6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Akuntansi
Akuntansi adalah suatu proses identifikasi, pengukuran, dan pengomunikasian informasi ekonomi yang menghasilkan informasi yang berguna bagi pembuatan kebijakan dan keputusan oleh pemakainya. Berdasarkan definisi tersebut kemudian berkembang berbagai bidang ilmu seperti akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, akuntansi biaya, pemeriksaan akuntan, akuntansi pemerintahan, system infornasi akuntansi yang saling terkait dalam implementasinya. L.M. Samryn (2012: 4)
Menurut Mulyadi “Akuntansi adalah proses pengolahan data keuangan untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan untuk memungkinkan pengambil keputusan melakukan pertimbangan berdasarkan informasi dalam pengambilan keputusan”. Mulyadi (2001:2) 2. Pengertian Akuntansi Manajemen
Manajemen dari suatu perusahaan bisnis harus mempunyai suatu variasi informasi akuntansi yang luas untuk mencapai tujuannya. Kategori utama informasi akuntansi salah satunya adalah untuk perencanaan
(planning) dan pengendalian (controlling) operasi perusahaan sehari-hari.
Manajemen harus mengetahui apakah suatu pekerjaan berjalan secara lancar atau selalu mengalami hambatan. Manajemen juga harus memiliki informasi untuk meneliti apakah bisnis dioperasikan secara hati-hati untuk mencapai beberapa tujuan nyata. (Lili M. Sadeli, 1999: 2)
“Akuntansi manajemen adalah proses mengidentifikasi, mengukur, mengakumulasi, menyiapkan, menganalisis, menginterpretasikan, dan mengomunikasikan kejadian ekonomi yang digunakan oleh manajemen untuk melakukan perencanaan, pengendalian, pengambilan keputusan, dan penilaian kinerja dalam organisasi”. Baldric Siregar et.al (2013: 1)
Menurut Kamaruddin Ahmad, Akuntansi manajemen adalah penerapan teknik-teknik dan konsep yang tepat dalam pengolahan data ekonomi historikal dan yang diproyeksikan dari suatu satuan usaha untuk membantu manajemen dalam penyusunan rencana untuk tujuan-tujuan ekonomi yang rasional dan dalam membuat keputusan-keputusan rasional dengan suatu pandangan kearah pencapaian tujuan tersebut. Kamaruddin Ahmad (2000:5)
Menurut L.M. Samryn “Akuntansi manajemen merupakan bidang akuntansi yang berfokus pada penyediaan, termasuk pengembangan dan penafsiran informasi akuntansi bagi para manajer untuk digunakan sebagai bahan perencanaan, pengendalian operasi dan dalam pengambilan keputusan". L.M. Samryn (2012: 4)
3. Pengertian Titik Impas atau Break Even Point (BEP)
“Titik impas (break even point) adalah keadaan yang menunjukkan bahwa jumlah pendapatan yang diterima perusahaan (pendapatan total) sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan (biaya total). Keadaan tersebut biasanya ditunjukkan dalam jumlah volume aktivitas (jumlah unit penjualan)”. Baldric Siregar et.al (2013: 318)
Titik impas (break even point) merupakan tingkat aktivitas di mana suatu organisasi tidak mendapat laba dan juga tidak menderita rugi. Dalam suatu grafik, titik impas dapat ditemukan pada titik perpotongan garis pendapatan dan garis total biaya. Titik impas berada pada posisi total pendapatan sama dengan total biaya atau sebagai tingkat penjualan dimana
total margin kontribusi sama dengan total biaya tetap. L.M. Samryn (2013:174)
Menurut Kasmir, Break Event Point (BEP) merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan Perhitungan perancangan laba (profit planning). Perhitungan break even point lebih sering digunakan apabila perusahaan ingin mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk baru tertentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian penentuan harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen.
Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama dengan nol. Melalui analisis titik impas, kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena itu, analisisbreak even point juga sering disebut dengan nama cost profit
volume analysis. (Kasmir, 2008: 332)
Analisis titik impas juga memberikan pedoman tentang berapa jumlah produk minimal yang harus diproduksi atau dijual. Tujuannya adalah agar perusahaan mampu memperoleh laba. Artinya dengan memproduksi sejumlah barang dengan kapasitas produksi yang dimilikinya, perusahaan akan tahu batas minimal yang harus dijual dan keuntungan maksimal yang diperoleh apabila diproduksi secara penuh. (Kasmir, 2008: 333)
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa analisis titik impas adalah suatu keadaan di mana perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian. Artinya dalam kondisi tersebut jumlah pendapatan yang diterima sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Lebih lanjut analisis break even point digunakan untuk menentukan berapa unit yang harus dijual agar kita memperoleh keuntungan, baik dalam volume penjualan dalam unit maupun rupiah. (Kasmir 2008: 333)
Dalam rangka penentuan titik impas, perlu diketahui beberapa hal yang penting, agar titik impas dapat ditentukan dengan cepat, yaitu : a. Tingkat keuntungan (laba) yang ingin dicapai dalam suatu periode. b. Besarnya kapasitas produksi yang tersedia atau yang mungkin dapat
ditingkatkan.
c. Jumlah biaya yang harus dikeluarkan, baik biaya tetap maupun biaya variabel. (Kasmir, 2008: 334)
Untuk semua itu, diperlukan suatu analisis yang mendalam dan analisis tersebut kita kenal dengan analisis titik impas. (Kasmir 2008: 334)
4. Tujuan Perhitungan Titik Impas
Penggunaan analisis titik impas bagi perusahaan memberikan banyak manfaat. Secara umum analisis titik impas digunakan sebagai alat untuk mengambil keputusan dalam perencanaan keuangan, penjualan, dan produksi. Dari uraian sebelumnya, terdapat beberapa keuntungan bagi para manajer dalam mengambil keputusan apabila mengetahui hasil analisis titik
impas. Dengan informasi tersebut, manajer mampu meminimalkan kerugian, memaksimalkan keuntungan, dan memperkirakan keuntungan yang diharapkan.
Penggunaan analisis titik impas memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
a. Mendesain spesifikasi produk. b. Menentukan harga jual per satuan.
c. Menentukan jumlah produksi atau penjualan minimal agar tidak mengalami kerugian.
d. Memaksimalkan jumlah produksi.
e. Merencanakan laba yang diinginkan. Kasmir (2008: 335) 5. Asumsi dan Keterbatasan Analisa Break Even Point
Mudah tidaknya perhitungan atau penentuan titik break even point baik dengan rumus matematik maupun dengan grafik, tergantung pada konsep-konsep yang mendasari atau anggapan-anggapan yang digunakan dalam perhitungan tersebut. Anggapan merupakan suatu konsep dasar atau dasar pemikiran yang harus diterapkan walaupun anggapan-anggapan tersebut mungkin tidak sesuai dengan kenyataan. Dengan demikian semakin banyak anggapan yang digunakan akan semakin banyak pula kelemahan yang terdapat pada analisa tersebut. (Munawir, 2014: 197)
Berikut ini adalah asumsi yang mendasari dan keterbatasan yang dimiliki analisis break even point:
a. Analisis ini berasumsi bahwa biaya-biaya yang berkaitan denga tingkat penjualan saat ini, secara cukup akurat dapat dipisahkan ke dalam elemen biaya variabel dan biaya tetap.
b. Analisis ini berasumsi bahwa biaya tetap akan senantiasa tetap selama periode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.
c. Analisis break even point berasumsi bahwa biaya variabel berubah secara proporsional dengan penjualan selama periode yang dipengaruhi oleh keputusan yang telah diambil.
d. Analisis break even point dibatasi pada situasi dimana kondisi ekonomi dan kondisi lainnya diasumsikan relatif stabil. Pada kondisi inflasi yang tinggi, misalnya, apabila sulit untuk memprediksi penjualan atau biaya lebih dari beberapa minggu ke depan, maka akan sangat beresiko menggunakan analisis impas untuk pengambilan keputusan.
e. Analisis break even point hanya merupakan pedoman untuk pengambilan keputusan. Analisis ini dapat menunjukkan keputusan tertentu, akan tetapi faktor-faktor lain, seperti hubungan pelanggan dan karyawan, dapat mengarahkan pada suatu keputusan yang mungkin berlawanan dengan hasil analisis. (Dwi Prastowo, 2011: 177)
6. Perhitungan Break Even Point
Break even point dapat dihitung dengan menggunakan metode
persamaan, metode marjin kontribusi, dan metode grafik, baik dalam hitungan unit penjualan maupun penjualan dalam satuan mata uang tertentu yang digunakan dalam transaksi bisnis.
a. Metode persamaan
Titik impas dengan metode persamaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Penjualan – biaya variabel – biaya tetap = Laba (1) Atau
Penjualan = biaya variabel + biaya tetap + Laba (2) L. M. Samryn (2002: 168)
b. Metode Marjin Kontribusi
Metode marjin kontribusi merupakan penyingkatan dari formula metode persamaan dalam menghitung titik impas. Hal tersebut terlihat pada formula di bawah ini yang angkanya sama dengan baris kedua dari terakhir pada penyelesaian dengan metode persamaan.
Titik impas dengan metode ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Analisis Titik Impas dalam Unit
BEP = FC (3)
P-VC/Unit Kasmir (2008: 340)
Atau
Impas (unit) = Biaya Tetap (4)
Marjin Kontribusi per unit L. M. Samryn (2002: 169)
Analisis Titik Impas dalam Rupiah
BEP = FC (5)
1- VC S Kasmir (2008: 341)
Atau
Impas (rupiah) =
Biaya Tetap
(6) Rasio Marjin Kontribusi
L. M. Samryn (2002: 169) Keterangan:
BEP = Analisis Titik Impas (Break Even point) FC = Biaya Tetap (Fixed Cost)
VC = Biaya Variabel Per Satuan (Variabel Cost) P = Harga Jual Per Satuan (Price)
S = Jumlah Penjualan (Sales Volume). Kasmir (2008: 341)
Dalam perhitungan di atas perlu diperhatikan bahwa rasio marjin kontribusi per unit produk akan selalu sama dengan rasio marjin kontribusi dari total unit penjualan. Kesamaan tersebut disebabkan perhitungan marjin kontribusi dan rasionya hanya mempertimbangkan biaya-biaya variabel. Dengan demikian perubahan unit penjualan akan diikuti oleh kenaikan total penjualan, biaya variabel, dan marjin kontribusi secara proporsional. Karena kenaikan elemen laba rugi yang proporsional itulah sehingga kenaikan penjualan tidak akan diikuti oleh kenaikan atau perubahan rasio marjin kontribusi. (L. M. Samryn, 2002: 170)
Jika ingin merencanakan laba tertentu, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Penjualan (unit) =
Biaya Tetap + Laba
(7) Marjin Kontribusi
Atau
Penjualan (rupiah) =
Biaya Tetap + Laba
(8) RasioMarjin Kontribusi
Kamaruddin Ahmad (2000: 37)
1) “Marjin Kontribusi adalah selisih antara harga jual per unit dan biaya variabel per unit besaran untuk menutup biaya tetap dan memberikan keuntungan per unit”. Rumus marjin kontribusi adalah sebagai berikut:
Margin Kontribusi = Harga jual per unit – biaya biaya variabel per unit (9)
V. Wiratna Sujarweni (2016:55)
2) “Rasio Marjin Kontribusi adalah persentase marjin kontribusi atas penjualan. Rasio ini sangat berguna untuk menunjukkan bagaimana marjin kontribusi akan dipengaruhi oleh perubahan total penjualan (dalam rupiah)”. Dwi Prastowo (2011:11)
Rumus rasio marjin kontribusi adalah sebagai berikut:
Rasio Margin Kontribusi = 1- Biaya variabel per unit (10) Harga jual per unit
V. Wiratna Sujarweni (2016:55) c. Metode Grafik
Penentuan impas juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan grafik, yaitu dengan cara menggambar garis penghasilan dan biaya. Titik impas merupakan titik perpotongan antara garis biaya dan garis penghasilan tersebut. Data yang diperlukan untuk membuat grafik
ini adalah ramalan penghasilan, biaya tetap dan biaya variabel. (Dwi Prastowo, 2011:186)
Adapun contoh Grafik Break Even Point dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini:
Grafik 1
Grafik Break Even Point
Sumber: Dwi Prastowo (2011:187)
Penjelasan dari grafik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Garis horizontal sebagai sumbu x (x-axis) yang menggambarkan volume penjualan dalam rupiah, jumlah unit atau persentase.
2) Garis vertikal sebagai sumbu y (y-axis) yang menggambarkan volume penjualan dan biaya dalam rupiah.
3) Garis biaya tetap sejajar dengan sumbu x pada titik sumbu y.
4) Garis total biaya ditarik dari titik biaya tetap menuju titik sumbu y (pada sisi kanan).
5) Garis total penghasilan yang ditarik dari titik 0 menuju titik sumbu y (pada sisi kanan).
6) Titik impas merupakan titik potong antara garis total biaya dan total penghasilan.
7) Daerah sebelah kiri titik impas merupakan daerah rugi, sedangkan daerah sebelah kanan titik impas merupakan daerah laba. (Dwi Prastowo, 2011:187)
7. Pengertian Perencanaan
Salah satu fungsi manajemen adalah planning atau perencanaan, dan perencanaan ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap kelancaran maupun keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu kelancaran atau keberhasilan suatu perusahaan akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen di dalam membuat rencana kegiatan di masa yang akan datang, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan adanya perencanaan yang baik maka akan mempermudah tugas manajemen itu sendiri, karena semua kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan, kemudian perencanaan itu sendiri dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan. (Munawir, 2014: 183)
Menurut William K. Carter “perencanaan merupakan proses merasakan kesempatan maupun ancaman eksternal, menentukan tujuan
yang diinginkan dan menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan tersebut”. William K. Carter (2009: 4)
Tujuan perusahaan pada umumnya adalah untuk memperoleh laba, dan besar kecilnya laba yang dapat dicapai merupakan ukuran kesuksesan manajemen dalam mengelola perusahaannya. Oleh karena itu manajemen harus mampu merencanakan dan sekaligus mencapai laba yang besar agar dapat dikatakan sebagai manajemen yang sukses. Untuk dapat mencapai laba yang besar, manajemen dapat melakukan berbagai langkah sebagai berikut :
a. Menekan biaya produksi maupun biaya operasi serendah mungkin dengan mempertahankan tingkat harga jual dan volume penjualan yang ada.
b. Menentukan harga jual sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
c. Meningkatkan volume penjualan sebesar mungkin. (Munawir, 2014: 183)
8. Pengertian Biaya
“Biaya merupakan sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam unit uang yang harus dikeluarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa”. Charles T. Horngren (2008: 34)
Menurut Firdaus Ahmad Dunia “Biaya (cost) adalah pengeluaran-pengeluaran atau nilai pengorbanan untuk memperoleh barang atau jasa
yang berguna untuk masa yang akan datang., atau mempunyai manfaat melebihi satu periode akuntansi”. Firdaus Ahmad Dunia (2012: 22)
Sedangkan menurut Mulyadi “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”. Mulyadi (2014: 8)
Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Mulyadi, terdapat 4 unsur pokok dalam definisi biaya:
a. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi. b. Diukur dalam satuan uang.
c. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi. d. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu. (Mulyadi,2014: 8)
Informasi biaya yang berbeda dapat dihasilkan dengan menglasifikasikan biaya secara berbeda pula. Biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan:
a. Ketertelusuran biaya. b. Perilaku biaya.
c. Fungsi pokok perusahaan.
d. Elemen biaya produksi. (Baldric Siregar et.al, 2013:36)
Penggolongan biaya yang digunakan oleh penulis pada pembahasan
break even point dalam penelitian ini adalah penggolongan biaya
9. Perilaku biaya
“Perilaku biaya adalah cara biaya berubah dimana perubahan tersebut ada hubungannya dengan perubahan penggunaan aktivitas. Arti lain perilaku biaya adalah penggambaran terhadap perubahan biaya seiring dengan perubahan output”. V. Wiratna Sujarweni (2016:14)
Penggolongan biaya sesuai dengan perilaku biaya merupakan hal yang sangat penting untuk menaksir biaya masa depan dalam rangka pengambilan keputusan. Akuntansi manajemen akan memberikan informasi pada manajer biaya apa saja yang dapat ditekan ataupun tidak, maka dari itu perlu mengetahui penggolongan biaya berdasarkan perilaku biaya. Penggolongan biaya berdasarkan perilaku biaya adalah sebagai berikut: a. Biaya Tetap
“Biaya Tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tidak berubah dalam kisaran tertentu meskipun volume produksi perusahaan berubah. Apabila tidak melampaui kapasitas, meskiun volume produksinya sedikit ataupun banyak biaya tetap totalnya masih sama”. V. Wiratna Sujarweni (2016:15)
Jika semua aktivitas bisnis turun sampai ke titik nol suatu perusahaan akan melikuidasi dirinya dan menghindari semua biaya. Untuk meningkatkan diatas kapasitas, biaya tetap harus dinaikkan untuk meningkatkan volume. Biaya tetap dan biaya kapasitas merupakan biaya untuk mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas tertentu. Besar biaya tetap dipengaruhi oleh kondisi perusahaan
jangka panjang, teknologi dan metode serta strategi manajemen. (William K. Carter, 2009: 68)
Apabila biaya tetap dibebankan pada aktivitas produksi, maka jika produksi barang makin sedikit maka harga satuan produk makin tinggi. Jika produksi barang semakin banyak maka semakin rendah harga satuan produksi perusahaan tersebut.
Biaya tetap masih diklasifikasikan lagi untuk memudahkan manajemen dalam merencanakan pengendalian. Biaya tetap dibagi menjadi:
1) Biaya tetap komitmen
Merupakan biaya tetap yang tidak dapat dikurangi atau dieliminasi oleh manajemen. Biaya ini biasanya timbul dari pendirian usaha dan kepemilikan peralatan.
2) Biaya tetap diskresionari
Merupakan biaya tetap yang dapat dikurangi atau dieliminasi oleh manajemen. Biaya ini bisa timbul dari kebijakan manajemen. Biaya ini dapat dihentikan pengeluarannya atas kebijakan manajemen. (V. Wiratna Sujarweni, 2016:16)
b. Biaya Variabel
“Biaya Variabel adalah biaya yang jumlah totalnya akan berubah sesuai dengan perubahan volume produksi barang. Sehingga semakin besar volume produksi semakin tinggi jumlah total biaya variabel, semakin
rendah volume produksi semakin rendah pula jumlah total biaya variabel”. V. Wiratna Sujarweni (2016:17)
Biaya variabel masih diklasifikasikan lagi untuk memudahkan manajemen dalam merencanakan pengendalian. Biaya variabel dibagi menjadi:
1) Biaya variabel enjiner
Merupakan biaya variabel yang memiliki hubungan fisik tertentu dengan jumlah volume yang dihasilkan dari produksi. Biaya ini mempunyai hubungan langsung antara masukan dan keluarannya.
2) Biaya variabel dikresionery
Merupakan biaya variabel yang masukan dan keluarannya sebanding dan sifatnya sesuai dengan kebijakan manajemen. (V. Wiratna Sujarweni, 2016:19)
c. Biaya Semi Variabel
“Biaya yang jumlahnya berubah-ubah secara tidak proporsional yang mempunyai hubungan dengan perubahan kuantitas barang yang di produksi. Dalam biaya semi variabel mempunyai unsur biaya tetap dan biaya variabel”. V. Wiratna Sujarweni (2016:20)
10. Prosedur Pemisahan Biaya Semi Variabel
Biaya semi variabel memiliki unsur biaya tetap dan biaya variabel. ada dua pendekatan yang digunakan untuk memisahkan biaya semi variabel kedalam elemen biaya tetap dan biaya variabel, yaitu:
Pendekatan analisis dilakukan dengan cara menyelidiki tiap-tiap pekerjaan, untuk menentukan perlu tidaknya suatu biaya, jumlah biaya dalam kegiatan, metode pekerjaan yang efisien sehingga dapat menentukan jumlah biaya yang bersangkutan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut pada berbagai tingkat kegiatan secara ekonomis. b. Pendekatan historis
Pendekatan historis dilakukan dengan cara menganalisis biaya yang terjadi di masa lalu dalam hubungannya dengan volume kegiatan. Dalam pendekatan historis data biaya selama beberapa periode dikumpulkan dan dihitung biaya tetap dan biaya variabelnya. (V. Wiratna Sujarweni, 2016:21)
11. Pendekatan Pemisahan Biaya Semi Variabel
Untuk tujuan perencanaan, pembuatan keputusan, dan pengendalian biaya, maka biaya semi variabel harus dipisahkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Pendekatan dan metode yang dapat digunakan untuk memisahkan biaya semi variabel adalah:
a. Metode Titik Tertinggi dan Terendah
“Metode metode titik tertinggi dan terendahadalah suatu metode untuk memisahkan biaya dengan cara menganalisis biaya dan volume produksi paling tinggi dan paling rendah”. V. Wiratna Sujarweni (2016:22) b. Metode Biaya Berjaga
“Metode biaya berjaga adalah suatu metode untuk memisahkan biaya dengan cara menghitung berapa biaya yang harus tetap dikeluarkan
seandainya perusahaan ditutup untuk sementara, jadi volume produksinya nol”. V. Wiratna Sujarweni (2016:24)
c. Metode Kuadrat Terkecil
“Metode kuadrat terkecil adalah suatu metode untuk memisahkan biaya dengan cara menghitung besarnya deviasi dengan pertama-tama mengkuadratkan setiap deviasi dan kemudian menjumlah deviasi kuadrat tersebut sebagai ukuran kedekatan keseluruhan”. V. Wiratna Sujarweni (2016:25)
12. Pengertian Depresiasi
Depresiasi adalah sebagian dari harga perolehan aktiva tetap yang secara sistematis dialokasikan menjadi biaya setiap periode akuntansi. Menurut PSAK No. 17, depresiasi (penyusutan) adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan seanjang masa manfaat yang diestimasi yang akan dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang :
a. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi. b. Memiliki masa manfaat yang terbatas.
c. Dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang atau jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi. Zaki Baridwan (2010: 305)
Commite on terminology dari AICIPA (1953) memberikan definisi sebagai
berikut :
Akuntansi depresiasi adalah suatu sistem akuntansi yang bertujuan untuk membagikan harga perolehan atau nilai dasar lain dari aktiva tetap berwujud, dikurangi nilai sisa (jika ada), selama umur kegunaan unit itu yang ditaksir (mungkin berupa suatu kumpulan aktiva-aktiva) dalam suatu cara yang sistematis dan rasional. Ini merupakan proses alokasi, bukan penilaian. Beban depresiasi untuk suatu tahun adalah sebagian dari jumlah total beban itu yang dengan sistem tersebut dialokasikan ke tahun yang bersangkutan. Meskipun di dalam alokasi itu diperhitungkan hal-hal yang terjadi selama tahun itu, tidaklah dimaksudkan sebagai suatu alat pengukur terhadap akibat-akibat dari kejadian-kejadian itu. Zaki Baridwan (2010:306)
Dari definisi di atas jelas bahwa akuntansi depresiasi bukannya suatu proses penilaian aktiva atau prosedur pengumpulan dana untuk mengganti aktiva, tetapi adalah suatu metode untuk mengalokasikan harga perolehan aktiva tetap ke periode-periode akuntansi. Istilah depresiasi digunakan untuk menunjukkan alokasi harga perolehan aktiva tetap berwujud yang dapat diganti, seperti gedung, mesin, alat-alat dan lain-lain. (Zaki Baridwan, 2010:306)
13. Sebab-sebab depresiasi
Faktor-faktor yang menyebabkan depresiasi bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Faktor-faktor fisik
Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aktiva tetap adalah aus karena dipakai (wear and tear), aus karena umur (deterioration and
decay) dan kerusakan-kerusakan.
b. Faktor-faktor fungsional
Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aktiva tetap antara lain, ketidak mampuan aktiva untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu diganti dan karena adanya perubahan permintaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan, atau karena adanya kemajuan teknologi sehingga aktiva tersebut tidak ekonomis lagi jika dipakai. (Zaki Baridwan, 2010: 306)
14. Faktor-faktor dalam Menentukan Biaya Depresiasi
Ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban depresiasi setiap periode. Faktor-faktor tersebut yaitu:
a. Harga perolehan (cost)
“Harga perolehan yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang terjadi dalam memperoleh suatu aktiva dan menepmatkannya agar dapat digunakan”. Zaki Baridwan (2010: 307) b. Nilai Sisa (Residu)
“Nilai sisa suatu aktiva yang didepresiasi adalah jumlah yang diterima bila aktiva itu dijual, ditukarkan atau cara-cara lain ketika aktiva tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi, dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat menjual/menukarnya”. Zaki Baridwan (2010: 307) c. Taksiran umur kegunaan
“Taksiran umur kegunaan (masa manfaat) suatu aktiva dipengaruhi oleh cara-cara pemeliharaan dan kebijakan-kebijakan yang dianut dalam reparasi. Taksiran umur bisa dinyatakan dalam satuan periode waktu, satuan hasil produksi atau satuan jam kerjanya”. Zaki Baridwan (2010: 307)
15. Metode Perhitungan Depresiasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung beban depresiasi periodik. Untuk dapat memilih salah satu metode hendaknya dipertimbangkan keadaan-keadaan yang mempengaruhi aktiva tersebut. Metode-metode tersebut yaitu:
a. Metode garis lurus (straight-line method)
Metode garis lurus adalah metode depresiasi yang paling sederhana dan banyak digunakan. Dalam cara ini beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama (kecuali kalau ada penyesuaian-penyesuaian). Rumus metode garis lurus adalah sebagai berikut:
Depresiasi =
HP – NS
(11) n
Keterangan :
HP : Harga Perolehan (cost) NS : Nilai Sisa (Residu)
N : Taksiran Umur Kegunaan. Zaki Baridwan (2010: 308)
Perhitungan depresiasi dengan metode garis lurus didasarkan pada anggapan-anggapan sebagai berikut:
1) Kegunaan ekonomis dari suatu aktiva akan menurun secara proporsional setiap periode.
2) Biaya depresiasi dan pemeliharaan tiap-tiap periode jumlahnya relatif tetap.
3) Kegunaan ekonomis berkurang karena lewatnya waktu. 4) Penggunaan (kapasitas) aktiva tiap-tiap periode relatif tetap.
Dengan adanya anggapan-anggapan seperti diatas, metode garis lurus sebaiknya digunakan untuk menghitung depresiasi gedung, meubel, dan alat-alat kantor. Biaya depresiasi yang dihitung dengan cara ini jumlahnya setiap periode tetap, tidak menghiraukan kegiatan-kegiatan dalam periode tersebut. (Zaki Baridwan, 2010: 309)
Metode jam jasa didasarkan pada anggapan bahwa aktiva akan lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) dibanding dengan penggunaan yang tidak sepenuhnya (part time). Dalam cara ini beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban depresiasi periodik besarnya akan sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan).
Rumus metode jam jasa adalah sebagai berikut:
Depresiasi per jam =
HP – NS
(12) n
Keterangan :
HP : Harga Perolehan (cost) NS : Nilai Sisa (Residu)
n : Taksiran jam jasa. Zaki Baridwan (2010: 310) c. Metode hasil produksi (productive-output method)
Dalam metode hasil produksi umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan hasil produksi. Beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil produksi. Dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga depresiasi juga didasarkan pada jumlah produuk yang dapat dihasilkan.
Rumus metode hasil produksi adalah sebagai berikut:
Depresiasi / unit =
HP – NS
(13) n
Keterangan :
HP : Harga Perolehan (cost) NS : Nilai Sisa (Residu)
n : Taksiran hasil produksi (unit). Zaki Baridwan (2010: 311) d. Metode beban berkurang (reducing-charge method)
Dalam periode beban berkurang beban depresiasi tahun-tahun pertama akan lebih besar daripada beban depresiasi tahun-tahun berikutnya. Metode ini didasarkan pada teori bahwa aktiva yang baru akan dapat digunakan dengan lebih efisien dibandingkan dengan aktiva yang lebih tua.
Ada 4 cara untuk menghitung beban depresiasi yang menurun dari tahun ke tahun, yaitu:
1) Jumlah angka tahun (sum of years-digits method)
Dalam metode jumlah angka tahun depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurang (reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu menurun dengan harga perolehan dikurangi nilai residu.
2) Saldo menurun (declining balance method) 3) Double declining balance method
4) Tarif menurun (declining rate on cost method. (Zaki Baridwan, 2010: 312-315)
16. Laporan Laba Rugi Kontribusi
Pengetahuan dasar yang sangat menentukan dalam analisis biaya, volume, dan laba adalah pemahaman tentang penyusunan laporan laba rugi dengan menggunakan pendekatan variable costing. Pendekatan ini menghasilkan suatu model laporan laba rugi di mana biaya diklasifikasikan menurut perilakunya. Agar lebih informatif, maka sebaiknya laoran laba rugi diuraikan dalam bentuk laporan penjualan secara total dan pernjualan per unit. Selain itu diperlukan juga hasil analisis vertikal yang menunjukkan
persentase biaya variabel dan rasiomargin kontribusi dari nilai penjualan. (L.M. Samryn,2012:173)
Tabel 1 PT JKS
Laporan Laba Rugi Kontribusi Bulan Juni 2009 Total (Rp) Per Unit (Rp) % Penjualan xxx xxx xx Biaya Variabel (xxx) (xxx) (xx) Margin Kontribusi xxx xxx xx Biaya Tetap (xxx) Laba Usaha xxx Sumber: (L.M. Samryn, 2012: 174)
Informasi margin kontribusi menjadi faktor penting pada banyak keputusan dalam sebuah perusahaan seperti produk apa yang akan diproduksi atau dijual, kebijakan harga mana yang akan diikuti, strategi pemasaran yang akan digunakan, dan jenis fasilitas produktif apa yang akan dibeli.
“Hubungan konsep biaya volume, dan laba dalam perencanaan laba dapat digunakan untuk menghitung titik impas, target laba, margin keamanan, komposisi biaya untuk memaksimumkan margin kontribusi, dan/atau mengantisipasi titik penutupan usaha”. L.M. Samryn (2012:174)
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Perhitungan break even point telah dilakukan oleh Ilhamsyah dengan judul Analisis break even point untuk Menentukan Perencanaan Laba atas Penjualan Pupuk NPK Batola pada PD Aneka Usaha Selidah Marabahan pada tahun 2012.
Penelitian yang berkaitan dengan Perhitungan break even point juga dilakukan oleh Yeni Muliani dengan judul Analisis break even point dalam Menentukan Perencanaan Laba atas Penjualan Furniture Pada Meubel Jati Berkat pada tahun 2016.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu perhitungan break even point dalam Menentukan Perencanaan Laba atas Penjualan Roti Pada Shireen Bakery Banjarmasin. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu menghitung break even
point produk roti pada Shireen Bakery Banjarmasin periode Januari s.d
Desember 2016 dan merencanakan laba pada penjualan roti Shireen Bakery Banjarmasin tahun 2017.
Untuk lebih jelas dan detail terhadap penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2
Hasil Penelitian Terdahulu Perhitungan Penelitian Aspek Ilhamsyah A03090025 (2012) Ratna Susilawati A03070021 (2010)
Lupita Suci Fitriyani A03140022
(2017) Judul Analisis Break Even
Point untuk Menentukan Perencanaan Laba atas Penjualan Pupuk NPK Batola pada PD Aneka Usaha Selidah Marabahan
Analisis Break even
point Dalam
Menentukan Perencanaan Laba Atas Penjualan roti pada Hakiki Roti Banjarmasin.
Perhitungan Break
Even Point dalam
Menentukan
Perencanaan Laba atas Penjualan Roti Pada Shireen Bakery Banjarmasin
Perusahaan PD Aneka Usaha Selidah Marabahan Hakiki Roti Banjarmasin Shireen Bakery Banjarmasin Permasalahan 1.Bagaimana mengklasifikasikan biaya variabel dan biaya tetap? 2.Bagaimana menghitung titik impas? 3.Bagaimana menentukan tingkat penjualan untuk tingkat laba tertentu?
1. 1. bagaimana mengklasifikasikan biaya variabel dan biaya tetap? 2.bagaimana menghitung break
even poin roti
bantal manis dan roti anyam pada tahun 2009? 3. Bagaimana menghitung laba yang diinginkan perusahan dua jenis produk roti yaitu roti bantal manis dan roti anyam.
Bagaimana
perhitungan break
even point produk roti
pada Shireen Bakery Banjarmasin periode Januari s.d Desember 2016 dan bagaimana perencanaan laba pada penjualan roti Shireen Bakery Banjarmasin tahun 2017?
Lanjutan Tujuan Penelitian 1.Untuk mengetahui bagaimana mengklasifikasikan biaya variabel dan biaya tetap. 2.Untuk mengetaui bagaimana menghitung titik impas 3.Untuk mengetahui bagaimana menentukan tingkat penjualan untuk tingkat laba tertentu.
2. 1. Untuk mengetahui bagaimana
mengklasifikasikan biaya variabel dan biaya tetap
2.Untuk mengetahui bagaimana
menghitung break
even poin roti
bantal manis dan roti anyam pada tahun 2009
3.Untuk mengetahui bagaimana
menghitung laba yang diinginkan perusahan dua jenis produk roti yaitu roti bantal manis dan roti anyam.
Menghitung Break
even point produk roti
pada Shireen Bakery Banjarmasin periode Januari s.d Desember 2016 dan
merencanakan laba pada penjualan roti Shireen Bakery Banjarmasin tahun 2017. Metode Penelitian Penulis lebih menekankan pada Perhitungan break even
point dalam
menentukan laba atas penjualan pupuk NPK Batola. 1. Wawancara 2. Dokumentasi Penulis lebih menekankan pada Perhitungan Break
Even Point dalam
menentukan
perencanaan laba pada Shireen Bakery
Banjarmasin. Hasil Penelitian Untuk tahun 2011, titik
break even point pada
penjualan pupuk NPK Batola PD Aneka Usaha Selidah
Marabahan terjadi pada tingkat penjualan 74.325 kg atau Rp 594.600.000,-
Untuk tahun 2009, titik break even
point pada
penjualan roti pada Hakiki Roti
Banjarmasin untuk roti bantal manis 1260 unit, dan untuk roti anyam sebesar 1076 unit.
Untuk tahun 2016, titik break even point pada penjualan roti bantal coklat 15.403 unit atau Rp 184.837.395,- roti tawar kentang 10.004 atau 130.045.562,- roti lapis surabaya 8.067 atau Rp 80.665.418,- roti tawar kupas 7.278 atau 72.775.330,- roti sisir 6.323 atau Rp 50.582.443,-