• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling

2.1.1. Pengertian Kepuasan

Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; prihal (hal bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang dikarenakan mengkonsumsi produk atau jasa untuk mendapatkan suatu pelayanan dari jasa. Kepuasan adalah tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa oleh Wilkie (Tjipto, 2007). Kepuasan adalah (satisfaction) suatu perasaan senang dan kecewa yang timbul karena membandingkan dari produk ( hasil) terhadap ekpektasi mereka (Kotler, 2009). Jika kinerja gagal memenuhi ekpektasi pelanggan tidak akan puas sebaliknya jika kinerja dapat memenuhi ekpektasi maka pelanggan akan merasa puas dan jika kinerja melebihi ekpektasi maka pelanggan akan merasakan sanggat puas. Jadi tingkat kepuasan merupakan perbedaan fungsi dari kinerja yang dirasakan sama harapan yang ingin dicapai. Bila layanan sesuai yang diharapkan siswa maka siswa akan merasakan kepuasan dan sebaliknya apabila layanan yang diterima siswa tidak sesuai dengan apa yang diharapkan siswa maka tidak akan merasakan kepuasan.

(2)

Kepuasan pelanggan dalam artian di sini adalah peserta didik yang menerima layanan Bimbingan dan Konseling. Juran dan Arif ( 2007) Kepuasan pelanggan adalah hasil yang dicapai ketika keistimewaan produk merespon kebutuhan pelanggan. Band (Nasution, 2005) mengemukakan kepuasan pelanggan adalah sebagai perbandingan antara kualitas barang atau jasa yang diberikan dengan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Oliver( Nasution, 2005) Kepuasan pelanggan adalah penilaian terhadap penampilan dan kinerja barang atau jasa apakah dapat memenuhi tingkat keinginan, hasrat dan keinginan pelanggan. Dengan demikian kepuasan pelanggan (siswa) adalah tanggapan evaluasi berupa penilaian antara apa yang menjadi keinginan, harapan dan kemauan terhadap kinerja layanan yang didapatkannya.

Kualitas layanan sangat erat hubungannya dengan kepuasan pelanggan apabila layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan sangat berkualitas sudah pasti kepuasan siswa atas layanan tersebut pun akan didapatkan ini sesuai dengan pendapat Schannar (Tjipto, 2008) yang menyatakan bahwa startegi kepuasan pelanggan adalah merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan komitmen, baik yang menyangkut dana maupun sumber daya manusia. Kolarik (2005) mengungkapkan kualitas layanan bimbingan dan konseling adalah layanan bimbingan dan konseling yang mampu memenuhi harapan oleh para pemakai jasa (siswa).

Kotler (2004) menguraikan tentang kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan (dalam hal ini siswa) kualitas yang tinggi akan memberikan kepuasan yang tinggi

(3)

pula. Apabila kualitas layanan BK memenuhi harapan siswa maka, siswa akan merasakan puas atas layanan BK di Sekolah secara langsung akan meningkatkan kinerja guru bimbingan dan konseling di sekolah.

Lebih lanjut Dadang Suhardan (2006) menjelaskan bahwa ada tiga konsep dasar dalam memahami konsep kualitas yaitu:

a. Quality Assurance. merujuk pada ketentuan yang berdasarkan standar persyaratan dan metode seperti yang telah ditetapkan oleh badan ahli, kualitas harus melalui uji penilaian yang sesuai dengan persyaratan standart.

b.Contract Comformance. kualitas harus sesuai dengan kontrak atau memenuhi kesepakatan bersama dimana standar kualitas spesifikasinya ditetapkan berdasarkan negosiasi ketika kontrak disepakati

c. Cusromer Driven.kualitas harus memenuhi kebutuhan pelanggan(siswa) kualitas pada definisi ini adalah merujuk pada penilaian siswa atas layanan Bimbingan dan Konseling yang diterimanya.

2.1.2. Dasar Penyusunan Program Layanan (Wawancara guru BK SMP N 09)

Dalam penyusunan program layanan guru BK berlandaskan berbagai hal sehingga program kerja yang disusun benar-benar sesuai dengan apa yang benar- benar dibutuhkan oleh siswa yang disesuaikan dengan program bimbingan dan konseling yang terdapat di SMP Negeri 09 Salatiga.

(4)

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 35 ayat(2)

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan

5. SKB Mendiknas dan Kepala BAKN No. 0433/P/1993 dan No. 25 tahun 1993 bahwa Guru Pembimbing Wajib membimbing 150 orang siswa minimal sampai 225 orang maksimal

6. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasioan tentang Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru.

2.1.3.Komponen Program Bimbingan dan Konseling(rambu-rambu BK 2007)

Program bimbingan dan konseling mengandung empat komponen pelayanan:

1. Pelayanan dasar

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli melalui kegiaatan melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam menjalani

(5)

kehidupannya. Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan.

Materi pelayanan dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian diantaranya: (1) self-esteem, (2) motivasi berprestasi, (3) keterampilan pengambilan keputusan, (4) keterampilan pemecahan masalah, (5) keterampilan hubungan antar pribadi atau komunikasi, (6) penyadaran keragaman budaya dan (7) perilaku bertangung jawab).

2. Pelayanan responsif

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas- tugas perkembangan yang meliputi konseling individual, konseling krisis konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli adalah ragam bimbingan yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif. Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan konseli masalah konseli berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal kerena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif.

3. Perencanaan individual

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman tentang kelebihan dan kekuangan dirinya, serta pemahaman akan peluang ketersediaan dilingkungannya. Tujuan dari perencanaan individual disini untuk membantu konseli agar (1) memiliki pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya (2) mampu menentukan tujuan perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karier, dapat melakukan berbagai kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan dan rencana yang telah dirumuskan. Fokus dari pengembangan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek akademik, karier, dan sosial pribadi.

(6)

4. Dukungan sistem

Merupakan komponen dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur, dan pengembangan kemajuan profesional konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.

2.1.4 Tujuan Bimbingan dan Konseling(Rambu-rambu BK 2007)

Tujuan pelayanan bimbingan ialah agar konseli dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya dimasa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1) mengenal dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya, (2) mengenal dan memahami potensi atau peluang yang ada dilingkungannya, (3) mengenal dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut, (4) memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan masyarakat, (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya; dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.

Secara khusus bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi- sosial, belajar (akademik), dan karir.

1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseli adalah sebagai berikut.

1. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.

2. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.

(7)

3. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta dan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.

4. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.

5. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

6. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat

7. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

8. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.

9. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.

10. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.

11.Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah sebagai berikut.

1. Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.

2. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.

3. Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.

4. Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.

5. Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.

6. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.

(8)

3. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karier adalah sebagai berikut.

1. Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.

2. Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karier yang menunjang kematangan kompetensi karir.

3. Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.

4. Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita kariernya masa depan.

5. Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.

6. Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.

7. Dapat membentuk pola-pola karier, yaitu kecenderungan arah karier.

Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.

8. Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karier amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki. Oleh karena itu, maka setiap orang perlu memahami kemampuan dan minatnya, dalam bidang pekerjaan apa dia mampu, dan apakah dia berminat terhadap pekerjaan tersebut.

9. Memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.

2.1.5 Fungsi Bimbingan dan Konseling(Rambu-rambu BK pendidikan formal 2007)

1. Fungsi Pemahaman,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseli

(9)

diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

2. Fungsi Fasilitasi,

Memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.

3. Fungsi Penyesuaian,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.

4. Fungsi Penyaluran,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun diluar lembaga pendidikan.

5. Fungsi Adaptasi,

Yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.

6. Fungsi Pencegahan (Preventif),

Yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan

(10)

kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat- obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).

7. Fungsi Perbaikan,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.

8. Fungsi Penyembuhan,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karier. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.

9. Fungsi Pemeliharaan,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.

10. Fungsi Pengembangan,

Yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli.

Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.

(11)

2.1.2. Layanan Bimbingan dan Konseling

Layanan bimbingan dan konseling atau yang bisa disebut layanan BK adalah layanaan bantuan yang dilakukan oleh guru pembimbing bagi peserta didik (siswa) melalui kegiatan-kegiatan kelas/diluar kelas yang disajikan secara sistematis dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara optimal (Yusuf dan Nurihsan, 2008). Biasanya bimbingan dan konseling disebut bersama sehingga tercipta istilah majemuk bimbingan dan konseling (Guidance and Counseling). Hal ini sebenarnya tidak perlu, karena konseling merupakan salah satu layanan bimbingan disamping layanan yang lain, seperti mengumpulkan data dan penyebaran informasi, dengan demikian, pelayanan bimbingan dengan sendirinya mencakup pula layanan konseling. Namun layanan konseling sungguh merealisasi tujuan bimbingan dan merupakan layanan inti (Winkel dan Hastuti, 2005).

Lingkup layanan bimbingan konseling dalam menunjang pelayanan bimbingan dan konseling untuk mencapai kompetensi menurut Depdikbud ( dalam surya 2008) adalah;

a. Bimbingan pribadi

Untuk mencapai kompetensi; (a). Pemantauan sikap dan kebiasaan bermoral, (b) Pemahaman kekuatan dan kelemahan diri, (c). Upaya pengenalan kelemahan dan kelebihan diri, (d).Pemahaman bakat dn minat pribadi, (e) Pemahaman dan pengalaman hidup sehat.

b. Bimbingan sosial

(12)

Untuk mencapai kompetensi (a). Pemahaman dan pengalaman disiplin peraturan sekolah, (b). pengembangan hubungan yang harmonis dengan teman sebaya, (c). Pengembangan hubungan harmonis dengan anggota keluarga, (d) Pengembangan kemempuan berhubungan sosial dengan menjunjung tinggi nilai dan norma agama, adat istiadat serta peraturan hukum, (e). Pengembangan komunikasi secara lisan dan tulisan, (f) pengembangan kemampuan menyelesaikan konflik.

c. Bimbingan belajar

Untuk mencapai kompetensi: (a) pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, (b). menumbuhkan motivasi belajar yang mandiri dan berkelompok, (c).Pengembangan penguasaaan materi pembelajaran untuk pencapaian tujuan belajar, (d). Pemanfaatan kondisi lingkungan sekolah untuk mengembangkan pengetahauan, keterampialan dan kepribadian, (e). Orientasi belajar dijenjang pendidikan selanjutnya.

d. Bimbingan karier

Untuk mencapai kompetensi: (a) .Pemahaman informasi pendidikan, (b). pengenalan dunia kerja, (c). Orientasi dan informasi jabatan dan usaha, (d). Pengenalan konsep diri berkaitan dengan bakat dan kecenderungan pilihan jabatan serta arah pengembangan karier.

(13)

2.2 Gaya Kepemimpinan Guru Bimbingan dan Konseling

2.2.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan (Bahasa Inggris : Leadership Style) diartikan sebagai pola tindak seseorang dari seorang pemimpin sebagai ciri kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan orang-orang yang dipimpinnya (Davis & Newstorm, 1995). Hal ini sejalan dengan pendapat Hersey & Blanchard (Ignatius Onduko. 1994) yang menyatakan bahwa : Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditampilkan ketika mencoba mempengaruhi tingkah laku orang lain seperti yang dipersepsikan oleh orang yang akan kita pengaruhi tersebut.

Menurut Hersey & Kenneth H. Blanchard (Ignatius Onduko. 1994) pada dasarnya gaya kepemimpinan seseorang terbagi pada dua kecenderungan, yaitu :

1. Berorientasi pada tugas (task behavior)

Gaya ini ditandai dengan adanya beberapa hal seperti : pemimpin memberikan petunjuk-petunjuk kepada bawahan, selalu mengadakan pengawasan secara ketat, menyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan pemimpin dan pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pengembangan bawahan.

(14)

2. Berorientasi pada hubungan (relationship behavior)

Sedangkan gaya kepemimpinan ini, sebaliknya ditandai dengan beberapa gejala seperti berikut : pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan terhadap bawahan, pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan, pemimpin lebih bersikap penuh kekeluargaan, percaya, hubungan kerjasama yang saling hormat menghormati diantara sesama anggota kelompok.

2.2.2 Macam-macam gaya kepemimpinan

Hersey dan Blanchard (1982) membedakan dua kecenderungan tersebut ke dalam empat gaya kepemimpinan, yaitu : Telling, Selling, Participating dan Delegating.

1.Gaya kepemimpinan Telling

Gaya kepemimpinan Telling adalah gaya kepemimpinan yang ditandai perilaku pemimpin yang tidak mempercayai bawahannya dan banyak memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan segala sesuatu yang harus dilakukan tanpa memperhatikan kualitas hubungan antar pribadi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan ini pemimpin hanya memberikan instruksi dan pengarahan yang jelas tentang sebuah tugas. Ciri dari gaya ini adalah : pemimpin memberikan perintah khusus, pengawasan dilakukan secara ketat, pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan dimana pekerjaan itu harus dilakukan.

2. Gaya kepemimpinan Selling

Gaya kepemimpinan Selling adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin menekankan dua arah serta membantu meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri anggota, tetapi pemimpin tetap memegang tanggung jawab dan mengendalikan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingginya tuntutan menyelesaikan tugas tetapi pemimpin juga sangat memperhatikan kualitas hubungan dengan bawahannya. Ciri dari gaya selling ini adalah : tinggi tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menerangkan keputusan,

(15)

pemimpin memberikan kesempatan untuk penjelasan, pemimpin masih banyak melakukan banyak pengarahan, pemimpin melakukan komunikasi dua arah.

3. Gaya kepemimpinan Participating

Gaya kepemimpinan Participating, adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin dan anggota berbagi pengambilan keputusan dan pemimpin tidak banyak atau hanya memberikan perintah secara langsung. Gaya ini ditandai dengan perilaku pemimpin yang lebih banyak memfokuskan perhatian pada kualitas hubungan dan kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas. Gaya ini ditandai dengan ciri tinggi hubungan dan rendah tugas, dimana pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan dan membuat keputusan.

4. Gaya Kepemimpinan Delegating

Gaya kepemimpinan Delegating adalah gaya kepemimpinan dimana pemimpin tidak memperhatikan tugas dan hubungan dengan bawahan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi dari pemimpin kepada bawahan untuk melakukan tugas sendiri dengan sedikit pengarahan dan sedikit sekali kualitas hubungan antar personalnya. Ciri dari gaya ini adalah mempunyai hubungan dan tugas rendah, pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan, dimana seorang pemimpin membutuhkan visi dan target yang jelas dari apa yang didelegasikan.

Kurang intensifnya delegating bisa membuat penafsiran dan pelaksanaan berbeda dari apa yang diinginkan. Karena itu, jika ingin memakai gaya seperti ini, seorang pemimpin harus bisa mengkomukasikan visi dan targetnya secara jelas, sehingga para bawahannya bisa melihat dari hasil kerjanya.

Menurut Hersey & Blanchard Gaya kepemimpinan Selling dan Participating, adalah gaya kepemimpinan yang secara teoritis mampu mengembangkan kreativitas bawahan, karena gaya kepemimpinan tersebut lebih berorientasi pada hubungan.Guru BK yang cenderung menggunakan gaya tersebut akan berusaha memberikan rasa aman secara psikologis kepada siswa, memperhatikan perasaan dan kebutuhan siswa.

Gaya kepemimpinan Telling yang dengan ciri banyak memberikan instruksi dan tidak memperhatikan kualitas hubungan kepada orang-orang yang dipimpin secara teoritis akan menghambat perkembangan kreativitas. Demikian juga dengan gaya kepemimpinan Delegating yang digunakan guru BK secara teoritis berhubungan secara negatif, karena mempunyai ciri rendah hubungan dan rendah tugas, artinya dalam menerapkan gaya kepemimpinan Delegating guru BK sedikit sekali memberikan tuntunan dan arahan kepada siswa demikian juga dengan perhatian kepada hubungan antar pribadi tidak terlalu menjadi perhatian.

(16)

2.2.3 Kriteria Keberhasilan Pemimpin

Untuk mengetahui apakah seorang pemimpin berhasil dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik, Mulyasa (2004) mengemukakan beberapa kriteria, yaitu:

1.Dinamika organisasi.

2.Pengaruh atau kewibawaan pemimpin.

3.Sikap bawahan terhadap atasan.

Dari ketiga hal tersebut penulis uraikan sebagai berikut:

1. Dinamika Organisasi

Organisasi berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan yang dalam kaitan dengan kepemimpinan seseorang dalam memimpin organisasi dapat dilihat dari berbagai indikasi sebagai berikut (Mulyana, 2004):

1. Penampilan Kelompok.

2. Pencapaian Tujuan Kelompok.

3. Berlangsungnya Hidup Kelompok.

4. Pertumbuhan Kelompok.

5. Kesiagaan Kelompok.

6. Kemampuan Menyelesaikan Krisis.

2. Pengaruh Pemimpin

Pengaruh atau kewibawaan pemimpin sangat menentukan keberhasilan.

Seorang pemimpin yang berhasil, dapat dilihat melalui berbagai kriteria (Mulyasa 2004), yaitu:

1. Apakah pemimpin mampu meningkatkan rasa kebersamaan kelompok, kerja sama antar anggota, motivasi bawahan, pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan pemecahan konflik di antara bawahan.

2. Apakah pemimpin menaruh perhatian terhadap efisiensi tenaga ahli yang tersedia, pengaturan kegiatan, akumulasi dari berbagai sumber dan kesediaan kelompok untuk menghadapi perubahan dan krisis.

3. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kualitas kerja, menciptakan rasa percaya diri bawahan dan menghasilkan kecakapan bawahan dan memberi sumbangan terhadap pertumbuhan kejiwaan dan perkembangan bawahan.

3. Sikap Bawahan Terhadap Atasan

Bawahan dalam kehidupan organisasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seorang pemimpin. Sebab kepemimpinan itu sendiri merupakan proses interaksi antara pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan. Oleh sebab itu keberhasilan seorang pemimpin dapat diukur dari sikap bawahan terhadap pemimpin itu sendiri, melalui indikasi berikut (Mulyasa, 2004):

(17)

1. Apakah bawahan merasa puas terhadap pemimpin dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan hal-hal yang diharapkan bawahan.

2. Apakah bawahan merasa senang terhadap atasan, menghormati dan kagum padanya.

3. Apakah bawahan mempunyai rasa tanggung jawab besar untuk melaksanakan perintah atau sebaliknya melawan, atau bawahan tidak memperhatikan/menyabot perintah atasan.

Ada beberapa gejala sikap bawahan terhadap kepemimpinan atasan, yaitu:

1) Ketidak hadiran atau absensi.

2) Perbuatan semaunya.

3) Kesedihan.

4) Keluhan terhadap atasan.

5) Permintaan pindah.

6) Pemogokan.

7) Sikap lambat.

8) Kejadian yang sengaja menyabot peralatan dan fasilitas pelayanan.

9) Sikap permusuhan terhadap atasan.

2.4. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Sebelum melakukan penelitian ini penulis melakukan pengkajian terhadap hasil penelitian pendahulu yang relevan sebagai berikut:

Novita Wulan Sari dan S. Hafsah Budi A.2011. tentang Persepsi Siswa Terhadap Guru Bimbingan Konseling, Kepuasan Layanan Bimbingan Konseling di SMA Negeri 1 Sragi Pekalongan yang menyatakan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar (rxy) = 0,335 dan probabilitas p = 0,000 (p<0,01) antara persepsi siswa terhadap guru bimbingan konseling dengan kepuasan layanan bimbingan konseling, artinya terdapat korelasi positif yang sangat signifikan antara variabel persepsi siswa terhadap guru bimbingan konseling dengan variabel kepuasan layanan bimbingan konseling.

(18)

Silla, Onensius (2005) Penelitiannya yang berjudul hubungan gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru pada SMP N sekota Soe Kabupaten timur tengah selatan menemukan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan kepala sekolah dengan kinerja guru.

2.5. Kerangka Berfikir

Berlandaskan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya penulis cenderung berpendapat bahwa gaya kepemimpinan guru BK berpengaruh signifikan terhadap kepuasan atas layanan BK artinya gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling memberi sumbangan efektif terhadap kepuasan siswa atas layanan BK, apabila gaya kepemimpinan yang diterapkan guru BK ini tepat maka kepuasan siswa atas layanan BK nya pun akan tercapai.

2.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Ada pengaruh yang signifikan gaya kepemimpinan guru Bimbingan dan Konseling terhadap kepuasan atas layanan bimbingan dan konseling SMP Negeri 09 Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Learning Comunity : 1 Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan pengalaman 2 Ada kerjasama untuk memecahkan masalah 3 Pada umumnya hasil kerja kelompok

Data ini juga menunjukkan secara spesifik penempatan oksida besi di antara lembaran bentonit yang makin meningkat dengan meningkatnya suhu seperti yang diperoleh dari data

Analisis sidik ragam pengaruh kadar air biji kacang hijau yang berbeda dengan jenis abu terhadap jumlah telur, jumlah imago, persentase biji rusak dan persentase

Dalam menentukan probabilitas status akan ditentukan dulu besarnya probabilitas transisi yang dapat dihitung dari proporsi jumlah mesin yang mengalami transisi status

Tercapainya pengelolaan dan pemeliharaan sarana rumah sakit dengan baik, bermutu, profesional dan memuaskan sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku

Pada pertanyaan kelima tentang “Saya tidak memiliki ruang kantor yang cukup luas untuk menjalankan pekerjaan saya”, jawaban responden terbanyak adalah menjawab Setuju sebanyak

Pengujian BET dilakukan untuk mengetahui luas permukaan aktif dari WO 3 dalam bentuk serbuk menggunakan alat Quantachrome autosorb iQ, prosesnya dengan memberikan pemanasan

Pengenceran dilakukan dengan penambahan NaCl 0.9 % pada ekstrak kental daun salam dengan konsentrasi 100% yang didapat dari LPPT UGM.. Cawan Petri dihangatkan