• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESUME PERPAJAKAN : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN : ANDHIKA WAHYUDIONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESUME PERPAJAKAN : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN : ANDHIKA WAHYUDIONO"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME PERPAJAKAN

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN

BANGUNAN

DOSEN MATAKULIAH :

ANDHIKA WAHYUDIONO, S.Pd., M.Pd

KELOMPOK 11

MAHASISWA

MURIAHANA ARISTA F / 21201751

NOVIA QURROTA AYUN / 21101763

DHEA AYU MARITASARI / 21201769

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

BANYUWANGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK

(2)

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

1. Dasar Hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah:

· Dasar Hukum yang mengatur Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan perubahannya dalam UU No. 20 Tahun 2000. Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan tidak hanya meliputi jual beli saja.

· Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah.

· Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan.

· Peraturan Pemerintah No. 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB

Dalam diterapkannya Undang-undang ini maka:

· Dapat mengkonpensasikan penurunan penerimaan daerah karena diberlakukannya Undang-undang mengenai pajak dan retribusi daerah karena 99% penerimaan BPHTB dikembalikan kepada daerah.

· Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan.

· Menciptakan sistem perpajakan yang sederhana tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan keuangan Negara.

2. Pengertian Umum Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Bea perolehan hak atas tanah dan atau bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Serta hak atas tanah dan atau bangunan merupakan hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dengan UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangun.

Dalam UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 (disebut dengan UU BPHTB), memberikan pengertian mengenai BPHTB, yaitu Bea Perolehan

(3)

Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Jadi BPHTB adalah sama dengan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, berserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.

Dasar pengenaan atas bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dari nilai perolehan objek pajak dengan besaran tarif sebesar 5% dari nilai perolehan objek pajak. Pada awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, tetapi sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), mulai 1 Januari 2011, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

BPHTB 0% diberikan jika pembeli tanah atau bangunan merupakan wajib pajak orang pribadi yang berdomisili di DKI Jakarta paling tidak 2 tahun berturut-turut, belum mempunyai rumah sebelumnya dan Nilai Perolehan Objek Pajak sampai dengan Rp 2.000.000.000 (Dua Miliar Rupiah).

3. Objek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang No 21 Tahun 1997 yaitu perolehan hak atas tanah atau dan bangunan dimana perolehan hak ini bisa dalam hal pemindahan hak dan pemberian hak baru.

Beberapa sebab terjadinya perolehan hak tersebut dapat dijelaskan berikut ini: 1. Perolehan hak dalam istilah pemindahan hak terjadi karena:

− Jual Beli

− Tukar Menukar

− Hibah

− Hibah Wasiat

Yaitu suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah dan atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu, yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia.

(4)

− Waris

− Pemasukan dalam perseroan atau Badan Hukum lainnnya

Yaitu pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada perseroan terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada perseroan terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.

− Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

Yaitu pemindahan sebagian hak bersama atas tanah atau bangunan oleh orang pribadi atau badan kepada sesame pemegang hak bersama.

− Penunjukan pembeli dalam lelang

Yaitu penetapan pemenang lelang oleh pejabat lelang sebagaimana yangtercantum dalam risalah lelang.

− Pelaksanaan Putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Yaitu adanya peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam putusan hakim tersebut.

− Penggabungan Usaha

Yaitu penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang

menggabung.

− Peleburan usaha

Yaitu penggabungan dari dua atau lebih badan usaha dengan cara mendirikan badan usaha baru dan melikuidasi badan-badan usaha yang bergabung tersebut.

− Pemekaran Usaha

Yaitu pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan atau lebih dengan cara

mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama.

− Hadiah

Yaitu suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan atau bangunan yang dilakukan olehn orang pribadi atau badan hukum kepada penerima hadiah.

2. Perolehan hak dalam istilah pemberian hak baru terjadi karena:

− Kelanjutan pelepasan hak

Yaitu pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atas tanah yang berasal dari pelepasan hak.

− Diluar pelepasan hak

Yaitu pemberian hak baru atas tanah kepada orang pribadi atau badan hukum dari Negara atau dari pemegang hak milik menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(5)

Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :

a) perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; b) Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan

pembangunan guna kepentingan umum;

c) Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut; d) Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain

dengan tidak adanya perubahan nama; e) Orang pribadi atau badan karena wakaf;

f) Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

Objek pajak yang diperoleh karena waris, hibah wasiat, dan pemberian hak pengelolaan pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Diatur dalam UU Pokok Agraria (UU No. 5 / 1960):

− Hak milik

yaitu hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

− Hak guna usaha (HGU)

yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku

− Hak guna bangunan (HGB)

adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian.

− Hak pakai

adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain sesuai dengan perjanjian, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Diatur dalam UU Rumah Susun (UU No. 16 / 1985):

− Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat bagian bersama benda bersama, tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.

(6)

Diatur dalam PP No. 8 Tahun 1953:

− Hak pengelolaan yaitu hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya, antara lain berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, penyerahan bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.

· Objek Pajak Yang Tidak Dikenakan BPHTB

Berdasarkan ketentuan pasal 3 ayat (1) terdapat beberapa onjek pajak yang tidak dikenakan BPHTB yaitu:

1. Objek yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

2. Objek yang diperoleh Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.

3. Objek yang diperoleh Badan atau Perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut.

4. Objek yang diperoleh Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak atau karena perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.

5. Objek yang diperoleh Orang pribadi atau badan karena wakaf.

6. Objek yang diperoleh Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

· Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat kebawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami atau istri. Nilai Perolehan Objek Pajak tidak kena pajak ditetapkan secara

regional paling banyak Rp. 30.000.000,00.

4. Subjek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Subjek pajak yang dimaksudkan dalam BPHTB adalah orang pribadi atau badan usaha yang mendapatkan hak atas tanah dan bangunan. Artinya, subjek pajak BPHTB merupakan pihak

(7)

yang menerima pengalihan hak, baik itu orang pribadi atau badan usaha. Subjek pajak yang dikenakan kewajiban ini akan membayar pajak. Maka, disebut sebagai Wajib Pajak.

Pihak yang terkena kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi dan badan hukum. Selain itu, terdapat pihak yang dikecualikan dari kewajiban melunasi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yaitu:

1. Perwakilan diplomatik dan konsulat dengan asas timbal balik 2. Negara untuk melaksanakan kepentingan umum

3. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh keputusan menteri untuk menjalankan fungsinya

4. Orang pribadi atau badan, karena konversi hak atas tanah dan bangunan dengan tidak ada perubahan nama

5. Orang pribadi atau badan yang diperoleh dari wakaf

6. Orang pribadi atau badan yang diperuntukan untuk kepentingan ibadah.

5. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

(Pasal 5 Undang-undang No. 21 Tahun 1997 Undang-undang No. 20 Tahun 2000). Tarif pajak yang dikenakan atas objek BPHTB adalah sebesar 5% (lima persen). Besaran pokok Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff pajak (5%) dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Besarnya NPOPKP adalah NOP – NPOPKP. Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinya transaksi atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pengenaan pajaknya adalah NJOP PBB.

Yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak atau disingkat NPOP sesuai ketentuan pasal 6 undang-undang BPHTB.

Berdasarkan jenis perolehan haknya, NPOP tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jual beli = Harga transaksi

2. Tukar menukar = Nilai pasar 3. Hiba = Nilai pasar

4. Hibah wasiat = Nilai pasar 5. Waris = Nilai pasar

6. Pemasukan dalam Perseroan / Badan Hukum lainnya = Nilai pasar 7. Pemisahan Hak = Nilai pasar

8. Peralihan Hak karena Putusan Hakim = Nilai pasar 9. Pemberian Hak Baru = Nilai pasar

(8)

10. Penggabungan Usaha = Nilai pasar 11. Peleburan Usaha = Nilai pasar 12. Pemekaran Usaha = Nilai pasar 13. Hadiah = Nilai pasar

14. Lelang = Yang tercantum dalam risalah lelang

· Perhitungan Pajak BPHTB

(Pasal 8 Undang-undang No. 21 Tahun 1997 Undang-undang No. 20 Tahun 2000)

Secara umum besarnya BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) yang diperoleh dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) XXXXX Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) XXXXX (-) Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) XXXXX Besarnya BPHTB terutang = 5% X NPOPKP XXXXX

Sedangkan perhitungan BPHTB menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 89 adalah sebagai berikut:

Contoh :

1. Tuan Yudi membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Pajak Rp. 70.000.000,-. Sedangkan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di kabupaten/ kota tersebut Rp. 60.000.000,-.

Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) Rp. 70.000.000 Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) Rp. 60.000.000 (-)

(9)

Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) Rp. 10.000.000

Besarnya BPHTB terutang = 5% Rp. 10.000.000,- = Rp. 500.000,-2. Contoh Perhitungan BPHTB

Diketahui Objek Objek Pajak BPHYB sebagai Berikut; Objek Pajak

Luas Tanah, 100m2 = 100m2 x Rp 1.000.000,- Rp 100.000.000,-Luas Bangunan, 80m2 = 80m2 x Rp 800.000,- Rp 64.000.000,- + NJOP Dasar Pengenaan PajakRp

164.000.000,-Pengurang NJOPTKP = Rp 60.000.000,- Rp 104.000.000,-Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 104.000.000,-Dasar Tarif Pajak BPHTB

Untuk Pembeli tarif 5% x NPOKP

Dasar Tarif sebesar 5% x Rp 104.000.000,- Rp 5.200.000,-Untuk Penjual tarif 5% x NPOP

Dasar Tarif sebesar 5% x Rp 164.000.000,- Rp 8.200.000,-Dengan demikian besarnya BPHTB terhutang yang harus dibayar Pembeli sebesar Rp 5.200.000,-sedangkan yang harus di bayar Penjual adalah sebesar Rp

8.200.000,-3. Contoh Perhitungan BPHTB

Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan Syaki membeli tanah yang terletak di Kabupaten Malang dengan harga Rp.50.000.000,00. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,00. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten malang ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,00. Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(10)

= 5 % x (0) = Rp. 0 (nihil). 4. Contoh Perhitungan BPHTB

Pada tanggal 28 Juli 2006, Tuan Evan mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Kota Bandung dengan NJOP PBB Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP untuk perolehan hak karena waris untuk Kota bandung ditetapkan sebesar Rp. 300.000.000,00. Besarnya NPOPKP adalah Rp. 400.000.000,00 dikurangi Rp. 300.000.000,00 sama dengan Rp. 100.000.000,00, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

BPHTB = 50% x 5 % x (Rp. 400 – Rp. 300) juta = 50% x 5 % x ( Rp. 100) juta

= Rp. 2,5 juta.

6. Pambayaran, Penetapan, Penagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 1. Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Ketentuan tata cara pembayaran BPHTB tercantum dalam pasal 10 UU BPHTB yang dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 517/KMK.04/2000 tanggal 14

Desember 2000 yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Dirjen Pajak Nomor 269/PJ/2001 tanggal 6 April 2001 yang intinya adalah sebagai berikut :

a) Pembayaran tidak mendasarkan kepada adanya Surat Ketetapannya Pajak. b) Dibayar dengan menggunakan Surat Setoran B ea (SSB) ke Kas Negara melalui

Bank/Kantor Pos atau Tempat Pembayaran lain yang ditunjuk.

c) SBB juga berfungsi sebagai SPOP dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

· Kewajiban Bayar pada saat : 1. Dibuat dan ditandatanganinya Akta

2. Pendaftaran Hak untuk Waris dan Hibah Wasiat. 3. Ditunjuknya pemenang lelang

4. Ditandatanganinya SK Pemberian Hak dalam pemberian Hak Baru 5. Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

2. Penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Direktorat Jenderal Pajak (menurut UU No. 20 Tahun 2000) atau Kepala Daerah (menurut UU No. 28 Tahun 2009) dalam jangka waktu 5 tahun sesudah terutangnya BPHTB setelah

(11)

terlebih dahulu melakukan pemeriksaan lapangan ataupun kantor dan dapat menerbitkan Surat Ketetapan Bea (SKB) atau Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD):

1. Lebih bayar (LB), apabila pajak yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.

2. Nihil (N), apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak terutang 3. Kurang bayar (KB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya

ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.

4. Kurang bayar tambahan (KBT) apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap (novum) yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang kecuali WP melapor sebelum pemeriksaan.

Terhadap jumlah kekurangan pajak yang terhutang dalam SKBKB tersebut dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (sehingga maksimal 48%) terhitung sejak tanggal

terutangnya pajak. Sedangkan terhadap kekurangan pajak yang terutang dalam SKBKBT dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, namun demikian jika WP melaporkan sendiri sebelum dilakukan pemeriksaan maka kenaikan tersebut tidak dikenakan. Jangka waktu pelunasan SKB tersebut adalah 1 bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan.

3. Penagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Pasal 14 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

(1) Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak.

(2) Pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan Kurang Bayar Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang

menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak.

3) Tata cara penagihan pajak diatur dengan Keputusan Menteri.

(12)

1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar.

2. Dari hasil pemeriksaan kantor surat setoran BPHTB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung

3. Wajib pajak dikenakan sanksi berupa denda atau bunga.

4. Sanksi administrasi dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24bulan sejak terutang pajak

Sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dapat dikenakan dapat dikenakan apabila hasil pemeriksaan menyatakan kurang bayar, sanksi ini dihitung mulai saat terutangnya pajak sampai dengan terbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB).

· Hak WP untuk Keberatan BPHTB

Dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterimanya SKP yang dapat dibuktikan dengan cap pos, Wajib pajak dapat mengajukan keberatan terhadap:

1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar (SKBKB). 2.Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT).

3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Lebih Bayar (SKBLB). 4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah & Bangunan Nihil (SKBN).

Syarat pengajuan keberatan;

1. Diajukan secara tertulis dalam bahas Indonesia

2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan wajib pajak dengan disertai alasan yang jelas dengan mengemukakan data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus tidak benar,

Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. DJP harus memberi keputusan atas keberatan apakah diterima, ditolak atau bahkan menambah besarnya pajak terutang dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat ketetapan diterima.

7. Ketentuan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Untuk memenuhi unsur legalitas, proses pemindah tanganan hak atas tanah dan atau bangunan dibantu oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/notaris. Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam memperoleh hak tersebut secara legal sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU PDRD.

(13)

1. Pertama, setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan.

2. Kedua, kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara dan kepala yang membidangi pertanahan juga hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak tersebut setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

3. Ketiga, pembuatan akta atau risalah lelang akan dilaporkan kepada kepada kepala daerah paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya. Adapun risalah lelang adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.

· Sanksi Pelanggaran

Sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU PDRD, apabila terdapat PPAT/notaris dan kepala kantor tersebut terbukti melanggar ketentuan maka dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp7.500.000 untuk setiap pelanggaran.Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara juga akan dikenakan denda sebesar Rp250.000 untuk setiap laporan.

8. Ketentuan Bagi Pejabat

Pasal 24

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. 2. Kepala Kantor Lelang Negara hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak

atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. 3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya hanya dapat melakukan pendaftaran

hak atas tanah atau pendaftaran peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Pasal 25

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada Direktorat Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada tanggal 10 (sepuluh) bulan

berikutnya.

2. Tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(14)

1. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) untuk setiap pelanggaran.

2. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor Lelang Negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap laporan.

3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3), dikenakan sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Besarnya sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditinjau kembali dengan Peraturan Pemerintah.

9. Pelaporan atau Pemberitahuan Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 1997 Tantang pelaporan atau pemberitahuan peroleh Hak atas Tanah dan atau bangunan presiden Republik Indonesia.

· Menimbang

Dalam alam rangka pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan dan sebagai

pelaksanaan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dipandang perlu mengatur pelaporan dan pemberitahuan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dengan Peraturan Pemerintah;

· Mengingat :

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688); Menetapkan :

Peraturan pemerintahan tentang pelaporan atau pemberitahuan Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan

Pasal 1

Pejabat Pembuat Akta Tanah atau Notaris atau Kepala Kantor Lelang atau Pejabat Lelang wajib menyampaikan laporan tentang perolehan hak atas tanah dan atau bangunan disertai salinan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan atau bangunan. Dalam hal terjadi perolehan hak atas tanah karena pemberian hak baru, Kepala Kantor

(15)

salinan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah.

Laporan atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sekurang-kurangnya memuat nomor dan tanggal akta. Risalah Lelang atau surat keputusan pemberian hak atas tanah, status hak, letak tanah dan atau bangunan, luas tanah, luas bangunan, nomor dan tahun Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, harga transaksi atau nilai pasar, nama dan alamat pihak yang mengalihkan dan yang memperoleh hak, serta tanggal dan jumlah setoran.

Laporan atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Pasal 2

Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris, Kepala Kantor Lelang/Pejabat Lelang dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan atau

pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan mengenai pelaporan atau pemberitahuan perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 4

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(16)

KESIMPULAN

Dasar hukum Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Dasar Hukum yang mengatur Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan perubahannya dalam UU No. 20 Tahun 2000. Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa perolehan hak atas tanah dan bangunan tidak hanya meliputi jual beli saja. Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2000 tentang Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah, karena pemberian Hak Pengelolaan. Tentang peraturan Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau yang disingkat dengan BPHTB, diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, yaitu dengan UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangun.

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan,

Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu terhadap peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.

Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP),

Batas nilai perolehan tidak kena pajak disebut Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP),

Tarif BPHTB menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 adalah sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak Kena Pajak (NPOPKP). Sedangkan menurut UU No. 28 Tahun 2009 tentang PDRD ditetapkan paling tinggi sebesar 5% dan ditetapkan dengan PeraturanDaerah.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Prof Dr. Mardiasmo, MBA. Perpajakan. AK Andi. Yogyakarta

Endang Kiswara, 2004, “Aplikasi Akuntansi Perpajakan Indonesia” EKC. Semarang HM. Zain, Manajemen Pajak, Salemba Empat, 2003

Mulyadi, 2006, “Perpajakan” Salemba, Edisi 4

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, PT. MITRAINFO – Jakarta – 2000

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN & PPnBM www.pajak.go.id

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bea_Perolehan_Hak_atas_Tanah_dan_Bangunan https://eddiwahyudi.files.wordpress.com/2014/04/saat-bphtb.png

Anggi Pratiwi 1997, BPHTB, peraturan pajak https://peraturanpajak.com/2018/08/02/peraturan-pemerintah-republik-indonesia-nomor-34-tahun-1997/ (Diakses pada 7 juni 2021)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian deduktif adalah upaya mempelajari suatu fenomena dari gejala- gejala umum ke khusus, sebagai contoh kebijakan AS di Asia Timur menyangkut pada porsi keamanan dan

Berdasarkan analisis ekonomi terhadap sumber daya yang tersedia di kawasan kajian, maka didapati bahawa jumlah nilai ekonomi sumber daya alam pulau kecil di Kecamatan

Meskipun nilai TON sempat turun menjadi 63 pada menit ke 30, namun fluktuatif nilai TON yang terjadi bukanlah mutlak disebabkan oleh asap cair yang mengurangi bau, namun lebih

Berdasarkan hasil dari pelaksanaan program Tha Prink: Pengolahan limbah tusuk sate yang telah dilaksanakan di desa Bendungan kecamatan Kudu kabupaten Jombang, dapat

Hasil uji reliabilitas terhadap item pernyataan pada variabel storeatmosphere , lokasi dan keputusan pembelian konsumen menyatakan bahwa nilai Cronbach'sAlpha yang diperoleh

Hasil kalibrasi dari model GR4J yang memiliki nilai R 2 dan R tertinggi ini dapat dilihat pada grafik hidograf pada Gambar 9. Grafik hidograf kalibrasi

dan mereka itu tidak nampak yang ia adalah satu gerakan atau pertubuhan

ELECTRONICS SOLUTION/TELESINDO - LT.2 (MALL DEPOK)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT.1 BLOK A (TERAS KOTA MALL)_HHP ELECTRONICS SOLUTION - LT. 2 B2 (GRAND GALAXY PARK)_HHP