• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Jembatan merupakan suatu struktur yang berfungsi sebagai konektor antara dua tempat yang memiliki sebuah halangan atau rintangan. Rintangan yang dimaksud dapat berupa sungai, jurang, saluran drainase, rel kereta api, rawa danau dan lain lain. Pengertian yang lain dapat diartikan bahwa jembatan memiliki fungsi pemberian layanan infrastruktur keselamatan untuk para pengguna jasa lalu lintas, perencanaan jembatan harus mempertimbangkan beberapa hal salah satunya persyaratan teknis, kebutuhan dalam pemenuhan pelayanan transportasi, dan lain sebagainya.

Jembatan merupakan bagian dari infrastruktur darat yang sangat krusial dalam mengontrol arus perjalanan (traffic flows). Selain memiliki fungsi sebagai penghubung atau konektor jalur transportasi, jembatan juga berperan penting dalam penyambung serta pengembang perekonomian bagi suatu daerah. Bahkan sebuah jembatan dapat dijadikan sebuah ikon/simbol dari daerah tersebut.

Kesimpulan dari penjelasan di atas, bahwa jembatan merupakan bagian dari sistem transportasi yang terdiri dari: (Bambang Supriyadi, 2007)

1. Jika jembatan runtuh sistem akan lumpuh

2. Merupakan pengontrol kapasitas dari sistem, dan 3. Mempunyai biaya tertinggi per mil dari sistem

Pada perencanaan jembatan mutu yang dimiliki struktur beton prategang tentunya di atas mutu rata-rata diatas mutu beton bertulang konvensional. Yang mana beton prategang terfokus pada pemberian tegangan internal dengan besaran dan distribusi sedemikian rupa untuk mengimbangi beban yang bekerja dari luar.

Dalam pemilihan beton prategang sebagai komponen penyusun jembatan ini karena beton prategang memiliki beberapa kelebihan:

1. Dapat menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan beton normal.

(2)

5

2. Untuk jembatan yang memilukan span panjang, dimensi penampang relatif lebih kecil/ramping, sehingga berat profil menjadi lebih ringan dan efisien..

3. Tahan terhadap air dan tahan terhadap korosi.

2.1.1 Umur Rencana Jembatan

Beberapa jenis jembatan direncanakan memiliki umur 50 tahun, kecuali:

a. Direncanakan 20 tahun untuk jembatan sementara/demountable

b. Direncanakan 100 tahun untuk jembatan-jembatan khusus yang ditentukan oleh pihak berwenang sebagai jembatan dengan spesifikasi luar biasa penting dalam aspek perekonomian atau jembatan strategis

Perkiraan untuk umur rencana jembatan bukan dengan asumsi struktur dipakai secara terus menerus dalam kurun waktu tertentu tanpa adanya tindakan pemeliharaan/maintenance secara teratur dan perlu adanya pemeriksaan secara menyeluruh terhadap struktur jembatan, sehingga dapat digunakan sampai pada akhir umurnya.

2.1.2 Klasifikasi Jembatan

Berbagai macam/jenis jembatan berdasarkan lokasi, fungsi, bahan pembentuk, bahan konstruksi dan tipe struktur hingga saat ini telah mengalami banyak perubahan-perubahan secara signifikan yang disebabkan oleh kebutuhan dan perkembangan zaman. Struktur jembatan mempunyai beberapa klasifikasi yaitu:

(3)

5

(4)

5 1.1.3 Tata Cara Pemilihan Jembatan

Dalam sebuah perencanaan struktur jembatan tentunya ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan yang mempengaruhi perencanaan sebuah jembatan.

Kondisi geografis dan juga Spand jembatan sangat menentukan pemilihan tipe dari struktur jembatan itu sendiri. Spand terpanjang sungai merupakan faktor penting yang harus diperhatikan untuk merencanakan sebuah struktur jembatan.

Berdasarkan bentang jembatan, terdapat batasan dalam pemilihan struktur jembatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini: (bridge engineering, classification, design loading, an analysis method 2017)

(5)

5 2.1.4 Jembatan Prategang

Jembatan beton prategang (Prestressed Concrete Bridge) merupakan sebuah struktur yang terdiri dari beton bertulang yang diberikan tambahan kekuatan dengan kabel baja yang dipasang menerus sepanjang gelagar jembatan. Pada jembatan prategang untuk bahan yang digunakan dalam jembatan prategang ini merupakan bahan kabel dan bahan beton. Dalam kedua material penyusun utama beton prategang memiliki peranan dalam pemberian gaya tegangan awal yang berupa gaya tarik pada beton dikarenakan beton yang notabene kuat terhadap gaya tekan namun lemah terhadap gaya tarik. Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwasanya tegangan tarik dapat diatasi oleh struktur beton prategang yang diakibatkan oleh beban yang bekerja. Material tendon terdiri dari beberapa bagian kecil tendon (bar, strand, wire), angkur (angkur mati dan angkur hidup) dan selongsong tendon. Jembatan beton prategang juga memiliki berbagai macam bentuk dan dimensi untuk memenuhi kebutuhan konstruksi di suatu proyek. Berikut macam profil jembatan prategang, yaitu:

1. Profil I

Profil I merupakan salah satu profil beton prategang yang mana memfokuskan dalam mencapai keefektifan serat terluar dengan memberikan kekuatan gaya tekan. Keuntungan dari profil I adalah kelangsingan profil yang dimiliki serta inersia yang tinggi. Dari segi pelaksanaan penampang I juga menjadi penampang yang paling mudah diaplikasikan pada site konstruksi.

Profil I sering menjadi pilihan untuk dijadikan pilihan untuk perencanaan jembatan dengan bentang kecil sampai menengah. ketika saat peralihan ataupun pada saat beban batas dan beban bekerja.

(6)

5 2. Profil T (T-Beams)

T-Girder merupakan salah satu macam profil yang biasa dipakai pada perencanaan jembatan. Keuntungan dari T-Girder sendiri yaitu waktu pelaksanaan proyek menjadi lebih cepat karena pelat lantai kendaraan sudah menjadi satu kesatuan dalam profil T-girder. Perbandingan rasio beban mati dengan beban hidup yang cukup besar tidak menimbulkan masalah pada penggunaan penampang T yang diakibatkan adanya tegangan tekan yang cukup besar pada bagian serat bawah ketika tahap transfer, yang menjadi salah satu keunggulan profil T.

(7)

5 3. Profil Kotak (Box-Beams)

Box beam merupakan profil yang sering kali menjadi pilihan sebagai profil untuk beam, yang mampu menahan beban lateral karena stabilitas penampang terhadap beban lateral. Selain itu juga profil box juga memiliki kelebihan menjadi momen puntir.

2.2 Jembatan Box girder

Box girder adalah salah satu produk jenis profil jembatan beton prategang (precast) dimana bentuk profil berupa balok berongga. Jenis profil ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain memiliki inersia yang tinggi yang berpengaruh kepada tahanan momen statis serta kuat terhadap torsi. Selain itu juga memiliki berat sendiri yang tidak terlalu besar dari dimensi utuhnya, karena pada umumnya profil Box Girder memiliki rongga pada tengan profilnya. Box Girder dengan penampang trapezium merupakan salah satu dari sekian banyak tipe profil yang sering menjadi pilihan untuk perencanaan jembatan dengan bentang menengah, serta penampang trapesium yang memiliki kelebihan dapat didesain sesuai dengan kebutuhan dari perencanaan di lapangan. Gelagar Box Girder yang akan digunakan dalam sebuah perencanaan konstruksi akan terlebih dahulu di desain serta dipabrikasi di pabrik guna menjaga serta mengontrol kualitas.

(8)

5 2.2.1 Desain Perencanaan Awal

Batasan dalam perencanaan dimensi box girder adalah 1/15<H/L<1/3 serta nilai optimum sebesar 1/18-1/20 (Bambang Supriyadi, Jembatan). Untuk bagian yang belum ditentukan ditentukan menggunakan acuan Podolny dan Muller (1982):

2.3 Struktur beton prategang 2.3.1 Definisi

Beton merupakan material yang sangat kuat dalam menahan gaya tekan, namun kelemahan beton tidak kuat menahan gaya tarik yang terjadi. Berlawanan dengan material beton, material baja merupakan material yang kuat menahan gaya tarik namun lemah akan terhadap gaya tekan. Kedua material ini apabila dikombinasikan akan menjadi struktur beton bertulang (reinforced concrete) yang mampu bekerja sama dalam menahan gaya tekan dan tarik. Namun dari dua komponen di atas masih bekerja tidak dalam satu kesatuan dalam menahan gaya

(9)

5

yang bekerja. Akibatnya penampang beton bertulang tidak dapat bekerja secara efektif.

Berat isi beton bertulang yang cukup besar yaitu 2.400 kg/m3 menjadikan sebuah kelemahan, dapat dibayangkan berapa berat penampang yang tidak diperhitungkan untuk memikul tegangan (bagian tarik). Untuk mengatasi ini pada beton diberi tekanan awal sebelum beban-beban bekerja, sehingga seluruh penampang beton dalam keadaan tertekan seluruhnya, inilah yang kemudian disebut beton prategang (prestressed concrete).

Beton prategang juga dapat diartikan sebagai beton yang dimana tegangan tariknya pada saat kondisi pembebanan tertentu dihilangkan atau dikurangi sampai batas aman dengan adanya pemberian gaya tekan permanen, dan baja prategang yang digunakan untuk keperluan struktur ini ditarik sebelum beton mengeras (pretension) atau setelah beton sudah mencapai umur siap (posttension).

Perbedaan utama antara beton bertulang dan beton prategang:

● Beton bertulang: Beton dan baja dikombinasikan membentuk kombinasi struktur beton bertulang. Yang mana baja menahan gaya tarik sedangkan beton menahan gaya tekan. Penempatan yang tepat untuk tulangan lentur, Tegangan yang bekerja yaitu tarik dan tekan dapat dipikul.

● Beton prategang: Dengan mutu beton dan baja yang memiliki spesifikasi mutu tinggi dapat dikombinasi secara aktif, namun kombinasi dari beton bertulang merupakan kombinasi pasif dikarenakan kedua material tidak

(10)

5

bekerja dalam satu kesatuan. Penarikan baja lalu ditahan oleh beton merupakan salah satu cara mengkombinasikan kedua material secara aktif, sehingga beton dalam keadaan tertekan. Tegangan tarik yang terjadi akibat beban yang bekerja dapat diminimalisir dengan kondisi beton yang sebelumnya dalam keadaan tertekan. Berikut ilustrasi hasil penjabaran di atas pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Ilustrasi Beton Prategang

(Sumber: Bamabang Supriyadi, 2007)

2.3.2 Konsep Prategang

Beton yang mengalami tegangan internal akibat penarikan/stressing dan penyaluran sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal merupakan pengertian dari beton prategang (T.Y.Lin, 2000). Terlebih dahulu dilakukan pemberian gaya tekan untuk mencegah retak-retak akibat tegangan tarik sedangkan dilakukan penarikan terlebih dahulu terhadap baja yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pemanjangan yang berlebihan pada saat pembebanan.

Pada dasarnya beton sangat rentan terhadap gaya tarik, namun sangat kuat menahan gaya tekan. Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan menambahkan tegangan gaya tekan agar dapat melawan tegangan tarik yang terjadi akibat beban yang kerja yang terjadi pada bagian penampang.

Untuk pemberian tegangan tekan dengan cara menambahkan tendon baja dengan mutu tinggi kedalam beton sebesar dengan nilai gaya prategang yang telah direncanakan. Tegangan yang terjadi akibat penambahan gaya prategang dapat

(11)

5

berupa kondisi tertekan pada seluruh bentang atau terdapat bagian yang diperkenankan adanya gaya tarik. Tergantung jenis perencanaan serta ditinjau dari kontrol keamanan dan kelayakan.

a. Konsep Pertama

“Sistem Prategang untuk mengubah material beton menjadi material yang elastis dari sifat awalnya yang getas”

Eugene Freyssinet menggambarkan dengan pemberian gaya tekanan terlebih dahulu pada beton akan merubah beton menjadi material yang elastis, yang pada dasarnya memiliki sifat yang getas. Dengan adanya gaya tekan, membuat beton menjadi kuat memikul tekanan yang semula bersifat getas. Dikarenakan adanya tekanan internal, dapat menahan tegangan tarik akibat beban eksternal yang bekerja. Berikut penjabaran dari penjelasan di atas:

(12)

5

Terjadi tegangan tekan pada pusat penampang beton sebesar P/A, di mana

“P” merupakan gaya tekan dan “A” merupakan luas dari penampang beton. Serta ditambah dengan akibat pembebanan (beban merata dan berat sendiri beton) akan menyebabkan terjadinya tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan terjadi di atas garis netral yang besarnya pada serat terluar penampang adalah:

Tegangan: 𝑓 =𝑀 𝑥 𝑐

𝐼 (Sumber: Nawy,2011)

Pada serat atas balok terjadi tegangan tekan akibat gaya prategang yang dikombinasikan dengan tegangan akibat pembebanan (−𝑀 𝑥 𝑐

𝐼 ). Oleh karena itu akibat pembebanan serta pemberian gaya prategang, nilai kapasitas tegangan tekan balok akan relatif berkurang untuk memikul beban luar yang bekerja. Dengan demikian, posisi tendon prategang di bawah sumbu netral, agar menciptakan tegangan tarik di serat atas. Apabila tendon diletakkan pada eksentrisitas (e) dari

(13)

5

pusat beban beton maka disebut garis cgc sehingga akan timbul momen Pe, dan tegangan dibawah bentang menjadi:

Pada konsep ini untuk mendesain elemen beton prategang, beton harus ditinjau dari tegangan akibat gaya luar yang bekerja secara transversal maupun secara longitudinal. Sehingga gaya prategang awal dan gaya prategang saat beban bekerja dapat dihitung dengan persamaan berikut:

(14)

5

● Seluruh beban bekerja

Intensitas penuh beban setelah pelaksanaan yang terjadi pada kurun waktu mengakibatkan kehilangan gaya prategang. Dengan demikian gaya prategang yang digunakan adalah gaya prategang efektif. Jika momen total akibat beban gravitasi adalah MT maka:

(15)

5 b. Konsep Kedua

“Sistem Prategang dengan Kombinasi Material Baja dan Beton dengan Mutu Tinggi”

Pada konsep ini mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi dari baja dan beton seperti pada beton bertulang, di mana baja merupakan material yang mampu menahan gaya tarik dan beton sebagai material yang mampu menahan gaya tekan. Dengan demikian tahanan untuk menahan momen eksternal terbentuk dari kedua material:

Untuk melawan momen akibat beban luar, suatu kopel momen terbentuk dengan gaya tekan C pada beton serta baja prategang ditarik dengan gaya prategang sebesar (T). Baja mutu tinggi dipakai dengan cara menariknya sebelum kekuatannya dimanfaatkan sepenuhnya. Jika baja mutu-tinggi ditanamkan pada beton, seperti pada beton bertulang biasa, beton sekitarnya akan menjadi retak berat sebelum seluruh kekuatan baja digunakan. Oleh karena itu, baja perlu ditarik sebelum nya terhadap beton.

Secara sederhana dapat dilihat dari diagram benda bebas berikut:

Gambar 2. 12 Diagram beda beban untuk mencari garis C (pusat tekanan)

(16)

5

(Sumber: Nawy, 2011)

𝑓𝑡= − 𝑃𝑒

𝐴𝑐(1 −𝑒′𝑐𝑡 𝑟2 ) 𝑓𝑏 = −𝑃𝑒

𝐴𝑐(1 +𝑒′𝑐𝑏 𝑟2 )

(17)

5 c. Konsep Ketiga

“Sistem Prategang untuk Mencapai Perimbangan Beban”

Dalam hal ini struktur beton prategang, pengaruh prategang diasumsikan sebagai gaya yang mampu menyeimbangankan berat sendiri, sehingga tidak terjadi tegangan lentur pada saat dibebani. Teknik ini didasarkan pada penggunaan gaya vertikal atas pada tendon prategang, untuk mengimbangi beban yang bekerja pada suatu balok. Berikut ilustrasi dari penjabaran di atas:

Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil sebagai benda-bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton sepanjang bentang.

Gambar 2. 14 Tendon yang mengalami beban transversal

(Sumber: Nawy, 2011)

(18)

5

Ilustrasi dari gambar diatas, distribusi dari beban akibat gaya prategang secara merata ke arah atas dinyatakan sebagai berikut:

𝑇 =𝑞𝑙2 8𝑎

Apabila layout tendon berbentuk parabolik dan gaya prategang ditulis dengan P, maka intensitas beban akan seimbang dan persamaan menjadi:

2.3.3 Metode Beton Prategang 1) Metode Konsep Dasar

Dalam perencanaan komposisi beton prategang, maka gaya tegang pada bagian serat akan secara langsung diperhitungkan dari gaya eksternal yang akan bekerja pada beton yang mengakibatkan pemberian prategang longitudinal dan beban eksternal transversal.

(19)

5 2) Metode Garis C (Metode Elastis)

Di dalam konsep thrust atau line-of-pressure, dengan menggunakan prinsip statika, serta asumsi berupa balok elastis dari beton kemudian dianalisis. Gaya tekan eksternal diasumsikan sebagai gaya prategang, dengan gaya tarik konstan “T” di tendon seluruh bentang. ∑H = 0 dan

∑M = 0 merupakan persamaan keseimbangan yang dipakai untuk mempertahankan keseimbangan penampang. Kondisi-kondisi di atas dapat diilustrasikan pada gambar berikut:

(20)

5 3) Metode Penyeimbangan Beban

Metode penyeimbangan beban ini dengan lintasan tendon harped dan draped sangat diuntungkan pada penggunaan gaya horizontal (ke atas), yang berfungsi sebagai penyeimbang reaksi dari beban gravitasi yang bekerja pada balok prategang. Sehingga metode penyeimbang beban ini digunakan ketika tendon prategang dengan lintasan yang membentuk lintasan lengkung (parabolik), sebagaimana yang telah diilustrasikan dalam gambar 2.17.

(21)

5 2.3.4 Keuntungan Beton Prategang

Keuntungan dari beton prategang antara lain:

1. Lebih kuat dalam menahan torsi

2. Struktur beton prategang memiliki profil yang lebih relatif ramping.

3. Seluruh bagian penampang pada beton prategang akan lebih efektif, namun pada beton tulangan hanya berada pada atas cgc yang lebih relatif efektif,

4. Terjadi lendutan yang relatif lebih kecil,

5. Keretakan pada bagian struktur beton prategang relatif lebih kecil, 6. Efektif dalam segi kebutuhan dikarenakan penggunaan material mutu

tinggi.

7. Daya tahan akan kondisi berkarat akan lebih relatif kecil.

(22)

5 2.3.5 Material Beton Prategang

a. Beton Mutu Tinggi

Pada struktur beton prategang, bahan yang digunakan merupakan bahan yang relatif memiliki mutu tinggi, seperti beton mutu tinggi dimana menurut ACI 318, beton yang mempunyai kuat tekan silinder melebihi 6.000 Psi (41,4 Mpa).

Kekuatan dengan nilai tersebut diperlukan beton untuk menahan gaya tekan yang diberikan pada struktur beton prategang agar tidak mengalami keretakan maupun kerusakan. Berikut ini karakteristik untuk beton dengan mutu tinggi:

● Mempunyai kekuatan menahan gaya tekan yang relatif tinggi. Kuat tekan beton (fc’) relative adalah lebih dari 30 MPa.

● Daya ikat baik terutama untuk sistem pratarik.

Dalam SNI 03-2874-2002 ditentukan bahwa kuat tarik pada beton ts’ = 0,50 fc’ sedangkan untuk ACI ditetapkan nilai σts’ = 0,60 fc’. Dengan modulus elastisitas pada beton E dalam SNI 03-2874-2002 ditentukan:

Ec = (wc’) 1,5 x 0,043 fc’

Keterangan:

Ec = Modulus elastisitas beton (MPa) wc’ = berat volume beton (kg/m3) fc’ = tegangan tekan beton (Mpa)

sedangkan untuk beton normal diambil Ec = 4700 fc’ (MPa)

(23)

5

Gambar 2. 18 Sifat utama beton yang baik

(Sumber: Beton Prategang Nawy, 2001)

b. Tendon Baja Prategang

Baja prategang dipakai untuk mengantisipasi kehilangan gaya prategang akibat susut beton dan rangkak. Sehingga material prategang efektif menggunakan spesifikasi mutu sangat tinggi dengan nilai mencapai 270.000 Psi atau lebih (1862 MPa atau relatif lebih tinggi lagi). Baja prategang yang memiliki mutu tinggi dapat menstabilkan kehilangan di beton sekitarnya dan memiliki nilai tegangan sisa yang bisa menahan gaya prategang. Besarnya kehilangan prategang normal diperkirakan antara rentan 35.000 sampai 60.000 Psi (241 sampai 414 MPa). Ciri fisik yang dimiliki baja berkekuatan tinggi yaitu:

● Baja dengan kuat tarik tinggi

● Modulus elastis rendah

● Batas elastis tinggi

(24)

5

● Relaksasi rendah

● Tahan korosi

Bentuk dari baja prategang dapat berupa kawat tunggal, strands (terdiri atas beberapa kawat yang dipuntir) membentuk elemen tunggal dan batang-batang bermutu tinggi.

(25)

5 c. Selongsong Tendon (Duct)

Selongsong merupakan saluran yang diperuntukkan untuk kabel prategang yang terbuat dari lapisan tipis. Bahan dari saluran harus dapat ditembus oleh pasta semen dan juga menyalurkan tegangan lekat yang dibutuhkan serta dapat mempertahankan bentuknya.

Pada sistem pasca tarik pada selongsong harus memenuhi syarat sebagai berikut:

● Harus kedap mortar

● Tidak reaktif dengan beton, baja prategang, atau bahan grouting yang akan digunakan

Minimal diameter untuk selongsong adalah 6 mm lebih besar dari diameter tendon ataupun minimal luas sebesar 2 kali luas tendon.

d. Angkur

Spesifikasi angkur yang akan digunakan harus memiliki spesifikasi tinggi serta jaminan mutu serta dipabrikasi oleh pabrikator yang berkompeten. Dimana mutu angkur sudah dipastikan sesuai dengan spesifikasi Teknik serla lolos dalam tahap pengujian. Penarikan dan penjangkaran strand pada ujung balok serta saluran tandon diletakkan pada angkur. Terdapat dua macam tipe angkur dalam sistem prategang, yaitu angkur mati dan angkur hidup.

(26)

5 e. Penyambung (Coupler)

Penyambung (coupler) harus dapat menyalurkan gaya tarik yang besar dari material yang disambungkan. Penyambung diposisikan pada area yang telah direncanakan dengan sedemikian rupa untuk memungkinkan terjadinya gerakan yang diperlukan.

f. Baja Non Prategang

Penulangan baja untuk beton terdiri dari batang tulangan, kawat (jalinan dan di las), dimana semuanya material dibuat sesuai dengan standar ASTM. Syarat mutu pada baja tulangan adalah:

1. Modulus Elastisitas (E) 2. Kuat Leleh (fy)

3. Kuat Ultimit (fu) 4. Notasi mutu baja

5. Ukuran diameter batang atau kawat

Untuk meningkatkan daya ikat antara baja dan beton maka dilakukan deformatif, serta penempatan pada daerah permukaan batang sesuai dengan spesifikasi ASTM. Spesifikasi untuk deformasi adalah spesifikasi ASTM A616-76 haruslah memenuhi dalam spesifikasi ASTM A616-76, sehingga batang dapat dikatakan sebagai deformed atau berulir.

(27)

5 2.3.6 Metode Penegangan

Ada dua macam jenis beton prategang, yaitu:

a. Sistem Pratarik (Pretension)

Dalam metode ini, beton pertama-tama akan dituangkan serta dicetak, dan kemudian tendon ditarik untuk diberikan gaya prategang. Gaya prategang melewati beton prategang pada sambungan ketika beton cukup mengeras kemudian dilakukan pemotongan tendon. Metode aplikasi pratarik ini sangat cocok untuk produksi secara massal. Setelah tahap pengecoran selesai, dilanjutkan dengan meregangkan baja prategang ke angkur independen. Biasanya, gaya pratekan diberikan di lokasi pabrikasi.

Gambar 2. 24 Prinsip Pratarik (Pre-tension) Tahap A

(28)

5

Pemasangan kabel baja terlebih dahulu pada cetakan balok pratarik.

Kemudian tendon pada balok prategang diberikan gaya prategang atau ditarik sesuai dengan kekuatan rencana. Kemudian tendon akan ditahan oleh angkur yang berada di kedua sisi ujung balok. (gambar 2.25.A).

Tahap B

Kemudian material beton dicor ke dalam bekisting yang telah disiapkan sesuai bentuk profil dengan keadaan tendon sudah diberikan gaya tarik rencana.

Pengecoran dilakukan dengan sangat teliti. Jangan sampai terdapat area yang tidak terisi oleh beton dengan sempurna. Hal tersebut akan mengurangi kualitas dari produksi profil prategang. (gambar 2.25.B).

Tahap 3

Ketika beton sudah mengering, berarti beton telah mencapai umur normal beton, yang artinya segi umur beton mampu menerima gaya prategang yang telah diberikan. Selanjutnya tendon akan dipotong dan dilepas dari angkur yang menahan selama proses pengeringan beton, sehingga gaya prategang akan ditransfer ke beton dan siap dalam kondisi layan. Pada tahap ini beton akan mengalami Chamber dikarenakan pemberian gaya prategang serta beton belum mendapatkan beban tambahan dari luar. (gambar 2.25.C).

b. Sistem Pasca Tarik (Posttension)

Untuk metode pasca-tarik, selongsong tendon akan dipasang terlebih dahulu sesuai dengan layout rencana. Kemudian dilakukan pengecoran sesuai dengan profil yang telah didesain. Beton akan dicor terlebih dahulu kemudian dilakukan penarikan pada tendon merupakan prinsip dari metode pasca-tarik. Pada metode ini, layout dari selongsong akan dipasang terlebih dahulu sebelum pengecoran dilakukan. Ketika beton telah selesai pengecoran, dilanjutkan dengan pemasangan tendon ke dalam selongsong tendon. Setelah beton mencapai umur siap kekuatan direncanakan akan dilanjutkan dengan pemberian gaya prategang sesuai dengan desain rencana. Pada tahap akhir selongsong tendon diberikan bahan grouting untuk memenuhi ruang-ruang kosong di dalam selubung tendon.

(29)

5

Gambar 2. 25 Prinsip Pascatarik (Post-tension) Tahap A

Pada saat sebelum pengecoran pada balok prategang, akan dipasang terlebih dahulu Duct atau selongsong tendon yang sudah di plot posisinya sesuai dengan desain rencana. Pada bekisting sudah siap dengan tulangan akan dilakukan pengecoran secara bertahap. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengecoran beton ke dalam cetakan/bekisting. (gambar 2.26 A).

Tahap B

Saat beton sudah mencapai umur normal beton atau sudah dalam kondisi siap layan, tendon dimasukkan ke dalam selongsong (duct) serta tendon diberikan gaya prategang sesuai dengan kekuatan rencana. Pada metode ini pemberian gaya prategang dapat dilakukan dengan cara penarikan dari salah satu sisi saja (sisi lain ditahan oleng angkur mati). Kemudian dapat juga dilakukan dengan cara penarikan tendon di kedua sisi balok. Kemudian setelah selesai pemberian gaya prategang sesuai dengan kuat rencana. Setelahnya adalah proses grouting yaitu menyuntikkan bahan grouting melewati lubang inlet dengan tekanan tinggi. (gambar 2.26 B).

Tahap C

Pada tahap akhir balok mengalami kondisi tertekan setelah dilakukan pemberian gaya prategang yang telah dikunci/diangker sehingga gaya prategang

(30)

5

akan ditransfer serta ditahan oleh beton. Gaya prategang pada tendon mampu memberikan beban yang merata pada balok yang arahnya ke atas karena tendon dipasang parabola sehingga balok melengkung ke atas (chamber). (gambar 2.26 C).

2.3.7 Tahap Pembebanan

Pembebanan pada struktur beton prategang tidak seperti pembebanan pada beton bertulang konvensional, namun pembebanan struktur beton prategang memiliki 2 tahap bagian pembebanan. Pemeriksaan ini harus selalu dilakukan ketika terjadi dalam kondisi tertekan ataupun kondisi tertarik di setiap penampang selama dalam fase pembebanan. Terdapat 2 tahap pembebanan pada struktur beton prategang yaitu:

a. Tahap Transfer

Tahap transfer merupakan kondisi dimana beton mulai mengalami proses pengeringan dan tendon-tendon prategang diberikan gaya prategang. Pada tahap ini, beban yang bekerja hanya beban mati struktur (selfweight, beban pekerja, beban alat). Selama tahap transfer, beban hidup tidak berpengaruh, momen kerja paling kecil, dan gaya kerja paling besar, karena belum terjadi kehilangan prategang.

b. Tahap Servis

Tahap servis merupakan kondisi penggunaan beton prategang sebagai elemen struktur. Beban eksternal (beban mati, beban angin, beban hidup dan beban seismik) sudah mulai berlaku. Kondisi ini didapatkan setelah mempertimbangkan semua kehilangan gaya prategang. Pada tahap servis, nilai dari gaya prategang menunjukkan nilai minimum, namun untuk nilai dari beban eksternal yang bekerja menunjukkan nilai maksimum.

(31)

5 2.3.8 Kehilangan Prategang

Kehilangan prategang dapat didefinisikan sebagai tahapan kehilangan kekuatan gaya tegang/tekan pada tendon prategang yang tereduksi akibat beberapa faktor/penyebab. Perlu di perhatikan dengan seksama bahwa tegangan tersebut tidak akan bertahan secara konstan seiring dengan berjalannya waktu. Tegangan akan berubah-ubah setiap waktu uang disebabkan oleh peningkatan tegangan tekan beton yang berimplikasi pada meningkatnya modulus elastisitas beton. Berikut pembagian kehilangan gaya prategang secara umum:

Tabel 2. 4 Tipe Kehilangan Gaya Prategang

Kategori

Tipe Kehilangan

Prategang

Metode Transfer Kehilangan Tegangan Pre-

Tensioned

Post- Tensioned

Interval

Waktu Total

Immediate Loss

Elastic Shortening (ES)

Saat Transfer

Saat Transfer

Berurutan - ΔfpES

Friction (F)

Sebelum dan Sesudah Transfer

Sesudah

Transfer ΔfpF (ti,tj) ΔfpF

Anchorage Setting Loss (A)

Sesudah Transfer

Sesudah

Transfer ΔfpA (ti,tj) ΔfpA

Time- Dependent

Loss

Relaxation of Tendons (R)

Sesudah Transfer

Sesudah

Transfer ΔfpR (ti,tj) ΔfpR Creep of

Concrete (CR) - Saat Jacking - ΔfpCR

Shrinkage of

Concrete (SH) - Saat Jacking - ΔfpSH

(Sumber: Perancangan Beton Prategang, ITB)

a. Kehilangan Elastis Segera (Immediate elastic losses)

Pada sistem beton pratarik, kehilangan diakibatkan oleh Elastic Shortening akibat perpendekan beton. Adapun pada sistem beton prategang pasca tarik, Elastic Shortening tidak terjadi karena pengurangan tegangan elastic sudah terjadi pada saat penarikan sebelum tendon di angkur. Tetapi, apabila tendon ditarik secara bergantian satu persatu, maka kehilangan prategang pada satu tendon akan terjadi dikarenakan oleh tendon yang lain ditarik (setelah pengangkuran).

Setelah pemberian gaya prategang langsung terjadi kehilangan prategang merupakan pengertian dari kehilangan elastis segera. Penyebab dari kehilangan gaya prategang segera yaitu:

(32)

5

b. Kehilangan Bergantung Waktu (Time Dependent Losses)

Waktu dari dimulainya proses pengecoran sampai dengan pelepasan kabel prategang pada beton tersebut sebenarnya sangat penting dalam merencanakan konstruksi untuk memastikan bahwa kekuatan beton yang di fabrikasi sudah sesuai dengan kekuatan rencana desain. Kehilangan gaya prategang akibat susut dan rangkak creep and shrinkage) maupun relaksasi dari baja merupakan fenomena kehilangan gaya prategang yang dipengaruhi oleh waktu serta independen. Hal tersebut dikarenakan bahan penyusun beton prategang memiliki properti yang sangat bergantung dengan waktu. Penyebab kehilangan gaya prategang yang dipengaruhi oleh waktu adalah:

● Beton Prategang terjadi susut

● Rangkak (creep)

● Baja mengalami relaksasi

1) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Perpendekan Elastis Beton (ES) Elastic Shortening akibat perpendekan beton terjadi pada beton pratarik.

Sedangkan, Elastic Shortening tidak terjadi pada beton pasca-tarik dikarenakan pengurangan tegangan elastis telah terjadi saat penarikan sebelum tendon di angkur.

● Sistem Pratarik

Rasio antara modulus elastisitas beton dan tegangan beton menjadi salah satu faktor kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis (elastic shortening) dimana baja prategang terletak dan dapat dinyatakan oleh persamaan:

Keterangan:

(33)

5 - 𝑛 = 𝐸𝑠

𝐸𝑐𝑖

- 𝑓𝑐𝑠 = −𝑃𝑖

𝐴𝑐(1 +𝑒2

𝑟2) +𝑀𝐷 𝑒𝑏

𝐼𝑐

● Sistem Pasca-Tarik

Metode post-tension (pasca–tarik) kehilangan akibat perpendekan elastis beton tidak terjadi pada kabel tunggal, gaya prategang diukur setelah perpendekan elastis beton terjadi. Apabila digunakan kabel prategang lebih dari satu kabel prategang, kabel pertama yang telah ditarik menjadi penentu kehilangan gaya prategang serta nilai yang digunakan adalah setengahnya, untuk memperoleh nilai rerata dari kabel secara keseluruhan. Sehingga kehilangan gaya prategang pada metode post-tension dapat dinyatakan dalam persamaan:

2) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Friksi (F)

Pada struktur beton prategang terdapat gesekan antara penarik dan ankur dengan beton dikarenakan oleh jalur tendon yang melengkung, sehingga tegangan pada tendon menjadi lebih kecil dari pada nilai pada alat baca tegangan (pressure gauge). Berikut beberapa penyebab kehilangan prategang akibat gesekan:

● Pergerakan dari selongsong (wobble) kabel prategang, untuk itu dipergunakan koefisien wobble K

● Kelengkungan tendon/kabel prategang, untuk itu digunakan koefisien gesekan μ

Pengaruh dari kelengkungan itu sendiri merupakan layout tendon yang mana kelengkungan dari tendon akan sangat berpengaruh, sedangkan untuk efek wobble dapat diartikan hasil dari ketidaktepatan alinyemen yang disengaja maupun tidak disengaja, karena layout perletakan saluran tidak dapat secara sempurna.

Keterangan:

- 𝛼 = 8𝑦

𝑥

- Besaran dari K dan L dapat dilihat pada tabel.

(34)

5

3) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Pengangkuran (A)

Akibat adanya blok-blok pada angker pada saat proses jacking struktur beton prategang pasca-tarik, mengalami kehilangan gaya prategang akibat pengangkuran.

Kehilangan gaya prategang ini juga terjadi pada perletakan bekisting prategang pada metode pratarik sebab adanya penyesuaian terhadap gaya prategang yang ditransfer ke perletakan.

4) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Rangkak pada Beton (CR)

Rangkak (creep) merupakan gerakan lateral pada struktur akibat adanya tegangan longitudinal serta pembebanan. Regangan elastis merupakan deformasi yang terjadi di awal akibat beban yang bekerja biasa, sedangkan regangan rangkak merupakan nilai tambahan yang terjadi akibat beban yang bekerja secara terus menerus.

(35)

5

5) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Susut (SH)

Sama halnya pada rangkak, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi adanya kehilangan gaya prategang akibat susut. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi waktu antara akhir perawatan eksternal, pemberian prategang, dan waktu perawatan, proporsi jenis agregat, jenis semen, campuran, dimensi struktur dan kondisi lingkungan. Kehilangan prategang akibat susut relatif lebih kecil untuk metode pasca-tarik, hal itu disebabkan karena susut telah terjadi sebelum pemberian pasca tarik.

(36)

5

6) Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaksasi Baja (R)

Tendon stress-relieved akan merupakan kehilangan gaya prategang akibat perpanjangan konstan oleh waktu. Rasio antara prategang awal dan kuat leleh baja prategang (𝑓𝑝𝑖

𝑓𝑝𝑦) juga menjadi penyebab kehilangan prategang.

2.4 Lintasan Tendon

Lintasan/jalur tendon adalah area/daerah sepanjang jembatan yang akan dilalui atau dipasang tendon. Dengan beberapa macam tipe lintasan tendon seperti titik berat dari tendon prategang (center gravity of steel / CGS) dengan lintasan lurus, lintasan dengan persamaan linear dari tumpuan ke tengah bentang yang memiliki eksentrisitas yang besar pada tengah bentang (harping), serta tendon yang memiliki lintasan dengan jalur membentuk garis lengkung/parabolic (draped) Berikut persamaan parabolik yang ditentukan dengan titik-titik:

(37)

5 2.5 Daerah Aman Kabel

Daerah aman tendon diperuntukkan agar memberikan batasan batasan terhadap eksentrisitas tendon pada sebuah balok sederhana. Pemberian batasan ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam desain rencana diperbolehkan terjadi tegangan tarik atau tidak. Serta untuk memberikan batasan posisi ordinat maksimum dan minimum kabel dari selubung atas dan bawah terhadap kern atas dan kern bawah.

Jika MD adalah momen yang terjadi akibat beban mati serta MT adalah momen total yang terjadi akibat semua beban yang bekerja, sehingga lengan kopel antara garis tekan pusat (garis C) dan pusat garis tendon prategang (garis cgs) yang disebabkan MD dan MT masing-masing adalah amin d

(38)

5

kern bawah, sehingga mencegah terjadinya tegangan tarik di serat ekstrim atas.

Dengan demikian, eksentrisitas bawah yang membatasi adalah

Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa jarak minimum dibawah kern atas, garis cgs ditentukan sedemikian hingga garis C tidak terletak di atas garis kern atas, sehingga tegangan tarik di serat ekstrim bawah tidak terjadi. Dengan demikian, eksentrisitas atas yang membatasi adalah:

Et = (amax – kt)

Gambar 2. 27 Daerah Aman Kabel

(39)

5 2.6 Balok Ujung

Tekanan yang besar terjadi di arah longitudinal pada penampang tumpuan di segmen kecil dimuka ujung balok, baik pada balok pratarik maupun pada balok pasca tarik, akibat dari gaya prategang yang besar. Pada balok pratarik transfer beban yang terpusat dari gaya prategang ke beton di sekitarnya secara gradual terjadi di seluruh panjang 𝑙𝑡(𝑙𝑡 = 1

1000(𝑓𝑝𝑒

3 ) 𝑑𝑏) muka penampang tumpuan. Pada balok pasca tarik, transfer dan distribusi beban secara gradual tidak mungkin terjadi karena gayanya bekerja secara langsung di muka ujung balok melalui plat tumpu dan angker. Kadang-kadang luas penampang perlu diperbesar secara gradual di lokasi yang semakin mendekati tumpuan dengan cara membuat lebar badan di tumpuan sama dengan lebar sayap untuk mengakomodasi tendon yang ditinggikan.

Namun, peningkatan luas penampang tersebut tidak berkontribusi dalam mencegah retak spalling atau bursting, dan tidak mempunyai pengaruh pada pengurangan tarik transversal di beton. Ilustrasi untuk zona angker tendon sebagai berikut:

(40)

5

Guna mencegah retak spalling dan bursting maka perkuatan pengangkuran sangat dibutuhkan di daerah transfer beban dalam bentuk tulangan tertutup, sengkang, atau alat – alat penjangkaran yang menutupi semua prategang utama dan penulangan longitudinal non – prategang. Persamaan yang direkomendasikan untuk menghitung gaya tarikan memecah (bursting) yaitu :

Tegangan bantalan izin tergantung pada beberapa faktor , seperti luas tulangan pada angkur, perbandingan luas bantalan terhadap luas total dan metode perhitungan tegangan. Berikut persamaan untuk menghitung tegangan tumpuan rata-rata di beton.

2.7 Tulangan Geser

Keretakan diagonal dalam struktur beton prategang dapat dicegah dengan adanya perencanaan tulangan geser. Pada dasarnya fungsi tulangan geser adalah:

1. Gaya geser terfaktor eksternal Vu dipikul sebagian oleh penulangan tersebut.

2. Penulangan tersebut menahan posisi batang tulangan utama longitudinal agar dapat memberikan pengekangan terhadap beton di daerah tekan jika sengkang yang digunakan adalah sengkang tertutup.

3. Retak diagonal dapat dibatasi oleh penulangan tersebut.

(41)

5

Gambar 2. 30 Sengkang Vertikal

Kekuatan geser batas beton (Vc) merupakan tahanan geser nominal beton polos di bagian badan serta dapat dihitung berdasarkan retak geser terlentur (Vci) dan kondisi retak geser bagian badan (Vcw) berikut ini:

𝑉𝑐𝑖 = (1

20√𝑓𝑐 𝑥 𝑏𝑤𝑥 𝑑𝑝) + 𝑉𝑑+ 𝑉𝑖

𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠(𝑀𝑐𝑟) 𝑉𝑐𝑤 = [0,3 (√𝑓𝑐 + 𝑓𝑝𝑐)] 𝑥 𝑏𝑤 𝑥 𝑑𝑝+ 𝑉𝑑 Sedangkan jarak antar sengkang:

𝑠 = 𝐴𝑣𝑓𝑦𝑑 (𝑉𝑢

𝜙 ) − 𝑉𝑐

= 𝐴𝑣𝜙𝑓𝑦𝑑 𝑉𝑢− 𝜙𝑉𝑐

(42)

5

Gambar 2. 31 Jarak Tulangan Badan

2.8 Sambungan Antar Segmen

Terjadinya gaya geser antar segmen Girder yang dipasang secara segmental pada titik sambung (joint), memerlukan perencanaan kuncian antar segmen sehingga mencegah terjadinya geser. Terdapat dua desain dari pengunci geser antar segmen (shear key) yaitu sambungan kering dan sambungan basah. Kekuatan tahan

(43)

5

geser menjadi kekuatan utama dalam menahan gaya geser yang terjadi. Namun pada sambungan basah sambungan geser terdapat bahan tambahan lem untuk menahan terjadinya gaya geser.

2.9 Lendutan Jembatan

Pada saat kondisi transfer, akibat adanya gaya prategang yang diberikan pada struktur dan beban luar yang bekerja relatif kecil, maka jembatan beton prategang akan mengalami defleksi ke arah atas (chamber). Namun, pada saat servis maka jembatan beton prategang akan mengalami defleksi ke bawah atau melendut. Nominal lendutan pada batang prategang dapat dihitung dengan rumus :

2.10 Metode Konstruksi 2.10.1 Prinsip Konstruksi

Secara umum metode konstruksi untuk jembatan beton dibagi menjadi dua yaitu Cast in situ dan Precast Segmental. Cast In Situ merupakan metode pelaksanaan dimana bagian dari jembatan dibuat/dipabrikasi di area site konstruksi.

Sedangkan untuk Precast Segmental bagian dari jembatan dibuat/dipabrikasi di

(44)

5

pabrik pembuatan. Yang kemudian hasil dari fabrikasi dikirim ke site konstruksi untuk dilakukan pemasangan.

Metode Cast In Situ terdiri dari beberapa metode pelaksanaan antara lain:

1. Movable Scaffolding System 2. Incremental Launching Method

3. Balanced Cantilever dengan Form Work 4. Cable Stayed dengan Form Traveller

Sedangkan untuk metode Precast Segmental terdiri dari:

1. Balanced Cantilever Erection with Launching Gantry 2. Balanced Cantilever Erection with Lifting Frames 3. Span by Span with Launching Gantry

4. Balanced Cantilever Erection with Cranes

Gambar 2. 33 Metode Span by Span

2.10.2 Penarikan Kabel Prategang

Sebelum melakukan penarikan kabel prategang, kabel terlebih dahulu dibersihkan dari material-material yang dapat mengganggu proses penarikan kabel dengan cara meniupkan udara bertekanan ke dalam selongsong. Kemudian dilakukan penarikan pendahuluan kabel, yang bertujuan untuk menegangkan kabel dari posisi lepas. Kemudian dilakukan penarikan sesuai dengan kekuatan tarik rencana. Biasanya pada ujung kabel diberikan tanda sebagai batas pemuluran kabel.

(45)

5 2.10.3 Grouting

Pekerjaan grouting dilakukan dengan cara menginjeksi pasta semen grouting dari ujung ke ujung girder. Akan tetapi sebelum penginjekan selubung kabel (duct) akan dialiri air terlebih dahulu melalui lubang inlet. Setelah itu baru pekerjaan grouting dapat dilakukan sampai semua selubung (duct) terpenuhi dengan cairan grouting. Kemudian menutup kedua ujung girder dengan campuran semen, pasir, dan air, disebut dengan patching mortar. Tujuannya adalah untuk menutup rongga di dalam tendon yang tidak penuh dengan untaian strand sehingga strand ter- bounding dan melekat menyatu dengan beton.

2.11 Pembebanan Pada Jembatan

Dalam perencanaan suatu jembatan syarat utama adalah melakukan pembebanan rencana yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. SNI 1725:2016 (Standar Pembebanan untuk Jembatan) merupakan standar pembebanan yang berlaku serta digunakan dalam perencanaan struktur jembatan beton prategang.

Pada suatu perencanaan jembatan harus memperhitungkan gaya gaya dalam yang terjadi akibat pemberian beban rencana pada struktur jembatan serta adanya kombinasi-kombinasi pembebanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya dalam perencanaan struktur jembatan yang kokoh.

Pada perencanaan jembatan beton prategang ini beban yang bekerja secara keseluruhan pada konstruksi akan dihitung berlandaskan SNI 1725:2016. Terdapat beberapa jenis beban yang dipakai dalam perencanaan pembebanan yaitu beban mati, beban hidup dan aksi lingkungan.

2.11.1 Beban Mati (Dead Load) a. Berat Sendiri/Selfweight (MS)

Berat sendiri/Selfweight adalah berat dari bagian dari konstruksi jembatan tersebut serta bagian struktural lain yang ditahannya. Seperti halnya adalah berat bahan dan bagian jembatan, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap

(46)

5

tetap. Adapun nilai faktor beban yang digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada tabel berikut.

b. Berat Mati Tambahan/Utilitas (MA)

Beban mati tambahan adalah berat dari seluruh bahan yang nonstruktural, dan dapat berubah-ubah selama umur jembatan yang direncanakan.

2.11.2 Beban Hidup (Live Load) a. Beban Lajur “D” (TD)

Beban terbagi rata (BTR) dan beban garis (BGT) merupakan bagian dari beban lajur (D) yang saling berhubungan seperti pada gambar yang disajikan. Nilai faktor beban yang digunakan untuk beban lajur "D" seperti pada tabel tersebut:

(47)

5

Berdasarkan SNI 1729:2016 Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut:

Keterangan:

q = intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)

L = panjang total jembatan yang dibebani (meter)

Gambar 2. 34 Beban Lajur “D”

b. Beban Truk “T” (TT)

Beban truk "T" bekerja pada pelat lantai. Serta pada SNI 1725:2016 tertera bahwa beban truk “T” dengan beban "D" tidak dapat digunakan bersamaan. Beban

“T” hanya diperbolehkan untuk perhitungan struktur lantai. Nilai factor untuk beban "T" yaitu:

(48)

5

Gambar 2. 35 Pembebanan Truk “T”

c. Gaya Rem (TB)

Asumsi penempatan gaya rem yaitu secara horizontal pada jarak 1800 mm pada permukaan lantai kendaraan dengan arah masing-masing arah longitudinal serta dipilih yang paling menentukan. Gaya rem harus diambil yang terbesar dari :

● 25 % dari berat gandar truk desain atau

● 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR d. Gaya Sentrifugal (TR)

Untuk tujuan menghitung gaya radial atau efek guling dari beban roda, pengaruh gaya sentrifugal pada beban hidup harus diambil sebagai hasil kali dari berat gandar truk rencana dengan faktor C sebagai berikut:

(49)

5 2.11.2 Aksi Lingkungan

a. Beban Angin

Beban angin horizontal dapat diasumsikan yang disebabkan oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (VB). Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10 meter diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana, harus dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

(50)

5

Arah angin harus diasumsikan horizontal, kecuali ditentukan dalam Pasal 9.6.3 (SNI 1725-2016). Apabila terhambat dengan data yang tidak lengkap, maka tekanan angin rencana dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini:

𝑃𝐷 = 𝑃𝐵(𝑉𝐷𝑍 𝑉𝐵)

2

Keterangan:

PB = tekanan angin dasar

Total beban angin pada struktur jembatan beton prategang, tidak boleh lebih kecil dari 4,4 kN/mm pada bidang tekan serta 2,2 kN/mm.

Beban dari struktur atas, jika angin bekerja tidak tegak lurus struktur, maka tekanan angin dasar dalam berbagai sudut serang maka harus dikerjakan pada titik berat dari area yang terkena beban angin dan dapat diambil seperti yang ditentukan

(51)

5

dalam Tabel 2.13. Pada arah sudut serang ditentukan tegak lurus terhadap arah longitudinal. Arah angin pada perencanaan harus menghasilkan pengaruh yang paling buruk pada komponen jembatan yang ditinjau. Tekanan angin melintang dan memanjang harus diaplikasikan secara bersamaan dalam perencanaan.

b. Beban Gempa

Dalam mendesain sebuah struktur jembatan harus dipertimbangkan juga terhadap beban gempa. Struktur jembatan harus bisa menahan gaya gempa agar tidak jadi kerusakan ataupun sampai terjadi keruntuhan pada jembatan. Beban rencana gempa menggunakan rumus periode alami ditentukan berdasarkan sistem dinamis dengan satu derajat kebebasan tunggal sebagai berikut:

Sedangkan untuk gaya horizontal yang dapat ditentukan berdasarkan rumus seperti di bawah ini yakni:

(52)

5

Nilai koefisien respon elastik (Csm) dapat dilihat dari peta percepatan batuan dasar dan periode ulang gempa rencana serta spektra percepatannya disesuaikan dengan peta daerah gempa. Angka koefisien percepatan yang didapat berdasarkan pada peta gempa yang dikalikan dengan faktor amplifikasi yang sesuai dengan keadaan tanah sampai kedalaman 30 m di bawah struktur jembatan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan lampu LED celup lebih efektif untuk digunakan sebagai alat bantu pada perikanan bagan.. Kata kunci: LED, lampu LED celup, dan bagan apung

Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , akan hadir suatu masa atas umatku, mereka menjauh dari para ulama dan fuqaha, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka

Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. 3.2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2004 tentang

Pengamatan tahun 2004 ditemukan 16 jenis tumbuhan air, dimana Potamogeton malaianus merupakan tumbuhan yang dominan dijumpai pada semua stasiun pengamatan, kecuali pada

Nilai t statistic 6,353 &gt; t tabel 1,960 dan p value 0,000 &lt; 0,05 menunjukkan bahwa hipotesis 2 pada penelitian ini dapat diterima yang artinya semakin rendah persepsi

Sebagai contoh tindak pidana kompsi yang telah terjadi adalah pada jabatan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi ( Kepala SKK Migas)

Peneliti menyusun bahan ajar sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan menggunakan model pembelajaran storytelling, membuat lembar observasi, membuat