• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk membangun daerah secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, namun setiap daerah memiliki potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat disamaratakan antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Proses pembangunan ini erat kaitannya dengan proses desentralisasi pembangunan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah membuka peluang bagi daerah dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki secara lebih baik. Bagi daerah dengan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas baik akan mampu menangkap peluang dengan cermat dan mampu berinisiatif dalam menemukenali segala potensi yang ada di daerahnya, untuk secara optimal dikembangkan guna kesejahteraan wilayahnya. Daerah dengan kualitas sumber daya manusia yang baik juga dengan cepat mampu meminimalisir segala hambatan yang ada dalam upaya peningkatanan kesejahteraan wilayahnya. Namun, sebaliknya bagi daerah dengan sumber daya alam yang rendah bahkan sumber daya

(2)

2 manusia yang dimiliki juga cenderung berkualitas rendah, adanya Undang-Undang ini justru dirasakan sebagai bumerang dan bahkan dapat mengakibatkan terjadinya disparitas wilayah.

Disparitas wilayah merupakan suatu keadaan dimana dalam wilayah tersebut terjadi kesenjangan atau terdapat jarak antar sub wilayahnya. Hampir setiap wilayah mengalami fenomena ini, namun yang membedakan adalah tingkat disparitas itu sendiri. Apakah disparitas yang ada di suatu daerah ataupun wilayah tersebut menurun atau naik sejalan dengan perubahan waktu atau kenaikan rata-rata kesejahteraan. Lebih lanjut lagi yakni apakah disparitas tersebut menyebabkan hal-hal yang tidak dapat ditolerir lagi.

Secara teoritik disparitas dipengaruhi oleh tiga hal, yakni faktor alam, kultural, dan struktural atau kebijakan (Huzain, 2010). Faktor alam merupakan penyebab utama yang mendorong terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah.

Faktor alam yang dimaksud disini meliputi sumber daya alam dan kondisi fisiografis suatu wilayah. Hal ini jelas akan mempengaruhi kegiatan ekonomi pada wilayah tersebut. Wilayah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup tinggi disertai kondisi fisiografis yang menunjang akan mampu melakukan kegiatan ekonomi dengan biaya relatif rendah dibandingan dengan wilayah yang minim sumber daya alam dan juga kondisi fisiografisnya kurang menunjang.

Faktor selanjutnya yang juga mempengaruhi disparitas pembangunan wilayah adalah faktor kultural yang ada di wilayah tersebut. Kondisi kultural suatu wilayah yang terbuka dengan kultur wilayah lain dan mampu memfilter pengaruh

(3)

3 setiap kultur asing yang memasuki wilayah tersebut, menjadikan suatu wilayah akan jauh lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah yang kurang terbuka dengan kultur wilayah lain. Kultur suatu wilayah hendaknya tidak menjadikan proses pembangunan yang ada di wilayah tersebut menjadi lambat, namun harus sebaliknya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh T. N. Jenkins (2000) bahwa dalam pembangunan suatu daerah harus ada pengontrolnya, yakni berupa budaya daerah tersebut.

Faktor yang ketiga adalah struktural (kebijakan). Kebijakan pemerintah dalam menerapkan konsep perencanaan pembangunan yang kebanyakan bersifat ego sektoral akan menimbulkan kurang tergalinya potensi-potensi yang dimiliki suatu wilayah dan pada akhirnya akan memperlebar disparitas antar wilayah. Menurut Siahaan (2011), adanya kebijakan pemerintah yang lebih banyak diarahkan pada infrastruktur tidak banyak membantu masyarakat miskin. Bahkan Siahaan (2011) juga menambahkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pengentasan kemiskinan banyak yang tidak tepat sasaran, sehingga tidak mampu secara signifikan mengentaskan kemiskinan.

Fenomena disparitas wilayah senantiasa mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, karena pemerintah menginginkan pembangunan haruslah merata, dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat. Hal ini juga sejalan dengan makna yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 alenia ke empat, yakni memajukan kesejahteraan umum. Terwujudnya kesejahteraan umum ini menjadi hal yang utama dalam pembangunan di Indonesia.

(4)

4 Namun, sampai saat ini disparitas wilayah terus mengalami kenaikan seiring dengan perubahan waktu yang tidak hanya terjadi pada lingkup wilayah provinsi tetapi juga terjadi pada unit yang lebih rendah.

Tjokrowinoto (1995) dalam Muta’ali (1997) mengemukakan bahwa disparitas antar wilayah merupakan konsekuensi yang logis dari orientasi pembangunan yang cenderung mengarahkan alokasi sumber daya pada wilayah pertumbuhan, sehingga disamping terdapat keberhasilan pembangunan juga terdapat disparitas regional yang cukup memprihatinkan. Kondisi ini mengakibatkan pada setiap wilayah terdapat wilayah maju (Development Region) dan wilayah terbelakang (Underdevelopment Region).

Permasalahan disparitas seperti yang diuraikan di atas juga merupakan permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Trenggalek. Kabupaten Trenggalek merupakan kabupaten dengan tingkat ketimpangan pendapatan dan keparahan kemiskinan tertinggi di Jawa Timur (http://bappeda.jatimprov.go.id). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan karakteristik dan potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah yang ada di Kabupaten Trenggalek, dimana Kabupaten Trenggalek yang memiliki luas wilayah 1.261,40 km2 dengan 14 kecamatan dan 157 desa sebagian besar terdiri dari tanah pegunungan (2/3 bagian) dan sisanya (1/3 bagian) merupakan tanah dataran rendah. Wilayah di Kabupaten Trenggalek yang berupa dataran meliputi 4 kecamatan, yakni Kecamatan Trenggalek, Pogalan, Tugu, dan Durenan. Sementara, 10 kecamatan yang lainnya merupakan pegunungan.

Disparitas wilayah yang terjadi di Kabupaten Trenggalek disamping

(5)

5 dipengaruhi oleh karakteristik dan potensi tiap-tiap wilayah yang ada di Kabupaten Trenggalek, juga dipengaruhi oleh ketidakmerataan distribusi penduduk dan pendapatan perkapita tiap-tiap wilayah di Kabupaten Trenggalek. Ditambah lagi dengan perbedaan fasilitas pelayanan masyarakat di masing-masing wilayah Kabupaten Trenggalek baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sampai saat ini distribusi penduduk dan pendapatan perkapita Kabupaten Trenggalek masih didominasi pada wilayah-wilayah dataran rendah, meskipun terdapat wilayah pegunungan yang juga memiliki jumlah penduduk cukup tinggi serta penyumbang pendapatan daerah tertinggi kedua setelah Kecamatan Trenggalek. Wilayah Pegunungan ini adalah Kecamatan Watulimo. Kecamatan Watulimo meskipun sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan tetapi tanahnya sangat subur, ditambah lagi dengan banyaknya kawasan wisata alam dan kelautan yang dimilikinya. Kecamatan ini juga memiliki pelabuhan nasional yang merupakan tempat penangkapan ikan terbesar di pantai selatan pulau Jawa dengan nama Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN).

Pada dasarnya Kabupaten Trenggalek perekonomiannya masih didominasi sektor pertanian, meskipun dari data PDRB terjadi pertumbuhan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun, namun perkembangan wilayah Kabupaten Trenggalek memperlihatkan kondisi yang stagnan. Disparitas antar kecamatan, dilihat dari perkembangan kecamatan berdasarkan data survei BPS Trenggalek diketahui bahwa Kecamatan Dongko, Kecamatan Panggul, dan Kecamatan Pule, digolongkan ke dalam kecamatan yang pertumbuhannya lambat dibandingkan kesebelas kecamatan

(6)

6 lainnya yang ada di Kabupaten Trenggalek. Berdasarkan hasil survei PPLS (Pendaftaran Program Perlindungan Sosial) tahun 2008 diketahui bahwa jumlah warga miskin terbanyak berada di kawasan pegunungan yaitu Kecamatan Dongko (3.091 KK), Kecamatan Panggul (5.723 KK), dan Kecamatan Pule (4.671 KK). Pada tahun 2010 dengan survei yang sama juga diketahui bahwa Kecamatan Dongko masih menjadi kecamatan dengan warga miskin yang terbanyak dengan jumlah rumah tangga miskin mencapai 8.051 KK. Angka ini turun 40 KK dibandingkan dua tahun sebelumnya. Demikian pula dengan peringkat berikutnya yang masih diduduki Kecamatan Panggul sebesar 6.521 KK, serta Kecamatan Pule dengan 6.039 KK.

Sementara untuk wilayah dengan warga miskin terendah berada di Kecamatan Kampak (2.491 KK), Kecamatan Karangan (2.853 KK ), dan Kecamatan Watulimo (3.036 KK ). Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembangunan yang ada di Kabupaten Trenggalek belum sepenuhnya optimal dan merata. Mengingat adanya dampak yang diakibatkan oleh fenomena disparitas dapat memicu banyak permasalahan sosial, ekonomi, dan politik yang mampu mengganggu kestabilan suatu wilayah, maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul “Disparitas Pembangunan di Kabupaten Trenggalek”.

1.2 Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tiap kecamatan di Kabupaten

(7)

7 Trenggalek?

2) Berapa besar tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Trenggalek?

3) Faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya disparitas pembangunan yang ada di Kabupaten Trenggalek?

4) Bagaimana strategi pengembangan wilayah untuk mengurangi disparitas pembangunan di Kabupaten Trenggalek?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang didukung oleh latar belakang yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Mengkaji tingkat perkembangan wilayah di tiap kecamatan di Kabupaten Trenggalek.

2) Mengkaji tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Trenggalek.

3) Mengkaji penyebab terjadinya disparitas pembangunan yang ada di Kabupaten Trenggalek.

4) Merumuskan strategi pengembangan wilayah untuk mengurangi disparitas pembangunan di Kabupaten Trenggalek.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terbagi dua, yaitu kegunaan secara teoritis dan kegunaan secara praktis.

(8)

8 1.4.1 Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis penelitian ini adalah dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah Kabupaten Trenggalek dalam upaya mengurangi disparitas antar kecamatannya.

1.4.2 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan teori disparitas wilayah. Selain itu, kegunaan penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi penelitian sejenis selanjutnya pada masa mendatang.

Referensi

Dokumen terkait

Jangan sampai kita malah menyakiti orang lain karena lidah kita, tapi mari kita mau menjadi berkat bagi orang lain dengan kata-kata yang keluar dari

Menahan diri dari buang air kecil untuk waktu yang lama memungkinkan bakteri waktu untuk berkembang biak, begitu sering buang air kecil dapat mengurangi risiko cystitis pada

ayoko na ayoko nang maulinig elehiyang malungkot odang nagdarasal epikong matamlay bingaw na kataga pilay na talata bulol na taludtod saknong na kulubot at mga katagang

Penyebab terbanyak peritonitis akut adalah akibat rupture appendiks dengan presentase 15,9% dari seluruh etiologi yang termasuk dalam peritonitis akut dengan jumlah

Materi dalam pelatihan ini, meliputi: Pembelajaran 4.0, media video, manfaat media video, videoscribe, demonstrasi dan praktik cara membuat media video dengan

The effects of mindfulness training program on reducing stress and promoting well-being among nurses in critical care units.. Personality and

• Mapas (suami mencicipi semua makanan istri) sampai tali ari-ari anak puput • Selama 40 hari setelah melahirkan, tidak boleh makan setelah magrib • Makan asam; karena