Oleh: Hafidz Abdurrahman

Download (0)

Full text
(1)

Oleh: Hafidz Abdurrahman

Membayangkan bagaimana kebijakan Khilafah terhadap perayaan Idul Fitri dan Idul Adhha, tentu tidak bisa dilepaskan dari sunnah baginda Nabi Muhammad saw. Karena Khilafah ini

adalah Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah, bukan

Khilafah yang lain. Karena itu, bagaimana Rasulullah saw. merayaan Idul Fitri menarik untuk dikaji terlebih dahulu. Dari sana, kita bisa menarik kesimpulan, seperti apa kira-kira kebijakan Khilafah dalam merayakan Idul Fitri dan Idul Addha itu.

Sunnah Nabi

Ketika matahari tenggelam di malam Idul Fitri, Rasul SAW mulai mengumandangkan takbir, untuk melaksanakan perintah Allah SWT: “Sempurnakanlah bilangan (bulan) itu, serta

agungkanlah asma Allah sesuai dengan apa yang Dia tunjukkan kepada kalian agar kalian bisa

bersyukur (kepada-Nya).” (Q.s. al-Baqarah [02]:

185).

Dalam kitab as-Sunan al-Kubra, karya al-Baihaqi, dituturkan bahwa takbir yang dikumandangkan Nabi itu berbunyi, 

“Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Lailaha Ill-Llahu wal-Lahu akbar, Allahu akbar wa li-Llahi al-hamd.”

Takbir ini dikumandangkan dengan suara keras hingga esok harinya, ketika imam berdiri untuk shalat Idul Fitri.

Di pagi hari, sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fitri, Nabi saw. mandi sunnah,

sebagaimana tatacara mandi junub, untuk membersihkan seluruh tubuh baginda saw. Baginda pun memakai pengharum untuk mengharumkan tubuh mulianya. Setelah itu, baginda pun mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan mengoleskan minyak wangi ke pakaian baginda sehingga yang tercium adalah bau harum. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah, baginda saw mempunyai baju khusus yang baginda kenakan di hari raya dan hari Jumat.

Setelah itu, Nabi pun sarapan pagi terlebih dahulu, baru setelah itu keluar menuju tempat shalat

(2)

Idul Fitri. Anas bin Malik –radhiya-Llahu ‘anhu— menuturkan, bahwa yang dimakan baginda saw. sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fitri adalah beberapa butir kurma. Baginda pun

memakannya dalam hitungan ganjil (H.r.

Bukhari).

Satu butir, tiga, lima, tujuh atau hitungan ganjil lainnya..

Sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fitri, baginda memerintahkan dikeluarkan zakat Fitrah. Setelah itu, Nabi berangkat ke tempat shalat Idul Fitri, dengan berjalan kaki sembari membaca takbir, tahlil dan tahmid untuk mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, yang baginda baca dengan suara keras sepanjang perjalanan dari rumah baginda hingga ke tempat shalat Id. Tempat yang biasa digunakan oleh Nabi saw. untuk mengerjakan shalat Id itu berada di luar masjid Nabawi, letaknya kira-kira 200 m dari B abus Salam

, Masjid Nabawi, di Madinah. Kini di tempat itu, didirikan bangunan masjid, yang diberi nama Masjid

Ghamamah .

Baginda pernah mengirim surat kepada ‘Amru bin Hazm agar mengakhirkan pelaksanaan shalat Idul Fitri dan menyegerakan pelaksanaan shalat Idul Adha. Ini untuk memberi kesempatan kepada kaum Muslim yang hendak mengeluarkan zakat fitrah agar bisa menunaikannya sebelum imam memulai shalatnya (Ibn Qudamah, al-Mughni, 412).

Baginda saw. pun memerintahkan anak-anak perempuan, istri-istri baginda dan wanita kaum Muslim untuk keluar ke tempat shalat Idul Fitri. Dalam riwayat lain, Ummu ‘Athiyyah

menuturkan, “Kami diperintahkan oleh Nabi untuk mengeluarkan para perempuan dewasa, termasuk wanita-wanita yang sedang haid untuk menyaksikan kebaikan dan seruan kaum Muslim. Khusus bagi wanita yang sedang haid, dijauhkan dari tempat shalat.” (H.r.

Muttafaq ‘alaih)

Begitu tiba di tempat shalat, Nabi memulai prosesi shalat Idul Fitri dengan shalat dua rakaat, sebelum khutbah (H.r. Bukhari-Muslim). Shalat dua rakaat itu tanpa adzan dan iqamat. Shalat ini dimulai dengan 

takbiratul al-ihram

, dilanjutkan dengan takbir sebanyak tujuh kali. Setelah itu, baginda saw. melanjutkan dengan membaca al-Fatihah dan surat al-A’la, dengan suara keras

(H.

(3)

r. Muslim dari an-Nu’man bin Basyir) , atau al-Fatihah dengan surat Qaf (H.r.

Muslim dari al-Laitsi)

. Pada rakaat kedua, sebelum membaca al-Fatihah, baginda melakukan takbir sebanyak lima kali. Setelah itu, baru membaca al-Fatihah dan surat

al-Ghasyiyah , atau

Iqtarabati as-sa’ah.

Semuanya dilakukan dengan bacaan keras ( jahr).

Usai melaksanakan shalat, baginda saw. berdiri di hadapan jamaah, berhadap-hadapan dengan mereka, untuk menyampaikan khutbah Idul Fitri. Kepada baginda diserahkan tombak atau tongkat. Baginda saw. pun bersandar kepadanya (H.r. Ahmad dan at-Thabrani). Setelah membaca 

hamdalah

, beliau memerintahkan takwa kepada Allah dan menaati-Nya, serta menyerukan amar makruf dan nahi munkar. Setelah usai menyampaikan khutbah di hadapan kaum pria, baginda pergi ke tempat shalat kaum wanita, serta menyampaikan khutbah yang sama kepada mereka

(H.r. Muslim, Ahmad, at-Thabrani, an-Nasai dan Abu Dawud).

Abu Hurairah menuturkan, bahwa pernah suatu ketika hujan turun di saat Id, maka Nabi saw.

shalat bersama para sahabat dan kaum Muslim di masjid (H.r. al-Hakim dan disetujui oleh ad-Dzahabi).

Setelah selesai khutbah, sebagai imam dan kepala negara, baginda saw. berdiri di

tengah-tengah tempat shalat, dalam riwayat lain, baginda berdiri di pasar yang letaknya tidak jauh dari masjid Nabawi dan masjid Ghamamah. Baginda melihat jamaah yang tengah berjalan meninggalkan tempat shalat. Untuk beberapa saat baginda berdiri di sana, setelah itu baru

beliau saw. meninggalkan tempat (H.r. Ahmad

dan at-Thabrani).

Nabi saw. kembali ke rumah dengan berjalan kaki, melintasi jalan yang berbeda dengan jalan yang baginda lalui saat berangkat (H.r. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah,

al-Hakim dan al-Baihaqi). Sesampai di rumah, beliau

(4)

shalat dua rakaat (H.r. Ibn Huzaimah dan Ibn Majah).

Dalam riwayat Ahmad, dengan isnad yang jayyid, dituturkan, bahwa telah menjadi kebiasaan para sahabat Rasulullah saw. jika mereka bertemu satu dengan yang lain di hari raya, mereka

saling mendoakan seraya berkata,  “Taqaballa

hu minna wa minkum

(Semoga Allah menerima seluruh amal kami dan kalian).”

(H.r.

Ahmad).

Selain itu, baginda merayakan hari raya dengan nyanyian, memukul kendang dan rebana, meniup seruling dan melakukan tarian dengan pedang. Ketika Abu Bakar masuk ke rumah baginda saw. ada dua wanita Anshar sedang menyanyi sebagaimana yang dilantunkan kaum Anshar saat Peristiwa Bu’ats, meski kedua wanita itu bukan berprofesi sebagai penyanyi. Abu Bakar pun berkomentar, “Apakah boleh di rumah Rasulullah ada seruling syetan?” Mendengar itu, Nabi yang saat itu ada di rumah Aisyah bersabda, 

“Wahai Abu Bakar, tiap kaum mempunyai hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”

(H.r.

Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Kebijakan Khilafah

Secara umum, sunnah Nabi saw. di atas tetap akan dipertahankan sebagai bentuk ittiba’.

Namun, Khilafah bisa saja menambahkan hal-hal baru yang dimubahkan di luar tatacara ritual yang telah digambarkan di atas.

Khalifah, misalnya, menyampaikan pidato dan ucapan selamat Idul Fitri di malam 1 Syawal.

Pidato ini bisa disampaikan oleh Khalifah, setelah istbat (penetapan) 1 Syawal dilakukan oleh Khalifah. Pidato ini untuk memberikan ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri, disertai dengan pesan yang diperlukan terkait dengan isu mutakhir, dan doa untuk seluruh umat Islam di seluruh dunia. Pidato ini disiarkan melalui seluruh jaringan televisi, baik satelit, kabel maupun internet.

(5)

Ditetapkannya hari raya Idul Fitri, termasuk Idul Adhha, sebagai hari libur seluruh wilayah Khilafah. Karena hari raya ini merupakan hari raya umat, bukan hari raya individu atau

kelompok. Dengan begitu, seluruh rakyat, khususnya umat Islam, bisa merayakan hari raya ini dengan baik.

Negara bisa saja menyelenggarakan perayaan untuk menggambarkan kegembiraan, keceriaan dan kebahagiaan yang disiarkan melalui berbagai media. Karena ini merupakan perayaan umat. Dengan catatan, tidak sampai melalaikan mereka dari mengingat Allah SWT.

Melakukan kegiatan Open House, yaitu membuka Dar al-Khilafah sebagai rumah rakyat.

Dengan diadakan jamuan makan, khususnya untuk fuqara’ wa masakin

. Di sana, rakyat bisa bertemu dengan Khalifah, dan seluruh pejabat negara. Bagi orang-orang Kaya yang hendak membagikan pakaian, atau bingkisan untuk orang yang membutuhkan, bisa dilakukan di sana. Tradisi ini dilakukan oleh para Khalifah di masa lalu.

Semoga, ini adalah hari raya terakhir tanpa Khilafah. Semoga, hari raya esok, bisa kita rayakan di bawah naungan Khilafah Rasyidah. Amin.[]

Figure

Updating...

References

Related subjects :

Scan QR code by 1PDF app
for download now

Install 1PDF app in