• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 IV KOTO DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD INDEPENDENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROFIL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 IV KOTO DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD INDEPENDENT"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) Pendidikan Matematika

Oleh:

ANNISA FADHILA NASUTION NIM : 2415.120

PRORAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M / 1441 H

(2)

MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 IV KOTO DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD INDEPENDENT ” telah memenuhi syarat ilmiah dan disetujui untuk sidang munaqasyah pada program studi Pendidikan Matematika.

Demikianlah persetujuan ini dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Bukittinggi, Februari 2020 Dosen Pembimbing I

Drs. Khairuddin, M. Pd NIP. 196412121999031001

Dosen Pembimbing II

Tasnim Rahmat, M. Sc NIP. 198601232015031005

(3)

Tempat / Tgl Lahir : Kp. Melayu Sitalang / 19 Desember 1993 Fakultas / Prodi : FTIK / Pendidikan Matematika

Judul Skripsi :“PROFIL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMPN 1 IV KOTO DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF FIELD DEPENDENT DAN FIELD INDEPENDENT”

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya dengan judul di atas adalah asli karya saya sendiri. Demikian surat peryataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, Februari 2020 Yang menyatakan

Annisa Fadhila Nasution 2415.120

(4)

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan masih banyak siswa yang belum bisa memecahkan masalah matematika dengan benar, sehingga kemampuan pemecahan masalah siswa itu masih rendah. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana profil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMPN 1 IV KOTO ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent?. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang merupakan suatu proses yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan prilaku yang dapat diamati dari orang-orang itu sendiri. Subjek penelitian dari penelitian ini adalah 4 orang siswa kelas VII.3 SMPN 1 IV Koto.

Subjek yang dipilih yaitu dua siswa dengan gaya kognitif field dependent dan dua siswa dengan gaya kognitif field independent. Penentuan subjek penelitian didasarkan pada hasil tes Group Embedded Figure Test (GEFT) yang dikembangkan oleh Witkin (1973). Pengumpulan data dilakukan dengan tes dan wawancara. Analisis data kualitatif dilakukan dengan tahap reduksi data, tahap penyajian data, dan tahap penarikan kesimpulan/verifikasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) kemampuan pemecahan masalah matematika dengan gaya kogntif field dependent adalah pada tahap memahami masalah berkategori baik, siswa dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dalam masalah, dan dapat mejelaskan masalah dengan kalimat sendiri walaupun tidak jauh berbeda dengan kalimat soal. Pada tahap merencanakan berkategori cukup, siswa mampu menentukan rencana yang sesuai dengan masalah, namun cenderung menggunakan kembali rencana yang pernah digunakan. Pada tahap melaksanakan rencana berkategori kurang, siswa kurang mampu menerapkan rencana yang sudah ditentukan walaupun jawaban yang diperoleh benar. Pada tahap memeriksa kembali berkategori baik, siswa memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dibuat dan juga menuliskan kesimpulan akhirnya. 2) kemampuan pemecahan masalah matematika dengan gaya kognitif field independent adalah pada tahap memahami masalah berkategori baik, siswa menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dari soal dan juga dapat menjelaskan soal dengan kalimat sendiri. Pada tahap merencanakan berkategori baik, siswa mampu menentukan rencana yang sesuai untuk menyelesaikan masalah. Pada tahap melaksanakan rencana berkategori baik, siswa dapat menerapkan rencana yang sudah ditentukan untuk menyelesaikan masalah dan juga memperoleh jawaban yang benar. Pada tahap memeriksa kembali berkategori cukup, siswa menuliskan kesimpulan akhir namun tidak memeriksa kembali perhitungan yang dibuat.

(5)

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VII SMPN 1 IV KOTO Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent”. Shalawat beserta salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mewariskan Al-Quran dan Sunnah sebagai petunjuk kebenaran sampai akhir zaman. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Matematika pada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Dalam menyelesaikan skripsi in, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M. Hum, selaku Rektor IAIN Bukittinggi, Bapak Dr.

Asyari, S.Ag., M.Si, selaku Wakil I Rektor IAIN Bukittinggi, Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag, selaku Wakil II Rektor IAIN Bukittinggi, Bapak Dr.

Miswardi, M. Hum, selaku Wakil III Rektor IAIN Bukittinggi.

2. Ibu Dr. Zulfani Sesmiarni, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi, Bapak Iswantir, M.Ag Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi, Bapak Charles, M.Pd.I Wakil Dekan II Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi, Bapak Dr. Supratman Zakir, M.Pd., M. Kom Wakil Dekan III Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Bukittinggi.

3. Bapak Tasnim Rahmat, S.Pd., M. Sc, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika IAIN Bukittinggi.

4. Bapak Drs. Khairuddin, M.Pd, selaku Pembimbing I dan Bapak Tasnim Rahmat, M.Sc, selaku Pembimbing II

(6)

8. Bapak Imamuddin,M. Pd, dan Bapak Deby Yuliandra,M.Pd, selaku validator.

9. Bapak Sabir, S. Pd, selaku Pimpinan SMPN 1 IV KOTO.

10. Bapak Adriol, selaku Guru Mata Pelajaran Matematika di SMPN 1 IV KOTO.

11. Bapak/Ibu guru dan staf SMPN 1 IV KOTO.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga Allah membalas kebaikan kita semua.

Semoga segala bantuan yang diberikan dengan penuh kaikhlasan tersebut mendapat anugrah dari Allah SWT. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang haus pengetahuan terutama mengenai proses belajar di kelas. Aamiin ya robbal ‘alamin.

Bukittinggi, Februari 2020

Annisa Fadhila Nasution NIM. 2415.120

(7)

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

G. Defenisi Operasional ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran Matematika ... 12

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 15

C. Gaya Kognitif ... 25

D. Hubungan Pemecahan Masalah Terhadap Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent ... 31

E. Penelitian Relevan ... 33

F. Kerangka Berfikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Subjek Penelitian ... 38

C. Prosedur Pengumpulan Data ... 40

(8)

G. Instrumen Penelitian... 48 H. Teknik Analisis Data Uji Coba Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika ... 51 I. Teknik Analisis Data ... 57 J. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 58 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 59 B. Pembahasan ... 61 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 98 B. Saran ... 99 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(9)

2.1 Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah Matematika Siswa ... 25

2.2 Karakter Pembelajaran Siswa dengan Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent... 30

3.1 Diagram Alur Pemilihan Subjek Penelitian ... 40

3.2 Alur Penelitian ... 43

3.3 Kriteria Gaya Kognitif Siswa ... 45

3.4 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 52

3.5 Hasil Analisis Reliabilitas Soal Uji Coba ... 55

3.6 Kriteria Daya Pembeda ... 55

3.7 Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Uji Coba ... 55

3.8 Perolehan Tingkat Kesukaran Butir Soal Uji Coba ... 56

3.9 Hasil Analisis Soal Uji Coba ... 57

4.1 Hasil Penggolongan Gaya Kognitif Siswa Kelas VII.3 ... 59

4.2 Daftar Subjek Penelitian ... 60

4.3 wawancara subjek S-8 masalah 1 ... 61

4.4 wawancara subjek S-8 masalah 1 ... 62

4.5 wawancara subjek S-8masalah 1 ... 63

4.6 wawancara subjek S-8 masalah 1 ... 64

4.7 wawancara subjek S-8 masalah 2 ... 65

4.8 wawancara subjek S-8 masalah 2 ... 66

(10)

4.11 wawancara subjek S-7 masalah 1 ... 69

4.12 wawancara subjek S-7 masalah 1 ... 70

4.13 wawancara subjek S-7 masalah 1 ... 70

4.14 wawancara subjek S-7 masalah 1 ... 71

4.15 wawancara subjek S-7 masalah 2 ... 72

4.16 wawancara subjek S-7 masalah 2 ... 73

4.17 wawancara subjek S-7 masalah 2 ... 73

4.18 wawancara subjek S-7 masalah 2 ... 74

4.19 wawancara subjek S-20 masalah 1 ... 75

4.20 wawancra subjek S-20 masalah 2 ... 76

4.21 wawancara subjek S-20 masalah 1 ... 77

4.22 wawancara subjek S-20 masalah 1 ... 78

4.23 wawancara subjek S-20 masalah 2 ... 79

4.24 wawancara subjek S-20 Masalah 2 ... 80

4.25 wawancara subjek S-20 masalah 2 ... 81

4.26 wawancara subjek S-20 masalah 2 ... 82

4.27 wawancara subjek S-15 masalah 1 ... 83

4.28 wawancara subjek S-15 masalah 1 ... 84

4.29 wawancara subjek S-15 masalah 1 ... 85

4.30 wawancara subjek S-15 masalah 1 ... 86

4.31 wawancara subjek S-15 masalah 2 ... 87

(11)

4.35 Hasil tes tulis dan wawancara pada siswa FD S-8 ... 91

4.36 Hasil tes tulis dan wawancara pada siswa FD S-7 ... 92

4.37 Hasil tes tertulis dan wawancara pada siswa FI S-20 ... 93

4.38 Hasil tes tulis dan wawancara pada siswa FI S-15 ... 94

(12)

4.1 tahap memahami masalah 1 subjek S-8 ... 61

4.2 Tahap merencanakan masalah 1 subjek S-8 ... 62

4.3 Tahap melaksanakan masalah 1 ... 63

4.4 Tahap memeriksa kembali masalah 1 ... 64

4.5 Tahap memahami masalah 2 Subjek S-8 ... 65

4.6 tahap merencanakan masalah 2 ... 66

4.7 Tahap melaksanakam masalah 2 ... 66

4.8 Tahap memeriksan kembali Masalah 2 ... 67

4.9 Tahap memahami masalah 1 subjek S-7 ... 68

4.10 Tahap merencanakan masalah 1 ... 69

4.11 tahap melaksanakan Masalah 1 ... 70

4.12 Tahap memeriksa kembali masalah 1 ... 71

4.13 Tahap memahami Masalah 1 subjek S-7 ... 71

4.14 Tahap merencanakan masalah 1 ... 72

4.15 Tahap melaksanakan masalah 1 ... 73

4.16 tahap memeriksa kembali masalah 1 ... 74

4.17 Tahap memahami masalah subjek S-20 ... 75

4.18 Tahap merencanakan Masalah 1 ... 76

4.19 Tahap melaksanakan masalah 1 ... 77

4.20 Tahap memeriksa kembali Masalah 1 ... 78

4.21 tahap memahami masalah 2 subjek S-20 ... 79

(13)

4.25 Tahap memahami masalah 1 subjek S-15 ... 83

4.26 tahap merencanakan masalah 1 ... 84

4.27 Tahap melaksanakan masalah 1 ... 85

4.28 Tahap memeriksa kembali masalah 1 ... 86

4.29 Tahap memahami masalah 2 subjek S-20 ... 86

4.30 Tahap merencanakan masalah 2 ... 88

4.31 tahap melaksanakan masalah 2 ... 89

4.32 tahap memeriksa kembali masalah 2 ... 90

(14)

LAMPIRAN Hal.

I. Daftar Nama Kelas Uji Coba ... 103

II. Daftar Nama Kelas Sampel ... 104

III. Tes GEFT ( Group Embedded Future Test ) ... 105

IV. Validasi Perangkat Tes GEFT ... 118

V. Daftar Hasil Tes GEFT ... 126

VI. Kisi-kisi Soal Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 127

VII. Soal Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah ... 129

VIII. Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba Kemampuan Pemecahan Masalah 131 IX. Lembar Validasi Soal dan Kunci Jawaban Tes Soal Uji Coba ... 132

X. Pedoman Wawancara ... 137

XI. Lembar Validasi Pedoman Wawancara ... 140

XII. Hasil Validasi Perangkat ... 141

XIII. Hasil Validitas dan Reliabilitas Soal Uji Coba ... 147

XIV. Hasil Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 148

XV. Hasil Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 149

XVI. Perhitungan Validitas Soal Uji Coba ... 150

XVII. Perhitungan Reliabilitas Soal Uji Coba ... 152

XVIII. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Uji Coba ... 154

XIX. Perhitungan Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 156

XX. Rekap Hasil Analisis Data Soal Uji Coba ... 158

(15)

XXIV. Tabel r Product ... 167 XXV. Dokumentasi ... 168

(16)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.1

Melalui pendidikan, manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju tidak terlepas dari perkembangan matematika.

Oleh karena itu, mutu pendidikan termasuk di dalamnya penguasaan matematika siswa perlu ditingkatkan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Yunus ayat 5:

َباَس ِحۡلٱ َو َنيِنِ سلٱ َدَدَع ْاوُمَلۡعَتِل َل ِزاَنَم ۥُه َرَّدَق َو ا ٗروُن َرَمَقۡلٱ َو ٗءٓاَي ِض َس ۡمَّشلٱ َلَعَج يِذَّلٱ َوُه ُ َّللَّٱ َقَلَخ اَم

َنوُمَلۡعَي ٖم ۡوَقِل ِتََٰيٓ ۡلۡٱ ُل ِ صَفُي ِ قَحۡلٱِب َّلَِّإ َكِلََٰذ ٥

Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian

1 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Bumi Aksara, 2013 ), h. 2-3

(17)

itu melainkan dengan hak.Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”. (QS.

Yunus:5)

Dalam ayat tersebut Allah SWT menerangkan bahwa diciptakan-Nya matahari dan bulan dengan ketentuan-ketentuan perjalanannya sebagai alat ukur bagi umat manusia untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu dengan benar dan hanya orang yang berfikirlah yang mau untuk mengetahuinya. Berdasarkan ayat ini jelaslah tentang pentingnya ilmu hitung atau disebut juga matematika agar manusia itu mudah dalam mendalami ilmu-ilmu lain yang kiranya berguna bagi pribadinya.

Dalam dunia pendidikan formal di Indonesia, terdapat dua jenjang pendidikan yaitu tahap pendidikan dasar yang meliputi jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, dan tahap pendidikan menengah yang meliputi sekolah menengah atas dan kejuruan. Matematika menjadi mata pelajaran yang diberikan dalam setiap tahap tersebut.

Matematika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan penting yang diajarkan kepada mulai anak-anak hingga orang dewasa. Hal ini disebabkan karena matematika sangat dibutuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari- hari, bagi ilmu pengetahuan, perdagangan dan industri. Cockroft dalam Mulyono mengemukakan bahwa:

matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis,

(18)

ketelitian, dan kesadaran keruangan; (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.2

Oleh karena itu, tidak salah dalam bangku sekolah, matematika menjadi salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan dari bangku taman kanak- kanak hingga perguruan tinggi. Namun, pada kenyataannya masih ada sebagian siswa yang masih merasa kesulitan dalam belajar matematika.

Pada Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam memecahkan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.3

Menurut Kesumawati kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, mampu membuat dan menyusun model

2 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h. 253

3 Sri Wardhani,..., h. 2

(19)

matematika dapat memilih dan mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.4

Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas – luasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Dengan adanya pemecahan masalah ini juga guru akan mengetahui masing – masing karakteristik cara berfikir peserta didiknya.

Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah menjadi fokus pembelajaran matematika disemua jenjang pendidikan, dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Dengan mempelajari pemecahan masalah didalam matematika, para siswa akan mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun, dan keingintahuan, serta kepercayaan diri di dalam situasi-situasi tidak biasa sebagaimana situasi yang akan mereka hadapi di luar ruang kelas matematika. Jika siswa terbiasa melakukan pemecahan masalah matematika, diharapkan ia mampu berfikir logis menghadapi persoalan-persoalan dunia nyata.

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 24 September 2019 dengan guru matematika di SMPN 1 IV KOTO Bapak Adriol, S.Pd, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih tergolong kurang. Sebagian besar siswa mengalami masalah pada saat menyelesaikan soal matematika.

Siswa cenderung untuk menggunakan rumus atau cara cepat yang sudah biasa

4 Siti Mawaddah, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generative di SMP. EDU-MAT jurnal matematika, volume 3, nomor 2, oktober 2015. Hal. 167

(20)

digunakan daripada menggunakan langkah prosedural dari penyelesaian masalah matematika. Misalnya saja pada pengerjaan soal: sebuah toko memberikan diskon sebesar 20% untuk setiap barang yang akan dibeli. Jika seseorang akan membeli sepasang sepatu seharga Rp. 80.000,00. Maka berapa uang yang harus dibayarkan?

Dari salah satu soal Ulangan Harian yang dikerjakan siswa, terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa pada umumnya masih kurang berkembang, hal ini terlihat dari cara siswa menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah yang diberikan oleh guru sebagai berikut :

Gambar 1.1 Hasil pekerjaan siswa

Berdasarkan jawaban di atas, terlihat bahwa siswa belum mengetahui cara menyelesaikan masalah yang benar. Siswa sudah menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari masalah, namun siswa masih bingung merencanakan dan menyelesaikan soal yang diberikan. Sehingga, siswa belum mampu merubah ke dalam model matematika yang benar. Terlihat pada jawaban tersebut siswa salah melakukan perhitungan yaitu 20

100  Rp 80.000 = Rp 16.000 yang merupakan diskonnya, dimana seharusnya jawaban

(21)

yang benar adalah harga – diskon = Rp 64.000 merupakan harga yang harus dibayarkan.

Perbedaan individual siswa juga perlu diperhatikan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa. Salah satu karakteristik siswa adalah gaya kognitif. gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.5

Gaya kognitif merupakan salah satu karakter anak didik yang sangat penting dan berpengaruh terutama terhadap pencapaian hasil belajar mereka.

Gaya kognitif berkaitan dengan bagaimana mereka belajar melalui cara-cara sendiri yang melekat dan menjadi kekhasan pada masing-masing individu.

Gaya kognitif sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara menerima dan memproses segala informasi khususnya dalam pembelajaran. Menurut penjelasan ahli psikologi gaya kognitif, yaitu Jonassen dan Grabowski, sebagaimana diuraikan oleh Ghinea & Chen berdasarkan perbedaan psikologi terdapat dua klasifikasi gaya kognitif yaitu Field Dependent (FD) dan Field Independent (FI). Individu FD merupakan tipe individu yang berpikir secara global dan cenderung pasif, sedangkan individu FI merupakan tipe individu yang memahami dan memproses informasi secara analitik. Setiap individu pasti memiliki latar belakang gaya kognitif yang berbeda-beda, sehingga

5 Hamzah. B. Uno. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran ( Jakarta : PT Bumi Aksara, 2008 ), h. 185

(22)

proses pengolahan informasi pada saat melakukan analisis pemecahan masalah juga akan berbeda menurut perspektif gaya kognitifnya.6

Individu dengan gaya kognitif field independent unggul dalam mengingat informasi sosial, seperti percakapan atau interaksi interpersonal, mungkin karena mereka lebih terbiasa dengan hubungan sosial. Tetapi, individu dengan gaya kognitif field dependent memiliki kemampuan lebih dalam menganalisis informasi yang kompleks, yang tak terstruktur dan mampu mengorganisasinya untuk memecahkan masalah.7

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngilawajan menunjukkan bahwa subjek FI memahami masalah lebih baik bila dibandingkan dengan subjek FD.8 Penelitian yang dilakukan oleh Arifin menunjukkan bahwa siswa dengan gaya kogntif field independent memiliki respon pemecahan masalah matematika yang lebih kompleks diabndingkan dengan field dependent yang cara pengerjaannya lebih umum.9 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Vendiagrys yaitu (1) untuk subjek FI dalam menyelesaikan masalah memiliki profil, dapat memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat matematika. Lebih analitis dalam menerima informasi, dapat memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, dan memecahkan masalah pada

6 Prabawa, Endra Ari. 2017. Analisis kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari gaya kognitif siswa pada model project based learning bernuansa etnomatematika. Universitas Negeri Semarang. Google Scholar, ( Online ), tersedia https://scholar.google.co.id diunduh 04 April 2019.

7 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2017 ), h. 149

8 Ngilawajan, D. A. 2013. Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Turunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent.

Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1): 71 9Arifin,..., h. 20

(23)

konteks kehidupan nyata, memperoleh jawaban benar. (2) untuk subjek FD dalam menyelesaikan masalah memiliki profil, dapat memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat mengubah ke dalam kalimat matematika, lebih global menerima informasi, mudah terpengaruh manipulasi unsur pengecoh karena memandang secara global, tidak dapat memperluas hasil pemecahan masalah, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, dan memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, sering tidak dapat memperoleh jawaban yang benar.10

Masing-masing tipe gaya kognitif terhadap pemecahan masalah siswa yang berbeda juga memiliki pemecahan masalah yang berbeda pula.

Contohnya saja, siswa gaya kognitif FI akan menggunakan berbagai rumus untuk memecahkan masalah yang ada. Sedangkan siswa gaya kognitif FD hanya menggunakan rumus yang telah ditentukan atau yang dipelajari sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang diberi judul : “ Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa kelas VII SMPN 1 IV Koto Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent “

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat di identifikasi masalah-masalah seperti berikut:

1. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa

10Vendiagrys,..., h. 34.

(24)

2. Siswa kurang memperhatikan materi yang disampaikan guru.

3. Siswa jarang sekali yang memberikan respon.

4. Perbedaan gaya kognitif siswa dalam memecahkan masalah.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, dan mengingat keterbatasan penulis dalam meneliti, serta agar penelitian ini terarah dan dapat mencapai hasil yang diharapkan maka masalah dalam penelitian ini dibatasi terhadap profil kemampuan pemecahan masalah matematika berdasarkan gaya kognitif yang menggunakan tipe gaya kognitif Field Dependent dan tipe gaya kognitif Field Independent siswa kelas VII SMPN 1 IV KOTO.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana profil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMPN 1 IV KOTO ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent” ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui profil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMPN 1 IV KOTO ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagi Peneliti

(25)

Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dan juga untuk menambah wawasan peneliti tentang gaya kognitif terhadap pemecahan masalah matematika.

b. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui tipe gaya kognitif siswa agar siswa dapat memecahkan masalah matematika dengan baik.

c. Bagi Guru

Agar guru dapat mengetahui tipe gaya kognitif siswa dan memberikan tugas yang sesuai dengan gaya kognitifnya.

G. Definisi Operasional

1. Kesumawati mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah yaitu kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, mampu membuat dan menyusun model matematika, mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.11

2. Gaya kognitif adalah ciri khas individual siswa dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.12

3. Gaya kognitif field independent adalah adalah individu yang dengan mudah dapat bebas dari persepsi yang terorganisir dan segera dapat memisahkan suatu bagian dari kesatuannya.

11 Siti Mawaddah,..., h. 167

12 Hamzah.B.Uno,..., h. 185

(26)

4. Gaya kognitif field dependent adalah individu yang memfokuskan pada lingkungan secara keseluruhan didominasi atau dipengaruhi lingkungan.13

13 Ngilawajan,..., h. 74.

(27)

12 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakekat Belajar dan Pembelajaran Matematika

1. Belajar

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”14. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dan murid.

Belajar dan pendidikan sering digunakan dalam satu rangkaian.

Belajar merupakan istilah kunci yang paling penting dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Menurut Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning mengemukakan :

Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.15

14 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,1995) h.2

15 Oemar Hamalik,Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 84

(28)

Sedangkan menurut Witherington dalam buku Educational Psychology mengemukakan “belajar adalah suatu perubahan di dalam

kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.16

Sementara itu, menurut konsep sosiologi, belajar adalah jantungnya dari proses sosialisasi. Pengertian ini juga diperkuat oleh Skinner yang berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.17

Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri siswa terutama perubahan yang terjadi pada kepribadiannya berupa sikap, kebiasaan, kepandaian, dan pengertian disaat keadaan seseorang itu tak menentu.

2. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.18 Sedangkan menurut Hamalik menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. 19

16 Oemar Hamalik,Psikologi Pendidikan,... , h. 84

17Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan ( Bandung: Remaja Rosa Karya ) h. 90

18 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran..., hal. 8

19 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 57

(29)

Teori mengenai pembelajaran menurut Jeanne Ellis Ormrod adalah pembelajaran sebagai perubahan jangka panjang dalam representasi atau asosiasi mental sebagai hasil dari pengalaman.20 Sedangkan menurut Fontana pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.21

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses belajar yang terjadi dengan menekankan interaksi dan komunikasi yang baik antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa sehingga terjadi perubahan baik itu dari sikap dan pola pikir siswa.

Menurut Suherman dalam pembelajaran matematika para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi).22 Tujuan umum pembelajaran matematika adalah memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.23

Jadi, pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang harus dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana pembelajaran

20 Jeanne Ellis Ormrod.Psikologi Pendidikan.(Jakarta: Erlangga, 2008) h. 269

21 Erman Suherman ,Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer (Bandung: JICA 2001), h. 8

22 Erman Suherman ,..., hal. 57

23 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran..., hal. 58

(30)

yang menyenangkan bagi siswa, sehingga materi yang disampaikan oleh guru bisa diterima baik oleh siswa.

Berdasarkan defenisi belajar dan pembelajaran matematika, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pembelajaran matematika merupakan proses komunikasi antara siswa dengan guru, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya dalam mempelajari ilmu yang bersifat abstrak namun konsep-konsepnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan membantu dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

B. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika 1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan adalah suatu kesanggupan untuk melakukan sesuatu.24 Kemampuan merupakan perpaduan antara teori dan pengalaman yang diperoleh dalam praktek lapangan. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan juga merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan maupun praktek. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan maupun praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakan.

24Erman Suherman dkk,...hal.59.

(31)

Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktifitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan masalah-masalah, kita perlu mencari penyelesaiannya. Masalah timbul karena adanya suatu kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, antara apa yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan, antara apa yang telah diketahui yang berhubungan dengan masalah tertentu dengan apa yang ingin diketahui.

Kesengajaan itu perlu segera di atasi. Proses mengenai bagaimana mengatasi kesenjangan ini disebut sebagai proses pemecahan masalah.

Menurut Kesumawati kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, mampu membuat dan menyusun model matematika, dapat memilih dan mengembangkan strategi pemecahan , mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh.25

Oleh karena itu pembelajaran dengan pemecahan masalah harus dirancang agar dapat merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong siswa menggunakan kemampuannya.

Menurut Anderson kemampuan pemecahan masalah merupakan keterampilan hidup yang penting yang melibatkan berbagai proses termasuk menganalisis, menafsirkan, penalaran, memprediksi,

25Siti Mawaddah, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran generative di smp. EDU-MAT jurnal matematika, volume 3, nomor 2, oktober 2015. hal. 167

(32)

mengevaluasi, dan merefleksikan.26 Wahyuningtyas mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.27 Kemampuan pemecahan masalah matematika meliputi kemampuan memahami masalah matematika, membuat rencana penyelesaian, menyelesaikan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali hasil penyelesaian yang didapat. Senthamarai mendefinisikan kemampuan pemecahan masalah sebagai kemampuan dalam memahami tujuan dari masalah dan aturan yang dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah.28

Setiap masalah mempunyai pemecahannya. Dimana pemecahan dari suatu masalah tersebut dinamakan dengan pemecahan masalah. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal tersebut tidak dapat dikatakan masalah.29

Untuk memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan

26 Anderson, J. 2009. Mathematics Curriculum Development and the Role of Problem Solving. Prosiding Australian Curriculum Studies Association (ACSA) National Biennial Conference. Online.

27 Wahyuningtyas, W. & S.M. Amin. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Materi Turunan Fungsi Melalui Diskusi Kelompok. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(1): 1-8.

28 Senthamarai,..., h.797-799.

29 Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, ( Bandung : JICA, 2003 ), h. 92

(33)

berbagai masalah. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang diberi banyak latihan pemecahan masalah memiliki nilai lebih tinggi dalam tes pemecahan masalah dibandingkan anak yang latihannya lebih sedikit.30

Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu segera dapat dicapai.31 Seiring dengan pendapat Cooney pemecahan masalah “...the action ny which a teacher encourages students to accept a challenging question dan quides them in their resolution”.32 Hal ini menujukkan bahwa pemecahan masalah adalah suatu tindakan yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahannya.

Pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Suherman, dkk yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin.33

30 Erman Suherman, …, h. 93

31 Eerman Suherman,..., h.84

32 Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta, 2009), h.4

33 Erman Suherman,..., hal. 89

(34)

Pandangan bahwa kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, mengandung pengertian bahwa matematika dapat membantu dalam memecahkan persoalan baik dalam pelajaran lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya kemampuan pemecahan masalah ini menjadi tujuan umum pembelajaran matematika.

Pada dasarnya kemampuan pemecahan masalah dalam matematika adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah.

Polya mengemukakan bahwa untuk memecahkan suatu masalah ada 4 langkah yang dapat dilakukan, yakni

a. Memahami masalah

b. Merencanakan pemecahannya

c. Menyelesaikan masalah sesuai rencana

d. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaiannya.34

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal tidak rutin dalam pembelajaran matematika yang memerlukan pemikiran yang lebih mendalam dan bergantung pada kemampuan memanipulasi ide-ide yang abstrak, menggunakan aspek- aspek dan perubahan-perubahan dari belajar terdahulu, melihat

34 Erman Suherman,..., hal. 91

(35)

perbedaan-perbedaan yang kecil, dan memproyeksikan diri sendiri kemasa yang akan datang.

2. Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Sebagai acuan dalam menilai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah diperlukan indikator-indikator pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting yang harus dimiliki oleh siswa. Dalam menyelesaikan masalah siswa dimungkinkan mendapatkan pengalaman menggunakan keterampilan dan pengetahuan untuk memecahkan masalah.

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam kemampuan pemecahan masalah ditentukan oleh indikator kemampuan pemecahan masalah itu sendiri. Indikator pemecahan masalah pada soal tes adalah menunjukkan pemahaman masalah, mengidentifikasi masalah, mengorganisasi data dan memiliki informasi yang relevan dalam pemecahan masalah, menyajikan masalah secara autentik dalam berbagai bentuk, memilih pendekatan dan metode pemecahan dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.35

Polya dalam Erman Suherman menyatakan bahwa dalam pemecahan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu

1. Memahami masalah

35 Fatia Fatimah, kemampuan komunikasi matematika dan pemecahan masalah melalui problem based learning (jurnal penelitian dan evaluasi pendidikan, no.1 tahun 2012), h.5

(36)

Dalam memahami masalah siswa dituntut untuk bisa menyatakan apa yang diketahui dan apa yang ditanya, serta siswa juga bisa melihat kondisi soal dan memaparkannya dalam bentuk sketsa atau notasi.

2. Merencanakan pemecahannya

Dalam merencanakan penyelesaian perhatikan apa yang di tanya, siswa dituntut untuk memikirkan pemyelesaiannya dengan memperhatikan soal sebelumnya.

3. Menyelesaikan masalah

Dalam menyelesaikan masalah maka siswa melaksanakan rencana penyelesaian sesuai dengan rencana yang telah dibuat

4. Memeriksa kembali

Dalam memeriksa kembali siswa memeriksa hasil yang telah diperoleh apakah sudah sesuai dengan metode yang ada.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menggunakan indikator menurut polya karena indikator menurut polya ini bisa dikatakan cukup mudah dipahami dan sangat tepat untuk siswa. Ketika siswa akan menyelesaikan suatu masalah berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh polya yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana, memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Hal ini sangatlah mudah dimengerti oleh siswa dalam pemecahan masalah khususnya pada pelajaran matematika.

Kemampuan pemecahan masalah dalam tiap tahapan pemecahan masalah menurut Polya pada penelitian ini dikategorikan ke dalam tiga

(37)

kategori penilaian menurut Indarwahyuni yaitu baik, cukup, dan kurang.

Kategori penilaian tiap tahapan pemecahan masalah Polya pada penelitian ini dideskripsikan sebagai berikut.36

1. Memahami masalah

a. Baik, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

b. Cukup, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah serta tidak mampu menjelaskan masalah dengan bahasa dan kalimat sendiri.

2. Merencanakan pemecahannya

a. Baik, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah

b. Cukup, ketika siswa mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

36 Indarwahyuni, N.R., Sutinah, & A.H. Rosyidi. 2014. Profil Kemampuan Siswa Kelas IX-F SMPN 1 Bangsal Mojokerto dalam Memecahkan Masalah Matematika Bentuk Soal Cerita Ditinjau Dari Kemampuan Spasial. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(1): 128-134.

(38)

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan rencana yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dan tidak mampu menentukan rumus yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.

3. Menyelesaikan masalah

a. Baik, ketika siswa mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah dan mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

b. Cukup, ketika siswa mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah atau mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menerapkan setiap langkah yang direncanakan untuk menyelesaikan masalah dan tidak mampu menerapkan setiap rumus yang telah ditentukan untuk menyelesaikan masalah.

4. Memeriksa kembali

a. Baik, ketika siswa mampu menentukan kesimpulan dari masalah dan mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan.

(39)

b. Cukup, ketika siswa mampu menentukan kesimpulan dari masalah atau mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan

c. Kurang, ketika siswa tidak mampu menentukan kesimpulan dari masalah dan tidak mampu memeriksa kembali rencana dan perhitungan yang telah dilakukan

3. Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Berikut adalah pedoman penskoran kemampuan pemecahan masalah matematika :

Tabel 2.1

Pedoman Penskoran Pemecahan Masalah Matematika Siswa37 No Aspek yang

Dinilai

Keterangan Skor

1 Memahami masalah

Salah menginterpretasikan/salah sama sekali (tidak menyebutkan / menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal)

0

Salah menginterpretasikan sebagian soal, mengabaikan kondisi soal (menyebutkan/menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal dengan kurang tepat)

1

Memahami masalah soal selengkapnya

(menyebutkan/menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal dengan tepat

2

2 Merencanakan Pemecahannya

Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan (tidak menyajikan urutan langkah penyelesaian sama sekali)

0

Membuat rencana pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan, sehingga

1

37 Wahdi Sutohir dan Radiyatul, Metode Pemecahan Masalah Menurut Polya Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematis di Sekolah Menengah Pertama, (vol. 2, No. 1, Februari 2014), hal. 56

(40)

rencana itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (menyajikan urutan langkah penyelesaian yang mustahil dilakukan)

Membuat rencana dengan benar tetapi salah dalam hasil/tidak ada hasil (menyajikan urutan langkah penyelesaian yang benar tetapi mengarah pada jawaban yang salah

2

Membuat rencana yang benar tetapi belum lengkap (menyajikan urutan langkah penyelesaian yang benar tetapi kurang lengkap)

3

Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarahkan pada solusi yang benar (menyajikan urutan langkah penyelesaian yang benar tetapi mengarah pada jawaban yang benar)

4

3 Menyelesaikan Masalah

Tidak melakukan perhitungan 0 Melaksanakan prosedur yang benar

dan mungkin menghasilkan jawaban benar tapi salah perhitungan

1

Melakukan proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar

2 4 Memeriksa

kembali

Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain

0 Ada pemeriksanaan tetapi tidak

tuntas

1 Pemeriksaan dilaksanakan untuk

melihat kebenaran proses

2

C. Gaya Kognitif

Salah satu karakteristik siswa adalah gaya kognitif. Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Gaya

(41)

kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran.

Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interakti tersebut, hasil belajar siswa dapai dicapai semaksimal mungkin. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa pakar yang menyatakan bahwa jenis strategi pembelajaran tertentu memerlukan gaya belajar tertentu.38

1. Pengertian gaya kognitif

Menurut Witkin, gaya kognitif adalah sebagai ciri khas siswa dalam belajar. Keefe mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar yang menggambarkan kebiasaan berperilaku yang relatif tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah maupun dalam menyimpan informasi.39 Desmita menjelaskan bahwa gaya kognitif adalah ciri khas individual peserta didik dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.40

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam menerima, menyimpan maupun menggunakan informasi untuk

38 Hamzah.B.Uno,..., h. 185

39 Hamzah.B.Uno,..., h. 186

40 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2017 ), h. 147

(42)

menanggapi suatu tugas atau menanggapi berbagai jenis situasi lingkungannya.

2. Penggolongan gaya kognitif

Banyak ahli yang telah menggolongkan gaya kognitif kedalam beberapa kategori. Di antara penggolongan tersebut terdapat beberapa perbedaan dan persamaan, walaupun menggunakan istilah-istilah yang berbeda-beda. Menurut S. Nasution, dari berbagai penggolongan gaya kognitif yang berkaitan dalam proses pembelajaran.41

a. Field dependent-field independent

Peserta didik yang memiliki gaya kognitif field dependent sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan bergantung pada riwayat pendidikan di masa lalu. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki gaya kognitif field independent kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan riwayat pendidikan di masa lalu.

b. Impulsif-reflektif

Peserta didik yang memiliki gaya kognitif impulsif cenderung mengambil keputusan secara tepat tanpa memikirkan secara mendalam. Sebaliknya, peserta didik yang mempunyai gaya kognitif reflektif cenderung mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang tidak mempunyai penyelesaian yang mudah.

c. Preseptif/reseptif-sistematis/intuitif

41 S. Nasution. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Dan Mengajar. ( Jakarta : PT Bumi Aksara, 2015 ), h. 95

(43)

Dalam mengumpulkan informasi, peserta didik yang memiliki gaya kognitif Preseptif/reseptif cenderung mengadakan organisasi dalam sejumlah informasi yang diterimanya, menyaring informasi, dan memperhatikan hubungan-hubungan diantaranya. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki gaya kognitif sistematis/intuitif cenderung lebih memperhatikan detail atau perincian informasi dan tidak berusaha untuk membulatkan atau mempertalikan informasi yang satu dengan yang lain.

3. Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent

Woolfolk menjelaskan bahwa banyak variasi gaya kognitif yang banyak diminati para pendidik , dan mereka membedakan gaya kognitif berdasarkan dimensi, yakni perbedaan aspek psikologis yaitu field dependent (FD) dan field independent (FI).42 Nasution mengemukakan bahwa siswa field dependent sangat dipengaruhi oleh lingkungan atau bergantung pada lingkungan, sedangkan siswa field indepedent kurang dipengaruhi oleh lingkunganl.43 Witkin mempresentasikan beberapa tipe gaya kognitif Field dependent (FD) dan Field Dependent (FI) sebagai berikut:

42 Hamzah.B.Uno,..., h. 187

43 S. Nasution,..., h. 95

(44)

Tabel 2.2 44

Tipe Gaya Kognitif Field Independent (FI) dan Field Dependent (FD) Field Dependent (FD) Field Independent (FI) 1. Sangat dipengaruhi oleh

lingkungan banyak bergantung pada pendidikan sewaktu kecil

2. Di didik untuk selalu memperhatikan orang lain 3. Mengingat hal-hal dalam

konteks sosial

4. Bicara lambat agar dapat dipahami orang lain

5. Mempunyai hubungan sosila yang luas

6. Memerlukan petunjuk yang lebih banyak untuk memahami sesuatu

7. Lebih peka akan kritik dan perlu mendapat dorongan

1. Kurang dipengaruhi oleh lingkungan dan oleh pendidikan di masa lampau

2. Di didik untuk berdiri sendiri dan mempunyai otonomi atas tindakannya 3. Tidak peduli akan norma-

norma orang lain

4. Berbicara cepat tanpa menghiraukan daya tangkap orang lain

5. Kurang mementingkan hubungan sosial

6. Tidak memerlukan petunjuk yang terperinci 7. Dapat menerima kritik

demi perbaikan

Menurut Lourdusamy, sebagaimana dikutip oleh Slameto, individu dengan gaya kognitif FI dikatakan sebagai individu yang mampu mengatasi unsur-unsur latar belakang yang mengganggu dalam mencoba mengasingkan suatu aspek dalam situasi tertentu, juga mempunyai kemahiran membina struktur menjadi situasi yang tidak mempunyai struktur. Sedangkan individu dengan gaya kognitif FD tidak dapat membebaskan diri dari unsur-unsur alam sekitar yang mengganggu dan juga mendapati kesukaran dalam membina struktur menjadi situasi yang tidak mempunyai struktur.45

44Hamzah.B.Uno,...., h. 95-96

45 Slameto. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. ( Jakarta: Rieneka Cipta, 2003 ), h. 160

(45)

Berdasarkan perbedaan gaya kognitif yang dijelaskan oleh beberapa ahli di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa individu yang memiliki gaya kognitif FI akan menerima suatu kritikan yang ditujukan kepadanya. Dan individu FI juga tidak dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya sehingga mampu memecahkan masalah yang dihadapinya.

Sedangkan individu yang memiliki gaya kognitif FD akan menerima sesuatu itu secara menyeluruh dan juga individu FD ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

4. Cara Mengukur Gaya Kognitif Field Independent Dan Field Dependent

Para peneliti-peneliti sebelumnya telah mampu mengembangkan beberapa instrument untuk gaya kognitif field independent dan field dependent. Witkin mengungkapkan bahwa terdapat beberapa instrument yang telah dikembangkan untuk mengukur gaya kognitif field independent dan field dependent seorang individu.

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengukur gaya kognitif field independent dan field dependent adalah Group Embedded Figure Test ( GEFT ). Alasan digunakan instrument ini adalah karena GEFT merupakan instrument tes yang menggunakan kertas dan pensil, sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan tes tersebut.

Selain itu, GEFT merupakan instrumen baku yang telah reliabel dengan koefisien reliabilitas 0,82. Penskoran terhadap hasil pengerjaan subyek juga lebih objektif. Ketentuan penilaiannya adalah untuk setiap jawaban

(46)

benar diberi skor 1 dan untuk jawaban salah diberi skor 0 sehingga skor yang berkisar antara 0 sampai 18.

D. Hubungan Pemecahan Masalah Terhadap Gaya Kognitif Field Dependent dan Field Independent

Woolfolk telah mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan suatu bentuk cara yang berbeda bagaimana siswa memahami dan mengatur informasi. Setiap individu, tidak akan pernah terlepas dari pengaruh gaya kognitif pada saat menelaah informasi. Menurut penjelasan ahli psikologi gaya kognitif, yaitu Jonassen dan Grabowski, sebagaimana diuraikan oleh Ghinea & Chen berdasarkan perbedaan psikologi terdapat dua klasifikasi gaya kognitif yaitu Field Dependent (FD) dan Field Independent (FI).

Individu FD merupakan tipe individu yang berpikir secara global dan cenderung pasif, sedangkan individu FI merupakan tipe individu yang memahami dan memproses informasi secara analitik. Setiap individu pasti memiliki latar belakang gaya kognitif yang berbeda-beda, sehingga proses pengolahan informasi pada saat melakukan analisis pemecahan masalah juga akan berbeda menurut perspektif gaya kognitifnya.46

Individu dengan gaya kognitif field independent unggul dalam mengingat informasi sosial, seperti percakapan atau interaksi interpersonal, mungkin karena mereka lebih terbiasa dalam hubungan sosial. Tetapi, individu dengan gaya kognitif field dependent memiliki kemampuan lebih dalam menganalisis

46 Prabawa, Endra Ari.,,,,,. H. 122

(47)

informasi yang kompleks, yang tak terstruktur dan mampu mengorganisasinya untuk memecahkan masalah.47

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngilawajan menunjukkan bahwa subjek FI memahami masalah lebih baik bila dibandingkan dengan subjek FD.48 Penelitian yang dilakukan oleh Arifin menunjukkan bahwa siswa dengan gaya kogntif field independent memiliki respon pemecahan masalah matematika yang lebih kompleks diabndingkan dengan field dependent yang cara pengerjaannya lebih umum.49 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Vendiagrys yaitu (1) untuk subjek FI dalam menyelesaikan masalah memiliki profil, dapat memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat matematika. Lebih analitis dalam menerima informasi, dapat memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, dan memecahkan masalah pada konteks kehidupan nyata, memperoleh jawaban benar. (2) untuk subjek FD dalam menyelesaikan masalah memiliki profil, dapat memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat mengubah ke dalam kalimat matematika, lebih global menerima informasi, mudah terpengaruh manipulasi unsur pengecoh karena memandang secara global, tidak dapat memperluas hasil pemecahan masalah, memberikan suatu

47 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2017 ), h. 149

48 Ngilawajan, D. A. 2013. Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Turunan Ditinjau dari Gaya Kognitif Field Independent dan Field Dependent.

Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1): 71 49Arifin,..., h. 20

(48)

pembenaran berdasarkan pada hasil, dan memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, sering tidak dapat memperoleh jawaban yang benar.50

Masing-masing tipe gaya kognitif terhadap pemecahan masalah siswa yang berbeda juga memiliki pemecahan masalah yang berbeda pula.

Contohnya saja, siswa gaya kognitif FI akan menggunakan berbagai rumus untuk memecahkan masalah yang ada. Sedangkan siswa gaya kognitif FD hanya menggunakan rumus yang telah ditentukan atau yang dipelajari sebelumnya.

E. Penelitian Relevan

Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan dan terkait dengan analisis hasil belajar matematika ditinjau dari gaya kognitif field dependent dan field independent :

1. Arifin “Profil Pemecahan Masalah Matematika Siswa ditinjau dari Gaya Kognitif dan Efikasi Diri pada Siswa Kelas VIII Unggulan SMPN 1 Watampone” memberikan hasil yang menunjukkan dalam 8 kelompok tersebut terdapat warna berbeda yang bisa diperoleh dari keragaman pemecahan masalah matematika dengan memperhatikan gaya kognitif dan efikasi diri. Siswa dengan gaya kognitif field independent memiliki respon pemecahan masalah matematika yang lebih kompleks dibandingkan dengan field dependent yang cara pengerjaannya lebih umum. Disinilah efikasi diri akan berperan sebagai faktor yang mempunyai pengaruh besar

50Vendiagrys,..., h. 34.

(49)

terhadap gaya kognitif yang dimiliki oleh siswa dalam pemecahan masalah matematika.

2. Vendiagrys “Analisis Kemampuan Pemecaha Masalah Matematika Soal Setipe TIMSS Berdasarkan Gaya Kognitif Siswa pada Pembelajaran Model Problem Based Learning” memberikan hasil sebagai berikut (1) untuk siswa dengan gaya kognitif FI dalam menyelesaikan masalah memiliki profil: dapat memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke dalam kalimat matematika, lebih analitis dalam menerima informasi, dapat memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, dan memperoleh jawaban yang benar; (2) untuk siswa dengan gaya kognitif FD dalam menyelesaikan masalah memiliki profil dapat memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat mengubahnya ke dalam kalimat matematika, lebih global dalam menerima informasi, mudah terpengaruh manipulasi unsur pengecoh karena memandang secara global, tidak dapat memperluas hasil pemecahan masalah, memberikan suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, memecahkan masalah dalam konteks kehidupan nyata, dan sering tidak dapat memperoleh jawaban yang benar.

3. Nuurul Fadliilah, “ Gaya Kogntif Field Dependent dan Field Independent siswa SMP kelas VII dalam memecahkan masalah matematika pada materi segitiga dan segiempat berdasarkan gender “. Adapun hasil penelitian, yaitu (1) Siswa SMP laki-laki kelas VII dengan gaya kognitif FI

(50)

melakukan pemecahan masalah matematika dengan lengkap. (2) Siswa SMP perempuan kelas VII dengan gaya kognititf FI melakukan pemecahan masalah matematika dengan lengkap tetapi kurang yakin. (3) Siswa SMP laki-laki kelas VII dengan gaya kognitif FD melakukan pemecahan masalah matematika dengan tidak lengkap. (4) Siswa SMP perempuan dengan gaya kognitif FD melakukan pemecahan masalah matematika dengan lengkap tetapi kurang teliti.

4. Darma andreas ngilawajan, “ Proses berpikir siswa sma dalam memecahkan masalah matematika materi turunan Ditinjau dari gaya kognitif Field independent dan field dependent”. Adapun hasil penelitian, yaitu Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan kedua subjek pada langkah memahami masalah, yaitu subjek FI memahami masalah lebih baik bila dibandingan dengan subjek FD. Selain itu, subjek FI menunjukkan pemahaman yang baik terhadap konsep turunan bila dibandingkan dengan subjek FD.

F. Kerangka Berpikir

Dalam proses pembelajaran matematika, banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah sehingga hasil belajar yang diperolehpun tidak maksimal. Kesulitan ini muncul karena siswa hanya terfokus pada masalah yang dihadapi sehingga jawaban akhir adalah sebagai satu-satunya tujuan dari pemecahan masalah.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan berfikir matematika tingkat tinggi karena dalam pemecahan masalah

Referensi

Dokumen terkait

Kasus Dokter Fiera Lovita merupakan salah satu kasus yang terjadi akibat efek new media , kasus ini menjadi viral setelah dirinya mendapat intimidasi dari FPI (Front Pembela

 Kecamatan Ratu Samban, terdiri dari 9 Kelurahan yaitu : Kelurahan Anggut Atas,.. Kelurahan Anggut Bawah, Kelurahan Anggut Dalam, Kelurahan Kebun

6HODLQ LWX GDUL KDVLO ZDZDQFDUD \DQJ WHODK SHQHOLWL ODNXNDQ NHSDGD JXUX SHQJDPSX PDWD SHODMDUDQ %DKDVD ,QGRQHVLD SDGD WDQJJDO 2NWREHU GLNHWDKXL WHUGDSDW EHEHUDSD SHUPDVDODKDQ

Yunus, dkk (2008 dalam Riwu Kaho, 2012) yang mengkaji tentang neraca air ( water budget atau yang secara sederhana dapat diartikan sebagai pada saat kapan air hujan akan berada

Media Perintis, hal.. bermanfaat tau tidak mendukung proses pembelajarannya seperti kumpul-kumpul di warung, bermain game di gerai game hingga siswa lupa waktu untuk belajar. Karena

Dimensi lain – dari ilmu fardhu ‘ain – adalah ilmu-ilmu yang berkenaan dengan perbuatan yang wajib akan dilaksanakan.. Misalnya, orang yang akan berniaga wajib mengetahui

Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh (75.0%) dengan tingkat kecukupan energi yang kurang banyak terdapat ada contoh yang berpendapatan < Rp

Konsep redesain pelabuhan bertema transisi ini diterapkan dalam perancangan total seluruh bangunan terminal guna meningkatkan pelayanan pelabuhan umum serta menambahkan