ANALISIS
MAS}LAH}AH MURSALAH
DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2011 TERDAHAP PENDIRIAN BANGUNAN DI ATAS SUNGAI DI DESASEKARAN – LAMONGAN
SKRIPSI
Oleh
ANDI HAKIM NASUTION NIM. C52212098
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya
ANALISIS
MAS}LAH}AH MURSALAH
DAN PERATURANPEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2011 TERDAHAP PENDIRIAN BANGUNAN DI ATAS SUNGAI DI DESA
SEKARAN – LAMONGAN
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syari’ah dan Hukum
Oleh
ANDI HAKIM NASUTION
NIM. C52212098
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) Surabaya
ABSTRAK
Skripsi dengan judul Analisis mas}lah}ah mursalah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 terhadap pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan ini merupakan penelitian yang akan menjawab permasalahan: 1) Bagaimana praktik pendirian bangunan di atas sungai di Desa
Sekaran - Lamongan? 2) Bagaimana analisis mas}lah}ah mursalah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 terhadap pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan?
Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan menggunakan analisis teknik kualitatif, yaitu menggambarkan kondisi, situasi, atau fenomena yang tertuang dalam data yang diperoleh tentang pendirian bangunan di atas sungai di
Desa Sekaran - Lamongan dalam mas}lah}ah mursalah dan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2011. Kemudian dianalisis menggunakan pola pikir induktif
dengan menjelaskan teori yang berkaitan dengan mas}lah}ah mursalah dan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011. Setelah menjelaskan teori-teori yang akan dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran – Lamongan ini dilakukan oleh para pedagang yang tidak memiliki kios untuk berjualan dan modal yang dimiliki juga tidak terlalu banyak. Sehingga pedagang memilih memanfaatkan sungai dengan mendirikan bangunan berupa warung di atasnya untuk berjualan, hal ini sangat menguntungkan bagi pedagang, pegawai dan warga sekitar yang membutuhkan, di lain sisi pendirian bangunan ini belum memiliki izin mendirikan bangunan dari pejabat yang berwenang, yaitu Pemerintah Daerah.
Praktik pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena banyak pihak yang dapat mengambil
manfaat dari hasil usaha tersebut dan sudah memenuhi syarat-syarat mas}lah}ah
mursalah, di samping itu melanggar Peraturan Pemerintah karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan. Dengan demikian mendirikan bangunan di atas sungai adalah sebenarnya tidak diperbolehkan oleh Peraturan Pemerintah, namun berhubung dengan banyaknya hajat hidup orang banyak maka diperbolehlkan dengan berbagai syarat yang tidak mengganggu lingkungan dan menimbulkan kerusakan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 7
C. Rumusan Masalah... 9
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metode Penelitian... 13
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB IIMA S}LA H}A H MURSA LA H DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI A. Mas{lah{ah Mursalah... 20
1. PengertianMas{lah{ah ...20
2. PengertianMas{lah{ah Mursalah ...22
3. Macam-MacamMas{lah{ah Mursalah...23
4. Landasan HukumMas{lah{ah Mursalah ...25
5. Syarat-Syarat Mas{lah{ah Mursalah...27
6. Pendapat Para Ulama’ tentangMas{lah{ah Mursalah...28
B. DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2011
TENTANG SUNGAI ... 32
1. Pengertian Agraria ... 32
2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011... 34
BAB III PRAKTIK PENDIRIAN BANGUNAN DI ATAS SUNGAI DI DESA SEKARAN-LAMONGAN A. Gambaran Umum Desa Sekaran - Lamongan ... 43
1. Keadaan Geografis ... 43
2. Kondisi Desa Sekaran - Lamongan ... 43
B. Praktik Pendirian Bangunan...48
1. Karakteristik Responden ... 48
2. Sejarah Awal... 48
3. Praktik Pendirian Bangunan ... 50
4. Faktor Pendirian Bangunan ... 51
5. Objek Bangunan... 53
6. Dampak Yang Ditimbulkan... 53
BAB IV ANALISIS MA S}LA H}A H MURSA LA H DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2011 TERHADAP PENDIRIAN BANGUNAN DI ATAS SUNGAI DI DESA SEKARAN - LAMONGAN A. Analisis Bangunan di atas Sungai di Desa Sekaran – Lamongan ... 56
1. Letak Bangunan ... 56
2. Dampak Lingkungan ... 57
3. Legalitas Bangunan... 58
B. Analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap pendirian bangunan di atas sungai di desa sekaran – lamongan... 59
C. Analisis Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Terhadap Pendirian Bangunan Di Atas Sungai Di Desa Sekaran - Lamongan ... 64
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN... 75
B. SARAN ... 76 DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakangg Masalah
Maqās}id al-syari>’ah adalah tujuan atau maksud dari pada syar’iah. Di kalangan para Ulama ada tiga pendapat yang berbeda. Yang pertama
pendapat dari Ibnu Taimiyah yang menyat bahwa tujuan dari pada turun nya
wahyu Allah SWT mengenai sebuah sistem di dalam Hukum Islam atau
Syariah adalah dalam rangka mencapai keadilan (al-adl). Pendapat yang
kedua menyat bahwa tujuan daripada syariah adalah untuk mencapai ke
bahagian yang abadi (Sa’adah haqiqiyah). Pendapat yang ketiga yaitu
pendapat dari Imam al-Ghazali yang mengat bahwa tujuan dari pada syariah
itu untuk mencapai dan merealisasikan manfaat dan semua kepentingan
(maslahah) yang begitu banyak untuk semua ummat manusia di dunia ini.
Hubungan antara Maqashid Syariah dengan mashlahah kaitannya
sangat erat sekali. karena tujuan daripada maqashid syariah itu sendiri adalah
untuk mencapai mashlahah. Para ahli fiqh Islam membagi cakupan lingkup
wilayah pembahasan fiqh (kaitannya dengan ijtihad) menjadi dua,yaitu
muamalah dan ibadah. Ruang ijtihad di bidang muamalah lebih luas daripada
2
bagian dari muamalah. Ekonomi syari’ahcukup terbuka dalam memunculkan
inovasi baru dalam membangun dan mengembangkan ekonomi syari’ah.
Oleh karena itu prinsip maslahah dalam bidang muamalah menjadi acuan dan
patokan yang sangat penting. Maslahah merup konsep terpenting dalam
pengembangan ekonomi syari’ah.
Firman Allah dalam surat al-Ma>i’dah ayat 2:
…
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerj) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya”1
Dalam ajaran Islam hubungan manusia dalam masyarakat agar tidak
terjadi saling merugikan harus dilakukan atas dasar pertimbangan yang
mendatangkan manfaat dan menghindarkan mud}harat. Karena itu, setiap
praktek muamalah harus dijalankan dengan memelihara nilai-nilai keadilan
dan menghindarkan unsur-unsur penganiayaan serta unsur-unsur penipuan.2
Perkembangan pada zaman modern seperti saat ini selalu ada
hal-hal baru dalam permasalahan muamalat. Jika ada suatu masalah dalam
muamalat pada zaman sekarang ini dan tidak ditemukan pada zaman dahulu
maka seseorang harus merujuk pada istinbat hukum Islam yaitu al-Qur’a>n,
1
Departemen Agama RI,A l-Qur’an dan Terjemahannya, (Depok: Cahaya Qur’an, 2008), 106. 2
3
as-Sunnah, al-Ijma, dan al-Qiyas. Pada dasarnnya hukum Islam itu hanya
bersumber pada al-Qur’a>n dan al-Hadits. Namun, setelah Islam semakin
berkembang, maka timbul berbagai macam istilah-istilah dalam penggalian
hukum Islam yang dimunculkan oleh para mujtahid, sehingga dikenal istilah
sebagai hukum primer dan hukum sekunder.
Hukum primer yaitu hukum-hukum yang telah disepakati oleh
jumhur ulama (al-Qur’a>n, as-Sunnah, al-Ijma, dan al-Qiyas) dan sumber
hukum sekunder yaitu sumber-sumber hukum yang masih diperselisihkan
pemakaiannya dalam menetapkan hukum Islam oleh para ulama (al-Istih{sa>n,
al-Mas{lah{ah al-Mursalah, al-Istish{a>b). Salah satu dari sumber hukum
sekunder dalam Islam dibahas secara lebih detail, yaitu Mas{lah{ah
Mursalah.
Secara umum mas{lah{ah mursalah adalah suatu kemaslahatan yang
tidak ada nash juz’i (rinci) yang mendukungnya, dan tidak ada pula yang
menolaknya dan tidak ada pula ijma’ yang mendukungnya, tetapi
kemaslahatan ini didukung oleh sejumlah nash melalui cara istiqra’(induksi
dari sejumlahnash).3
Mas{lah{ah mursalah merup sesuatu yang baik menurut akal, dengan
pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau yang disebut dengan
3
4
mas{lah{ah dan menghindari keburukan. Dengan demikian, prinsip umum
mas{lah{ah mursalahmenarik manfaat dan menghindari kerus bagi kehidupan.
Manusia boleh memanfaatkannya untuk kepentingan hidupnya,
seperti untuk dim dan diminum. Selama tidak ada larangan yang
menjelaskan kepada manusia untuk mengkonsumsi suatu man dan minuman
atau melakukan suatu tind, berarti hal tersebut halal dan dibolehkan. Namun,
Apabila ada nash yang melarangnya, berarti pada man dan minuman serta
tind itu mengandungmad{harat dan bahaya bagi kehidupan manusia sehingga
harus di tinggalkan. Begitu juga dalam hal pendirian bangunan di atas
sungai, apabila ada suatu praktik yang belum diketahui hukumnya, maka
boleh dlakukan asalkan tidak bertentangan dengannashdan maksud syara’.
Sebagaimana kaidah usul fiqh dalam hal ini berbunyi:
َ
ﻷ
ا
ْ
ﺻ
ُ
ﻞ
ِ
ﻓ
َ
ﻷ
ا ﻰ
ْ
ﺷ
ِ
ء
ﺎ
ِ
ﻻ
ا
َ
ﺑ
َ
ﺣ
ﺎ
ُ
ﺔ
َ
ﺣ
ﱠ
ﺘ
ُ
ﺪ
ﱠ
ل
ﱠ
ﺪ ﻟا
ِ
ﻟ
ُ
ﻞ
َ
ﻋ
َ
ﻠ
َ
ﺗ ﻰ
ْ
ﺤ
ِ
ﺮ
ِ
ﻤ
ﺎ
Artinya:
“
Hukum asal segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yangmengharamkannya.”4
Pemakaian Mas{lah{ah mursalah dirasa tepat untuk menganalisis
suatu permasalahan atau perbuatan yang tidak ada nashdanijma’nya namun
didalamnya mengandung kemaslahatan umat, dalam kasus ini adalah
pendirian bangunan di atas sungai.
4
5
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai pasal
57 menyat bahwa setiap orang yang melakukan kegiatan pada ruang sungai
wajib memperoleh izin, pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai wajib
memperoleh izin dari Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Sebagai contoh yang terjadi di Desa Sekaran - Lamongan,
ketersediaan lahan kosong sangatlah sedikit, hal ini dikaren banyaknya
jumlah warga berbanding terbalik dengan kesediaan lahan yang ada,
sehingga harga tanah sangatlah mahal, harga tanah permeter perseginya di
atas satu setengah juta rupiah, sangat mahal untuk ukuran desa yang cukup
jauh dari kota dan jalan besar. Sehingga didirikanlah beberapa bangunan
berupa warung di atas sungai yang terletak di depan Desa Sekaran, untuk
menjalankan suatu usaha bagi mereka yang kurang mempunyai modal lebih,
dikaren mahalnya harga tanah.5
Di Desa Sekaran - Lamongan, terdapat 7 (tujuh) bangunan berdiri di
atas sungai, adapun jenis bangunan dan nama pemilik bangunan tersebut
sebagai berikut:
1. Warung nasi, dengan pemilik Bapak Sutari.
2. Warung kopi, dengan pemilik Bapak Sodikun.
5
6
3. Warung mi ayam, dengan pemilik Bapak Daus.
4. Warung bakso, dengan pemilik Ibu Musni.
5. Warung nasi goreng, dengan pemilik Bapak Karwo.
6. Warung mi ayam, dengan pemilik Ibu Tatik.
7. Warung soto, dengan pemilik Bapak Vian.
Berdasarkan fakta lapangan di atas menunjukkan bahwa pendirian
bangunan tersebut berhubungan erat dengan perekonomian masyarakat. Oleh
karena itu, peneliti ingin menganalisis secara mendalam mengenai kegiatan
tersebut dalam perspektif mas}lah}ah mursalah} , yaitu menetap hukum
pendirian bangunan di atas sungai dengan berdasar pada kemaslahatannya.
sebab kemaslahatan manusia, baik individu maupun kelompok ditentukan
oleh perkembangan lingkungan dan masa dimana mereka hidup.
Persoalan yang terjadi adalah ketidakjelasan legalitas hukum
terhadap pendirian bangunan tersebut, karena jika tidak sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai pasal 57 maka
otomatis bangunan tersebut adalah bangunan liar karena tidak memiliki izin
dari Pemerintah atau penguasa yang berwenang.
Meskipun pendirian bangunan di atas sungai memiliki manfaat,
tetapi boleh jadi kemanfaatan itu tidak sebanding dengan mudharat yang
7
harus dihilangkan lebih dulu dari pada menarik kemanfaatan.6
Pendirian bangunan di atas sungai di Desa Lamongan memiliki
sejumlah persoalan yang harus diberi solusi, anatara lain tentang legalitas
pendirian bangunan dari pejabat yang berwenang dan dampak adanya
bangunan bagi sungai dan masyarakat sekitar.
Sehingga berdasarkan uraian permasalahan tersebut, penulis tertarik
dan merasa bahwa masalah ini perlu analisis dan diangkat dalam sebuah
penelitian. Dari beberapa permasalahan di atas penulis ingin mengetahui
secara jelas penerapan pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan dan ingin mengetahui analisis mas}lah}ah mursalah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 terhadap pendirian bangunan di atas
sungai di Desa Sekaran - Lamongan.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinan
cakupan yang dapat muncul dalam penelitian dengan melakukan ifrntifikasi
sebanyak-banyaknya, kemudian yang dapat diduga sebagai
masalah.7Berdasarkan pemaparan di atas, penulis mengidentifikasikan
beberapa masalah yang muncul dari penerapan pendirian bangunan di atas
6
A.Djazuli,Kaidah-kaidah Fikih,( Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), 27. 7
8
sungai di Desa Sekaran - Lamongan, sebagai berikut:
1. Ketidakjelasan mekanisme praktik pendirian bangunan di atas sungai di
Desa Sekaran - Lamongan.
2. Bentuk objek pemanfaatan lahan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan.
3. Faktorfaktor pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan.
4. Manfaat adanya bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan.
5. Dampak yang ditimbulkan dari pendirian bangunan di atas sungai di Desa
Sekaran - Lamongan.
6. Analisismas}lah}ah mursalahterhadap pendirian bangunan di atas sungai di
Desa Sekaran - Lamongan.
7. Analisis Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 terhadap pendirian
bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan.
Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, untuk menghasilkan
penelitian yang lebih fokus pada judul di atas, penulis membatasi penelitian
ini meliputi:
1. Praktik pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan.
9
2011terhadap pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah memuat tentang pertanyaan yang dijawab
melalui penelitian.8 Berkaitan dengan masalah yang telah penulis batasi,
maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktik pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan?
2. Bagaimana analisismas}lah}ah mursalahdan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2011 terhadap pendirian bangunan di atas sungai di Desa
Sekaran - Lamongan?
D. Kajian Pustaka
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pij dalam rangka
menyusun dan melengkapi penelitian ini. Kegunaannya adalah untuk
mengetahui hasil yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu juga
menentukan posisi pembeda dari penelitian ini baik dari aspek yang diteliti,
lokasi, dan objeknya. Dengan kajian pustaka ini diharapkan dapat mempunyai
andil yang besar dalam mendapatkan suatu informasi tentang teori yang ada
kaitannya dengan judul dalam penelitian ini. Sebagai berikut:
8
10
Pertama. Sebuah judul skripsi pada tahun 2016 yakni “ Studi
Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Pemanfaatan Lahan Kosong di
Daerah Aliran Sungai ( Studi Kasus di Desa Bungah Kacamatan Bungan
Kabupaten Gresik” yang ditulis oleh Faisatul Hijriyah. Skripsi ini membahas
tentang pemanfaatn lahan kosong di daerah aliran sungai di Desa
Bungah-Gresik menurut Hukum Islam dan Hukum Positf, hasil penelitian
menunjukkan dibolehkannya pemanfaatan lahan dengan beberapa ketentuan
yang tidak melanggar syara’ atau aturan, dalam hal kepemilikan warga hanya
berstatus sebagai pemakai, bukan pemilik lahan.9
Kedua. Sebuah judul skripsi pada tahun 2015 yakni “Analisis
Hukum Islam dan Undang Undang No 5 Tahun 1990 Terhadap Pemanfaatan
Lahan Stren Kali Brantas (Studi Kasus Di Desa Lengkong Kecamatan
Mojoanyar Kabupaten Mojokerto)” yang ditulis oleh Hario Bachtiar Muslim.
Skripsi ini membahas tentang praktik pemanfaatan lahan stren kali brantas
yang dianalisis menggun ih{ya al-mawa>t dan UU No 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam.10
Ketiga. Sebuah judul skripsi pada tahun 2016 yakni “Alih Fungsi
9
Faisatul Hijriyah, “Studi Hukum Islam dan Hukum Positif terhadap Pemanfaatan Lahan Kosong di Daerah Aliran Sungai ( Studi Kasus di Desa Bungah Kacamatan Bungan Kabupaten Gresik)”. (Skripsi--UIN Suna Ampel Surabaya, 2016)
10
Hario Bachtar Muslim, “Analisis Hukum Islam dan Undang Undang No 5 Tahun 1990 Terhadap Pemanfaatan Lahan Stren Kali Brantas (Studi Kasus Di Desa Lengkong Kecamatan
11
Trotoar Oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Panglima Sudirman Gresik
Dalam Perspektif A l-H{uqūq” yang ditulis oleh Beta Aprilia. Skripsi ini
menjelaskan tentang praktek alih fungsi trotoar yang terjadi di Jalan
Panglima Sudirman dilakukan oleh para pedagang yang tidak memiliki lapak
untuk berjualan dan modal yang dimiliki juga tidak terlalu banyak. Sehingga
pedagang memilih menggun trotoar sebagai lapak mereka untuk berjualan,
hukum alih fungsi trotoar tersebut mubah boleh diambil manfaatnya asalkan
tidak sampai merugikan orang lain.11
Dengan adanya kajian pustaka di atas, hal ini jelas sangat berbeda
dengan penelitian yang penulis lakukan dengan judul “Analisis mas}lah}ah
mursalahdan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 terhadap terhadap
pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan”. Ketiga
penelitian terdahulu menjelaskan tentang pemanfaatan lahan umum untuk
melakukan suatu usaha atau kegiatan perekonomian dikaren kurangnya
modal, sedangkan penelitian ini fokus pada mekanisme pendirian bangunan
di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan dianalisis dengan mas}lah}ah
mursalahdan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai.
11
Beta Aprilia “Alih Fungsi Trotoar Oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Panglima
12
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dalam melakukan
penelitian ini penulis memiliki tujuan:
1. Mengetahui praktik pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
-Lamongan.
2. Mengetahui analisismas}lah}ah mursalah dan Peraturan Pemerintah Nomor
38 Tahun 2011terhadap pendirian bangunan di atas sungai di Desa
Sekaran - Lamongan.
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian
Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini
mempunyai nilai tambah dan memberikan kemanfaatan bagi para pembaca
terutama bagi penulis sendiri. Adapun kegunaan hasil penelitian ini, antara
lain:
1. Kegunaan Teoritis, menambah khazanah keilmuan serta dapat dijadikan
acuan lagi bagi peneliti-peneliti atau kalangan yang ingin mengkaji
masalah ini pada suatu saat nanti.
2. Kegunaan Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat mas}lah}ah mursalah
dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011terhadap pendirian
13
G. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami beberapa
istilah yang ada di dalam penelitian ini, maka penulis memberikan
penjelasan atau definisi dari beberapa istilah sebagai berkut:
Mas}lah}ah Mursalah : Menetapkan hukum suatu perbuatan yag tidak
ada nashnya atau tidak ada ijma’nya dengan
berdasar pada kemaslahatan umat.
Peraturan Pemerintah :
Nomor 38 Tahun 2011
Peraturan Pemerintah Tentang Sungai yang
berisi tentang konservasi sungai,
pengembangan sungai dan pengendalian daya
rusak air sungai.
Pendirian Bangunan :
di atas Sungai Sekaran
Perbuatan mendirikan bangunan berupa warung
di atas sungai di Desa Sekaran – Lamongan.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)
yang dilakukan langsung di lapangan, yang dilaksanakan di Desa Sekaran
– Lamongan.
2. Pendekatan Penelitian
14
kualitatif bertujuan untuk menjelaskan dengan sedalam-dalamnya dengan
data sedalam-dalamnya.
3. Data yang dikumpulkan
Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan
respoden maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk
deskriptif atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian yang
dimaksud.12 Adapaun data yang dikumpulkan antara lain:
a. Data Primer
1. Data hasil wawancara dengan Kepala Desa Sekaran - Lamongan.
2. Dara hasil wawancara dengan pemilik bangunan di atas sungai di Desa
Sekaran - Lamongan.
b. Data Sekunder
1. Data tentang Desa Sekaran - Lamongan yang meliputi keadaan
umum, pembagian wliyahah, topografi dan klimatologi.
2. Data tentang sosial agama, budaya, ekonomi, ekonomi, pendidikan,
pemerintahan dan layanan kependudukan.
4. Sumber data
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
data yang bisa dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas:
12
15
a. Sumber Primer
Sumber Primer ini merup data yang berasal dari sumber data
yang dikumpulkan dan juga berkaitan dengan permasalahan yang
diteliti. Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung
Kepala Desa Sekaran, aparatus desa dan para pihak yang memiliki 7
(tujuh) bangunan di atas sungai di Desa Sekara-Lamongan.
b. Sumber Sekunder
Sumber Sekunder adalah data yang didapatkan dari sumber
secara tidak langsung kepada pengumpul data.13 Data sekunder ini
dapat diperoleh dari beberapa informasi mengenai kasus-kasus yang
berkaitan pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran
–Lamongan, baik itu melalui website, blog, warga sekitar sungai,
orang lain dan dari dokumen-dokumen lainnya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam usaha pengumpulan data serta keterangan yang diperlukan
oleh dalam penelitian ini, peneliti menggun metode pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Observasi
13
16
Peneliti melakukan kunjungan lapangan terhadap obyek
penelitian. Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi
langsung yang bisa dilakukan selama melangsungkan kunjungan
lapangan termasuk kesempatan-kesempatan selama pengumpulan data
yang lain seperti pada waktu wawancara.
b. Wawancara Mendalam(Depth Interview)
Wawancara mendalam diakukan terhadap sumber informasi yang
dianggap memiliki kompetensi dalam masalah yang diteliti. Dengan
demikian dapat diperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai
objek yang diteliti.14 Peneliti mencoba melakukan wawacara
dengan Kepala Desa dan para pihak yang memiliki bangunan di atas
sungai di Desa Sekaran - Lamongan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain sebagainya. Dengan
adanya dokumentasi dalam suatu penelitian maka dapat meningkatan
keabsahan dan penelitian lebih terjamin, karena peneliti betul-betul
melakukan penelitian ke lapangan secara langsung. 15 Adapaun data
yang didokumentasikan antara lain; transkrip, buku, arsip, foto dan
14
Masruhan,Metodologi Penelitian Hukum,(Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 238. 15
17
lain sebagainya yang berhubungan dengan pendirian bangunan di atas
sungai di Desa Sekaran - Lamongan.
6. Teknik Pengolahan Data
Adapun teknik pengolahan data yang digun untuk mempermudah
dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Organizing, adalah menyusun kembali data-data yang telah didapat
dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncan dengan rumusan masalah secara sistematis.Peneliti
melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk dianalisis
dan menyusun data-data tersebut dengan sistematis untuk
memudahkan peneliti dalam menganalisa data.16
b. Editing,adalah memeriksa kelengkapan data. Teknik ini digun untuk
meneliti kembali data-data yang diperoleh.
c. A nalizing, adalah menganalisis data-data yang telah diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta
yang ditemukan, yang akhirnya merup sebuah jawaban dari rumusan
masalah.
16
18
7. Teknik Analisis Data
Analisa data adalah mengorganisasikan data yang terkumpul
yang meliputi catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto,
dokumen (laporan, biografi, artikel).17 Setelah data di dapat dari
gambaran yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian, maka penulis
melakukan analisis dengan metode deskriptif analisis dan verifikatif yaitu
metode yang mencoba menggambarkan data yang ada sehingga diperoleh
suatu gambaran secara menyeluruh. Dalam hal ini yang dideskripsikan
adalah hal-hal yang berhubungan dengan pendirian bangunan di atas
sungai di Desa Sekaran - Lamongan, lalu menganalisinya dengan
mas{la{hah mursalahPeraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011.
Kemudian dilakukan verifikasi terhadap data yang ada untuk
memberi penafsiran yang akurat pada fakta-fakta yang ditemukan. Dalam
penelitian ini penulis memverifikasi bagaimana pendirian bangunan di
atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan, lalu menganalisinya dengan
mas{la{hah mursalahdan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011.
I. Sistematika Pembahasan
Sistem pembahasan ini bertujuan agar penyusunan penelitian
terarah sesuai dengan bidang kajian untuk mempermudah pembahasan.
17
19
Adapun sistematika pembahasan adalah sebagai berikut:
Bab pertama pendahuluan yang terdiri dari latar belg masalah,
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, metode penelitian, definisi
operasional dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merup landasan mas{la{hah mursalah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai.
Bab Ketiga merup hasil penelitian yang berisi tentang gambaran
umum lokasi penelitian dan praktik pendirian bangunan di atas sungai di
Desa Sekaran - Lamongan.
Bab keempat merup analisa hasil peneliti lapangan yaitu analisis
mas{la{hah mursalah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
terhadap pendirian bangunan di atas sungai di Desa Sekaran - Lamongan.
Bab kelima kesimpulan, merup bagian akhir dari skripsi yang
berisikan tentang kesimpulan dari analisis permasalahan serta saran yang
BAB II
MAS{LAH{AH MURSALAH DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38
TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI
A. Mas{lah{ah Mursalah
1. PengertianMas}lah}ah
Dari segi bahasa, kata mas}lah}ah adalah seperti lafzazh al-manfa’at, baik artinya maupunwajan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat mashdar yang sama artinya dengan kalimat ash-Shalah, seperti halnya
lafazh al-manfa’at sama artinya dengan al-naf’u.18 Mas}lah}ah dalam bahasa Arab berarti perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia. Mas}lah}ah dalam arti yang umum yaitu setiap segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau kesenangan dalam arti menolak atau menghindarkan dari mad}arat. Segala sesuatu yang mengandung kebaikan dan manfaat di dalamnya disebut dengan mas}lah}ah.19
Adapun pengertian mas}lah}ah secara terminologi, ada beberapa pendapat dari para ulama’, antara lain: Menurut Imam Ghazali (madzab syafi’i), mengemukakan bahwa : al- mas}lah}ah pada dasarnya adalah mengambil manfaat dan menolakke-mad}aratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’. Yang dimaksud Imam Al-Ghazali manfaat dalam
18
Rachmat Syafe’i,Ilmu Ushul Fiqih,(Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), 117. 19
21
tujuan syara’ yang harus dipelihara terdapat lima bentuk yakni: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan demikian
yang dimaksud mafsadah adalah sesuatu yang merusak dari salah satu diantara lima hal tujuan syara’ yang disebut dengan istilah Maqās}id al-Syari‘ah menurut al-Syatibi. Imam Ghazali mendefinisikan maslahat sebagai berikut :
Artinya:“Maslahat pada dasarnya ialah berusaha meraih dan mewujudkan
manfaat atau menolak ke- mad}aratan.20"
Senada dengan Imam Ghazali, Al-Kawarizmi menjelaskan bahwa
yang dimaksud dengan al- mas}lah}ah adalah memelihara tujuan syara’
dengan cara menghindarkan kemafsadahan dari manusia. Dari pengertian
tersebut, beliau memandang mas}lah}ah hanya dari satu sisi, yaitu menghindarkan mafsadat semata, padahal kemaslahatan mempunyai sisi
lain yang justru lebih penting, yaitu meraih manfaat.21
Sedangkan menurut Al-Thufi mas}lah}ah merupakan dalil paling kuat yang secara mendiri dapat dijadikan alasan dalam menentukan hukum syara’.22
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa mas}lah}ah merupakan tujuan dari adanya syariat Islam, yakni dengan memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan, serta memelihara harta.
20
Nasrun Haroen,Us}ul Fiqh 1,(Jakarta: Logos Publishing House, 1996), 114. 21
Amir Syarifuddin,Us}ul Fiqh Jilid 2…368. 22
22
2. PengertianMas}lah}ah Mursalah
Mas{lah{ah Mursalah menurut bahasa yaitu suatu kebenaran yang
dapat digunakan. Menurut Abu Zahrah dalam buku Ushul Fiqh,Mas{lah{ah Mursalah artinya mutlak (umum), menurut istilah ulama’ ushul adalah
kemashlatan yang oleh syar’i tidak dibuatkan hukum untuk mewujudkannya, tidak ada dalil syara’yang menunjukkan dianggap atau tidaknya kemashlahatan itu.23
Menurut ulama’ Syafi’iyah Mas{lah{ah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’, ia memandang bahwa suatu kemashlahatan harus sejalan dengan
tujuansyara’sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Al-Ghazali menjelaskan bahwa menurut asalnya maslahah itu berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mudarat (kerusakan), namun hakikat darimaslahahadalah:
Artinya: “Memelihara tujuansyara’(dalam menetapkan hukum)”.24
Sedangkan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu ada lima,
yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Selain itu
al-Khawarizmi juga memberikan definisi yang hampir sama dengan definisi
al-Ghazali di atas, yaitu:
23
Abdul Wahah Khallaf,Ilmu Ushul Fiqih Cetakan ke-1(Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 110.
24
23
Artinya: “Memelihara tujuan syara’ (dalam menetapkan hukum) dengan
cara menghindarkan kerusakan dari manusia.”25
Mas{lah{ah Mursalah yaitu kemashlahatan yang keberadaannya
tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan atau ditolak syara’
melalui dalil yang rinci.26 Untuk menghukumi sesuatu yang tidak
dijelaskan oleh syara’ perlu dipertimbangkan faktor manfaat dan
mad}aratnya. Bila mad}aratnya lebih banyak maka dilarang oleh agama,
atau sebaliknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah:
“berubahnya suatu hukum menjadi haram atau bergantung mafsadah atau
mas}lah}ah-nya”.27
Dari beberapa definisi tentangmas{lah{ah mursalahdan rumusannya
yang berbeda tersebut dapat disimpulkan bahwa mas{lah{ah mursalah itu
adalah suatu yang dipandang oleh akal sehat karena mendatangkan
kebaikan dan menghindarkan kerusakan pada manusia, yang sesuai
dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.
3. Macam-macamMas{lah{ah
1. Dilihat dari sumbernya, sebagai berikut:
1. Kemashlahatan yang ditegaskan oleh Alqur’an dan Al-Sunnah, yang
disebut juga denganmashlahah mu’tabarah,kemashlahatan ini diakui
oleh para ulama, misalnyahifdu al-di>n , hifdulmal, hifdun nafsi, hifdu
nasldan hifdul ‘aql.
25
Amir Syarifuddin,Us}ul Fiqh Jilid 2…368. 26
Nasrun Haroen,Us}ul Fiqih…119. 27
24
2. Kemashlahatan yang bertentangan dengan nash yang qath’i. Kebanyakan ulama menolak kemaslahatan yang bertentangan dengan nashyangqath’i.
3. Kemaslahatan yang tidal dinyatakan oleh syara dan tidak ada dalil
yang menolaknya. Maka inilah yang dimaksud dengan mas{lah{ah mursalah. berarti kebaikan (mas}laḥah) yang tidak disinggung dalam
syara’, untuk mengerjakannya atau meninggalkannya, namun jika dikerjakan akan membawa manfaat.28
B. Dilihat dari kepentingannya, sebagai berikut:
1. Mas}laḥah Dharuriyah, yaitu kemashlahatan yang apabila ditinggalkan akan menimnulkan memadharatan dan kerusakan, karena itu mashlahah ini mesti ada terwujud. Ini kembali kepada yang lima; memelihara agama, jiwa,akal, keturunan dan harta.
2. Mas}laḥah Hajiyah, yaitu semua bentuk perbuatan dan tindakan yang tidak terkait dengan dasar (mas}laḥah dharuriyah), yang dibutuhkan juga oleh masyarakat tetap terwujud, dapat menghindarkan kesulitan dan menghilangkan kesempitan. Misalnya; dalam ibadah boleh qashar shalat, buka shaum bagi yang safar. Dalam adat, berburu, 62 makan, pakai yang indah-indah. Dalam muamalah, boleh jual beli salam. Dalam uqubah/ jinayat boleh menolak hudud karena subhat.
28
25
3. Mas}laḥah Tahsiniyah, yaitu mempergunakan semua yang layak dan pantas yang dibenarkan oleh adat kebiasaan yang baik dan tercakup
pada bagian mahasinul akhlak. Misalmya dalam hal ibadah menutupi aurat, menjaga najis, makai pakaian yang bain waktu akan shalat.
Dalam adat, menjaga adat makan dan minum. Dalam muamalah, tidak memberikan sesuatu melebihi batas kemampuan. Dalam uqubah, tidak berbuat curang dalam timbangan, tidak membunuh anak-anak, wanita dalam peperangan.29
4. Landasan HukumMaṣlaḥah Mursalah
a. Al-Qur’a>n
Berdasarkan istiqra’ (penelitian empiris) dan nash-nash al-Qur’a>n maupun hadist diketahui bahwa hukum-hukum syari’at Islam mencakup diantaranya pertimbangan kemaslahatan manusia.30
Sebagaimana firman Allah dalam surahY u@nusayat 57:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman”.31
Sebagaimana firman Allah dalam surah A l-Baqarahayat 185:
29
Ibid.,,113.
30
Moh Abu Zahrah,Us}ul Fiqih,(Mesir: Darul Araby, 1985), 423. 31
26 ... …
Artinya :“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. . . . ”32
Ayat tersebut terdapat kaidah yang besar, di dalam tugas-tugas
yang dibebankan akidah Islam secara keseluruhan, yaitu “memberikan
kemudahan dan tidak mempersulit”. Hal ini memberikan kesan kepada
kita yang merasakan kemudahan di dalam menjalankan kehidupan ini
secara keseluruhan dan mencetak jiwa orang muslim berupa kelapangan
jiwa, tidak memberatkan, dan tidak mempersukar.
b. Hadist
Najmuddi>n Sulaiman bin Abd al-Qawiy bin Abd al-Karim al-T{ufi
al-Hanbaly (al-T}ufi) menggunakan hadits riwayat Ibn Ma>jah dan Da>r
al-Qut}ni, Ima>m Mali>k al-Hakim dan al-Baihaqi, yang dikategorikan dalam
hadis hasan sebagai dasar hukum mas}lah}ah, landasan utama pendapatnya
adalah mendahulukannashdanijma>’.
:
.
.
.
.
.
Artinya: “Diriwayatkan dari Aby Sa’id Sa>ad bin Mali>k al-khudzi>y, r.a
sesungguhnya Rasulullah saw bersabda ‚tidak boleh
membahayakan diri sendiri maupun orang lain‚ hadits hasan
diriwayatkan oleh Ibnu Ma>jah dan dari Quthni dan selain
keduanya adalah masnad, dan meriwayatkan Ima>m Mali>k dalam
32
27
al-Muwa>t}o’, dari Amr bin Yahya dari ayahnya dari Nabi saw dinilai sebagai hadis mursal15 terputus pada Aba> Sa’id.”33 Al-Thufi berpendapat bahwa hadis tersebut mengandung makna
bahwa hukum Islam melarang segala bentuk kemad}aratan dari manusia.
Pendapatnya ini didasarkan pada pemahamnnya terhadap ayat Al-Qur’a>n
maupun hadis yang menggambarkan bahwa Allah memelihara dan
memprioritaskan ke-maṣlaḥahtanhambanya.34
5. Syarat-syaratMas{lah{ah Mursalah
Dalam menggunakan mas{lah{ah mursalah itu sebagai h{ujjah, para
ulama’ bersikap sangat hati-hati. Sehingga tidak menimbulkan
pembentukan syari’at berdasarkan nafsu dan keinginan tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, Abdul Wahab Khallaf menyebutkan bahwa
syarat-syarat mas{lah{ah mursalah untuk bisa dijadikan sebagai h{ujjah,
sebagai berikut:35
A.Mas{lah{ah harus benar-benar membuahkan mas{lah{ah atau tidak
didasarkan dengan mengada-ngada, maksudnya ialah agar bisa
diwujudkan pembentukan didasarkan atas peristiwa yang memberikan
kemanfaatan bukan didasari atas peristiwa yang banyak menimbulkan
kemadharatan. Jika mas{lah{ah itu berdasarkan dugaan, atau hukum itu
mendatangkan kemanfaatan tanpa pertimbangan apakah masalah itu
33
Imam Malik bin Anas,A l W uwatha’ lil Imam Malik Jilid 2(Jakarta: Pustaka Azam, 2004),31. 34
Nasrun Haroen,Us}ul Fiqh 1…128. 35
28
bisa lahir dengan cara pembentukan tersebut. Misalnya, mas{lah{ahdalam hal pengambilan hak seorang suami dalam menceraikan istri.
B.Mas{lah{ah itu sifatnya umum, bukan bersifat perorangan. Maksudnya ialah bahwa kaitannya dengan pembentukan hukum terhadap suatu
kejadian atau masalah dapat melahirkan kemanfaatan bagi kebanyakan umat manusia, yang benar-benar dapat terwujud.
C. Pembentukan hukum dengan mengambil kemashlahatan ini tidak berlawanan dengan tata hukum atau dasar ketetapan nash dan ijma’. Seperti hal tuntunan kemashlahatan untuk mempersamakan hak waris antara laki-laki dengan perempuan, merupakan kemashlahatan yang tidak dibenarkan, sebab bertentangan dengannashyang telah ada.
D. Pembentukan mas{lah{ah itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh hukum-hukum Islam, karena jika bertentangan maka mas{lah{ahtersebut tidak dapat dikatakan sebagaimas{lah{ah.
E. Mas{lah{ah itu bukan mas{lah{ah yang tidak benar, dimana nash yang ada tidak menganggap salah dan tidak pula membenarkannya.
6. Pendapat Para Ulama’ tentangMas{lah{ah Mursalah
29
bukan darinash yang dirinci seperti yang berlaku dalam al-qiyas.Bahkan Imam Syathibi mengatakan bahwa keberadaan dan kualitas mas{lah{ah mursalah bersifat pasti, sekalipun dalam penerapannya bisa bersifat relatif.36
Alasan Jumhur Ulama’ dalam menetapkanmas{lah{ahdapat dijadikan h{ujjahdalam menetapkan hukum, antara lain adalah:
A. Hasil induksi terhadap ayat atau hadits menunjukkan bahwa setiap hukum mengandung kemashlahatan bagi umat manusia. Dalam hubungan ini, Allah berfirman dalam surat al-A nbiya>’ ayat 107 yang berbunyi:
Artinya:“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk
menjadi rahmat bagi seluruh manusia.”37
Menurut jumhhur ulama’, Rasulullah tidak akan menjadi rahmat
apabila bukan dalam rangka memenuhi kemashlahatan manusia.
Selanjutnya, ketentuan dalam ayat ayat al-Qur’a>n dan sunnah
Rasulullah, seluruhnya dimaksudkan untuk mencapai kemashlahatan
umat manusia, di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu, memberlakukan
mas{lah{ah terhadap hukum-hukum lain yang juga mengandung
kemashlahatan adalah legal.
36
Nasrun Haroen,Ushul Fiqh(Jakarta: Wacana Ilmu, 2011), 125-126.
37
30
B. Kemashlahatan manusia akan senantiasa dipengaruhi perkembangan tempat, zaman, dan lingkungan mereka sendiri. Apabila syari’at Islam
terbatas pada hukum-hukum yang ada saja, akan membawa kesulitan. C. Jumhur ulama’ juga beralasan dengan merujuk kepada beberapa
perbuatan sahabat, seperti ‘Umar ibn al-Khattab, sebagai salah satu kemashlahatan untuk melestarikan al-Qur’a>n dan menuliskan al-Qur’a>n pada satu logat bahasa di zaman ‘Utsman ibn ‘Affan demi
memelihara tidak terjadinya perbedaan bacaanal-Qur’a>nitu sendiri.38 Sebagian ulama’ berpendapat bahwa mas{lah{ah mursalah itu pengakuannya dan pembatalannya tidak berdasarkan saksi syara’. Oleh karena itu, mas{lah{ah mursalah tidak dapat dipakai sebagai dasar pembetukan hukum. Alasan mereka itu adalah:
1. Syari’atlah yang akan memelihara kemashlahatan umat manusia dengan nash-nash dan petunjuk qiyas. Sebab syar’i tidak akan menyia-nyiakan manusia.
2. Pembentukan hukum berdasar harus adanya mas{lah{ah merupakan terbukanya pintu nafsu antara para pemimpin, penguasa dan ulama’ fatwa (mufti).39
7. ObjekMas}lah}ah Mursalah
Memperhatikan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa lapangan mas}lah}ah mursalah selain berlandaskan hukum syara’ secara
38
Nasrun Haroen,Ushul Fiqh, ...125. 39
31
umum, juga harus diperhartikan ada dan hubungan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Lapangan tersebut merupakan pilihan
utama untuk mencapai kemaslahatan. Dengan demikian segi ibadah tidak termasuk dalam segi tersebut.
Segi peribadatan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang tidak memberi kesempatan kepada akal untuk mencari kemaslahatan juznya dari setiap hukum yang ada didalamnya. Diantaranya, ketentuan syariat tentang ukuran had kifarat, ketentuan waris, ketentuan jumlah bulan dalam masa iddah wanita yang ditinggal mati atau diceraian suaminya.
Segala sesuatu yang telah ditetapkan ukurannya dan disyariatkan berdasarkan kemaslahatan yang berasal dari kemaslahatan itu sendiri, Allah sudah menjadikan syi’ar keagamaan yang satu dan mencakup seluruh manusia sepanjang zaman dan sepanjang waktu. Secara ringkas, dapat dikataan bahwa mas}lah}ah mursalah itu difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam Al-Qur’a>n maupun as-sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu i’tiba>r. Hal ini difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan adanyaijma’atauqiya>syang berhubungan dengan kejadian tersebut.
32
tidak dicabut dari akar shari’at dan tidak mengesampingkan nash-nash yangqat’}ibaikqat’}idari segisanadnya ataupundalalahnya.40
B. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai
1. Pengertian Agraria
Sebelum memaparkan mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, akan disinggung terlebih dahulu mengenai istilah agraria. Istilah agraria atau sebutan agraria dikenal dalam beberapa bahasa. Dalam
bahasa Belanda, dikenal dengan kata akker yang berarti tanah pertanian, dalam
bahasa Yunani kataagrosyang juga berarti tanah pertanian.41
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan landasan hukum tanah nasional tidak memberikan definisi atau pengertian mengenai istilah agraria secara tegas. Walaupun UUPA tidak memberikan definisi atau pengertian secara tegas tetapi dari apa yang tercantum dalam konsideran, pasal-pasal dan penjelasanya dapat disimpulkan bahwa pengertian agaria dan hukum agraria dipakai dalam arti yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya.42
Pengertian hukum agraria dalam UUPA adalah dalam arti
pengertian yang luas bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum, tetapi merupakan kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing 40
Moh Abu Zahrah,Us}ul Fiqih(Mesir: Da>rul ‘Araby, 1985), 437. 41
Urip Santoso,Hukum A graria dan hak-hak A tas T anah (Jakarta: Kencana, 2009), 1. 42
33
mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian agraria. Kelompok tersebut terdiri atas:43
a. hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tana dalam arti permukaan bumi.
b. hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air.
c. hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahanbahan galian yang dimaksudkan dalam undang-undang di bidang pertambangan.
d. hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air.
e. hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 UUPA.
Agraria dibentuk atas aturan dasar hukum adat yang berlaku pada tiap-tiap budaya yang ada di Indonesia. Hukum adat dijadikan sebagai dasar hukum berlakunya UUPA. Pernyataan ini ditegaskan pada Pasal 5.44
Pasal 5
Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan Sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini dan dengan peraturan perundang-undang lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
43
Ibid., 8.
44
34
2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
Pendirian bangunan acap kali menimbulkan masalah baru. Misalnya tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pendirian bangunan pada daerah aliran sungai dan pendirian bangunan tidak sesuai dengan fungsinya. Pemerintah daerah juga tidak tinggal diam. Di beberapa daerah di Indonesia telah dilakukan tindakan tegas terhadap bangunan bermasalah.
Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
Terdapat 7 bangunan di atas sungai di Desa Sekaran – Lamongan yang tidak memiliki kejelasan pendiriannya. Setiap bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan . Persyaratan administrasi bangunan gedung meliputi:45 Status Hak atas tanah, status kepemilikan bangunan, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi: persyaratan tata bangunan, dan persyaratan keandalan bangunan.
Pembangunan sekitar daerah aliran sungai dapat diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Adapun
45
35
kejadian mengenai sungai keseluruhan diatur dalam PP tersebut seperti halnya pembangunan bangunan di wilayah garis sempadan46. Garis sempadan
berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar sungai dan kegiatan manusia tidak terganggu. Terkhusus sungai
bertanggul ataupun tidak bertanggul baik dalam kawasan perkotaan ataupun diluar kawasan perkotaan diatur mengenai batas sempadan, bahwa :
Pasal 9,
Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a ditentukan :
a. Paling sedikit berjarak 10 m (sepuluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 m (tiga meter);
b. paling sedikit berjarak 15 m (lima belas meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 m (tiga meter) sampai dengan 20 m (dua puluh meter); dan
c. paling sedikit berjarak 30 m (tiga puluh meter) dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 m (dua puluh meter).47
Pasal 12,
Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf d ditentukan paling sedikit berjarak 5 m (lima meter) dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Sekitar garis sempadan yang membatasi kegiatan manusia dengan ekosistem sungai diharapkan bersih dari bangunan yang akan mengurangi
tekstur tanah. Namun ketika masyarakat yang ingin memanfaatkan sekitar
46
Garis sempadan adalah garis maya kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai
47
36
lahan sekitar sungai harus mendapat izin terlebih dahulu dari bupati setempat sesuai pasal 57.
Konservasi sungai sangatlah penting bagi kehidupan dan nilai ekonomi mengingat tanda–tanda kelangkaan sumber daya alam sangatlah
menyolok. Berbagai tindakan yang sangat perlu, terkait hidup matinya manusia tidak khususnya dengan demikian pendekatan kultur masyarakat modern maupun tradisional perlunya ada sikap tidak difokuskan hanya pada bagian tertentu saja yang penting yang mempuyai daya tarik, dan sumber daya alam yang dianggap terancam. Amat penting untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi ancaman terhadap sumber daya alam tersebut, tetapi jarang berhadapan langsung dengan masalah yang lebih mendasar dalam skala yang lebih luas yang berkaitan dengan hilangnya suber daya alam pada umumnya.
Pasal 22,
(1) Perlindungan sempadan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b dilakukan melalui pembatasan pemanfaatan sempadan sungai.
(2) Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan:
a. menanam tanaman selain rumput; b. mendirikan bangunan; dan
c. mengurangi dimensi tanggul.
37
Pasal 22,
(1) Pencegahan pencemaran air sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan melalui:
a. penetapan daya tampung beban pencemaran;
b. identifikasi dan inventarisasi sumber air limbah yang masuk ke sungai;
c. penetapan persyaratan dan tata cara pembuangan air limbah;
d. pelarangan pembuangan sampah ke sungai; e. pemantauan kualitas air pada sungai; dan f. pengawasan air limbah yang masuk ke sungai.
(2) Pencegahan pencemaran air sungai dilaksanakan sesuai dengan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.48
Selain pencegahan pencemaran air yang berhubungan dengan pengendalian daya rusak air sungai (resapan dan banjir), pemerintah mengatur pengembangan sungai untuk berbagai kegiatan.
Pasal 30,
(1) Pengembangan sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dilakukan melalui pemanfaatan sungai.
(2) Pemanfaatan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi pemanfaatan untuk:
a. rumah tangga; b. pertanian;
c. sanitasi lingkungan; d. industri;
e. pariwisata; f. olahraga; g. pertahanan; h. perikanan;
i. pembangkit tenaga listrik; dan j. transportasi.
48
38
(3) Pengembangan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak merusak ekosistem sungai, mempertimbangkan karakteristik sungai, kelestarian keanekaragaman hayati, serta kekhasan dan aspirasi daerah/masyarakat setempat.49
Setiap kegiatan yang berhubungan dengan ruang saungai, pendirian bangunan di sekitar daerah aliran sungai wajib memperoleh izin, yang telah diatur dalam BAB IV yang berisi 4 Pasal, demi menjaga pengendalian daya rusak air, pengembangan sungai dan konservasi sungai.
Pasal 57
(1) Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pada ruang sungai wajib memperoleh izin.
(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pelaksanaan konstruksi pada ruang sungai;
b. pelaksanaan konstruksi yang mengubah aliran dan/atau alur sungai;
c. pemanfaatan bantaran dan sempadan sungai; pemanfaatan bekas sungai;
d. pemanfaatan air sungai selain untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada;
e. pemanfaatan sungai sebagai penyedia tenaga air; f. pemanfaatan sungai sebagai prasarana transportasi; g. pemanfaatan sungai di kawasan hutan;
h. pembuangan air limbah ke sungai;
i. pengambilan komoditas tambang di sungai; dan
j. pemanfaatan sungai untuk perikanan menggunakan karamba atau jaring apung.
Pasal 58
(1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf f diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
49
39
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf g diberikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air.
(3) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf h diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan pemanfaatan aliran air dan pemanfataan air setelah mendapat rekomendasi teknis dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan kecuali untuk kawasan hutan yang pengelolaannya telah dilimpahkan kepada badan usaha milik negara di bidang kehutanan.
(4) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf i dan huruf j diberikan oleh bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air.
(5) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf k diberikan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, setelah mendapat rekomendasi teknis dari pengelola sumber daya air.
Pasal 59,
Pemegang izin kegiatan pada ruang sungai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 wajib:
a. melindungi dan memelihara kelangsungan fungsi sungai; b. melindungi dan mengamankan prasarana sungai;
c. mencegah terjadinya pencemaran air sungai;
d. menanggulangi dan memulihkan fungsi sungai dari pencemaranair sungai;
e. mencegah gejolak sosial yang timbul berkaitan dengan kegiatan pada ruang sungai; dan
f. memberikan akses terhadap pelaksanaan pemantauan, evaluasi, pengawasan, dan pemeriksaan.
40
(1) Setiap pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dikenai sanksi administratif oleh pemberi izin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila pelaksanaan kegiatan pada ruang sungai yang dilakukan oleh pemegang izin menimbulkan:
a. kerusakan pada ruang sungai dan/atau lingkungan sekitarnya, wajib melakukan pemulihan dan/atau perbaikan atas kerusakan yang ditimbulkannya; dan/atau
b. kerugian pada masyarakat, wajib mengganti biaya kerugian yang dialami masyarakat.50
Dalam rangka hak bangsa dan Negara maka tidak ada tanah yang merupakan“res nullius”yang setiap orang dengan leluasa dapat menguasai
dan menggunakannya. Menguasai tanah tanpa ada landasan haknya yang diberikan oleh Negara atau tanpa izin pihak yang mempunyai tidak dibenarkan, bahkan diancam dengan sanksi pidana.51
Pengaturan mengenai Izin Mendirikan Bangunan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Peraturan Pemerintah 36/2005; “Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki Izin Mendirikan Bangunan yang diberikan oleh pemerintah daerah
(Pemda) melalui proses permohonan izin (Pasal 14 ayat (1) dan (2) PP
36/2005)”. Permohonan IMB kepada harus dilengkapi dengan (Pasal 15 ayat (1) PP 36/2005):
50
Ibid.
51
41
a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah;
b. data pemilik bangunan gedung; c. rencana teknis bangunan gedung; dan
d. hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan.
Pemilik bangunan yang tidak memenuhi kewajiban persyaratan pendirian bangunan termasuk memiliki izin mendirikan bangunan dalam hal ini dapat dikenai sanksi administratif dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung (Pasal 115 ayat (1) PP 36/2005). Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran (Pasal 115 ayat (2) PP 36/2005). Selain sanksi administratif, pemilik bangunan juga dapat dikenakan sanksi berupa denda paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun (Pasal 45 ayat (2) UUBG).
Apabila bangunan tersebut sudah terlanjur berdiri tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan. Berdasarkan Pasal 48 ayat (3) UUBG disebutkan bahwa; “Bangunan gedung yang telah berdiri, tetapi belum memiliki izin mendirikan bangunan pada saat undang-undang ini
42
mendapatkan sertifikat laik fungsi berdasarkan ketentuan undang-undang
ini.”
Pemilik bangunan wajib melengkapi izin mendirikan bangunan,
BAB III
PRAKTIK PENDIRIAN BANGUNAN DI ATAS SUNGAI DI DESA SEKARAN – LAMONGAN
A. Gambaran Umum Desa Sekaran - Lamongan 1. Keadaan Demografis Desa Sekaran - Lamongan
Wilayah Desa Sekaran – Lamongan merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Lamongan dengan jarak tempuh ke Ibukota
Kabupaten sekitar 25 Km. Desa Sekaran - Lamongan memiliki
ketinggian tanah 5 M dari permukan air laut, yang memiliki luas
wilayah 589.557 Ha.53
Adapun batas-batas wilayah Desa Sekaran – Lamongan, sebagai
berikut:
a. Batas wilayah sebelah Utara : Desa Pangeaan
b. Batas wilayah sebelah Timur : Desa Ngayung
c. Batas wilayah sebelah Selatan : Desa Moro
d. Batas wilayah sebelah Barat : Desa Klagen Srampat
2. Keadaan Desa Sekaran - Lamongan
Desa Sekaran – Lamongan memiliki 26 RT dan 4 RW.
Berdasarkan data terakhir jumlah penduduk di wilayah Desa Sekaran
-Lamongan untuk penduduk laki-laki berjumlah 3.499 orang, sedangkan
53
44
penduduk perempuan berjumlah 3.484 orang. Sehingga jika dijumpai dari keseluruhan penduduk Desa Sekaran - Lamongan yaitu berjumlah
6.983 orang, yang terdiri dari 1.616 Kepala Keluarga (KK).54 a. Keadaan Sosial
Keadaan sosial masyarakat di Desa Sekaran - Lamongan cukup baik, karena selama ini memiliki jiwa kekeluargaan yang memang tertanam dan terbangun sejak lama antara warga yang satu dengan warga yang lainnya, baik dari pihak bapak-bapak, ibu-ibu maupun para remaja ataupun anak-anak muda. Hal ini terbukti ketika setiap diadakannya kegiatan sosial, seperti kerja bakti masal dan lomba agustusan, mereka saling bergotong royong untuk membersihkan dan meramaikan desa mereka. Tingkat keamanan yang ada di Desa Sekaan - Lamongan juga masih terkontrol dengan baik.
b. Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Sekaran – Lamongan bisa dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari tiap-tiap hari
keluarga yang memiliki fasilitas dalam memenuhi kebutuhan hidup,
baik yang berupa sandang, pangan maupun papan untuk ditempati.
Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat
Desa Sekaran – Lamongan yang terdiri dari berbagai macam sektor
pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian masing-masing,
sebagai berikut :
54
[image:54.595.140.513.171.735.2]
45
Tabel 3:1
Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah
1 Petani 692 Orang
2 Pegawai Negeri Sipil 116 Orang
3 Pedagang Keliling 6 Orang
4 Buruh Tani 171 Orang
5 Nelayan 17 Orang
6 Dokter Swasta 7 Orang
7 Bidan Swasta 1 Orang
8 Perawat Swasta 7 Orang
9 Pembantu Rumah Tangga 7 Orang
10 TNI 5 Orang
11 POLRI 4 Orang
46
S
Sumber: Diambil dari Buku Desa Sekaran tahun 2015.
Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Sekaran - Lamongan mencari rizki sebagai pengusaha kecil dan menengan karena Desa Sekaran – Lamongan mempunyai pasar yang
cukup ramai dan besar, yaitu Pasar Sekaran.55
c. Keadaan Pendidikan
Keadaan sosial pendidikan di wilayah Desa Sekaran –
Lamongan dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari data
penduduk menurut tingkat pendidikan umum.
Dari beberapa data yang telah diuraikan dapat disimpulkan
bahwa hampir semua penduduk Desa Sekaran - Lamongan adalah
orang yang pernah merasakan dunia pendidikan, sehingga dapat
dikatakan bahwa masyarakat Desa Sekaran – Lamongan mempunyai
ilmu yang cukup.
d. Keadaan Keagamaan\
Mayoritas masyarakat Desa Sekaran – Lamongan beragama
Islam bahkan seluruh penduduknya beragama Islam. Hal ini
menunjukkan bahwa agama Islam yang dianut oleh seluruh penduduk
sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, sehingga corak
55
Ibid.
13 Karyawan Perusahaan Swasta 526 Orang
14 Karyawan Perusahaan
47
dan tradisi budaya yang dilatar belakangi ajaran Islam juga sangat menonjol dalam kegiatan kemasyarakatan.
Adapun tempat ibadah yang ada di wilayah Desa Sekaran -Lamongan berdasarkan data yang masuk terdapat 3 masjid dalam
kondisi baik dan terdapat 24 mushalla dengan kondisi baik.
Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di wilayah Desa Sekaran– Lamongan antara lain sebagai berikut:
1. Adanya pengajian agama untuk kaum muslimin dan muslimat
setiap sebulan sekali setiap hari Jum’at legi, diadakan di masjid.
2. Adanya rutinan doa yasin dan tahlil untuk bapak setiap hari kamis
malam dan ibu setiap hari rabu malam