• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

(STUDI KASUS di Unit Usaha REJOSARI PTPN VII LAMPUNG)

Oleh

Bogie Miftahur Ridwan A24104083

PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

Bogie Miftahur Ridwan. Penerapan Model Gash Untuk Pendugaan Intersepsi Hujan Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung). Di bawah bimbingan Naik Sinukaban dan Kukuh Murtilaksono.

Intersepsi hujan adalah proses tertahannya air hujan pada permukaan vegetasi sebelum diuapkan kembali ke atmosfer. Hilangnya air melalui intersepsi (interception loss) merupakan bagian penting dalam siklus hidrologi, yaitu kaitannya dengan produksi air (water yield) suatu DAS. Intersepsi hujan pada pertanaman kelapa sawit perlu diketahui untuk dapat menduga jumlah air hujan yang menjadi run off.

Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi besarnya intersepsi melalui pengukuran dan perhitungan aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (troughfall) pada tanaman kelapa sawit serta menduga besarnya intersepsi selama 4 bulan pengamatan menggunakan model Gash di Perkebunan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 16 hari kejadian hujan dalam periode 4 bulan pengamatan dengan hujan harian bervariasi antara 1.06 sampai 41.13 mm/hari, rata-rata hujan total ketiga blok pengamatan sebesar 166.09 mm dan intensitas hujan rata-rata sebesar 18.53 mm/jam. Aliran batang dan curahan tajuk meningkat dengan meningkatnya curah hujan dan intensitas hujan. Nilai aliran batang per kejadian hujan bervariasi antara 0.01 sampai 3.74 mm atau 0.39 sampai 11.22 % dari total hujan harian. Nilai curahan tajuk per kejadian hujan bervariasi antara 0.27 sampai 32.27 mm atau 23.00 sampai 86.40 % dari total hujan harian. Besarnya intersepsi dipengaruhi oleh ketebalan hujan dan intensitas hujan serta curahan tajuk dan aliran batang yang terjadi.

Intersepsi per kejadian hujan bervariasi antara 0.41 sampai 11.98 mm atau 4.11 sampai 76.18 % dari hujan total harian. Total intersepsi selama 4 bulan pengamatan bervariasi antara 39.77 sampai 70.78 mm atau 23.56 sampai 42.11 % dari total hujan dengan rata-rata intersepsi selama 4 bulan pengamatan sebesar 57.9 mm atau 34.9 % total hujan. Intersepsi meningkat dengan meningkatnya curah hujan namun menjadi konstan ketika kapasitas maksimum tajuk menahan air tercapai.

Kapasitas maksimum intersepsi pada tanaman kelapa sawit terjadi pada curah hujan 22 mm sampai 30 mm. Hasil perhitungan rata-rata intersepsi menggunakan Model Gash (1979) adalah 36.7 mm (22.1 %) dari rata-rata total hujan selama periode 4 bulan pengamatan. Sedangkan hasil perhitungan intersepsi menggunakan Revisi Gash et al. (1995) adalah 41.7 mm (25.1 %) dari rata-rata total hujan selama periode 4 bulan pengamatan.

Kata kunci : curah hujan, aliran batang, curahan tajuk, intersepsi, model Gash

(3)

SUMMARY

Bogie Miftahur Ridwan. The Application of Gash Model to Estimate Rain Interception in Palm Plantation Area (Case Study in Rejosari Working Unit, PTPN VII Lampung). Supervised by Naik Sinukaban and Kukuh Murtilaksono.

Rainfall interception is a process of keeping temporarily of the rain water on vegetation crown, before it is being evaporated. The loss of water through interception is an important part in hydrologic cycle, in its relation with water yield of a watershed.

Rainfall interception in oil palm plantation need to be known to estimate the amount of rainfall which becomes run off.

This research is aimed to predict rainfall interception through measuring and calculating the stemflow and throughfall on palm trees and using Gash model to predict interception during 4 months research periode in Palm Plantation Rejosari Working Unit, PTPN VII, Lampung.

Results of this research, showed that there were 16 days of rain incidences in 4 months research periode with daily rainfall ranged from 1.06 to 41.13 mm/day. The average of total rainfall in 4 months was 166.09 mm and the average of rainfall intensity was 18.53 mm/hour. Stemflow and throughfall increased with total rainfall and rainfall intensity. The amount of stemflow per rain incidences were ranged from 0.01 to 3.74 mm or 0.39 to 11.22 % of total daily rainfall. The amount of troughfall per rain incidences were ranged from 0.27 to 32.27 mm or 23.00 to 86.40 % of total daily rainfall. The amount of interception depend on total rainfall, rainfall intensity, troughfall and stemflow. The amount of interception per rain incidences were ranged from 0.41 to 11,98 mm or 4.11 to 76.18 % of total daily rainfall. Total interception in 4 months were ranged from 39.77 to 70.76 mm or 23.56 to 42.11 % of total rainfall. The average of total interception in 4 month was 57. 9 mm or 34.9 % of total rainfall. Interception increased with increasing rainfall, however, interception would become constant when the carrying capacity of crown have been saturated. Maximum interception capacity of the oil palm plantation occurred at rainfall were ranged from 22 to 30 mm. The result of Gash model estimation (1979) was 22.1% from the average of total rain fall during 4 months research periode. The result revision of Gash et al. (1995) was 25.1% from the average of total rain fall during 4 months research periode.

Key word : rainfall, stemflow, troughfall, interception, Gash model

(4)

PENERAPAN MODEL GASH UNTUK PENDUGAAN INTERSEPSI HUJAN PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

(STUDI KASUS di Unit Usaha REJOSARI PTPN VII LAMPUNG)

Oleh

Bogie Miftahur Ridwan A24104083

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(5)

Judul Skripsi : Penerapan Model Gash Untuk Pendugaan Intersepsi Hujan Pada Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus di Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung)

Nama Mahasiswa : Bogie Miftahur Ridwan Nomor Pokok : A24104083

Menyetujui,

Pembimbing I

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.

NIP. 19461109 197302 1 001

Pembimbing II

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S.

NIP. 19600808 198903 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.

NIP. 19571222 198203 1 002

Tanggal Lulus :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 24 September 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Aam Ramli dan Siti Nur’aini.

Pada tahun 1998 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri I Bekasi, selain itu pada tahun yang sama penulis juga menyelesaikan studi di Madrasah Ibtidaiyah At-Taubah Bekasi. Penulis melanjutkan studi di SLTP Negeri I Bekasi dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMU Negeri I Bekasi.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Tanah melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Selama menjalankan studi di IPB menulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan Biro Lingkungan Hidup Azimuth. Penulis ikut serta menjadi asisten praktikum mata kuliah Kartografi pada tahun 2006. Penulis ikut serta menjadi panitia Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air pada tahun 2007.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Intstitut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini penulis melakukan penelitian di Perkebunan Kelapa Sawit Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung yang berjudul ”Penerapan Model Gash Untuk Pendugaan Intersepsi Hujan Pada Perkebunan Kelapa Sawit”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Bapak Naik Sinukaban dan Bapak Kukuh Murtilaksono, pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, arahan dan nasehat atas penulisan skripsi ini.

2. Bapak Moch. Anwar yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Direksi dan staf PPKS yang telah mendanai penelitian ini.

4. Manager dan staf Unit Usaha Rejosari PTPN VII Lampung beserta sinder dan staf Afdeling III.

5. Orang Tua dan adikku atas doa dan motivasi yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Mas Pedro, Pak Hasan, Pak Sukidi, Pak Warno dan Mas Beki yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian.

7. Ratih, yang tiada hentinya memberikan semangat, doa dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Matung, Restu, Anita dan Marni sahabat seperjuangan yang telah sangat membantu penulis di lapang maupun di kampus.

9. Saudara-saudaraku Azimuth 14 (Adhi, Cablak, Babeh, Alwan, Hank, Ratna dan Ratih) dan seluruh keluarga besar Azimuth, atas dukungan yang diberikan kepada penulis.

10. Teman-teman Pondok Lamin Dentis yang selalu memberi semangat kepada penulis.

(8)

11. Teman-teman di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan angkatan 41 yang telah memberikan semangat kepada penulis.

12. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna sehingga masukan sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2009

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Pengertian Umum dan Siklus Hidrologi ... 3

Presipitasi ... 4

Intersepsi ... 5

Model Pendugaan Intersepsi ... 6

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu Penelitian ... 10

Bahan dan Alat Penelitian ... 11

Teknik Pengukuran di Lapangan ... 13

Curah Hujan ... 13

Aliran Batang ... 13

Curahan Tajuk ... 14

Penetapan Intersepsi ... 14

Pengukuran ... 14

Pendugaan dengan Model Gash ... 15

HASIL PEMBAHASAN ... 17

Curah Hujan ... 17

Aliran Batang ... 18

Curahan Tajuk ... 24

Intersepsi ... 28

Terapan Pendugaan Intersepsi Model Gash ... 32

Parameter-parameter Komponen Model ... 32

Hasil Pendugaan Model Gash ... 36

Korelasi antara Pengukuran Intersepsi Langsung dengan Perhitungan Intersepsi Menggunakan Model Gash ... 37

KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

Kesimpulan ... 40

Saran ... 41

(10)

DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN ... 45

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

Teks

1. Rumus-rumus Pendugaan Intersepsi Model Gash ... 16

2. Hasil Pengukuran Distribusi Frekuensi Hujan Total Ketiga Blok Pengamatan ... 17

3. Distribusi Curah Hujan Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan ... 18

4. Hasil Perhitungan Nilai Aliran Batang untuk Tiap Kelas Hujan pada Ketiga Blok Pengamatan ... 19

5. Distribusi Aliran Batang Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan ... 20

6. Hasil Pengukuran Nilai Curahan Tajuk untuk Tiap Kelas Hujan pada Ketiga Blok Pengamatan ... 25

7. Distribusi Curahan Tajuk Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan ... 25

8. Hasil Pengukuran Nilai Intersepsi untuk Tiap Kelas Hujan pada Ketiga Blok Pengamatan ... 29

9. Distribusi Persentase Intersepsi Berdasarkan Kelas Intensitas Hujan ... 29

10. Laju Evaporasi Rata-rata dari Ketiga Blok Pengamatan ... 33

11. Kapasitas Tajuk (S) Pada Blok Pengamatan ... 34

12. Hasil Parameterisasi Unsur-unsur Model Pendugaan Intersepsi untuk Blok Pengamatan ... 36

13. Hasil Pendugaan Intersepsi dengan Model Gash untuk Ketiga Blok Pengamatan ... 37

Lampiran 1. Curah Hujan Masing-masing Blok Pengamatan ... 45

2. Hasil Pengukuran Intersepsi Pada Blok I ... 45

3. Hasil Pengukuran Intersepsi Pada Blok II ... 46

4. Hasil Pengukuran Intersepsi Pada Blok III ... 46

5. Hasil Pengukuran Aliran Batang Pada Tiga Blok Pengamatan ... 47

6. Hasil Pengukuran Curahan Tajuk Pada Tiga Blok Pengamatan ... 47

7. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan <5 mm/hari ... 48

8. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan 5-10 mm/hari ... 49

(12)

9. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan

10-15 mm/hari ... 49

10. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Hujan >15 mm/hari ... 50

11. Hasil Pengukuran Intersepsi Langsung ... 50

12. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan <5 mm/jam ... 50

13. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan 5-15 mm/jam ... 51

14. Hasil Pengukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan 15-25 mm/jam ... 51

15. Hasil Penukuran Komponen Intersepsi Pada Kelas Intensitas Hujan >25 mm/jam ... 52

16. Hasil Pengukuran Intensitas Hujan Rata-rata ... 52

17. Data Vegetatif Blok I ... 54

18. Data Vegetatif Blok II ... 55

19. Data Vegetatif Blok III ... 56

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

Teks

1. Tata Letak Blok-blok Penelitian ... 10

2. Penakar Curah Hujan ... 12

3. Selang Penampung Air Aliran Batang ... 12

4. Drum Penampung Air Aliran Batang ... 12

5. Bak Besi Penampung Air Curahan Tajuk ... 12

6. Corong Penampung Air Curahan Tajuk ... 13

7. Talang Penampung Curahan Tajuk ... 13

8. Grafik Hubungan Antara Aliran Batang dengan (a) Kelas Hujan dan (b) Intensitas Hujan ... 21

9. Grafik Antara Curah Hujan dan Aliran Batang untuk Ketiga Blok Penggunaan Lahan Kelapa Sawit ... 23

10. Grafik Hubungan Antara Curahan Tajuk dengan (a) Kelas Hujan dan (b)Intensitas Hujan ... 26

11. Grafik Regresi Antara Curah Hujan dan Curahan Tajuk untuk Ketiga Blok Penggunaan Lahan Kelapa Sawit ... 27

12. Grafik Hubungan Antara Intersepsi dengan (a) Kelas Hujan dan (b) Intensitas Hujan ... 30

13. Grafik Regresi antara Curah Hujan dengan Intersepsi pada Ketiga Blok Penggunaan Lahan Kelapa Sawit ... 31

14. Grafik Regresi Linier Antara Curah Hujan dengan Intersepsi ... 33

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditi utama pada sektor perkebunan di Indonesia. Kelapa sawit merupakan tanaman yang membutuhkan air dalam jumlah yang besar. Curah hujan optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit rata-rata 2000 – 2500 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan dan tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm (Fauzi et al., 2002). Bila terjadi kekeringan maka akar tanaman kelapa sawit sulit menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Hal ini menyebabkan terganggunya pertumbuhan, perkembangan bunga dan buah yang pada akhirnya akan menurunkan produksi kelapa sawit. Darmosarkoro, Harahap dan Syamsudin (2001) menyatakan bahwa kekeringan berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman, pertumbuhan vegetatif, produksi, populasi hama dan penyakit serta gulma pada lahan kelapa sawit.

Secara alamiah air mengalami peredaran melalui siklus hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut secara terus menerus. Dalam siklus ini terjadi proses penghilangan dan pengembalian air secara teratur. Salah satu bagian penting dalam siklus hidrologi adalah presipitasi. Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang berfungsi mengembalikan air yang hilang oleh penguapan serta mengisi kembali air tanah.

Sebagian hujan yang jatuh menguap sebelum tiba di permukaan bumi, yakni ketika sedang jatuh atau ditahan dan melekat pada tumbuh-tumbuhan. Bagian air ini disebut air intersepsi dan peristiwa penahanan air tersebut disebut peristiwa intersepsi (Arsyad, 2000). Dalam siklus hidrologi, kehilangan air melalui proses intersepsi sangat perlu untuk diketahui, karena terkait dengan produksi air dari suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Dingman (1994 dalam Sianturi, 2009) mengatakan besarnya intersepsi untuk berbagai jenis tajuk tumbuhan berkisar antara 10 – 40 % dari hujan total. Dalam bidang pertanian jumlah air yang terintersepsi, meskipun relatif kecil, mempunyai arti yang penting dalam hubungannya dengan kebutuhan air tanaman.

Sejak tahun 2005 melalui kerja sama antara Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan dengan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor di Unit Usaha Rejosari, PT Perkebunan Nusantara VII, Lampung dilakukan penelitian

(15)

konservasi tanah dan air. Oleh karena itu, sangat penting pula dilakukan pengukuran intersepsi di daerah penelitian tersebut, karena intersepsi merupakan salah satu komponen penentu neraca air pada suatu wilayah tangkapan yaitu untuk menduga jumlah air yang menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan dapat mengurangi kesuburan tanah, karena menyebabkan tererosinya lapisan top soil. Air hujan yang tertahan terlebih dahulu pada batang dan tajuk kelapa sawit dapat menekan daya tumbukan langsung terhadap permukaan tanah, sehingga kekuatan air yang menyebabkan terjadinya erosi berkurang.

Besarnya intersepsi baru dapat diketahui setelah diketahui besarnya hujan sebelum dan sesudah tajuk tumbuhan dari hasil pengukuran langsung. Namun karena sifat tajuk tumbuhan relatif tidak berubah dari waktu ke waktu maka besarnya intersepsi dapat diduga dari model yang ada. Model analitik intersepsi Gash dipilih untuk menduga besarnya intersepsi karena komponen penyusun model yang digunakan cukup sederhana seperti porositas tajuk, kapasitas simpan tajuk dan batang, input batang, laju evaporasi harian dan intensitas hujan yang diperoleh dari hasil analisis data lapangan. Setelah komponen penyusun model diketahui maka dapat diduga besarnya intersepsi untuk tanaman kelapa sawit di daerah yang berbeda dengan umur tanam yang sama.

Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Memprediksi besarnya intersepsi melalui pengukuran dan perhitungan aliran batang (stemflow) dan curahan tajuk (troughfall) pada tanaman kelapa sawit.

2. Menerapkan model Gash untuk pendugaan intersepsi pada tanaman kelapa sawit.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Umum dan Siklus Hidrologi

Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air dari saat air jatuh di permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh kembali ke bumi sangat penting dalam hidrologi (Haridjaja et al., 1991). Menurut Seyhan (1990) daur hidrologi diberi batasan sebagai tahapan- tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer;

evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun di tubuh air.

Arsyad (2000) menjelaskan secara terinci tentang siklus air, bahwa sebagian air yang jatuh (hujan) menguap sebelum tiba di permukaan bumi, yakni ketika sedang jatuh atau ditahan dan melekat pada tumbuh-tumbuhan. Bagian air hujan yang ditahan dan melekat di permukaan daun dan cabang disebut air intersepsi dan peristiwa penahanan air tersebut disebut peristiwa intersepsi. Air hujan yang sampai di permukaan tanah adalah air yang jatuh langsung, air hujan yang setelah tertahan oleh daun atau cabang pohon kemudian jatuh ke permukaan tanah disebut lolosan tajuk, dan air hujan jatuh di permukaan daun, cabang, batang kemudian mengalir melalui batang ke bawah disebut aliran batang. Bagian dari air tersebut yang sampai ke permukaan tanah disebut persediaan air permukaan akan mengalir di permukaan atau masuk kedalam tanah. Air yang mengalir di permukaan tanah disebut aliran permukaan. Peristiwa masuknya air ke dalam tanah disebut infiltrasi. Aliran permukaan akan terkumpul di dalam danau reservoir atau sungai dan kemudian mengalir ke laut. Dalam perjalanan air menuju laut sebagian ada yang diuapkan kembali ke udara.

Sebagian air yang masuk ke dalam tanah akan segera keluar kembali ke sungai-sungai sebagai aliran intra (interflow), sedangkan sebagian besar lainnya akan tersimpan sebagai air tanah yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah sebagai limpasan air tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 1993).

(17)

Presipitasi

Presipitasi adalah proses jatuhnya air dari udara ke dalam bentuk padat atau cair seperti hujan, salju, es, kabut atau embun ke permukaan bumi (Haridjaja et al., 1991). Menurut Viesmann et al. (1977) bentuk dan jumlah presipitasi dipengaruhi oleh faktor iklim antara lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer.

Di daerah tropis, presipitasi ditemui dalam bentuk hujan, maka presipitasi dalam konteks daerah tropis sama dengan hujan.

Curah hujan adalah air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama jangka waktu tertentu, diukur dalam satuan tinggi kolom di atas permukaan horizontal, apabila tidak terjadi penghilangan-penghilangan oleh penguapan, pengaliran, dan peresapan ke dalam tanah. WMO (1991 dalam Anwar, 2003) menyatakan satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih dan curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, hari hujannya dianggap nol.

Menurut para ahli hanya ± 25 % dari seluruh presipitasi yang jatuh di daratan mengalir ke laut melalui permukaan dan aliran bawah tanah, sedangkan sisanya ± 75 % kembali ke udara melalui proses evaporasi dari permukaan air, tanah, batu, dan benda-benda lain di permukaan bumi, serta melalui proses transpirasi. Namun demikian uap air hasil evapotranspirasi bukanlah sumber utama presipitasi di daratan yang bersangkutan. Uap air hasil evapotranspirasi dari daratan seringkali terserap oleh massa udara kering dan hanya sebagian kecil yang terpresipitasikan kembali pada tempat yang sama. Seringkali sumber presipitasi di daratan adalah uap air hasil evaporasi di permukaan laut yang terbawa ke daratan bersama massa udara yang bergerak sebagai angin laut (Haridjaja et al., 1991).

Penakar-penakar presipitasi biasanya ditempatkan pada tempat terbuka dan dengan demikian tidak mengukur presipitasi yang sampai di tanah di bawah suatu tajuk vegetasi. Bagian presipitasi yang tetap pada permukaan vegetasi disebut intersepsi. Sebagian air yang diintersepsi ini menguap dan sebagian mencapai tanah secara langsung. Bagian tersebut dikenal sebagai air tembus (troughfall) (Seyhan, 1990).

(18)

Karakteristik hujan yang mempengaruhi besarnya intersepsi adalah curah hujan, intensitas hujan dan distribusinya. Curah hujan biasanya diukur setiap hari hujan (hujan harian) dan dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Intensitas hujan merupakan curah hujan per satuan waktu (misalnya mm/15 menit, mm/30 menit, mm/jam dst) dan dapat diukur dengan pencatat otomatis. Curah hujan yang dapat mencapai tanah merupakan penjumlahan antara curahan tajuk dengan aliran batang yang biasa disebut dengan presipitasi netto (Pn).

(Kaimuddin, 1994).

Intersepsi

Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi, di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Air hujan jatuh pada permukaan tajuk vegetasi akan mencapai permukaan lantai hutan melalui dua proses mekanis, yaitu lolosan tajuk (throughfall) dan aliran batang (stemflow).

Air lolos jatuh langsung ke permukaan tanah melalui ruangan antar tajuk/daun atau menetes melalui daun, batang, dan cabang, sedangkan aliran batang adalah air hujan yang dalam perjalanan mencapai permukaan tanah mengalir melalui batang vegetasi. Dengan demikian, intersepsi hujan adalah beda antara curah hujan total dan hasil pertambahan antara lolosan tajuk (throughfall) dan aliran batang (stemflow) (Asdak, 2004). Menurut Manan (1976), yang dimaksud dengan aliran batang adalah bagian dari curah hujan yang dicegat, terkumpul dan mengalir ke bawah melalui batang. Air hujan yang mengalir ke batang mempunyai koefisien tertentu yang disebut koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang disebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash, 1979 dalam Anwar, 2003).

Faktor-faktor yang mempengaruhi intersepsi curah hujan pada suatu areal bervegetasi dipengaruhi oleh komposisi spesies, umur tanaman, kerapatan tegakan, musim dalam setahun dengan keragaman dalam intensitas presipitasi (Seyhan, 1990). Semakin banyak jumlah pohon per satuan luas, maka jumlah air hujan yang diuapkan kembali ke atmosfer menjadi semakin besar. Hal ini berkaitan dengan faktor luas bidang penguapan, yaitu tajuk vegetasi atau dengan

(19)

kata lain bahwa besarnya intersepsi ditentukan oleh angka indeks luas daun (LAI).

Berkurangnya nilai LAI akan menurunkan besarnya kapasitas tampung air pada permukaan tajuk vegetasi (canopy storage capacity) (Asdak, 2004).

Menurut Kaimuddin (1994), dalam bidang hidrologi hilangnya air melalui intersepsi (interception loss) merupakan bagian penting dalam siklus hidrologi, yaitu kaitannya dengan produksi air (water yield) suatu DAS.

Intersepsi bersama-sama dengan penguapan merupakan suatu gejala yang mendapat perhatian, karena gejala ini merupakan salah satu cara air menghilang dari tempat yang membutuhkan, sehingga peristiwa ini menjadi penting bagi pertanian, hidrologi, ekologi dan pemukiman penduduk. Peranan intersepsi hujan oleh vegetasi dalam neraca air dari suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah sangat besar, hal ini berkaitan dengan mekanisme berlangsungnya proses-proses evaporasi dan transpirasi yang terjadi dalam masyarakat vegetasi. Secara umum proses intersepsi di pengaruhi oleh dua faktor utama yaitu; karakteristik vegetasi, dan iklim setempat (Asdak, 2004).

Model Pendugaan Intersepsi

Pengukuran intersepsi hujan secara langsung di lapangan memerlukan banyak waktu, tenaga, dan biaya yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu pendekatan melalui model pendugaan yang dibangun berdasarkan perameter- parameter yang dapat diukur seperti; curah hujan total (gross precipitation) yang dapat diukur dari areal terbuka atau diukur di atas tajuk vegetasi (Pg), curahan tajuk (Tf), dan aliran batang (Sf).

Besarnya intersepsi hujan ( I ) secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

I = Pg – Tf – Sf ………... (1) Dimana I adalah intersepsi (mm), Pg adalah curah hujan total (mm), Tf adalah curahan tajuk (Troughfall), dan Sf adalah aliran batang (Stemflow)

Gash (1979 dalam Anwar, 2003) telah berusaha dan mencoba mengembangkan model analitik dengan memanfaatkan kondisi iklim. Model Gash dipergunakan untuk menghitung intersepsi berdasarkan pada setiap kejadian hujan dan mengidentifikasi secara terpisah faktor meteorologi dan faktor biologi

(20)

yang menentukan intersepsi, karena dengan demikian akan dapat memberikan kerangka kerja dengan hasil ekstrapolasi secara sangat mudah untuk daerah lain.

Asumsi-asumsi utama yang disederhanakan oleh Gash (1979 dalam Anwar, 2003) sebagai berikut:

a. Pola distribusi hujan dalam bentuk hujan terus-menerus dengan interval periode tidak hujan cukup lama, sehingga memungkinkan tajuk dan batang pohon menjadi kering,

b. Kondisi meteorologi selama terjadi penjenuhan tajuk, dianggap sama untuk semua hujan, artinya bahwa rata-rata kondisi hujan dan evaporasi dapat mewakili seluruh data hujan dan evaporasi yang ada,

c. Bahwa tidak ada penetesan (air yang lolos) selama proses penjenuhan tajuk dan jumlah air pada tajuk setelah hujan akan cepat berkurang (antara 20 – 30 menit) sampai tercapainya nilai daya tampung air yang terkecil.

Adapun komponen intersepsi yang diperlukan dalam penggunaan model Gash selama kejadian hujan tertentu adalah sebagai berikut:

1. Intersepsi untuk kejadian hujan ringan yang tidak cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg < Pg);

  

m

j

t Pgj

p p I

1

1 untuk m hujan ... (2)

di mana Pg adalah curah hujan total, m adalah jumlah kejadian hujan kecil (Pg < Pg'), p adalah porositas atau celah tajuk (menunjukkan jumlah curah hujan yang langsung ke tanah tanpa terlebih dahulu menyentuh tajuk), dan pt

adalah koefisien input batang.

2. Intersepsi untuk kejadian hujan besar yang cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg > Pg);

 

I n1p pt Pg' Suntuk n hujan ... (3) di mana Pg curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk, n adalah jumlah kejadian hujan besar (Pg > Pg), dan S adalah kapasitas tampung tajuk.

3. Evaporasi yang terjadi pada tajuk jenuh selama hujan berlangsung

 

n

j

Pg R Pgj

E

1

' ... (4)

(21)

di mana R

E adalah nisbah antara evaporasi rata-rata dengan intensitas hujan

yang besarnya sebanding dengan koefisien arah (slope) regresi antara curah hujan dengan intersepsi, Pg adalah curah hujan total, dan Pg adalah curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk.

4. Evaporasi yang terjadi setelah hujan berhenti;

nS ... (5) 5. Evaporasi yang terjadi pada batang (cabang) pada hujan yang tidak

menjenuhkan batang adalah;

qSt + Pt

q n m

j

Pqj

1

untuk q hujan ... (6) di mana St adalah kapasitas tampung batang, q adalah kejadian hujan yang

cukup untuk menjenuhkan batang

 

 

t t

P Pg S .

Sedang besarnya Pg dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Pg =  

 

 

R p p

E E

S R

t) 1

( 1

ln ... (7) Untuk menyatakan intersepsi total, yang diturunkan dari kombinasi ke empat persamaan tersebut adalah sebagai berikut;

     

 







Pg Pg p p Pg qS p Pg

R Pg E p

p

I 1 t ' ' 1 t t t (8)

Persamaan-persamaan tersebut di atas telah direvisi Gash (1995 dalam Anwar, 2003) dengan menambahkan parameter bagian penutup tajuk, sehingga bentuk persamaan dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Intersepsi untuk kejadian hujan ringan yang tidak cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg < Pg);

m

j

Pgj c I

1

untuk m hujan …………...……….…… (9) di mana Pg curah hujan total, dan c adalah koefisien pemadaman

(menunjukkan fungsi dari indeks luas daun)

2. Intersepsi untuk kejadian hujan besar yang cukup untuk menjenuhkan tajuk (Pg > Pg);

(22)

cPg S

n

I  

' untuk n hujan ... (10) di mana Pg adalah curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk, dan S adalah kapasitas tampung tajuk.

3. Evaporasi yang tejadi pada tajuk jenuh selama hujan berlangsung;

 

 



n

j

Pg Pgj R

E

1

' ... (11) 4. Evaporasi yang terjadi setelah hujan berhenti;

nS ... (12) 5. Evaporasi yang terjadi pada batang (cabang) pada hujan yang tidak

menjenuhkan batang adalah;

n q

j

Pgj pt qSt

1

untuk q hujan ... (13) di mana St adalah kapasitas tampung batang, q adalah kejadian hujan yang cukup untuk menjenuhkan batang

 

 

t t

P Pg S .

Sedang besarnya Pgdapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :



 

 

cR

E E

S

Pg' R ln 1 ... (14)

Untuk menyatakan intersepsi total, yang diturunkan dari kombinasi ke empat persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

 

 







Pg Pg c Pg qS P Pg

R Pg E c

I ' ' t t ... (15)

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun kelapa sawit Afdeling III, pada blok I (375), II (415), dan III (414) Unit Usaha Rejosari, PT Perkebunan Nusantara VII Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung (Gambar 1). Curah hujan tahunan di daerah penelitian berkisar antara 1500 sampai 2100 mm/tahun. Jumlah hari hujan yang terjadi di daerah penelitian 77 sampai 122 hari/tahun dengan jumlah bulan kering 3 sampai 4 bulan/tahun. Water Deficit yang terjadi mencapai 10 sampai 400 mm/tahun (PT Perkebunan Nusantara - VII, 2005). Tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe C, Oldeman tipe D3 dan Koppen tipe Ama (Siregar, 2003). Kegiatan pengamatan dan pengukuran parameter intersepsi di lapangan dilakukan mulai Januari hingga April 2008.

Gambar 1. Tata Letak Blok-Blok Penelitian (375, 415, 414)

IV IV

Lokasi

(24)

Bahan dan Alat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang telah berumur 12 tahun. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Penakar hujan tipe otomatis (Tiping Bucket) 1 buah (diameter 14 cm pada blok I) dan observatorium sebanyak 2 buah (diameter 11.3 pada blok II dan 19.4 cm pada blok III) untuk pengukuran curah hujan bruto (Pg) (Gambar 2).

b. Selang plastik untuk menadah dan mengalirkan air hasil aliran batang ke drum penampung (Gambar 3).

c. Drum plastik dengan volume 130 liter sebanyak 27 atau 9 drum pada setiap blok untuk menampung aliran batang (Gambar 4).

d. Bak besi dengan luas penampang 1 m2 sebanyak 9 atau 3 bak besi pada setiap blok untuk menampung butir-butir air curahan tajuk (Gambar 5).

e. Corong penampung curahan tajuk dengan diameter 29 cm pada blok I sebanyak 6 corong dan dengan diameter 24 cm ditempatkan pada blok II dan III sebanyak 12 corong dengan wadah penyimpan air dibawahnya (Gambar 6).

f. Talang penampung curahan tajuk dengan panjang 375.5 cm (1), 376.5 cm (2), 375.6 cm (3) pada blok I; 366.5 cm (1),368.5 cm (2), 367.9 cm (3) pada blok II; 376.5 cm (1), 376 cm (2), 376.5 cm (3) pada blok III, dengan lebar dan tinggi semua talang sama yaitu 10 cm dan 10.5 cm sebanyak 9 talang atau 3 talang pada setiap blok dengan wadah penyimpan air dibawahnya (Gambar 7).

g. Gelas ukur 1000 milimeter sebanyak 5 buah, 100 milimeter sebanyak 2 buah, dan gelas piala 2000 milimeter sebanyak 4 buah untuk mengukur volume curahan tajuk, aliran batang, dan curah hujan bruto (Pg).

(25)

Gambar 2. Penakar Curah Hujan

Gambar 3. Selang Penampung Air Aliran Batang

Gambar 4. Drum Penampung Air Aliran Batang

Gambar 5. Bak Besi Penampung Air Curahan Tajuk

(26)

Gambar 6. Corong Penampung Air Curahan Tajuk

Gambar 7. Talang Penampung Air Curahan Tajuk

Teknik Pengukuran di Lapangan

Curah Hujan

Pemasangan tiga alat penakar hujan pada masing–masing blok ditujukan untuk mengamati curah hujan secara teliti dan sekaligus untuk mengantisipasi adanya kemungkinan variasi hujan pada ketiga blok tersebut. Curah hujan diperoleh dengan mengukur volume air yang tertampung di penakar hujan pada setiap hari hujan, menggunakan gelas ukur kapasitas 1000 ml dan 100 ml. Untuk mendapatkan curah hujan dalam satuan milimeter, volume air yang tertampung pada setiap penakar hujan dibagi dengan luas penampang dari masing-masing penakar hujan yaitu 154 cm2 penakar hujan otomatis dan penakar hujan observatorium 100.33 cm2 pada blok II dan 295.71 cm2 pada blok III

Aliran Batang

Aliran batang pada penelitian ini adalah bagian air yang dicegat vegetasi, mengalir ke bawah melalui batang. Pengukuran air hasil aliran batang dilakukan

(27)

setiap hari hujan. Volume air hasil tampungan aliran batang diketahui dengan mengkonversikan angka kalibrasi antara tinggi air yang terbaca pada selang plastik transparan (mm) dengan volume drum penampung (ml). Untuk mendapatkan volume aliran batang dalam satuan milimeter, volume aliran dalam satuan milimeter air (dari rata-rata pohon sampel pada setiap blok) dikalikan dengan jumlah pohon yang ada pada masing-masing blok, kemudian hasil dari perhitungan tersebut dibagi dengan luas masing-masing blok.

Curahan Tajuk

Curahan tajuk pada penelitian ini adalah bagian dari air hujan yang berhasil menembus tajuk vegetasi sehingga mencapai permukaan tanah baik secara langsung ataupun tertahan terlebih dahulu oleh tajuk pohon. Volume air hasil tampungan curahan tajuk diketahui dengan mengukur air yang tertampung pada setiap hari hujan dari ketiga tipe penakar curahan tajuk menggunakan gelas ukur 1000 ml. Untuk mendapatkan volume curahan tajuk dalam satuan milimeter yaitu pada bak besi, volume air curahan tajuk pada bak besi dibagi dengan luas penampang bak besi (1 m2), kemudian nilai konversi curahan tajuk dari ketiga bak besi pada setiap blok dirata-ratakan. Pada corong, rata-rata volume air curahan tajuk yang tertampung dari ke 6 corong penampung dibagi dengan luas penampang masing-masing corong yaitu 0.066 m2 pada blok I dan 0.045 m2 pada blok II dan III, volume curahan tajuk yang tertampung pada talang dibagi dengan hasil penjumlahan luas dari ketiga penampang talang yaitu 1.13 m2 pada blok I dan III serta 1.10 m2 pada blok II.

Penetapan Intersepsi Pengukuran

Intersepsi adalah bagian dari curah hujan yang tidak sampai ke permukaan tanah akibat penahanan tajuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Besarnya intersepsi curah hujan dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

I = Pg – Sf – Tf dimana :

I = jumlah air yang diintersepsi (mm) Sf = aliran batang (mm) Pg = curah hujan bruto (mm) Tf = curahan tajuk (mm)

(28)

Pendugaan dengan Model Gash

Sebagai pembanding hasil pengukuran intersepsi hujan, juga dilakukan pendugaan menggunakan model intersepsi yang dikembangkan Gash (1979 dalam Anwar, 2003) dan revisi model Gash et al. (1995 dalam Anwar, 2003). Asumsi dasar yang berlaku pada penggunaan model tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pola distribusi hujan dapat dalam bentuk hujan terus-menerus dengan periode

tidak hujan cukup lama yang memungkinkan tajuk dan batang pohon menjadi kering,

2. Laju curah hujan dan evaporasi dianggap konstan selama berlangsungnya satu atau lebih kejadian hujan,

3. Laju evaporasi dari batang yang jenuh selama berlangsungnya hujan diabaikan, dan

4. Diasumsikan hanya ada satu kejadian dalam waktu satu hari.

Gash (1979 dalam Anwar, 2003) melaporkan bahwa hasil penelitian tentang intersepsi yaitu; curahan tajuk, aliran batang, dan intersepsi memiliki hubungan yang nyata dalam bentuk persamaan regresi linier sederhana yang dituliskan sebagai berikut :

Y = βPg + α di mana:

Y = hasil perhitungan intersepsi hujan (mm) Pg = curah hujan di tempat terbuka (mm) β dan α = koefisien regresi

Adapun rumus-rumus pendugaan intersepsi model Gash (1979 dalam Anwar, 2003) dan revisi model Gash et al. (1995 dalam Anwar, 2003) secara ringkas disajikan pada Tabel 1.

(29)

Tabel 1. Rumus-rumus pendugaan intersepsi Model Gash

Komponen Intersepsi Model Gash (1979) Revisi Model Gash et. al. (1995)

Jumlah kejadian hujan (m) yang tidak

menjenuhkan tajuk

PgPg'

   

m

j

t Pgj

p p

1

1

m

j

Pgj c

1

Jumlah Kejadian Hujan (n) yang

menjenuhkan tajuk

PgPg'

  





  pp PgS

n 1 t '





cPgS

n '

Evaporasi pada tajuk basah selama hujan

berlangsung

  

n

j

Pg R Pg

E

1

'

  

n

j

Pg R Pgj

E

1

' Evaporasi setelah hujan berhenti

nS nS

Evaporasi dari batang

m n q

j t

t p Pgj

qS

1

n q

j t

t p Pgj

qS

1

Parameter-parameter Model Gash (1979) Revisi Model Gash et. al. (1995)

Hujan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan

tajuk

 

Pg '

 

 

p pt R

E E

S R

1 1

ln 

 

 

cR

E E

S R ln 1

Laju evaporasi rata-rata pada tajuk basah EEw EcEc

Kapasitas tajuk S S = cSc

Fraksi penutupan tajuk 1-p C

Keterangan :

Jumlah hujan (q) untuk penjenuhan batang di mana Pg’>St / Pt

C = fungsi dari LAI St = kapasitas batang S = kapasitas simpan tajuk

P = porositas tajuk 𝐸 = laju evaporasi rata-rata

Pt = koefisien input batang 𝑅 = intensitas hujan rata-rata

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Curah Hujan

Hasil pengamatan lapang selama penelitian dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2008 tercatat sebanyak 16 hari kejadian hujan pada blok I, II dan III dengan asumsi hanya satu kejadian hujan dalam waktu satu hari hujan.

WMO (1991 dalam Anwar, 2003) menyatakan Satu hari hujan adalah periode 24 jam di mana terkumpul curah hujan setinggi 0.5 mm atau lebih dan curah hujan kurang dari ketentuan tersebut, hari hujannya dianggap nol. Curah hujan yang terjadi sangat bervariasi dalam periode pengamatan (Januari – April 2008) antara 1.82 mm/hari hingga 37.35 mm/hari dengan total curah hujan 168.82 mm pada blok I; 1.19 mm/hari hingga 41.13 mm/hari dengan total curah hujan 168.02 mm pada blok II; 1.06 mm/hari hingga 33.75 mm/hari dengan total curah hujan 161.44 mm pada blok III (Tabel Lampiran 1). Rata-rata total hujan adalah sebesar 166.09 mm. Intensitas hujan selama penelitian berkisar antara 2.49 mm/jam hingga 69.13 mm/jam dengan intensitas hujan rata-rata untuk ketiga blok pengamatan adalah sebesar 18.53 mm/jam (Tabel Lampiran 16). Berdasarkan data curah hujan selama penelitian (Tabel Lampiran 1) kejadian hujan yang terjadi selama penelitian merupakan kategori hujan antara sangat ringan (≤ 5 mm/hari) sampai ringan (5 - 20 mm/hari). Distribusi frekuensi curah hujan harian hasil pengamatan untuk ketiga blok selama bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2008 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran distribusi frekuensi hujan total ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan

Kelas Hujan (mm/hari)

Curah Hujan Rata-rata

(mm)

Waktu Hujan Rata-rata

(jam)

Frekuensi

Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)

< 5 2.92 0.47 23 6.62

5 – 10 6.94 0.54 6 12.97

10 – 15 13.42 0.63 6 21.87

> 15 23.76 0.64 13 40.64

Hasil pengamatan curah hujan selama penelitian menunjukkan, bahwa curah hujan <5 mm/hari adalah lebih sering terjadi yaitu 23 kejadian hujan. Hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan berkurangnya hujan terintersepsi karena

(31)

besarnya kapasitas simpan tajuk tidak berubah selama kejadian hujan. Sedangkan pada saat hujan dengan intensitas ringan intersepsi menjadi besar karena pada saat hujan dapat terjadi evaporasi terutama jika hujan berhenti untuk beberapa saat (Sianturi, 2009). Distribusi curah hujan berdasarkan kelas intensitas hujan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi curah hujan berdasarkan kelas intensitas hujan selama 16 hari hujan

Kelas Intensitas

Hujan (mm/jam)

Curah Hujan

Rata-rata (mm) Frekuensi

Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)

< 5 2.36 7 3.77

5 – 15 4.32 22 9.17

15 – 25 12.98 6 22.19

> 25 23.76 13 40.63

Tabel 3 menunjukkan bahwa curah hujan meningkat dengan semakin tingginya intensitas hujan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata curah hujan terkecil terjadi pada intensitas <5 mm/hari yaitu sebesar 2.36 mm dengan intensitas rata-rata sebesar 3.77 mm/jam. Sebaliknya, nilai rata-rata curah hujan terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 23.76 mm dengan intensitas rata-rata 40.63 mm/jam. Intensitas hujan 5-15 mm/jam paling sering terjadi yaitu sebanyak 22 kejadian. Sedangkan intensitas hujan 15-25 mm/jam memiliki frekuensi kejadian paling kecil yaitu sebanyak 6 kejadian.

Pengukuran waktu hujan dilakukan menggunakan tipping bucket yang ada pada blok I dengan asumsi lamanya kejadian hujan pada blok II dan blok III relatif sama.

Aliran Batang

Aliran batang terjadi setelah air hujan yang tercegat oleh ranting ataupun daun mengalir melalui batang pelepah sehingga akan terkumpul dan selanjutnya mengalir ke bawah melalui batang pohon. Potongan-potongan pelepah yang menutup rapat sekeliling batang mengakibatkan air pada awal terjadinya aliran batang tidak langsung mengalir ke bawah, melainkan diserap terlebih dahulu oleh batang dan ditahan oleh potongan-potongan pelepah tersebut. Hal ini mengakibatkan terjadi kehilangan air yang tinggi sebelum mengalami aliran

(32)

batang. Air hujan yang mengalir ke batang mempunyai koefisien tertentu yang disebut koefisien input batang (Pt). Sebelum mencapai tanah, aliran batang tersebut akan mengisi celah-celah batang yang disebut sebagai kapasitas batang untuk menyimpan air (St) (Gash, 1979 dalam Anwar, 2003).

Hasil perhitungan nilai rata-rata aliran batang untuk setiap blok pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 5. Nilai aliran batang pada kejadian hujan untuk ketiga blok bervariasi dari 0.01 sampai 3.74 mm dengan persentase 0.39 sampai 11.22 %. Besarnya aliran batang dari masing-masing blok pengamatan secara berturut-turut adalah; blok I 10.67 mm (6.32 %) dari total hujan 166.82 mm dengan rata-rata aliran batang 0.67 mm, blok II 11.26 mm (6.70 %) dari total hujan 168.02 mm dengan rata-rata aliran batang 0.70 mm, dan blok III 12.26 mm (7.59 %) dari total hujan 161.44 mm dengan rata-rata aliran batang 0.77 mm.

Rata-rata aliran batang untuk ketiga blok pengamatan sebesar 0.71 mm (6.87 %) dari total hujan. Nilai aliran batang yang kecil terjadi karena air hujan yang jatuh di atas tajuk tanaman yang kecil, sehingga air yang mengalir di batang sedikit.

Semakin tinggi curah hujan, maka semakin besar aliran batang yang terjadi. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi curah hujan maka laju penambahan aliran batang semakin meningkat. Artinya bahwa apabila terjadi hujan dengan intensitas rendah dan dalam waktu yang singkat, maka tidak terjadi aliran batang karena air yang mengalir melalui batang terlebih dahulu digunakan untuk membasahkan batang dan belum menjenuhkan kapasitas tampung batang, disamping itu curah hujan yang jatuh di atas tajuk ditahan dan diuapkan kembali ke atmosfer. Hasil data pengamatan aliran batang berdasarkan distribusi hujan pada setiap blok selama penelitian disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengukuran nilai aliran batang untuk tiap kelas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan

Kelas Hujan (mm/hari)

Aliran Batang Rata-rata

Frekuensi

Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)

(mm) (%)

< 5 0.10 2.99 23 6.62

5 - 10 0.26 3.93 6 12.97

10 - 15 0.98 7.48 6 21.87

> 15 1.88 7.65 13 40.64

(33)

Tabel 4 menunjukkan bahwa aliran batang meningkat dengan semakin besar kelas hujan, dengan kata lain bahwa aliran batang meningkat dengan bertambahnya ketebalan hujan. Hal ini ditunjukkan meningkatnya rata-rata aliran batang dengan semakin besarnya kelas hujan. Nilai rata-rata aliran batang tertinggi terdapat pada kelas hujan >15 mm/hari yaitu sebesar 1.88 mm, sedangkan kelas hujan <5 mm/hari memiliki nilai rata-rata aliran batang terendah yaitu sebesar 0.10 mm. Persentase aliran batang juga meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan namun pada kelas hujan >15 mm/hari peningkatan aliran batang tidak terlalu besar bahkan cenderung konstan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar curah hujan maka semakin besar aliran batang namun memiliki batas maksimum dimana aliran batang tidak akan mengalami peningkatan.

Adapun batas maksimum peningkatan aliran batang terjadi pada kelas hujan 10-15 mm/hari. Nilai aliran batang yang kecil terjadi karena air hujan yang jatuh diatas tajuk tanaman kecil, sehingga air yang mengalir di batang sedikit. Aliran batang juga meningkat dengan bertambahnya intensitas hujan. Distribusi aliran batang berdasarkan kelas intensitas hujan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi aliran batang berdasarkan kelas intensitas hujan pada ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan

Kelas Intensitas

Hujan (mm/jam)

Aliran Batang Rata-rata

Frekuensi

Intensitas Hujan Rata-rata (mm/jam)

(mm) (%)

< 5 0.05 1.68 7 3.77

5 – 15 0.21 4.05 22 9.17

15 – 25 0.80 6.08 6 22.19

> 25 1.88 7.65 13 40.63

Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh intensitas hujan. Semakin tinggi intensitas hujan maka semakin besar aliran batang. Nilai rata-rata aliran batang terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 1.88 mm. Sedangkan nilai rata-rata aliran batang terkecil terjadi pada intensitas hujan <5 mm/jam yaitu sebesar 0.05 mm. Grafik hubungan antara aliran batang dengan kelas hujan dan intensitas hujan disajikan pada Gambar 8.

(34)

Gambar 8. Grafik hubungan aliran batang dengan (a) kelas hujan dan (b) intensitas hujan untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan

Aliran batang meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan secara eksponensial (Gambar 8a). Rata-rata aliran batang yang terkecil terdapat pada kelas hujan >5 mm/hari yaitu 0.10 mm kemudian meningkat dengan semakin besarnya kelas hujan sampai pada kelas hujan >15 mm/hari yang memiliki nilai rata-rata aliran batang terbesar yaitu 1.88 mm. Nilai rata-rata aliran batang yang kecil disebabkan karena hujan yang jatuh kecil, sehingga hanya membasahi batang namun belum cukup untuk menjenuhkan batang. Aliran batang juga meningkat dengan semakin meningkatnya intensitas hujan (Gambar 8b). Aliran batang terkecil terjadi pada intensitas <5 mm/jam dengan rata-rata 0.05 mm kemudian meningkat dengan semakin tingginya intensitas hujan, sehingga aliran batang terbesar terjadi pada intensitas >25 mm/jam yaitu sebesar 1.88 mm. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh intensitas hujan. Hujan dengan intensitas rendah menyebabkan air hujan yang jatuh tertahan pada tajuk dan belum mengalir pada batang sehingga aliran batang yang terjadi kecil. Sedangkan pada saat hujan dengan

0,10 0,26

0,98

1,88

y = 0,035e1,025x R² = 0,985

n = 48

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00

< 5 5 − 10 10 − 15 >15

Aliran Batang (mm)

Kelas Total Hujan (mm/hari)

Aliran Batang (mm) Rata-rata Aliran Batang (mm) Expon. (Rata-rata Aliran Batang (mm))

0,05 0,21

0,80

1,88

y = 0,015e1,244x R² = 0,986

n = 48

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00

< 5 5 − 15 15 − 25 >25

Aliran Batang (mm)

Intensitas Hujan (mm/jam)

Aliran Batang (mm) Rata-rata Aliran Batang (mm) Expon. (Rata-rata Aliran Batang (mm))

(a)

(b)

(35)

intensitas tinggi, air hujan telah menjenuhkan tajuk kemudian turun menjadi aliran batang. Distribusi aliran batang berdasarkan intensitas hujan disajikan pada Tabel Lampiran 12 - 15.

Besarnya aliran batang dipengaruhi oleh bentuk batang, bentuk dan tekstur daun serta kulit batang. Perbedaan tersebut dapat menyebabkan perbedaan kapasitas batang untuk menyimpan air (Voigt, 1960 dalam Japar, 2000). Tanaman kelapa sawit memiliki pelepah daun yang panjang (7 - 9 meter) dengan jumlah anak daun tiap pelepahnya berkisar 250 - 400 helai, sehingga air hujan yang jatuh pada umumnya tertahan terlebih dahulu oleh pelepah daun tersebut kemudian mengalir melalui batang sampai ke permukaan tanah.

Laporan hasil penelitian (Kaimuddin, 1994; Anwar, 2003; Asdak, 2004) menunjukkan bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi oleh curah hujan total, intensitas hujan, selisih waktu antar kejadian hujan dan kondisi atmosfer sebelum terjadi hujan. Faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah ada atau tidaknya tumbuhan efifit dan lumut yang menempel pada kulit batang. Bentuk tajuk, kekokohan pelepah, penampilan kulit batang serta ada tidaknya tanaman efifit dan lumut mempengaruhi besarnya aliran batang (Japar, 2000). Kulit batang yang licin memberikan peran besar dalam mengalirkan air hujan melalui batang. Air hujan akan mengalir dengan mudah dibandingkan kulit pohon yang kasar. Kondisi kulit batang yang kasar dan retak-retak menyebabkan air hujan masuk dan tertahan pada kulit batang (Heryansah, 2008). Semakin besar diameter batang, maka aliran batang semakin kecil karena luas permukaannya semakin besar, sehingga air hujan yang mengalir melalui batang lebih banyak diserap kemudian diuapkan (Kaimuddin, 1994). Diameter batang tanaman kelapa sawit pada penelitian ini besarnya tidak jauh berbeda karena memiliki umur tanam yang sama, sehingga aliran batang yang dihasilkan tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Lee (1990) mengemukakan bahwa aliran batang bervariasi cukup besar di antara tipe dan spesies hutan dan bahkan diantara pohon-pohon dengan spesies yang sama.

Gambar 9 menunjukkan grafik hubungan antara curah hujan dengan aliran batang.

(36)

Gambar 9. Grafik hubungan antara curah hujan dan aliran batang untuk ketiga blok pengamatan selama 16 hari hujan

Berdasarkan hasil analisis regresi dapat disusun persamaan untuk ketiga blok sebagai berikut :

Sf = 0.090Pg – 0.227; r2 = 0.92 ………. ……… (16) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa antara curah hujan (Pg) dengan aliran batang (Sf) memiliki hubungan linier yang nyata. Dimana proporsinya ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi (r2). Berdasarkan nilai r2 pada pengamatan dapat dinyatakan bahwa curah hujan dapat menerangkan terjadinya aliran batang yaitu 92.3 %. Nilai koefisien arah regresi antara aliran batang (Sf) dengan curah hujan (Pg) adalah sebesar 0.09. Nilai koefisien arah regresi tersebut menggambarkan besarnya koefisien input batang untuk ketiga blok pengamatan.

Persamaan 16 baru berlaku untuk suatu nilai aliran batang jika Pg > α, artinya bahwa saat hujan mulai turun tidak langsung terjadi aliran batang namun memerlukan waktu beberapa saat, di mana α adalah intersep persamaan regresi.

Hal ini menggambarkan bahwa pada saat hujan mulai turun belum terjadi aliran batang, karena air yang mengalir melalui batang dipergunakan untuk membasahkan dan menjenuhkan kapasitas tampung batang. Jika kapasitas tampung batang sudah jenuh maka air akan mengalir melalui batang sampai ke permukaan tanah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa besarnya aliran batang dipengaruhi secara linier oleh waktu terjadinya hujan (intensitas hujan), semakin lama waktu terjadinya hujan (semakin besar intensitas hujan) maka semakin besar pula aliran batang yang terjadi. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa besarnya curah hujan yang sampai ke permukaan tanah melalui batang adalah sangat kecil. Sesuai penelitian yang dilaporkan oleh (Kaimuddin, 1994; Anwar, 2003).

y = 0,090x - 0,227 R² = 0,923

n = 48

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00

0,00 20,00 40,00 60,00

Aliran Batang (mm)

Curah Hujan (mm/hari)

Aliran Batang (mm)

Linear (Aliran Batang (mm))

(37)

Curahan Tajuk

Pengukuran curahan tajuk yang dilakukan di lapangan menggunakan tiga alat yaitu bak besi, corong dan talang. Pengukuran curahan tajuk yang dilakukan di lapangan dengan penakar bak besi sering mengalami kesalahan, sehingga sering didapatkan nilai intersepsi negatif dan tidak wajar, artinya curah hujan lebih kecil dari lolosan tajuk dan aliran batang. Curahan tajuk yang jatuh ke penakar bak besi seringkali tidak hanya dari tajuk yang tepat di atasnya, tetapi dari pelepah daun sawit lainnya di luar bidang tangkapan alat. Selanjutnya nilai curahan tajuk di dapat dari data pengukuran menggunakan corong dan talang.

Beberapa data curahan tajuk yang diperoleh dari pengukuran di lapangan menggunakan corong dan talang juga mempunyai nilai yang menyimpang, ketika nilai intersepsi yang diperoleh dari selisih antara curah hujan dengan penjumlahan curahan tajuk dan aliran batang bernilai negatif dan tidak wajar. Kemudian dilakukan seleksi antara data pengukuran curahan tajuk menggunakan corong dengan talang sehingga diperoleh nilai curahan tajuk yang wajar, artinya nilai intersepsi yang diperoleh dari selisih antara curah hujan dengan penjumlahan curahan tajuk dan aliran batang bernilai positif.

Hasil perhitungan nilai curahan tajuk untuk setiap blok pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 6. Nilai curahan tajuk pada kejadian hujan untuk ketiga blok bervariasi dari 0.27 sampai 32.27 mm dengan persentase 23.00 sampai 86.40 %. Besarnya curahan tajuk selama kejadian hujan dari masing-masing blok berturut-turut adalah; blok I 118.39 mm (70.12 %) dari hujan total 168.82 mm dengan rata-rata curahan tajuk 7.40 mm, blok II 86.00 mm (51.18 %) dari hujan total 168.02 mm dengan rata-rata curahan tajuk 5.38 mm, dan blok III 85.77 mm (53.13 %) dari hujan total 161.44 mm dengan rata-rata curahan tajuk 5.36 mm.

Rata-rata curahan tajuk untuk ketiga blok pengamatan sebesar 6.05 mm. Hasil pengukuran tersebut menggambarkan bahwa besarnya curahan tajuk dipengaruhi oleh ketebalan dan intensitas hujan disamping juga dipengaruhi sifat-sifat fisik dari tanaman kelapa sawit.

Perbedaan nilai curahan tajuk pada setiap blok lebih disebabkan karena adanya rotasi pemangkasan pelepah sehingga mempengaruhi kerapatan penutup tajuk.

Kittredge (1948 dalam Japar, 2000) menyatakan bahwa semakin rapat penutupan tajuk,

Referensi

Dokumen terkait

infiltrasi dengan meng-gunakan data curah hujan harian dan data evapotrans-pirasi harian tahun 1996 se-hingga didapat debit dugaan yang nilainya mendekati/-sama

Data yang telah diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh curah hujan dan hari hujan bulanan yang mempengaruhi

Produksi tanaman kelapa sawit bergantung pada hujan dan komposisi umur tanaman.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh curah hujan dan hari hujan serta hubungan korelasi

Data yang digunakan berasal dari 5 blok sampel hasil untuk menunjukkan hubungan antara curah hujan dan produksi tanaman, sementara produktivitas tanaman berdasarkan laporan

Hasil analisis regresi pada tanaman kelapa sawit berumur 10 dan 20 tahun menunjukkan bahwa curah hujan dan hari hujan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi

sedangkan curah hujan yang terjadi pada kebun Berangir memiliki curah hujan 2.818 mm/tahun sehingga dalam memenuhi kebutuhan air pada perkebunan kelapa sawit

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan metode analisa curah hujan rata-rata yang berbeda, dalam hal ini metode yang digunakan

Pada tulisan ini akan dihitung besar redaman hujan pada kanal gelombang millimeter sepanjang link di kota Medan dengan menggunakan pengukuran curah hujan langsung dan