• Tidak ada hasil yang ditemukan

4422 laporan tahunan bantuan hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "4422 laporan tahunan bantuan hukum"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM

REPUBLIK INDONESIA

(2)
(3)
(4)

a. Sekilas tentang Bantuan Hukum di Indonesia ... 4

b. Highlite Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum ... 5

c. Tentang Laporan Tahunan ini ... 10

2. Sambutan Menteri Hukum dan HAM RI ... 11

B. IMPLEMEnTASI UndAng-UndAng noMoR 16 TAHUn 2011

TEnTAng BAnTUAn HUkUM ... 13

a. Pra Implementasi ... 14

b. Veriikasi/Akreditasi ... 23

c. Rapat kerja nasional Pemberi Bantuan Hukum ... 29

d. Peningkatan kapasitas oBH dan Panitia Pengawas daerah ... 29

e. Rapat kerja nasional Panitia Pengawas Bantuan Hukum ... 30

f. Sosialisasi ... 31

g. data dan Fakta Reimbursement 2013 ... 32

C. LAYAnAn BAnTUAn HUkUM gRATIS UnTUk oRAng MISkIn

TAHUn 2013 ... 35

1. Jenis Layanan ... 36

a. Litigasi ... 36

b. non Litigasi ... 37

2. Proil Penerima Bantuan Hukum ... 43

d. SnAPSHoT konTRAk 2014 ... 49

1. Jumlah oBH yang Menandatangani kontrak: 298 oBH ... 50

2. Postur Anggaran Bantuan Hukum 2014 ... 50

3. Jumlah Pekerjaan Litigasi dan non Litigasi ... 51

E. PERLUASAn AkSES kEAdILAn MELALUI PEngUATAn SISTEM

BAnTUAn HUkUM ... 53

1. Pemetaan awal kebutuhan bantuan hukum ... 54

a. Sebaran oBH dan Sebaran Penduduk Miskin... 54

b. Supply and demand Litigasi ... 64

2. Pemetaan kebutuhan Biaya ... 66

(5)

DAFTAR ISI

F. MEnUJU LAYAnAn BAnTUAn HUkUM YAng LEBIH BAIk ... 67

1. Aplikasi database Sistem Informasi Bantuan Hukum ... 68

2. database Tahanan dari direktorat Jenderal Pemasyarakatan ... 68

3. database kemiskinan TnP2k ... 69

4. database Mahkamah Agung ... 70

5. Penguatan Peran Paralegal Melalui Standard kompetensi Paralegal ... 70

6. Penguatan Peran klinik Hukum kampus ... 70

g. kETERHUBUngAn LAYAnAn BAnTUAn HUkUM ... 71

1. Program Layanan Bantuan Hukum dalam skema Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 2014 72 2. Layanan Rujukan (REFERRAL) Bekerja sama dengan klinik Hukum kampus ... 72

H. dUkUngAn dARI MITRA PEMBAngUnAn ... 73

I. LAPoRAn kEUAngAn ... 75

1. Laporan keuangan Reimbursement 2013 ... 76

2. Laporan keuangan Tunggakan Reimbursement 2013 ... 77

J. LAMPIRAn ... 79

1. Regulasi ... 80

a. Peraturan Pemerintah ... 80

b. Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI ... 101

c. Standard Biaya ... 159

d. Petunjuk Pelaksanaan ... 161

2. Bantuan Hukum dalam Foto ... 165

3. daftar organisasi Bantuan Hukum ... 170

(6)
(7)

A

(8)

1. Pengantar

a. Sekilas tentang Bantuan Hukum di Indonesia

Saat sebuah negara berpindah dari rejim diktator ke demokrasi, maka harga yang harus dibayar adalah Supremasi Hukum dan Prinsip persamaan kedudukan di muka Hukum. karena itu diperlukan keseimbangan “persenjataan di pengadilan” (equality of arms) di mana semua orang harus memperoleh pembela yang profesional. Hal ini menjadi sulit bagi orang miskin yang berperkara hukum. dalam konteks inilah, bantuan hukum untuk orang miskin menjadi kewajiban negara (state obligation) untuk memastikan prinsip-prinsip tersebut berjalan. Hal ini sesuai dengan International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 14 yang mengatur tentang persamaan hak di pengadilan. Salah satu bentuk kewajiban negara ini adalah pendanaan bantuan hukum yang sebagian besar harus bersumber dari negara. dalam Pasal 1 ayat (3) UUd 1945 ditegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai konsekuensi dari negara hukum, hak untuk mendapatkan bantuan hukum harus diberikan oleh negara dan itu merupakan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia. oleh karena itu dengan adanya Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum diharapkan dapat melindungi hak konstitusional setiap individu untuk mendapatkan bantuan hukum selain itu juga diharapkan dapat mengakomodir perlindungan terhadap masyarakat yang kurang mampu dalam menghadapi kasus-kasus hukum.

Pengakuan dan jaminan terhadap asas Equality Before the Law ini tidak saja sebatas pengakuan politik negara saja. Akan tetapi lebih mengedepankan tindakan konkrit negara dalam memberikan jaminan kepada masyarakat dalam mendapatkan akses terhadap keadilan guna terpenuhi hak-hak dasar manusia (HAM), bahkan tindakan airmatif juga harus dilakukan untuk menjamin terselengaranya kewajiban negara ini. dengan derasnya laju pertumbuhan pembangunan dan politik di Indonesia memunculkan permasalahan-permasalahan mendasar yang meminggirkan bahkan mengabaikan hak-hak dasar manusia yang berujung kepada kriminalisasi dan memposisikan rakyat untuk meminta hak atas keadilan di Pengadilan maupun di luar pengadilan guna mendapatkan keadilan.

Bantuan hukum adalah hak konstitusional setiap warga. Lahirnya UU Bantuan Hukum seharusnya menjadi wujud nyata tanggung jawab negara terhadap Hak Atas Bantuan Hukum sebagai akses keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia sebagaimana diamanahkan oleh UUd 1945, UU nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (kUHAP), deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 14(3) (d) kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights) yang telah disahkan melalui Undang-Undang nomor 12 tahun 2005, juga ada pemberian jaminan bagi setiap orang untuk mendapatkan bantuan hukum dan pelayanan dari Advokat ( a right to have a legal counsel) yang berkualitas bagi masyarakat miskin.

Sesuai praktek internasional, ada 5 pilar mengenai bantuan hukum yakni:

1. Accesible yakni bantuan hukum harus dapat diakses dengan mudah;

2. Afordability di mana bantuan hukum dibiayai oleh negara;

(9)

4. Credibility di mana bantuan hukum harus dapat dipercaya dan memberikan keyakinan bahwa yang diberikan adalah dalam rangka peradilan yang tidak memihak (juga saat mereka menghadapi kasus melawan negara, tidak ada keraguan tentang itu); serta

5. Accountability di mana pemberi bantuan hukum harus dapat memberikan

pertanggungjawaban keuangan kepada badan pusat dan kemudian badan pusat harus mempertanggungjawabkan kepada parlemen.

konsepsi bantuan hukum dalam UU Bantuan Hukum merupakan bantuan pembiayaan dari negara bagi masyarakat miskin yang berhadapan dengan hukum. Sebelumnya, negara tidak melakukan pemenuhan hak atas bantuan hukum bagi masyarakat. Justru peranan tersebut dimulai dan terus dilakukan secara mandiri dan swadaya oleh masyarakat sipil yang dipelopori oleh misalnya YLBHI-LBH kantor yang kemudian terus berkembang bersama lahirnya organisasi masyarakat sipil yang bergerak pada isu bantuan hukum seperti Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), LBH Masyarakat, LBH Apik, LBH Pers, LBH Mawar Saron, LkBH kampus, Elsam, kontraS, Walhi, dll.

Lahirnya Undang-Undang Bantuan Hukum sudah diadvokasi sejak tahun 1998 oleh para aktivis Bantuan Hukum. Tahun 2004 draft Undang-Undang Bantuan Hukum sudah dibuat. Tahun 2009 Undang-undang ini masuk ke Program Legislasi nasional. Baru pada tanggal 2 nopember 2011 diundangkanlah Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.

Hak atas bantuan hukum sendiri merupakan non derogable rights, sebuah hak yang tidak dapat dikurangi dan tak dapat ditangguhkan dalam kondisi apapun. oleh karena itu, Bantuan hukum adalah hak asasi semua orang, yang bukan diberikan oleh negara dan bukan belas kasihan dari negara, tetapi juga merupakan tanggung jawab negara dalam mewujudkan

equality before the law, acces to justice, dan fair trial.

kewajiban negara yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Ada tiga pihak yang diatur di undang-undang ini, yakni penerima bantuan hukum (orang miskin), pemberi bantuan hukum (organisasi bantuan hukum) serta penyelenggara bantuan hukum (kementerian Hukum dan HAM RI). Sebagai sebuah harga demokrasi yang harus dibayar, tentu pelaksanaan Undang-Undang ini harus dikawal oleh semua pihak. dengan demikian akses terhadap keadilan bagi orang miskin dapat terpenuhi.

b. Highlite Implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum

Badan Pembinaan Hukum nasional (BPHn) kementerian Hukum dan HAM RI memiliki peran sangat strategis dan penting dalam implementasi Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Bantuan Hukum untuk orang Miskin dalam skema Undang-Undang ini memiliki 3 (tiga) stakeholder, yakni:

1. Penerima Bantuan Hukum, yakni orang atau kelompok masyarakat miskin

2. Pemberi Bantuan Hukum, yakni organisasi Bantuan Hukum yang lolos veriikasi/ akreditasi

3. Penyelenggara Bantuan Hukum yakni kementerian Hukum dan HAM RI

(10)

Implementasi Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan asas-asas yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 yakni:

1. keadilan;

2. Persamaan kedudukan di dalam hukum; 3. keterbukaan;

4. Eisiensi; 5. Efektivitas; dan 6. Akuntabilitas

Sebagai pelaksana penyelenggaraan sebuah sistem yang baru, BPHn segera mempersiapkan segala sesuatunya agar implementasi bisa berjalan dengan baik. Adapun beberapa aspek yang dipersiapkan meliputi:

Assessment dana Bantuan Hukum di kementerian dan Lembaga � Sosialisasi Undang-Undang Bantuan Hukum

� Regulasi yang meliputi Veriikasi/Akreditasi organisasi Bantuan Hukum, Mekanisme pemberian layanan Bantuan Hukum, Penyaluran dana Bantuan Hukum, Standard Pemberian Bantuan Hukum, Standard Biaya, serta Pengawasan � Pemetaan Pra-veriikasi

� Veriikasi/Akreditasi organisasi Bantuan Hukum � Panitia Pengawas di tingkat Pusat dan daerah � Pelaksanaan Program Bantuan Hukum

� Mekanisme Pertanggungjawaban keuangan dan Reimbursement � Pengembangan Program Bantuan Hukum

� Sistem Informasi database Bantuan Hukum

Sosialisasi dilaksanakan di tingkat Propinsi dengan mengundang stakeholder setempat. Ada 15 Propinsi yang telah didatangi selama tahun 2012. Sosialisasi lainnya dilaksanakan melalui media massa, yakni Talkshow di Televisi swasta, dokudrama di TVRI, Iklan Layanan Masyarakat yang ditayangkan di Televisi swasta dan TVRI, Talkshow di radio, Media Trip serta Media gathering oleh Menkumham RI yang mengundang Editor Senior beberapa Media Massa nasional.

Pembentukan regulasi dilaksanakan sejak nopember 2011 (sebulan setelah Undang-undang ini diundangkan) sampai awal tahun 2013. karena komitmen yang kuat, maka dalam durasi sekitar 1 (satu) tahun, dihasilkan 1 (satu) Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM, 2 keputusan Menteri, 2 Petunjuk Pelaksanaan.

dalam pembentukan regulasi pelaksana Undang-Undang ini, BPHn selalu melibatkan para pemangku kepentingan. Mulai dari Pembentukan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI, hingga Pembuatan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis (Juklak/ Juknis), para pemangku kepentingan baik dari organisasi masyarakat sipil, organisasi Bantuan Hukum, Advokat, serta mitra pembangunan bahu membahu bersama Pemerintah. keterbukaan dan kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat Sipil ini bertujuan untuk menjamin isi peraturan pelaksanaan dapat dilaksanakan dengan baik.

(11)

Veriikasi dan Akreditasi organisasi Bantuan Hukum dilaksanakan pada kwartal pertama tahun 2013. Tahapan ini diawali dengan pengumuman Veriikasi/Akreditasi melalui harian kompas dan 41 media cetak lokal, RRI serta website BPHn, Portal kemenkumham dan Portal Mitra Pembangunan. kemudian Pelaksanaan Veriikasi faktual dan administrasi dilaksanakan bekerjasama dengan kantor Wilayah mulai tanggal 8 Maret sampai 14 April 2013. Hasil Veriikasi/Akreditasi organisasi Bantuan Hukum diumumkan tanggal 30 Mei 2013 melalui Surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor M.HH-02.Hn.03.03 Tahun 2013 tanggal 31 Mei 2013 tentang Pengumuman Hasil Veriikasi/Akreditasi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum yang ditampilkan di Website BPHn dan kemenkumham. dari 593 organisasi Bantuan Hukum yang mendaftar, terpilih 310 organisasi Bantuan Hukum yang lolos veriikasi, yang terdiri dari 10 oBH terakreditasi A, 21 oBH terakreditasi B serta 279 oBH terakreditasi C.

Tentu saja ada yang tidak puas dengan hasil veriikasi/akreditasi ini. BPHn sebagai Penyelenggara Bantuan Hukum digugat oleh PoSBAkUMAdIn Pusat di Pengadilan Tata Usaha negara Jakarta Timur serta di komisi keterbukaan Informasi Publik. Setelah menghabiskan waktu beberapa bulan, Putusan PTUn terhadap gugatan tersebut adalah “tidak diterima”.

Akhirnya, implementasi Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dimulai dengan acara Rapat kerja nasional Pemberian Bantuan Hukum tanggal 25-27 Juli 2013 yang dibuka oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana negara dengan dihadiri oleh para Pemberi Bantuan Hukum, Para Menteri dan duta Besar. Presiden Repubik Indonesia menjadi saksi penandatanganan kontrak kerja dan Pakta Integritas Pemberi Bantuan Hukum.

Pemberi Bantuan Hukum sudah bisa melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum terhitung tanggal 1 Juli 2013. namun pelaksanaan ini tidak berjalan dengan mulus. Ada beberapa kendala yang dapat diidentiikasi sebagai berikut:

1. Sebaran oBH yang tidak merata. Ada 4 Propinsi yang masing-masing hanya memiliki 1 (satu) oBH, yakni Propinsi kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. demikian juga, sebaran oBH secara keseluruhan hanya menjangkau kurang dari 50 % kabupaten di Indonesia;

2. kurangnya Sosialisasi mengenai program ini di kalangan penegak hukum dan masyarakat; 3. kurangnya jumlah Advokat yang ada di oBH;

4. Minimnya waktu, yakni hanya 5 bulan terhitung dari tanggal 1 Juli hingga 9 desember 2013;

5. Mekanisme Reimbursement dalam Sistem Pertanggungjawaban keuangan negara sangat asing bagi oBH;

6. Sebagian besar oBH tidak aktif dalam melaksanakan Pemberian Bantuan Hukum. Salah satu penyebabnya adalah belum terbiasa dengan sistem reimbursement. Saat akhir tahun tercatat hanya 172 oBH yang mengajukan Reimbursement;

7. Banyak oBH yang belum memiliki Sk Pengesahan Badan Hukum dari ditjen Administrasi Hukum Umum; serta

(12)

Untuk akselerasi penyerapan dana bantuan hukum tahun 2013, sudah banyak usaha yang ditempuh oleh BPHn, diantaranya:

1. Capacity building mengenai standard pemberian bantuan hukum, pengawasan dan mekanisme pertanggungjawaban keuangan. Pelatihan ini menghadirkan ketua dan Bendahara oBH. Capacity building dilakukan dengan dukungan dari UndP di 5 propinsi yakni Aceh, kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku dan Maluku Utara; AIPJ di 6 Propinsi yakni nTB, nTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Papua dan Papua Barat. 2. Menerbitkan surat edaran agar kepala Rumah Tahanan memfasilitasi oBH untuk

memberikan bantuan hukum kepada tahanan;

3. Menerbitkan surat edaran percepatan penyerapan anggaran, di mana salah satunya adalah memerintahkan panitia pengawas daerah untuk mendorong oBH agar segera melakukan reimbursement;

4. Menerbitkan surat edaran yang menyatakan bahwa reimbursement dapat dilaksanakan tanpa membedakan litigasi dan non litigasi. Artinya oBH dapat melakukan reimbursement;

5. Bekerjasama dengan direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk membuat surat pernyataan bahwa oBH bersangkutan telah mengajukan Pengesahan Sk Badan Hukum ke dirjen AHU. Surat pernyataan tersebut sangat membantu sebagian besar oBH dalam mengajukan reimbursement.

6. Pencetakan bahan penyuluhan hukum yang didukung oleh AIPJ dan disebarkan ke 593 oBH serta kantor wilayah

7. Sosialisasi melalui media massa

dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum ini, dibentuk Panitia Pengawas Pusat dan daerah. Panitia Pengawas Pusat terdiri dari Perwakilan BPHn, Inspektorat Jenderal kemenkumham RI, kantor Perbendaharaan negara, dan Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal kementerian Hukum dan HAM RI. Sedangkan Panitia Pengawas daerah terdiri dari kepala kantor Wilayah, kepala divisi Pelayanan Hukum, kepala Bidang dan Sub Bidang Pelayanan dan Bantuan Hukum, kepala Rumah Tahanan serta Biro Hukum Pemerintah daerah. Pengawasan dilakasanakan baik secara langsung dan tidak langsung (melalui laporan Masyarakat). Pengawasan dilakukan terhadap penerapan standard Pemberian Bantuan Hukum, kode Etik Advokat, dan terhadap kondisi/keadaan Pemberi Bantuan Hukum. Reimbursement tahun 2013 juga tidak berjalan dengan mulus. Hampir semua organisasi Bantuan Hukum mengirim dokumen reimbursement secara bersamaan pada deadline tanggal 9 desember 2013. karena itu pula, Panitia Pengawas daerah tidak dapat bekerja dengan maksimal. Sebagian besar Panitia daerah tidak memiliki waktu lagi untuk memeriksa berkas atau dokumen reimbursement dan langsung dikirim ke BPHn. Akibatnya, terjadi penumpukan berkas yang sangat signiikan di BPHn. Sampai pada deadline veriikasi berkas ke kantor Perbendaharaan negara, masih ada banyak sekali berkas yang belum dapat diperiksa.

(13)

Untuk tahun 2014, tidak ada dispensasi status Badan Hukum lagi bagi organisasi Bantuan Hukum sebagai syarat reimbursement. dari 310 organisasi Bantuan Hukum, tercatat 150 oBH sudah berbadan hukum dan 145 oBH sedang pengurusan. karena itu, dibutuhkan percepatan Sk Badan Hukum supaya pelaksanaan reimbursement tahun 2014 tidak mendapatkan kendala. Untuk itu, BPHn bekerjasama dengan direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) dan Ikatan notaris Indonesia (InI) Pusat pada tanggal 17-27 Februari 2014 melakukan Program Percepatan Sk AHU. Program ini dilaksanakan dengan mengumpulkan oBH pada sebuah kluster kemudian mengirim staf dari Subdirektorat Badan Hukum, dITJEn AHU yang membawa serta notaris yang ditunjuk oleh InI Pusat dan daerah bersangkutan untuk menyelesaikan Sk Badan Hukum secepatnya dengan biaya jasa notaris seminimal mungkin atau malah gratis sama sekali (kecuali PnBP). Pembagian kluster berdasarkan dari banyaknya oBH. 1 (satu) kluster akan melayani sekitar 10 (sepuluh) organisasi Bantuan Hukum, kecuali Jakarta yang akan melayani 24 (dua puluh empat) oBH. Adapun kluster-kluster tersebut ialah:

– Medan yang meliputi oBH dari Propinsi Sumatera Utara,

– Pekanbaru, yang meliputi oBH dari Propinsi Pekanbaru, Jambi, Sumatera Barat, – Palembang, yang meliputi oBH dari Propinsi Sumatera Selatan, Bangka Belitung,

Bengkulu dan Lampung,

– Jakarta, yang meliputi oBH dari Propinsi dkI Jakarta, Banten dan kalimantan Barat, – Bandung yang meliputi oBH dari Propinsi Jawa Barat,

– Semarang yang meliputi oBH dari Propinsi Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta,

– denpasar yang meliputi oBH dari Propinsi Bali, nusa Tenggara Timur dan nusa Tenggara Barat,

– Banda Aceh yang meliputi oBH dari Propinsi Aceh, – Surabaya yang meliputi oBH dari Propinsi Jawa Timur,

– Banjarmasin yang meliputi oBH dari Propinsi kalimantan Timur dan kalimantan Selatan,

– Makasar yang meliputi oBH dari Propinsi di seluruh Pulau Sulawesi, Maluku dan Papua

dari hasil program percepatan tersebut akhirnya terdapat 259 oBH yang Berbadan Hukum, 39 oBH dalam proses, dan 12 oBH sama sekali tidak mengurus. Artinya untuk tahun 2014, hanya ada 298 oBH yang akan menandatangani kontrak, dengan catatan bahwa 39 oBH yang dalam proses pengurusan tersebut akan menyelesaikan paling lambat tanggal 31 Mei 2014.

dalam Pelaksanaan Penyelenggaraan Bantuan Hukum, Badan Pembinaan Hukum nasional dibantu oleh direktorat Jenderal Pemasyarakatan, direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan serta kantor Wilayah, terutama divisi Pelayanan Hukum.

(14)

c. tentang Laporan Tahunan ini

Laporan Akhir ini menyajikan tinjauan mengenai aktivitas dan kinerja Penyelenggaraan Bantuan Hukum sejak pra-implementasi hingga penyelenggaraan tahun 2013 dan rencana kerja di tahun 2014, berdasarkan empat perspektif kunci yakni:

♦ Memperluas akses keadilan melalui Bantuan Hukum

♦ Menuju Pelayanan Bantuan Hukum yang baik

♦ keterhubungan layanan Bantuan Hukum

(15)

Saya sangat berbahagia mempersembahkan Laporan Tahunan Pertama mengenai lmplementasi Undang-Undang nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Bantuan Hukum untuk orang miskin adalah tugas negara dan pemerintah seperti yang diamanahkan oleh konsitusi kita. Pasal 28d ayat (U menyatakan : Setiap orang berhak atas pe4gakuan, jaminan, perl’rgdungan, dan kepastian hukum yang adil; serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Harus diakui, selama ini pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan belum banyak menyentuh orang atau, kelompok orang miskin oleh karena itu negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebgai perwujudan akses terhadap keadilan (occses to justice).

lmplementasi Undang-Undang Bantuan Hukum telah dilaksanakan di tahun 2013 setelah didahului oleh serangkaian proses Pra-lmplementasi, antara lain: pembuatan regulasi pelaksana yang mana telah dihasilkan 1 (satu) Peraturan Pemerintah, 2 Peraturan Menteri Hukum dan HAM, 2 keputusan Menteri serta 2 Juklak/Juknis; assessment, studi banding hingga veriikasi/akreditasi. kemudian juga telah dilaksanakan Rapat kerja nasional Pemberi Bantuan Hukum yang langsung dibuka oleh Presiden Republik lndonesia di lstana negara sebagai tanda diawalinya implementasi Bantuan Hukum ini. Selama implementasi, ada banyak kendala, namun banyak juga solusi dan inovasi yang terus dilakukan.

Laporan Akhir ini menyajikan tinjauan mengenai aktivitas dan kinerja Penyelenggaraan Bantuan Hukum sejak pra-implementasi hingga penyelenggaraan tahun 2013 dan rencana kerja di tahun 2014 berdasarkan empat perspektif kunci yakni Memperluas akses keadilan melalui Bantuan Hukum, Menuju Pelayanan Bantuan Hukum yang baik, keterhubungan layanan Bantuan Hukum dan dukungan dari berbagai pihak.

dalam kesempatan ini saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada para Mitra pembangunan yakni Ausaid melalui Program AIPJ, UndP melalui SAJI Project, Yayasan TIFA dan World Bank melalui program Justice for the Poor. Para Mitra Pembangunan selalu mendukung kami dalam implementasi Bantuan Hukum.

Jakarta, 6 Juni 2014 Menteri Hukum dan HAM R.I.,

Amir Syamsuddin

(16)
(17)

B

(18)

dengan diundangkannya Undang-undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, kementerian Hukum dan HAM RI menugaskan Badan Pembinaan Hukum nasional untuk menjadi Penyelenggara Bantuan Hukum yang akan bekerjasama dengan para organisasi bantuan hukum sebagai Pemberi Bantuan Hukum dan masyarakat miskin sebagai Penerima Bantuan Hukum.

karena itu, BPHn segera melalukan berbagai langkah persiapan pra-implementasi. Mengingat waktu pengundangan yang sudah melewati APBn (nopember 2011) sehingga tidak mungkin didukung oleh APBn, maka pra-implementasi ini didukung sepenuhnya oleh para Mitra Pemerintah yakni UndP di bawah SAJI Project, Yayasan TIFA dan open Society Justice International (oSJI), World Bank di bawah program Justice for the Poor, serta AUSTRALIAn AIdS melalui program AIPJ.

dalam pra-implementasi dan implementasi ini, BPHn juga membuka akses seluas-luasnya kepada semua stakeholder untuk memberi masukan dan juga terlibat aktif di dalamnya. Sejak pertemuan pertama di bulan desember 2011, BPHn bersama seluruh stakeholder melalukan berbagai upaya untuk persiapan pelaksanaan undang-undang ini.

a. Pra Implementasi

dengan waktu yang terbatas, yakni kurang lebih 1 (satu) tahun sejak diundangkan, Badan Pembinaan Hukum nasional segera bertindak cepat melakukan hal-hal yang diperlukan dalam pra-implementasi yakni pembentukan regulasi pelaksana dan beberapa assessment.

i. Pembentukan Regulasi Pelaksana

Pembentukan Regulasi Pelaksana dilakukan dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan, yakni aktivis Pengabdi Bantuan Hukum dari berbagai Lembaga Bantuan Hukum, Advokat, Paralegal, Mitra Pembangunan dan Jajaran Pemerintah (kemenkumham, Bappenas, Sekretariat negara dan kementerian keuangan).

dalam waktu kurang lebih 1 (satu) Tahun telah dihasilkan beberapa Regulasi Pelakasanaan sebagai berikut:

• PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013

TEnTAng SYARAT dAn TATA CARA PEMBERIAn BAnTUAn HUkUM dAn PEnYALURAn dAnA BAnTUAn HUkUM.

• PERMENKUMHAM NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA VERIFIKASI

dAn AkREdITASI LEMBAgA BAnTUAn HUkUM ATAU oRgAnISASI kEMASYARAkATAn.

• PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

IndonESIA noMoR 22 TAHUn 2013 TEnTAng PERATURAn PELAkSAnAAn PERATURAn PEMERInTAH noMoR 42 TAHUn 2013 TEnTAng SYARAT dAn TATA CARA PEMBERIAn BAnTUAn HUkUM dAn PEnYALURAn dAnA BAnTUAn HUkUM.

• Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

(19)

• Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

nomor M.HH-02.Hn.03.03 Tahun 2013 tanggal 31 Mei 2013 tentang Pengumuman Hasil Veriikasi/Akreditasi Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum.

• PETUNJUK PELAKSANAAN TENTANG PENGAWASAN BANKUM.

• PETUNJUK PELAKSANAAN TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM OLEH

PARALEgAL .

ii. Assessment

A. DANA BANTUAN HUKUM DI K/L.

BPHn dan Bappenas melaksanakan Mapping dana Bantuan Hukum di semua kementerian dan Lembaga. Setelah melakukan pemetaan di sekitar 62 kementerian/ Lembaga, diketahui terdapat 24 instansi lembaga yang menganggarkan anggaran bantuan hukum dengan nomenklatur ‘Bantuan Hukum’ peruntukannya justru untuk pendampingan pegawai atau mantan pegawai dari kementerian/Lembaga tersebut, bukan untuk orang miskin.karena itu, mulai tahun 2013, nomenklatur anggaran ‘Bantuan Hukum’ sebaiknya hanya hanya diperuntukan di BPHn untuk program bantuan hukum bagi masyarakat miskin.

Berikut beberapa skema pemberian Bantuan Hukum di kementerian/Lembaga:

No Kementerian dan Lembaga Negara Peraturan Internal

1 Mahkamah Agung � SEMA no. 10/2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum � Sk dirjen Badilum no. 1/dJU/oT01.3/VIII/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan SEMA no. 10/2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum Lampiran A.

2 kepolisian Republik Indonesia Peraturan kepala kepolisian negara Republik Indonesia no.Pol: 7/2005 Tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan nasehat Hukum di Lingkungan kepolisian negara Republik Indonesia. 3 kejaksaan RI � keputusan Jaksa Agung RI no. : kEP-001a/A/JA/01/2006 tanggal

2 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Penyuluhan dan Penerangan Hukum.

� Instruksi Jaksa Agung Republik Indonesia no. : Ins-004 /A/J.A/08/2012 Tentang Pelaksanaan Peningkatan Tugas Penerangan dan Penyuluhan Hukum Program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum.

� Surat Edaran Jaksa Agung RI no. : SE-006/A/JA/05/2010 Tanggal 5 Mei 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan Masyarakat Program Binmatkum. 4 kementerian Pertahanan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia no.22/2012

tentang Bantuan Hukum di Lingkungan kementerian Pertahanan. 5 kementerian dalam negeri Peraturan Menteri dalam negeri no. 32/2011 tentang Pedoman

Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah.

(20)

No Kementerian dan Lembaga

Negara Peraturan Internal

7 kementerian keuangan � Peraturan Menteri keuangan no. 158/PMk.01/2012 tentang Bantuan Hukum di Lingkungan kementerian keuangan.

� Peraturan Menteri keuangan nomor: 159/Pmk.01/2012 tentang Tata Cara, Persyaratan dan Besaran Pemberian Bantuan Biaya Penyelesaian Masalah Hukum dalam Perkara Pidana di Lingkungan kementerian keuangan

8 kementerian Pekerjaan Umum Peraturan Menteri Pekerjaan Umum no. : 600/Prt/M/2005 tentang Pedoman Bantuan Hukum di Lingkungan departemen Pekerjaan Umum

9 kementerian Perhubungan Peraturan Menteri Perhubungan no. kM.74/2009 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan departemen Perhubungan.

B.

PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM YANG SUDAH

BERJALAN.

B.1. Sebelum Undang-undang ini diundangkan, ada beberapa praktek bantuan hukum yang sudah berjalan:

1. Bantuan Hukum Mahkamah Agung di bawah skema SEMA 2010

Bantuan Hukum di Mahkamah Agung selama ini menggunakan skema yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 10 Tahun 2010, yang meliputi:

a. Prodeo (Pembebasan Biaya Perkara). b. Sidang keliling.

c. Pos Bantuan Hukum.

Praktek bantuan hukum di Mahkamah Agung sangat memberikan inspirasi terutama dalam hal mekanisme pelaksanaan, litigasi dan non litigasi, SkTM, sampai penyerapan dana.

Pada awalnya diwacanakan bahwa Prodeo dan Sidang keliling akan tetap di MA sedangkan Posbakum masuk dalam skema rejim Bantuan Hukum ini. namun dari pihak kementerian keuangan keberatan anggaran Poskbakum diatur dalam PP tentang Bantuan Hukum, akhirnya diputuskan bahwa Posbakum tetap dalam skema SEMA 2010.

2. Bantuan Hukum oleh Pemda.

Ada 22 Pemda (propinsi dan kabupaten/kota) yang selama ini sudah memberikan anggaran bantuan hukum melalui APBd mereka. Mapping ini memberikan masukan terutama dalam hal pembiayaan, besaran biaya, mekanisme penyaluran dana di daerah dan peraturan pelaksanaan di daerah.

Beberapa peraturan yang mengatur tentang Bantuan Hukum diberbagai daerah: 1. keputusan gubernur Provinsi Sumatera Selatan nomor: 10/kPTS/III/2009 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Bantuan Hukum gratis Pada Masyarakat Miskin Sumatera Selatan.

(21)

3. Peraturan daerah Provinsi dan keputusan Biro Hukum Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

4. Peraturan gubernur Sumatera Barat no.29/2010 Tentang Prosedur Pemberian Bantuan Biaya untuk Penanganan kasus Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu. 5. keputusan Bupati Banyuasin no.342/2008 tentang Penunjukan LBH Palembang

sebagai kuasa Hukum Pada kegiatan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin kurang Mampu di kabupaten Musi Banyuasin Jo keputusan Bupati Banyuasin no. 344/2008 tentang kriteria dan Mekanisme Pengajuan Permohonan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin di kabupaten Musi Banyuasin Jo keputusan Bupati Banyuasin no.346/2008 tentang Penggunaan dana kegiatan Penanganan kasus Hukum Masyarakat Miskin dalam kabupaten Musi Banyuasin.

6. Peraturan Walikota Palembang.

7. Peraturan Walikota Semarang no.10/2010 tentang Fasilitas Bantuan Hukum Bagi Warga Miskin.

8. Peraturan Walikota no.63/2009 tentang Pelayanan Bantuan Hukum kepada Peduduk Tidak Mampu.

9. Peraturan Bupati no. 8/2010 Pelaksanaan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin.

Skema Bantuan Hukum beragam. demikian juga besarannya. namun dengan adanya Undang-undang Bantuan Hukum ini, sebagian besar dari mereka menyesuaikan dengan Skema dalam Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011. Terlebih di undang-undang Bantuan Hukum disebutkan bahwa Pemberi Bantuan Hukum adalah oBH yang lolos veriikasi/akreditasi dari kemenkumham.

22 (dua puluh dua) Pemerintah daerah tersebut antara lain:

No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Nominal

perkasus Dasar Hukum

1. Pemprov Sumatera Barat.

Sudah ada sejak tahun 2007. yang dibantu hanya untuk tingkat pertama. baik litigasi dan non litigasi. ada veriikasi dr pihak pemprov lgsg ke pengadilan. kurang lebih anggaran untuk tahun 2014 sebesar 75 juta.

Sedangkan di Sumatera Barat, pemerintah setempat menyediakan dana bantuan hukum sebesar 35, 3 juta.

2007-2013 6 juta per kasus. setahunnya 5-10 kasus. untuk tahun 2014 anggaran perkasus naik menjadi 7.5 juta.

Peraturan ggubernur no. 29 tahun 2010 tentang prosedur pemberian bantuan biaya untuk penanganan kasus hukum bagi masyarakat kurang mampu. sedang dalam proses pembuatan perda.

2. PEMPRoV Sumatera Selatan.

Provinsi Sumatera Selatan di tahun 2009 menganggarkan 1,5 miliar dan jumlahnya naik menjadi 2,8 milyar pada tahun 2010 dan 2011 dan di tahun 2012 meningkat menjadi 7,4 milyar.

Anggaran per- kasusnya belum menentu karena masih menunggu Permenkeu.

Perda no. 8 Tahun 2012 Tentang Bantuan Hukum Cuma-Cuma, (sedang revisi).

3. PEM PRoV Jateng.

Belum ada, karena di undang-undang di jelaskan daerah boleh melaksanakan kegiatan bantuan hukum untuk orang miskin namun harus ada payung hukumnya berupa perda.

(22)

No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Nominal

perkasus Dasar Hukum

4. PEMPRoV Sulawesi Tengah.

Pemprov Sulawesi Tengah membedakan jumlah biaya yang diberikan berdasarkan tingkatan peradilan. Tingkat pertama dianggarkan 10 juta rupiah per kasus, turun menjadi 5-7 juta di tingkat banding dan kasasi. Total anggaran yang disediakan pada 2011 adalah Rp200 juta. 5. PEMPRoV

Jatim.

Peraturan daerah (Perda) nomor 9 Tahun 2012 tentang Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin. 6. PEMkoT

Palembang.

Untuk Tahun Anggaran Tahun 2013 Pemerintah kota Palembang telah mengganggarkan dana bantuan hukum sebesar Rp.700.000.000,- dan telah terserap seluruhnya. Untuk mengakses dana bantuan hukum, pemberi bantuan hukum mengajukan penagihan dengan cara reimbursement dengan perincian Rp.10.000.000,- untuk perkara perdata dan Rp.9.700.000,- untuk perkara pidana. Untuk tahun 2014 Pemerintah kota Palembang juga akan menganggarkan dana bantuan hukum kurang lebih sama dengan tahun 2013 yakni Rp.700.000.000,- dimana tidak akan diadakan seleksi lagi dan Pemerintah kota Palembang langsung melakukan Penunjukan terhadap organisasi / Lembaga Bantuan Hukum yang sudah terakreditasi dan terveriikasi berdasarkan UU Bantuan Hukum no.16 tahun 2011 dan bekerja secara professional dan tidak proit orientied.

7. PEMkAB Bogor 10 juta per kasus .

8. PEMkAB Sumedang

sudah dianggarkan dari tahun 2012. anggaran di tahun 2012 75 juta jd melalui pergub, tp tidak terserap semua. sedangkan di tahun 2013 sebesar 75 juta tidak terserserap krn sedang proses pembuatan perda. di tahun 2014 sebesar 166 juta.

(23)

No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Nominal

perkasus Dasar Hukum

9. PEMkAB Sukabumi

10. PEMkAB Cianjur. 11. PEMkoT

Surabaya . 12. PEMkAB Sumenep.

data tahun 2009 , di anggarkan untuk 30 kasus, perkasusnya di anggarkan sebesar 5 juta

13. PEMkAB Sinjai. Perda nomor 18 tahun

2013 Tentang Bantuan Hukum gratis untuk masyarakat miskin.

kabupaten Sinjai Provinsi Sulawesi Selatan dengan Peraturan Bupati nomor 8 tahun 2010 tentang pelayanan bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu. 14. PEMkoT Palu.

15. PEMkoT Semarang.

Anggaran tahun 2014, 60 juta Perda belum ada ,

jadi mengacu kepada perjanjian dengan pihak ketiga. misalkan ada pihak yg membutuhkan menunjuk [pengacara dan pengacara yang mengajukan ke pemkot salatiga dan dibuat perjanjian.

16. PEMkAB Bantul. 17. PEMkAB

karawang. 18. PEMkoT

Serang. 19. PEMPRoV

(24)

No Provinsi Bantuan hukum Untuk orang Miskin Nominal

perkasus Dasar Hukum

20. PEMkoT Padang. 21. PEMkoT

Makassar

di Makassar, dana bantuan hukum punya mata anggaran sendiri dalam APBd. Besarannya 5 juta rupiah untuk kasus pidana dan 7 juta rupiah untuk kasus perdata. Total anggaran yang disediakan adalah Rp56 juta.

(25)

Adanya pemberian Bantuan Hukum oleh Pemda ini di satu sisi memperluas akses keadilan, namun di sisi lain menjadi tantangan bagi Panitia Pengawas daerah untuk memastikan tidak adanya double payment atas satu perkara.

3. Bantuan Hukum oleh Lembaga Bantuan Hukum

Jelas, Pemberian Bantuan Hukum sudah selama ini dilakukan oleh Lembaga-lembaga Bantuan Hukum yang tersebar di seluruh Indonesia. Ada beragam model pemberian bantuan hukum. Beragam model tersebut sangat mewarnai dalam pembuatan regulasi pelaksana di mana BPHn melibatkan banyak aktivis Pengabdi Bantuan Hukum. Masukan-masukan tersebut terutama menyangkut mekanisme, standar, pembiayaan, pelaporan keuangan, praktek litigasi dan non litigasi, dan lain-lain.

4. Bantuan Hukum skema Pro Bono.

Mapping skema ini menemukan bahwa jumlah advokat di seluruh Indonesia hanya berkisar 27.000 orang, tentu sangat tidak seimbang dengan jumlah orang miskin dan hampir miskin yang diperkirakan berjumlah sekitar 80 juta orang di seluruh Indonesia ditambah konsentrasi penyebaran advokat tidak merata. Pada umumnya ada di kota-kota besar dan Pulau Jawa. Fakta itu diperburuk dengan sedikitnya advokat yang menjalankan aktivitas pro bono, yang sebenarnya menjadi kewajiban mereka dalam Undang-Undang Advokat dan PP-nya.

5. PRA VERIFIKASI OBH.

BPHn dengan didukung oleh Program Justice For he Poor, Bank dunia melakukan mapping organisasi bantuan hukum di seluruh indonesia sebagai tahap pra veriikasi. Ada 257 oBH di seluruh Indonesia yang bisa didata. data ini sangat penting untuk pemetaan veriikasi. di luar dari data pemetaan ini, diperkirakan masih ada sekitar 50 organisasi bantuan hukum lainnya yang belum terdata, khususnya dari LkBH-LkBH Perguruan Tinggi.

Adapun hasil pra-veriikasi tersebut adalah sebagai berikut:

NO KEPULAUAN JUMLAH OBH

1 JAWA 113

2 SUMATERA 67

3 kALIMAnTAn 14

4 SULAWESI 23

5 BALI 5

6 nUSA TEnggARA 13

7 MALUkU 16

8 PAPUA 6

(26)

Adapun diagram Sebaran oBH menurut Hasil Pra Veriikasi ini adalah sbb:

Jawa 44%

Sumatera 26% Kalimantan

6% Sulawesi

9% Bali 2% Nusa Tenggara

5%

Maluku 6%

Papua 2%

SEBARAN OBH

nampak sebaran oBH paling banyak ada di Pulau Jawa sebanyak 44 %, disusul Sumatera sebanyak 26% dan Sulawesi sebanyak 9 %. Sebaran tersebut juga tidak merata dalam tiap propinsinya.

Misalnya di Jawa Tengah, dari 26 oBH hasil Pra Veriikasi, sebagian besar di Semarang yakni 13 oBH, disusul di Solo 7 oBH, kemudian Purwokerto 2 oBH. Sesudahnya, Jepara, Salatiga, kendal dan Magelang masing-masing memiliki 1 oBH.

di Sumatera pun demikian. dari 67 oBH hasil Pra Veriikasi, Propinsi Aceh memiliki jumlah oBH terbanyak yakni 16. Sebarannya pun tidak merata. Paling banyak di Banda Aceh yakni 8 oBH, disusul Lhokseumawe 3 oBH. kemudian Aceh Tengah, Aceh Selatan, Langsa, Aceh Besar, dan Pidie masing-masing 1 oBH.

dari hasil Pra Veriikasi ini, diperoleh gambaran untuk melakukan veriikasi lapangan. Skenario dan simulasi pun segera dilakukan. Pembuatan kluster-kluster yang didasarkan pada perhitungan geograis yakni jarak, waktu tempuh, bandara terdekat, dan lain-lain. dari kluster tersebut, diperoleh Peta Veriikasi, simulasi jumlah tim veriikator, simulasi penjadwalan, dan seterusnya.

iii. Study Visit

Salah satu tahapan pra implementasi yang dilakukan adalah melakukan study visit. Ada 3 kunjungan yang dilakukan selama pra implementasi, yakni melihat praktek posbakum dan sidang keliling, serta mempelajari langsung implementasi Bantuan Hukum di georgia, Eropa Timur.

a) Posbakum di Surabaya dan Mataram.

Study visit ini didukung oleh World Bank dan memberikan masukan yang konkrit mengenai praktek posbakum baik di Pengadilan Agama maupun Pengadilan negeri di Surabaya dan Mataram.

b) Sidang keliling di Cianjur.

(27)

pelaksanaan implementasi bantuan Hukum di bawah SEMA 2012 serta proil masyarakat yang dilayani, mekanisme penetapan status miskin oleh hakim serta pembebasan biaya perkara (prodeo).

c) Implementasi Bantuan Hukum di georgia, Ukraina dan Moldova (Juni 2012) Study Visit di georgia ini didukung oleh TIFA dan oSJI dengan mengundang juga perwakilan dari Ukraina dan Moldova. Study ini memberi masukan sangat banyak terutama menyangkut praktek bantuan hukum internasional, mekanisme pemberian bantuan hukum oleh kementerian melalui Legal Aid Service (mirip dengan skema di Indonesia), skema bantuan hukum di tiga negara tersebut, layanan bantuan hukum, identiikasi penerima bantuan hukum, prosedur aplikasi, praktek bantuan hukum di kantor bantuan hukum, paralegal (part/full time paralegal and community based paralegal), manajemen sistem bantuan hukum, manajemen kualitas layanan, skema duty lawyer dan lain-lain.

d) Skema Bantuan Hukum di Melbourne di bawah negara Bagian Victoria (Juli 2013) Study visit ini didukung oleh Australia Aid melalui program AIPJ diselenggarakan dalam perspektif membangun kemitraan antara pengadilan, klinik bantuan hukum universitas, lsm dan lembaga negara lainnya yang berkontribusi pada tersedianya layanan hukum berkualitas. Mengamati bagaimana beberapa peradilan yang berbeda di Australia menjalankan pos bantuan hukum di dalam lingkungan pengadilan, melihat langsung praktek klinik Bantuan Hukum Universitas, Pemberian layanan konsultasi hukum melalui telepon, keparalegalan, dan lain-lain. kunjungan meliputi klinik bantuan hukum Monash University, baik yang berlokasi di Family Court of Australia (FCoA) maupun di Monash University; Pos bantuan hukum yang dikelola oleh Victorian Legal Aid (VLA) pada FCoA, Magistrates Court, Children’s Court; Pos bantuan hukum yang dijalankan oleh LSM seperti Womens Legal Services (WLS), Peninsula Legal Services, dan Layanan konsultasi hukum via telepon yang disediakan oleh VLA, WLS, disability discrimination Legal Services, Law Access nSW dan Monash University Family Law Assistance Programme (FLAP).

e) Skema Bantuan Hukum di Sidney di bawah negara Bagian new South Wales (nopember 2013)

Study visit ini didukung oleh Australia Aid melalui program AIPJ mempelajari implementasi layanan bantuan hukum yang diberikan Legal Aid New South Wales.

Beberapa kunjungan antara lain ke kantor Legal Aid NSW (lembaga bantuan hukum),

Sydney Central Police Headquarters (kepolisian Sydney), mengikuti kegiatan di Sydney Central Local Courts (pengadilan setempat di Sydney), menghadiri pertemuan dengan Aboriginal Legal Service (layanan hukum bagi masyarakat Aborigin) dan dengan beberapa organisasi masyarakat sipil yang memberikan layanan bantuan hukum.

b. Verifikasi/Akreditasi

Tahapan krusial pra implementasi berikutnya adalah Veriikasi/Akreditasi. Persyaratan utama dari Veriikasi/Akreditasi adalah:

1. Berbadan Hukum;

2. Mempunyai kantor atau Sekretariat tetap;

3. Memiliki Pengurus yang meliputi ketua, Sekretaris dan Anggota; 4. Memiliki Program Bantuan Hukum;

(28)

Setelah PERMEnkUMHAM noMoR 3 TAHUn 2013 TEnTAng TATA CARA VERIFIkASI dAn AkREdITASI LEMBAgA BAnTUAn HUkUM ATAU oRgAnISASI kEMASYARAkATAn diundangkan pada tanggal 8 Februari 2013, BPHn segera membentuk Panitia Veriikasi/ Akreditasi yang terdiri dari:

ketua : dR. WICIPTo SETIAdI, S.H., M.H. (kEPALA BPHn) Sekretaris : CHAndRA AnggIAT, S.H., M.H. (dITJEn AHU)

Anggota :

1. ALVon kURnIA PALMA, S.H., M.H 2. ARIST MERdEkA SIRAIT, S.H., M.H 3. dR. YonI A. STYono

4. ABdUL FICkAR HAJAR,S.H. 5. SEPTA CHAndRA,S.H.

Tim ini dibantu oleh kelompok kerja (PokJA) Veriikasi yang dipimpin oleh Bambang Palasara, S.H. (kepala Pusat Penyuluhan Hukum).

Pokja Veriikasi/Akreditas segera melakukan persiapan-persiapan, diantaranya:

• Penyiapan Pengumuman Veriikasi/Akreditasi

• Penyiapan Formulir

• Pemetaan dan klusterisasi veriikasi faktual

• koordinasi dengan Mitra Pembangunan

• Workshop Veriikasi/Akreditasi dengan mengundang kepala kantor Wilayah dan kepala divisi Pelayanan Hukum

Mitra Pembangunan mendukung sepenuhnya Pelaksanaan Veriikasi/Akreditasi. Australian Aid melalui Program AIPJ mendukung pelaksanan Veriikasi di 22 Propinsi (Sumsel, Bengkulu, Riau, Jambi, Babel, kep.Riau, Banten, Jateng, Jawa Timur, dIY, Bali, kalbar, kalsel, Sulut, gorontalo, Sulbar, Sultra, Papua Barat, Papua, Lampung, nTT, kaltim), sedangkan UndP di 5 Propinsi (Aceh, kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara), Yayasan TIFA di 6 Propinsi (Sulawesi Selatan, dkI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, nusa Tenggara Barat, Jawa Barat).

Pengumuman Veriikasi/Akreditasi organisasi Bantuan Hukum dilaksanakan tanggal 18 Februari – 8 Maret 2013 di website kemenkumham dan Mitra Pemerintah, RRI, 41 koran lokal dan Harian kompas. Formulir veriikasi dapat diunduh di website BPHn.

Berdasarkan Pemetaan Pra Veriikasi yang dilaksanakan oleh Justice for he Poor, beberapa skenario dan simulasi Tim Veriikasi dilakukan. Simulasi tersebut dibuat dengan asumsi 257 oBH hasil Pra Veriikasi. namun ternyata antusiasme organisasi Bantuan Hukum luar biasa. Tercatat ada 593 organisasi Bantuan Hukum yang mendaftar atau lebih dari dua kali lipat hasil Pra Veriikasi. Akibatnya, jadwal veriikasi administrasi dan Faktual yang semula dijadwalkan tanggal 13-28 Maret 2013 diundur hingga 15 April 2013.

(29)

Setelah pembentukan panitia BPHn untuk melakukan verikasi dan akreditasi kepada oBH, dan setelah oBH-oBH mengajukan permohonan untuk dapat diveriikasi, kegiatan selanjutnya yang dilakukan oleh BPHn adalah melakukan proses veriikasi administrasi dan faktual di seluruh Indonesia.

kegiatan veriikasi administrasi kegiatan dilakukan dengan :

- pencocokan identitas Lembaga/organisasi bantuan hukum Bantuan Hukum; - pencocokan dokumen pendirian dan akta pendirian Lembaga/organisasi bantuan

hukum Bantuan Hukum;

- pengecekan program pemberian Bantuan Hukum paling singkat 1 (satu) tahun sejak akta pendirian diterbitkan dengan melampirkan bukti penanganan kegiatan baik litigasi maupun nonlitigasi. Sedangkan pada kegiatan veriikasi faktuil dilakukan: - pengecekan lembaga /organisasi Bantuan Hukum telah terdaftar pada instansi

pemerintah;

- pengecekan keberadaan kantor atau kesekretariatan;

- pengecekan kepengurusan lembaga bantuan hukum dan organisasi; dan - pengecekan izin atau lisensi beracara bagi advokat.

Tahapan berikutnya adalah Akreditasi dengan membagi oBH berdasarkan 3 kategori yakni:

1. KATEGORI A memiliki:

a. Jumlah kasus yang ditangani paling sxedikit 1 (satu) tahun sebanyak 60 (enampuluh) kasus

b. Jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 7 (tujuh) program; c. Jumlah advokat paling sedikit 10 (sepuluh) orang dan paralegal yang dimiliki paling

sedikit 10 (sepuluh) orang;

d. Pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat paling rendah strata I dan paralegal yang telah mengikuti pelatihan paralegal

e. Jangkauan penanganan kasus atau lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota f. Status kepemilikan dan sarana prasarana kantor;

g. kepengurusan lembaga

h. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangg i. Laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi

j. nomor Pokok Wajib Pajak Lembaga/organisasi bantuan hukum k. jaringan yang dimiliki Lembaga/organisasi bantuan hukum.

2. KATEGORI B memiliki:

a. jumlah kasus yang ditangani paling sedikit 1 (satu) tahun sebanyak 30 (tiga puluh) kasus

b. jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 5 (lima) program c. jumlah advokat paling sedikit 5 (lima) orang dan paralegal yang dimiliki paling sedikit

5 (lima) orang;

d. pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat paling rendah strata I dan paralegal yang telah mengikuti pelatihan paralegal

e. jangkauan penanganan kasus atau lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota f. status kepemilikan dan sarana prasarana kantor

g. kepengurusan lembaga lengkap;

(30)

i. laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi;

j. nomor Pokok Wajib Pajak Lembaga/organisasi bantuan hukum; dan k. jaringan yang dimiliki Lembaga/organisasi bantuan hukum.

3. KATEGORI C memiliki:

a. jumlah kasus yang ditangani paling sedikit 1 (satu) tahun sebanyak 10 (sepuluh) kasus; jumlah program bantuan hukum nonlitigasi paling sedikit 3 (tiga) program; b. Jumlah advokat paling sedikit 1 (satu) orang dan paralegal yang dimiliki paling

sedikit 3 (tiga) orang

c. Pendidikan formal dan nonformal yang dimiliki advokat paling rendah strata I dan paralegal yang telah mengikuti pelatihan paralegal;

d. Jangkauan penanganan kasus atau lingkup wilayah provinsi dan kabupaten/kota e. Status kepemilikan dan sarana prasarana kantor;

f. kepengurusan lembaga lengkap

g. Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga h. Laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi

i. nomor Pokok Wajib Pajak Lembaga/organisasi bantuan hukum; dan j. Jaringan yang dimiliki Lembaga/organisasi bantuan hukum.

dari 593 oBH yang mendaftar, ada 14 oBH yang tidak dapat diveriikasi secara faktual. Penyebabnya beragam, dari alamat yang tidak dapat ditemukan, sudah bubar, mengundurkan diri dan lain-lain. Pada akhirnya, ada 579 oBH yang diveriikasi secara faktual dan administrasi.

Sebaran organisasi Bantuan Hukum yang diveriikasi, terlihat hampir separuh diantaranya ada di Pulau Jawa (281), kemudian disusul Sumatera (127) dan Sulawesi (48).

  ganisasi B

itasi A: 1

ditasi dila BPHN. Pe

ifikasi, te an disusu

erlihat ha ul Sumate

30 Mei ebut ditua

a Repub MALUKU & PAPUA

(31)

27

Adapun hasil Veriikasi/Akreditasi adalah sebagai berikut:

  ganisasi B

itasi A: 1

ditasi dila BPHN. Pe

ifikasi, te an disusu

erlihat ha ul Sumate

30 Mei ebut ditua

a Repub

Ada 4 Propinsi yang hanya memiliki masing-masing 1 (satu) oBH yakni Propinsi Bangka Belitung, kepulauan Riau, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara.

Adapun Prosentase keberhasilan oBH yang lolos veriikasi/akreditasi per pulau adalah sebagai berikut:

ri grafik i mpak lebi reditasi A lisongo S ra lolos se

wa Timur,

(32)

1) Proil Pemberi Bantuan Hukum 2013

i. Akreditasi A: 10 OBH

tersebar di dkI Jakarta (2), Jawa Tengah (2), dIY, Jawa Timur, kalimantan Selatan, nTB, nTT dan Sulawesi Tenggara.

ii. Akreditasi B: 21 OBH

tersebar di Aceh (5), dkI Jakarta (4), Jawa Barat (3), Jawa Tengah (2), Jawa Timur, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Papua, Banten, Bengkulu, dIY.

iii. Akreditasi C: 279 OBH

tersebar di semua propinsi

iv. Kiprah LKBH/Klinik Hukum Kampus

dari 310 oBH, diantaranya 50 LkBH:

– Akreditasi A, terdiri 3 LkBH, yakni: LPkBHI Fak. Syariah IAIn Walisongo Semarang, FH Univ. Jember, LkBH Univ. Lambung Mangkurat kalsel.

– Akreditasi B, terdiri dari 2 LkBH, yakni: LkBHI UII Jogja dan LkBH FH UPn Veteran Jakarta.

– Akreditasi C, terdiri dari 45 LkBH

2) Jumlah advokat dan Jumlah Paralegal

Jumlah Advokat: 1610 Advokat Jumlah Paralegal: 2342 Paralegal

3) Catatan Veriikasi/Akreditasi 2013

i. Kelemahan Utama OBH: Pengarsipan

kelemahan terbesar dari organisasi Bantuan Hukum yang mengikti Veriikasi/Akreditasi adalah dokumentasi kegiatan atau pengarsipan. Sebagian besar oBH kelabakan ketika diminta memberikan bukti-bukti penanganan kasus, laporan keuangan, atau persyaratan administrasi lainnya. Ini disebabkan karena tidak adanya dokumentasi atau arsip dari kegiatan yang dilakukan. Bahkan untuk laporan keuangan pun, banyak oBH yang tidak memiliki. ketidakmampuan oBH dalam memberikan dokumen-dokumen kegiatan merupakan penyebab terbesar kegagalan mereka dalam veriikasi.

ii. Persyaratan Administrasi yang dianggap berat

Sebagian besar LBH/ormas yang mendaftar untuk veriikasi dan akreditasi mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan administratif. dokumen badan hukum, keterangan kepemilikan/sewa kantor, sistem laporan keuangan, Standar penanganan dan laporan serta pendokumentasian kasus, Ad/ART dan SoP, mekanisme complaint,

dan semacamnya, jarang sekali didokumentasikan dengan baik dan lengkap;

iii. Tingginya Standard veriikasi/akreditasi

(33)

c. Rapat Kerja Nasional Pemberi Bantuan Hukum

Setelah selesai Veriikasi/Akreditasi, tahapan berikutnya yang ditunggu-tunggu ialah Penandatanganan kontrak kerja. Tahapan ini merupakan bagian dari Rapat kerja nasional Pemberi Bantuan Hukum yang dilaksanakan di Hotel Sultan Jakarta tanggal 25-27 Juli 2013. Rakernas yang akan dilaksanakan hari ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah bagaimana cara mengimplementasikan Undang-undang nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan aturan pelaksananya dengan baik. kebijakan ini menegaskan pentingnya akses terhadap keadilan bagi orang miskin dan kelompok orang miskin. Melalui Rakernas ini Pemerintah juga mengukuhkan bantuan hukum sebagai strategi pencapaian

akses terhadap keadilan.

Rapat kerja nasional Bantuan Hukum ini diikuti oleh 310 ketua organisasi Bantuan Hukum terakreditasi. Tema Rakernas adalah “PERWUJUdAn AkSES kEAdILAn MELALUI BAnTUAn HUkUM gRATIS UnTUk RAkYAT MISkIn”. Rapat dibuka di Istana negara oleh Presiden Republik Indonesia, dihadiri para Menteri, ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, kepala kepolisian Republik Indonesia, ketua komisi Pemberantasan korupsi, dan duta Besar Australia serta pejabat terkait. Pembukaan tersebut diisi dengan:

a) Penandatanganan kontrak dan Pakta Integitas Pemberian Bantuan Hukum yang secara simbolis diwakili oleh ketua LBH YLBHI Jakarta, LBH APIk Jayapura dan LBH LP3M Aceh.

b) Pengarahan dari Presiden Republik Indonesia

kemudian Rakernas dilanjutkan di Hotel Sultan Jakarta dengan fokus pembahasan mengenai:

1. Standard Pelayanan Bantuan Hukum oleh Pemberi Bantuan Hukum baik litigasi maupun non litigasi

2. Pertanggungjawaban keuangan 3. Pengawasan Bantuan Hukum.

narasumber Rakernas ini adalah Menteri Hukum dan HAM RI, Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, kPk, kepala Badan Pembinaan Hukum nasional, kepala Pusat Penyuluhan Hukum.

d. Peningkatan Kapasitas OBH dan Panitia Pengawas Daerah

1. Bimbingan Teknis untuk OBH dan Panitia Pengawas Daerah

Peningkatan kapasitas yang dilakukan adalah memastikan efektiitas pelaksanaan bantuan hukum melalaui organsiasi bantuan hukum. Untuk membangun efektiitas implementasi bantuan hukum, dibutuhkan upaya peningkatan kapasitas organisasi bantuan hukum untuk dapat secara maksimal memahami berbagai aturan teknis bantuan hukum agar dapat memberikan bantuan hukum kepada masyarakat miksin sesuai dengan standard yang telah ditentukan.

(34)

yakni Identiikasi permasalahan dalam implementasi Undang-Undang Bantuan Hukum, Standard Pemerian Bantuan Hukum litigasi dan non litigasi, Standard Pelaporan keuangan, Monitoring dan Evaluasi, Sistem Informasi database Bantuan Hukum, dan Rencana Aksi Strategis membangun efektivitas Pelaksanaan Bantuan Hukum.

Pelaksanaan Peningkatan kapasitas ini didukung oleh UndP dan AIPJ. Peningkatan kapasitas organisasi Bantuan Hukum dan Panitia Pengawas daerah dilakukan dengan dukungan dari UndP di 5 (lima) Propinsi yakni Aceh (24-25 oktober 2013), kalimantan Tengah (1-2 nopember 2013), Sulawesi Tengah, Maluku (2-3 oktober 2013) dan Maluku Utara (5-6 oktober 2013). kemudian didukung juga oleh AIPJ di 4 (empat) Propinsi yakni nusa Tenggara Barat (17-18 oktober 2013), nusa Tenggara Timur (24-25 Maret 2014), Sulawesi Selatan (23-24 desember 2013), Sulawesi Tenggara (5-6 Februari 2014)

2. Rapat Kerja Pengawas Bantuan Hukum 15 Propinsi

Peningkatan kapasitas berikutnya berupa Rapat kerja Pengawas Bantuan Hukum yang dilakukan pada tanggal 19-21 desember 2013 di Jakarta atas dukungan dari Yayasan TIFA. Peserta Raker ini ialah anggota Tim Pengawas daerah dari 15 Propinsi yang masing-masing terdiri dari kepala Rutan, Biro Hukum dan staf Sub Bidang Pelayanan dan Bantuan Hukum kantor Wilayah.

e. Rapat Kerja Nasional Panitia Pengawas Bantuan Hukum

Selain rakernas Pemberi Bantuan Hukum, kemenkumham juga mengadakan rapat bagi Panitia Pengawas daerah. Ada tiga rapat yang sudah dilaksanakan, yakni

1. Rapat Pelaksanaan Bantuan Hukum 26-28 September 2013

dalam rapat ini, hadir sebagai peserta ialah kepala Bidang Pelayanan Hukum dan kepala Sub Bidang Pelayanan Hukum dari 33 kantor Wilayah. dibuka dengan Pengarahan dari Wamenkumham, acara ini menghadirkan para narasumber dari kepala BPHn, Bappenas, kemenkeu, kPk, Inspektur Jenderal kemenkumham, serta pejabat pengelola keuangan di BPHn.

2. Rapat kerja Teknis Panitia Pengawas 15 Propinsi 19-20 Desember 2013

Rapat kerja Teknis ini didukung sepenuhnya oleh Yayasan TIFA. dalam kesempatan ini, BPHn mengundang anggota Panitia Pengawas daerah yang meliputi kepala Rumah Tahanan, Biro Hukum Pemda dan 1 (satu) orang staf Sub Bidang Penyuluhan dan Bantuan Hukum dari 15 kantor Wilayah. dalam rapat yang sangat teknis ini, hadir sebagai narasumber kepala BPHn, dirjen PAS, kPk, serta pejabat pengelola keuangan BPHn.

3. Temu Konsultasi Bantuan Hukum di jajaran Kementerian Hukum dan HAM 12-14 Februari 2014

(35)

f. Sosialisasi

i. LEVEL PRoPInSI.

Tahun 2012 BPHn melaksanakan sosialisasi di 15 Propinsi dengan mengundang stakeholder di tingkat propinsi dan menghadirkan narasumber yang berkompeten.

ii. MEdIA MASSA.

1. MEdIA gATHERIng BERSAMA MEnkUMHAM.

Pada tanggal 2 Mei 2012, BPHn didukung oleh UndP membuat Media gathering di hotel Fourseason Jakarta, dengan mengundang Senior Editor Media Massa di Jakarta dengan narasumber utama Menteri Hukum dan HAM RI, narasumber pendamping kepala BPHn dan direktur YLBHI. Media gathering ini mendapat atensi yang cukup besar dari beberapa media massa: kompas, Media Indonesia, Metro TV, the Jakarta Post dan beberapa media online.

2. MEdIA TRIP dEngAn JAkARTA PoST dAn TEMPo MAgAZInE.

Pada bulan oktober 2012, BPHn didukung oleh UndP melakukan media trip bersama harian he Jakarta Post dan Majalah Tempo versi bahasa Inggris ke Ternate. di sana, tim meliput kegiatan paralegal dan kelompok kadarkum. Media Trip ini cukup sukses dengan adanya 3 tulisan di Jakarta Post yang mengangkat tema paralegal, kelompok kadarkum dan persiapan implementasi bantuan hukum, dan 1 liputan di Tempo Magazine.

3. dISkUSI BULAnAn BERSAMA WAMEnkUMHAM.

diskusi bulanan bersama Wamenkumham pada medio nopember 2012 menghadirkan BPHn bersama direktur YLBHI, ILRC, LkBH Peradi dan narasumber utama Wamenkumham. Acara ini diliput oleh banyak media cetak dan elektronik.

iii. TALkSHoW 1. RRI.

2. RAdIo kBR68H (direlay oleh 150 stasiun radio di seluruh Indonesia) 59. didukung oleh UndP, BPHn

3. SUARA AndA METRo TV menghadirkan kepala Badan Pembinaan Hukum nasional serta direktur YLBHI Alvon kurnia Palma.

4. dokudrama obrolan Hukum di TVRI.

iv. PRInTIng MEdIA (PEnCETAkAn): buku UU Bantuan Hukum, komik, free-magazine, high-lite UU bantuan Hukum.

v. IkLAn LAYAnAn MASYARAkAT.

(36)

g. Data dan Fakta Reimbursement 2013

Postur Anggaran 2013

 

1. Highlite Jenis Layanan:

Litigasi: 1110 Perkara Non Litigasi: 1105 Kegiatan

2. Jumlah Pemberi Bantuan Hukum yang melakukan Reimbursement:

194 OBH

3. Penyerapan Anggaran

Reimbursement 2013 : Rp 3.063.332.500 (74 oBH) Reimbursement Tunggakan 2013 : Rp 2.497.433.600

(140 oBH -20 oBH diantaranya termasuk yang juga sudah mendapat reimbursement 2013)

(37)

  tini tidak rsoalan k tas sosial nyandang

1 Juli hing

um dari D

4. hambatan Realisasi Anggaran

1. Penerima manfaat bantuan hukum tidak mengetahui adanya UU Bantuan Hukum, hak dan kewajiban dari Penerima Bantuan Hukum yang diatur oleh UU Bantuan Hukum, serta mekanisme bagaimana dan kepada siapa permohonan bantuan hukum harus dilakukan.

2. Persoalan lain, bahwa penerima manfaat bantuan hukum tidak hanya karena alasan miskin, juga alasan marjinalitas sosial, politik dan budaya, kelompok minoritas dan renta, serta penyandang disabilitas. dimana kelompok tini tidak diakomodasi oleh UU Bantuan Hukum. Sehingga muncul persoalan kesulitan dalam memenuhi syarat admintsratif.

3. Sistem reimbursement dan pelaporan dengan standar akuntansi yang sulit menjadi momok bagi oBH;

4. Sebaran oBH yang tidak merata. Ada 4 Propinsi yang masing-masing hanya memiliki 1 (satu) oBH, yakni Propinsi kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi Barat dan Sulawesi Utara. demikian juga, sebaran oBH secara keseluruhan hanya menjangkau kurang dari 50 % kabupaten di Indonesia;

5. kurangnya jumlah Advokat yang ada di oBH;

6. Minimnya waktu, yakni hanya 5 bulan terhitung dari tanggal 1 Juli hingga 9 desember 2013;

7. Banyak oBH yang belum memiliki Sk Pengesahan Badan Hukum dari ditjen Administrasi Hukum Umum; serta

(38)
(39)

C

(40)
(41)

ii. Perdata

Isbath Nika Jual Beli sengketa ta Warisan Hutang Piu Pendidikan

b. Non Litigasi

 

Drafting do

Investigasi 

Konsultasi h

Mediasi

Negosiasi

Pemberday

Pendampin pengadilan Penelitian h

 

okumen huk

kasus

hukum

yaan masya

ngan di luar 

hukum kum

(42)

i. Konsultasi

ntaran Ana niayaan ungan Anak

ehan

k

k

ii. Mediasi

 

(43)

39

iv. Drafting Dokumen

 

iv. Draftiing Doku

Je

(44)

v. Pendampingan Luar Pengadilan

curian deng elantaran A ganiayaan kosaan deng

indungan A etubuhan

gan pember nak

n

(45)

vi. Investigasi

curian deng ganiayaan ipuan kosaan

indungan A setubuhan

gan pember

Anak

(46)

viii. Pemberdayaan Masyarakat

ix. Penyuluhan Hukum

(47)

 

2. Profil Penerim

Akademi SMA Tidak tama

ma Bantu ak sekolah

n

 

2. Profil Penerim

 

(48)

 

uan Tinggi

cantumkan uan Tinggi

(49)
(50)
(51)
(52)
(53)

D

(54)

50

Catatan:

12 oBH tidak ikut penandatanganan kontrak karena satu dan lain hal.

12 oBH itu ada di Propinsi Jambi (2), Sulawesi Selatan (2), Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, dkI Jakarta, nTT, Maluku Utara, Papua, Papua Barat.

Persiapan Pelaksanaan Bantuan Hukum 571.995.000

Pelaksanaan Bantuan Hukum Litigasi dan non Litigasi 45.000.000.000

Monitoring - Evaluasi dan Pengawasan 4.428.005.000

RINCIAN PELAKSANAAN BANTUAN HUKUM LITIGASI DAN NON LITIGASI

Litigasi 30.395.000.000

non Litigasi 12.092.640.000

Luncuran Pembayaran kegiatan Litigasi dan non Litigasi Tahun 2013 2.512.360.000

 

1. JumLaH obH yang menandatangani kontrak:

298 obH

(55)

  gasi dari O

litigasi. D dari Ditje

an

 

Ban

Miskin dip

syarakata

3. JumLaH PekerJaan LitigaSi dan non

LitigaSi

Jumlah Litigasi : 6.034 Perkara

Jumlah Non Litigasi : 8.464 Kegiatan

Melalui:

10 OBH Akreditasi A: 70 Litigasi + 7 Paket Kegiatan Non Litigasi

21 OBH Akreditasi B: 40 Litigasi + 5 Paket Kegiatan Non Litigasi

(56)
(57)

E

(58)

Salah satu komitmen kementerian Hukum dan HAM RI sebagai Penyelenggara Bantuan Hukum adalah Perluasan Akses keadilan melalui Program Bantuan Hukum. Untuk perluasan tersebut, dibutuhkan beberapa pemetaan yakni Sebaran Pemberi Bantuan Hukum dan kebutuhan Bantuan Hukum serta jangkauan. di samping itu, juga dibutuhkan Pemetaan kebutuhan Biaya Bantuan Hukum dengan memperhatikan faktor geograis serta jenis kasus dan jenis pendampingan. kemudian, perluasan akses keadilan melalui bantuan hukum juga harus didasarkan pada pemetaan kebutuhan Veriikasi 2014.

Pemetaan Awal kebutuhan Bantuan Hukum ini dilakukan dengan cara membandingkan data jumlah penduduk miskin, data jumlah tahanan dan jumlah oBH di masing-masing propinsi. Penduduk miskin diasumsikan sebagai sasaran kegiatan non litigasi dari oBH. Sedangkan Tahanan merupakan sasaran pemberian bantuan hukum litigasi. data Penduduk Miskin diperoleh dari TnP2k, sementara data Tahanan diperoleh dari ditjen Pemasyarakatan. Untuk data Tahanan, belum dipilah yang sudah atau belum mendapat bantuan hukum, dan belum juga dipisahkan miskin atau tidak. Juga untuk penduduk miskin belum dipilah berapa di antara mereka yang menjadi pencari keadilan. Juga berapa di antara mereka yang kemudian menjadi Tahanan.

Jumlah Penduduk Miskin dan Jumlah Tahanan diasumsikan sebagai Demand. Sementara Jumlah oBH di masing-masing propinsi untuk Supply bantuan hukum. Tentu saja masih ada beberapa akses keadilan lainnya, misalnya informal justice, praktekPro-Bono, Sidang keliling, Pos Pelayanan Hukum di Pengadilan, dan praktek pendampingan oBH yang belum terakreditasi, serta bentuk akses keadilan lainnya. karena itu kelak dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam mengenai jangkauan bentuk-bentuk akses keadilan secara keseluruhan.

Pemetaaan awal kebutuhan bantuan hukum ini diharapkan memberi gambaran awal mengenai kebutuhan bantuan hukum untuk rakyat miskin.

a. Sebaran OBH dan Sebaran Penduduk Miskin

Salah satu hambatan keberhasilan program bantuan hukum adalah sebaran pemberi bantuan hukum yang tidak merata. dari Prosentase sebaran oBH yang lolos veriikasi, terlihat hampir 50% berada di Pulau Jawa, kemudian disusul Sumatera 26%. Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak mapping pra-veriikasi dimana sebaran oBH paling banyak ada di Pulau Jawa sebanyak 44 %, disusul Sumatera sebanyak 26% dan Sulawesi sebanyak 9 %. Sangat mungkin sebaran ini mengikuti prosentase jumlah penduduk. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, sebaran penduduk di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9% dari Indonesia adalah 50,8%, disusul Sumatera 21% dan Sulawesi 7,2%. Jika demikian, maka semakin banyak penduduk, maka semakin besar kebutuhan akan bantuan hukum. karena itulah maka sebaran oBH terkonsentrasi di Pulau Jawa.

(59)

55

 

 

dipilah yang sudah atau belum mendapat bantuan hukum, dan belum juga

dipisahkan miskin atau tidak. Juga untuk penduduk miskin belum dipilah berapa di

antara mereka yang menjadi pencari keadilan. Juga berapa di antara mereka yang

kemudian menjadi Tahanan.

Jumlah Penduduk Miskin dan Jumlah Tahanan diasumsikan sebagai

Demand

.

Sementara Jumlah OBH di masing‐masing propinsi untuk

Supply

bantuan hukum.

Tentu saja masih ada beberapa akses keadilan lainnya, misalnya

informal justice,

praktek

Pro‐Bono, Sidang keliling, Pos Pelayanan Hukum di Pengadilan, dan praktek

pendampingan OBH yang belum terakreditasi, serta bentuk akses keadilan lainnya.

Karena itu kelak dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam mengenai jangkauan

bentuk‐bentuk akses keadilan secara keseluruhan.

Pemetaaan awal kebutuhan bantuan hukum ini diharapkan memberi gambaran

awal mengenai kebutuhan bantuan hukum untuk rakyat miskin.

a. Sebaran OBH dan Sebaran Penduduk Miskin

Salah satu hambatan keberhasilan program bantuan hukum adalah sebaran

pemberi bantuan hukum yang tidak merata. Dari Prosentase sebaran OBH yang

lolos verifikasi, terlihat hampir 50% berada di Pulau Jawa, kemudian disusul

Sumatera 26%. Hal ini sebenarnya sudah terlihat sejak mapping pra‐verifikasi

dimana sebaran OBH paling banyak ada di Pulau Jawa sebanyak 44 %, disusul

Sumatera sebanyak 26% dan Sulawesi sebanyak 9 %. Sangat mungkin sebaran

ini mengikuti prosentase jumlah penduduk. Menurut data dari Badan Pusat

Statistik, sebaran penduduk di Pulau Jawa yang luasnya hanya 6,9% dari

Indonesia adalah 50,8%, disusul Sumatera 21% dan Sulawesi 7,2%. Jika

demikian, maka semakin banyak penduduk, maka semakin besar kebutuhan akan

bantuan hukum. Karena itulah maka sebaran OBH terkonsentrasi di Pulau Jawa.

PROSENTASE

SEBARAN

 

OBH

 

YANG

 

LOLOS

 

VERIFIKASI

PER

 ‐

PULAU

OBH ini berbanding lurus dengan sebaran penduduk miskin. Tentu saja tidak semua

penduduk miskin bermasalah dengan hukum. Namun Penduduk Miskin merupakan

sasaran pemberian bantuan hukum non litigasi. Dari 9 kegiatan non litigasi, hanya 3

Mengingat skema bantuan hukum dalam Undang-Undang nomor 16 Tahun 2011 adalah untuk orang miskin, akan sangat menarik untuk melihat apakah sebaran oBH ini berbanding lurus dengan sebaran penduduk miskin. Tentu saja tidak semua penduduk miskin bermasalah dengan hukum. namun Penduduk Miskin merupakan sasaran pemberian bantuan hukum non litigasi. dari 9 kegiatan non litigasi, hanya 3 kegiatan yang tidak membutuhkan SkTM, yakni Penyuluhan Hukum, Penelitian Hukum dan Pemberdayaan Masyarakat. Pun demikian, diharapkan kegiatan tersebut mengambil lokasi di daerah yang banyak penduduk miskinnya (slum area)

Berikut adalah sebaran Penduduk Miskin menurut Pulau:

  rlihat ber en tanpa

yang men a kita me Kabupaten

melihat aka terlih en di Prop

etail seba wa sebara

anisasi Ba dilihat p

editasi pe bisa me miliki OBH

rut Pulau a kita me anpa OBH

er kabup elayani le ewa Yogy

Gambar

tabel kebutuhan litigasi per pulau:

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pemeriksaan kepadatan campuran dengan perlakuan STOA disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 juga terlihat bahwa pada kondisi 0.0% kadar Roadcel-50 terdapat fenomena

Penopang eksistensi Industri kerajinan rotan di Teluk Wetan salah satunya adalah para pengusaha rumahan (Wawancara dengan Taskan, 14 Mei 2019), meskipun

Kelompok masyarakat perempuan menjadi sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perempuan dengan memberi akses modal dalam peningkatan usaha ekonomi produktif

Penelitian ini bertujuan untuk meidentifikasi bagaimana fungsi kehumasan yang berjalan di Sokaraja dalam upaya membangun citra “Kampung Batik Sokaraja” serta untuk mengetahui

Untuk pengujian LoRa dengan frekuensi kerja 433 MHz hasil data pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 4. Dari data pada Tabel 4 dapat dibuat perbandingan antara RSSI, SNR dan PL

Berdasarkan gambar 4.4 di atas, menunjukan bahwa skor jawaban responden mengenai porsi makanan dan minuman yang diberikan oleh café di kota Bandung terpusat pada

Setelah dianalisis dengan menggunakan uji gain, dimana nilai pada siklus I dengan siklus II terdapat 20 peserta didik yang berada pada indeks gain sedang, ini

Faktor pendukung pelaksanaan UKS di SD se-Kecamatan Telanaipura Kota Jambi meliputi penanaman pengetahuan tentang pola hidup sehat terhadap peserta didik secara rutin