dalam bahasa tulis : grafofonemik (bunyi dan bentuk

huruf), sintaksis (pola kalimat), dan semantik (makna). Ketiganya bekerja

bersama dan tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran, e) pemahaman makna

selalu menjadi tujuan semua pembaca.

Kesimpulan yang diperoleh dari penjelasan di atas yaitu pendekatan whole

laguange adalah suatu pendekatan pembelajaran bahasa yang menyajikan

pembelajaran secara utuh antara bunyi huruf, bentuk huruf, kosa kata, dan pola

kalimat dalam situasi yang nyata dan bermakna.

2. Tahapan Pendekatan Whole language

Tahapan membaca dalam pendekatan whole language adalah; a) membaca

adalah dengan melihat tulisan dan memprediksi artinya, b) memastikan arti tulisan

yang diprediksi sebelumnya sehingga diperoleh keputusan untuk melanjutkan

bacaan berikutnya meskipun terdapat kemungkinan kesalahan dalam

memprediksi, c) mengintegrasikan informasi baru dengan pengalaman

sebelumnya (Nurbiana Dhieni, 2009: 3.17).

Berkaitan dengan pendapat ahli Raines dan Canad (Nurbiana Dhieni, 2009:

3.17) bahwa proses membaca bukanlah kegiatan menterjemahkan kata demi kata

untuk memahami arti yang terdapat dalam bacaan. Namun kegiatan membaca

merupakan suatu proses mengkonstruksi arti dimana terdapat interaksi antara

(40)

3. Prinsip Pendekatan Whole language

Pendekatan whole language didasari oleh paham konstruktivisme yang

menyatakan bahwa anak membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran

aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) (Santosa,

2004: 2.3). Anak termotivasi untuk belajar jika anak mengetahui apa yang

dipelajarinya itu diperlukan oleh anak tersebut. Guru berkewajiban untuk

menyediakan lingkungan yang menunjang untuk siswa agar dapat belajar dengan

baik. Fungsi guru dalam kelas whole language berubah dari desminator informasi

menjadi fasilitator (Lamme & Hysmith dalam Agus Wuryanto, 1993: 1). Eisele

dalam Hariyanto (2012: 3) menyatakan bahwa :

Prinsip-prinsip pendekatan whole language sebagai berikut: a) anak tumbuh dan belajar lebih siap ketika anak secara aktif untuk belajar sendiri. b) strategi dan kemahiran mereka pada proses kompleks seperti membaca dan menulis perlu difasilitasi dengan baik oleh guru serta didukung secara psikologi. c) untuk membangun munculnya kemampuan membaca dan menulis, anak perlu mencoba untuk meniru strategi orang tua atau guru. d) pengajaran dengan whole language didasarkan pada pengamatan bahwa banyak yang dipelajari pada diri anak, sehingga guru perlu memberikan kesempatan dan mendorong ke dalam proses belajar. e) pembelajaran dengan whole language merangsang anak untuk belajar secara mandiri. Tugas guru memberikan bimbingan kepada anak. f) guru dan anak bersama-sama belajar dan mengambil resiko serta mengambil keputusan berbersama-sama dalam belajar. g) guru mengenalkan interaksi sosial dengan anak, berdiskusi, berbagi ide, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam belajar. h) guru memberikan materi kepada siswa berupa tes agar mampu membedakan kemampuan mana yang belum optimal serta mendorong siswa untuk menemukan dan mengkritik kelemahan sendiri. i) penilaian disatukan dengan pembelajaran. j) guru membangun dan mengembangkan jenis tingkah laku serta sikap yang diperlukan dalam kemajuan belajar anak.

Dari uraian di atas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa pendekatan

(41)

berbahasa yang saling berhubungan disaat pembelajaran berlangsung sehingga

dapat mencapai tujuan secara optimal.

4. Komponen-komponen Pendekatan Whole language

Teuku Alamsyah dalam Hariyanto (2012:3) menjelaskan bahwa ada delapan

komponen whole language, yaitu: (a) reading aloud, (b) journal writing, (c)

sustained silent reading, (d) shared reading, (e) guided writing, (f) guided

reading, (g) independent reading, dan (h) independent writing. Berikut ini

penjelasan masing-masing komponen :

a. Reading Aloud (membaca bersuara)

Reading aloud adalah kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru untuk

anak muridnya. Guru dapat membacakan buku cerita dengan suara nyaring dan

intonasi yang Mampu sehingga anak dapat mendengarkan dan menikmati

ceritanya. Kegiatan ini dapat memberikan contoh membaca yang Mampu serta

memberikan motivasi kepada anak. Selain itu membaca bersuara dapat

meningkatkan keterampilan menyimak, membaca pemahaman, memperkaya

kosakata dan menumbuhkan minat baca pada anak.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV.Bahasa

- Menerima Bahasa

- Mengulang kalimat yang lebih kompleks.

(42)

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam mengulang kalimat yang lebih

kompleks dengan mengulang kalimat yang telah di dengar. Dalam penelitian ini

membaca bersuara adalah kemampuan anak mengulang cerita/kalimat yang di

dengar dengan suara lantang dan lancar.

b. Jurnal Writing (menulis jurnal)

Journal writing atau menulis jurnal merupakan sarana yang aman bagi anak

untuk mengungkapkan perasaannya, menceritakan kejadian di sekitanya,

mengutarakan hasil belajarnya, dan menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan.

Dalam kelas rendah mengungkapkan perasaan dengan cara menggambar disertai

dengan menulis. Manfaat menulis jurnal yaitu meningkatkan kemampuan

menulis, membaca, menumbuhkan keberanian menghadapi resiko, sarana

bereksplorasi, membuat refleksi, menulis pengalaman/perasaan pribadi,

meningkatkan kemampuan berfikir, meningkatkan kesadaran dalam peraturan

menulis, alat evaluasi dan menjadi dokumen tertulis. Uraian di atas

mengimplikasikan besarnya pengaruh dan manfaat menulis jurnal jika diterapkan

di dalam kelas. Kemampuan bahasa berkaitan dengan kemampuan fisik terutama

fisik motorik halus.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

(43)

Tabel 3. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Mengungkapkan Bahasa

- Memilih lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada orang lain.

- Mau mengungkapkan pendapatnya melalui membuat gambar sesuai gagasan.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memilih lebih banyak kata-kata untuk

mengekspresikan ide pada orang lain dengan mau mengungkapkan pendapatnya

melalui membuat gambar sesuai gagasannya. Dalam penelitian ini menulis jurnal

adalah kemampuan anak mengungkapkan 4 gagasan melalui membuat gambar

dan tulisan.

c. SSR (Sustained Silent Reading)

Sustained Silent Reading (SSR). SSR adalah kegiatan membaca dalam hati

yang dilakukan oleh anak. Dalam kegiatan ini anak diberi kesempatan untuk

memilih sendiri buku atau materi yang akan dibacanya. Oleh karena itu, guru

dapat menyediakan buku bacaan sesuai dengan usia anak dan buku menarik

Guru dapat memberikan contoh sikap membaca dalam hati yang baik

sehingga mereka dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam hati untuk

waktu yang kurang lama. Pesan yang ingin disampaikan kepada anak melalui

kegiatan ini adalah sebagai berikut; 1) membaca adalah kegiatan penting yang

menyenangkan, 2) membaca dapat dilakukan oleh siapapun, 3) membaca berarti

berkomunikasi dengan pengarang buku tersebut, 4) anak dapat membaca dan

berkonsentrasi pada bacaannya dalam waktu yang kurang lama, 5) guru percaya

(44)

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 4. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Mengungkapkan Bahasa.

- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca.

- Bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam berkomunikasi secara lisan, memiliki

perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca

dengan bercerita tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri. Dalam

penelitian ini membaca di dalam hati adalah kemampuan anak berkomunikasi

melalui 4 simbol gambar dan tulisan dalam kegiatan membaca di dalam hati.

d. Shared Reading (membaca bersama)

Shared reading ini adalah kegiatan membaca bersama antara guru dan anak,

di mana setiap orang mempunyai buku yang sedang dibacanya. Kegiatan ini dapat

dilakukan di semua kelas. Ada beberapa cara melakukan kegiatan membaca

bersama antara guru dan anak adalah; 1) guru membaca dan anak mengikutinya

(untuk kelas rendah), 2) guru membaca dan anak menyimak sambil melihat

bacaan yang tertera pada buku, 3) anak membaca bergiliran.

Kegiatan membaca bersama antara guru dan anak mempunyai maksud

yaitu; 1) sambil melihat tulisan, anak berkesempatan untuk memperhatikan guru

(45)

ketrampilan membacanya, 3) anak yang masih kurang terampil dalam membaca

mendapat contoh membaca yang benar.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 5. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Keaksaraan.

- Memahamai hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.

- Membaca buku cerita bergambar yang memilih kalimat sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenal.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi

dan bentuk huruf dengan membaca buku cerita bergambar yang memiliki kalimat

sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenal. Dalam penelitian ini

membaca bersama adalah kemampuan anak membaca buku cerita bergambar

bersama dengan menunjuk 4 kata.

e. Guided Reading (membaca terbimbing)

Guided reading tidak seperti pada shared reading, guru lebih berperan

sebagai model dalammembaca. Membaca terbimbing guru menjadi pengamatdan

fasilitator. Manfaat nya anak mendapatkan pemahaman dengan apa yang dibaca.

Kegiatan membaca terbimbing semua anak membaca dan mendiskusikan isi

bacaan. Guru memberikan pertanyaan kepada anak diharapkan anak mampu

(46)

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 6. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Keaksaraan.

- Memahamai hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.

- Membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K secara sederhana.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi

dan bentuk huruf dengan membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K

secara sederhana. Dalam penelitian ini membaca terbimbing adalah kemampuan

anak membaca gambar yang memiliki kalimat S+P+O+K dengan mandiri.

f. Guided Writing (menulis terbimbing)

Guided writing atau menulis terbimbing. Seperti dalam membaca

terbimbing, dalam menulis terbimbing peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu

membantu anak menemukan hal yang ingin ditulisnya dengan jelas, sistematis,

dan menarik. Guru bertindak sebagai pendorong bukan pengatur, sebagai pemberi

saran bukan pemberi petunjuk. Kegiatan menulis anak dapat memilih topik,

membuat draf, memperbaiki, dan mengedit tulisan.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

(47)

Tabel 7. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV.Bahasa

- Keaksaraan

- Menyebutkan simbol-simbol huruf yang dikenal.

- Menyebutkan coretan (tulisan huruf) tentang cerita/gambar yang dibuatnya

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam menyebutkan simbol-simbol huruf

yang dikenal dengan meniru menyebutkan coretan (tulisan huruf) tentang

cerita/gambar yang dibuatnya. Dalam penelitian ini menulis terbimbing adalah

kemampuan anak membuat 4 coretan/tulisan yang dibuatnya sendiri.

g. Independent Reading (membaca bebas)

Independent reading atau membaca bebas adalah kegiatan membaca yang

memberikan kesempatan kepada anak untuk menentukan sendiri materi yang

ingin dibacanya. Membaca bebas merupakan bagian integral dari whole language.

Kegiatan membaca bebas anak bertanggung jawab terhadap bacaan yang

dipilihnya sehingga peran guru berubah dari seorang pemrakarsa, model, dan

pemberi tuntunan menjadi seorang pengamat, fasilitator, dan pemberi respon.

Menurut penelitian yang dilakukan Anderson, dkk dalam Hariyanto

(2012:20) membaca bebas yang diberikan secara rutin walaupun hanya 10 menit

sehari dapat meningkatkan kemampuan membaca para anak. Jika menerapkan

independent reading, Guru sebaiknya menyiapkan bacaan yang diperlukan untuk

anak muridnya. Bacaan tersebut dapat berupa fiksi atau nonfiksi. Inti dari

independent reading adalah membantu anak meningkatkan pemahamannya,

(48)

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 8. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Keaksaraan

- Memahami hubungan antara bunyi dan bentuk huruf.

- Menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan dengan apa yang diungkapkannya.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam memahami hubungan antara bunyi

dan bentuk huruf dengan menceritakan isi buku walaupun tidak sama tulisan

dengan apa yang diungkapkannya. Dalam penelitian ini membaca bebas adalah

kemampuan anak membaca secara bebas 4 gambar.

h. Independent writing (menulis bebas)

Independent writing atau menulis bebas bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan menulis, meningkatkan kebiasaan menulis, dan meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dalam menulis. Dalam menulis bebas anak mempunyai

kesempatan untuk menulis tanpa ada interfensi dari guru. Anak bertanggung

jawab sepenuhnya dalam proses menulis.

Kemampuan bahasa pada anak kelompok B pada rentang usia (5-6 tahun)

yang tercantum dalam Permendiknas Standar Pendidikan Anak Usia Dini No. 58

Tahun 2009 dapat digambarkan pada tabel berikut;

Tabel 9. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa Anak 5-6 Tahun Lingkup Perkembangan Tingkat Pencapain Perkembangan Indikator IV. Bahasa

- Kengungkapkan

- Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K)

(49)

Berdasarkan Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan

Anak Usia Dini, kemampuan bahasa dalam menyusun kalimat sederhana dalam

struktur lengkap (S+P+O+K) dengan membuat kalimat sederhana. Dalam

penelitian ini menulis bebas adalah kemampuan anak menulis kalimat bebas

secara sederhana dalam struktur lengkap (S+P+O+K).

Dari uraian di atas dapat disimpulan bahwa komponen whole language ada

delapan, dari kedelapan komponen tersebut di dalam pembelajaran saling

berhubungan dan saling mendukung. Dalam penelitian ini pendekatan whole

language yang diterapkan pada keseluruhan aspek/variabel dalam 8 komponen

pendekatan whole language yaitu meliputi (1) reading aloud, (2) journal writing,

(3) sustained silent reading, (4) shared reading, (5) guided writing, (6) guided

reading, (7) independent reading, dan (8) independent writing.

5. Ciri-ciri Kelas Pendekatan Whole language

Teuku Alamsyah dalam Hariyanto (2012:8) mendeskripsikan ada tujuh ciri

yang menandakan kelas whole language.

a) Pertama, kelas yang menerapkan whole language penuh dengan barang

cetakan. Salah satu sudut kelas diubah menjadi perpustakan yang dilengkapi

berbagai jenis buku (tidak hanya buku teks), majalah, koran, kamus, buku

pentunjuk dan berbagai barang cetak lainnya. Semua ini disusun dengan rapi

berdasarkan pengarang atau jenisnya sehingga memudahkan siswa memilih. b)

Kedua, dalam kelas whole language anak belajar melalui model atau contoh. Guru

dan anak bersama-sama melakukan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan

(50)

memperagakan proses menulis. Siswa mendengarkan cerita melalui tape recorder

untuk mendapatkan contoh membaca yang benar.

c) Ketiga, dalam kelas whole language anak bekerja dan belajar sesuai

dengan tingkat perkembangannya. Agar anak dapat belajar sesuai dengan tingkat

perkembangannya, di kelas disediakan buku dan materi yang menunjang. d)

Keempat, kelas whole language anak berbagi tanggung jawab dalam

pembelajaran. Peran guru di kelas whole language hanya sebagai fasilitator dan

anak mengambil alih beberapa tanggung jawab yang biasanya dilakukan oleh

guru. Anak membuat kumpulan kata word bank, menjaga kebersihan dan

kerapian kelas. e) Kelima, kelas whole language anak terlibat secara aktif dalam

pembelajaran bermakna. Anak secara aktif terlibat dalam kegiatan pembelajaran

yang membantu mengembangkan rasa tanggung jawab dan tidak tergantung.

Anak terlibat dalam kegiatan kelompok kecil atau kegiatan individual.

f) Keenam, kelas whole language anak berani mengambil risiko dan bebas

bereksperimen. Guru di kelas whole language menyediakan kegiatan belajar

dalam berbagai kemampuan sehingga semua anak dapat berhasil. Hasil tulisan

anak dipajang tanpa ada tanda koreksi. Contoh hasil kerja setiap anak terpampang

di seputar ruang kelas. Siswa diberikan motivasi untuk melakukan yang terbaik.

Namun, guru tidak mengharapkan kesempurnaan namun respon atau jawaban

yang diberikan siswa dapat diterima. g) Ketujuh, kelas whole language mendapat

balikan (feed back) positif baik dari guru maupun temannya. Ciri kelas whole

(51)

sebagai fasilitator, guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat kegiatan anak.

Dalam hal ini guru menilai anak secara informal.

6. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Whole language

a. Kelebihan dari Pendekatan Whole language

Beberapa kelebihan dari pendekatan whole language; pertama, pengajaran

keterampilan berbahasa dan komponen bahasa seperti tata bahasa dan kosakata

disajikan secara utuh bermakna dan dalam situasi nyata atau otentik (Puji Santoso

dalam Hariyanto, 2012: 8). Kedua, dalam kelas whole language siswa berperan

aktif dalam pembelajaran. Guru sebagai fasilitator dalam menyediakan bahan

yang digunakan anak kemudian guru berkeliling kelas mengamati dan mencatat

kegiatan siswa. Dalam hal ini guru menilai siswa secara informal (Teuku

Alamsyah dalam Hariyanto, 2012: 8). Ketiga, pendekatan whole language secara

spesifik mengarah pada pembelajaran bahasa Indonesia. Namun, dapat digunakan

dalam pembelajaran yang lainnyua karena pada dasarnya setiap mata pelajaran

memiliki keterkaitan dan saling melengkapi (Teuku Alamsyah dalam Hariyanto,

2012: 8).

b. Kekurangan dari Pendekatan Whole language

Kekurangan dari pendekatan whole language adalah perubahan kelas whole

language memerlukan waktu yang cukup lama karena perubahan harus dilakukan

dengan hati-hati dan perlahan agar menghasilkan kelas whole language yang

diinginkan (Anderson dalam Hariyanto, 2012: 8). Kedua, dalam penerapan whole

Gambar

gambar yang
gambar yang
gambar yang
gambar yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Warna hijau keunguan - Tekstur agak halus - Pola tidak teratur - Biasanya terletak di.. daerah pantai dan muara

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh proses dua siklus autoclaving-cooling terhadap kadar pati resisten tepung dan bihun beras yang

Kelompok Kerja (POKJA) VII pada Kantor Layanan Pengadaan Kabupaten Musi Banyuasin telah membuat Berita Acara Lelang Gagal untuk paket pekerjaan sebagai berikut

Dengan maraknya kuliner pedesaan yang ada saat ini maka banyak juga masyarakat yang membuka usahanya dalam bidang kuliner yang berkonsep pedesaan.. Tidak ketinggalan, di

Untuk rute Surabaya – Pare – Blitar dari Sembilan parameter evaluasi, yang mendapatkan nilai 3 (baik) yaitu kecepatan perjalanan, rata-rata waktu perjalanan,

Salah satu penyakit yang menyerang tanaman cengkih dan paling merusak tanaman cengkih yaitu penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih

Director yang dipilih harus yang dianggap mampu menghidupkan ide cerita yang udah disetujui klien, yang secara style sesuai dengan tone and manner yang kita mau capai,

Hasil kegiatan ini menghasilkan peningkatan mitra dalam pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan mempraktekkan hasil olahannya sesuai dengan spesifikasi yang