• Tidak ada hasil yang ditemukan

URAIAN SINGKAT PROPOSAL PROYEK AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAREK KABUPATEN MALANG DENGAN SISTEM BUSUR RANGKA BAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "URAIAN SINGKAT PROPOSAL PROYEK AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAREK KABUPATEN MALANG DENGAN SISTEM BUSUR RANGKA BAJA"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

URAIAN SINGKAT

Pada perencanaan jembatan busur baja dalam tugas akhir ini dijelaskan perihal uraian proses perencanaan jembatan busur. Pada proses pendahuluan, diawali dengan penjelasan mengenai latar belakang pemilihan tipe jembatan, perumusan permasalahannya, tujuan perencanaan, batasan masalah hingga manfaat dari dibangunnya jembatan tersebut. Kemudian, dijelaskan perihal dasar-dasar perencanaan dengan pedoman yang digunakan yaitu RSNI T-02 2005, RSNI T-03-2005, BMS 1992 (BDM dan PPTJ) dan AISC-LRFD.

Tahap awal perencanaan yaitu dengan merencanakan jembatan dengan bentang 120m dengan sistem lalu lintas 2 lajur 2 arah dengan lebar total 13m tanpa median. Dengan desain untuk trotoar direncanakan selebar 2 x 1,0 m sepanjang jembatan. Jembatan di disain dengan pelata lantai kendaraan, trotoar, gelagar memanjang dan melintang serta konstruksi pemikul rangka utama yaitu busur rangka baja. Analisa dengan menggunakan program SAP 2000 dilakukan setelah diketahui beban – beban yang bekerja pada konstruksi tersebut untuk mendapatkan gaya – gaya dalam yang bekerja, khususnya untuk konstruksi pemikul utama dan konstruksi sekundernya. Kemudian dilakukan kontrol tegangan dan perhitungan sambungan.

Jembatan Kali Barek akan direncanakan dengan sistem busur rangka baja. Di mana jembatan tersebut akan direncanakan dengan satu bentang yang memiliki panjang bentang 120 m. Dengan desain busur rangka baja diharapkan mampu menerima beban beban yang terjadi, begitu pula mampu menerima beban kendaraan berat. Untuk struktur bangunan bawah direncanakan abutment (kepala jembatan) dengan pondasi tiang pancang sesuai perhitungan.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang

Di jalan lintas selatan propinsi Jawa Timur pada ruas jalan Metaraman - Wonogoro. Lokasi jembatan ini terletak pada daerah pegunungan yang jauh dari jalan raya dan sulit dilalui kendaraan bermotor, sehingga kehidupan sosial masyarakat sekitar sangat rendah. Dengan adanya pembangunan jembatan ini berfungsi meningkatkan perekonomian di Kabupaten Malang, karena setelah pembangunan jembatan akan ada pembuatan jalan baru termasuk jembatan Kali Barek. Selain untuk kegiatan perekonomian, juga meningkatkan distribusi barang dan jasa. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan, semakin diperlukan sarana yang baik untuk kelancaran kegiatan. Oleh karena itu perlu akses jembatan penghubung antar wilayah perlu dioptimalkan.

Kondisi jembatan Kali Barek merupakan jembatan beton gilder dengan bentang ± 120m. Dengan bentang tersebut, di bagi menjadi 3, yaitu dengan panjang bentang masing-masing 40m. Untuk kondisi sungai, pada kondisi normal tinggi air (MAT) adalah 1,00 m. Sedangkan pada kondisi banjir, tinggi muka air banjir mencapai 2,0 m. Jembatan Kali Barek tergolong jembatan dengan bentang panjang, oleh karena itu akan lebih efektif dengan menggunakan busur rangka baja.

Jembatan Kali Barek terletak di ruas jalan Mentaram – Wonogoro Malang Selatan adalah proyek pembangunan jembatan dari Pemerintah Propinsi Jawa Timur Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga. Proyek jembatan Kali Barek ini struktur atas akan direncanakan busur rangka baja dan struktur bawahnya direncanakan pondasi tiang pancang. Jembatan Kali Barek mempunyai bentang 120 m yang tergolong bentang panjang maka dapat direncanakan menggunakan sistem busur rangka baja.

Alasan digunakan busur baja untuk jembatan ini karena konstruksi tersebut (busur) efektif untuk jembatan bentang panjang dan dapat mengurangi momen lentur di lapangan akibat gaya aksial dan gaya normal pada jembatan sehingga penggunaan bahan menjadi lebih efisien dibandingkan gelagar paralel. Selain itu jembatan busur memiliki nilai lebih dalam bentuk arsitekturalnya

Dalam penulisan proposal tugas akhir ini akan direncanakan jembatan busur dengan lantai kendaraan di bawah (Through Arch). Pertimbangan untuk memilih lantai

(3)

kendaraan di bawah yaitu mengingat bila menggunakan lantai kendaraan di atas maupun di tengah, maka pangkal busur akan terkena Muka Air banjir ( MAB ).

Data Existing Jembatan Kali Barek :

Nama Jembatan : Jembatan Kali Barek

Lokasi Jembatan : Ruas jalan Mentaraman – Wonogoro Kabupaten Malang Selatan Panjang Jembatan : 120 m

Tinggi jembatan : 7-8 m dari lantai kendaraan ke dasar sungai

Lebar Jembatan : 13 m tanpa median meliputi lebar trotoar 2 x 1,0 m (1+11+11) Jenis Konstruksi : Jembatan Pratekan

(4)

Gambar 1.2 Lokasi Proyek 2.2. Rumusan Masalah

Dalam perencanaan jembatan Kali Barek ini, rumusan masalah yang akan ditinjau adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mendisain jembatan dengan sistem busur rangka baja?

2. Bagaimana menentukan preliminary desain profil baja yang akan di gunakan? 3. Bagaimana menganalisa dan mengontrol kestabilan struktur jembatan?

4. Bagaimana merencanakan sambungan baja jembatan?

5. Bagaimana merencanakan struktur bawah jembatan agar mampu menerima beban dari struktur bangunan atas maupun struktur bangunan bawah jembatan?

6. Bagaimana penggambaran teknik jembatan dan bagian-bagiannya dari hasil perhitungan dan desain struktur?

2.3. Batasan Masalah

Batasan masalah yang di ambil dari perencanaan jembatan Kali Barek adalah sebagai berikut :

1. Perencanaan hanya ditinjau dari aspek teknis saja dan tidak dilakukan analisa dari segi biaya maupun waktu.

2. Perhitungan sambungan dibatasi pada bagian-bagian tertentu yang dianggap mewakili secara keseluruhan.

(5)

2.4. Tujuan Perencanaan

Tujuan dari perencanaan jembatan busur rangka baja pada jembatan Kali Barek ini adalah

1. Dapat menentukan dimensi-dimensi pada setiap komponen jembatan, meliputi struktur bangunan atas dan struktur bangunan bawah

2. Dapat menuangkan hasil perhitungan dan perencanaan ke dalam gambar rencana

1.5 Manfaat Perencanaan

Manfaat perencanaan jembatan Kali Barek dengan sistem busur rangka baja adalah 1. Mendapatkan ilmu lebih perencanaan struktur jembatan dalam sistem busur

rangka baja

2. Dapat merencanakan jembatan yang mempunyai bentang dengan sistem busur rangka yang mempunyai bentang 120 meter

3. Dapat sebagai refrensi atau informasi dalam merencanakan struktur jembatan dengan sistem busur rangka

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Uraian

Menurut HJ Stryuk dan kawan kawan (1995) Jembatan rangka busur merupakan jembatan yang mana konstruksi pada gelagar-gelagar induknya dibangun oleh busur busur. Jembatan busur juga dapat dikatakan sebagai jembatan lengkung. Jembatan ini mengadakan reaksi tumpuan yang arahnya seseorang pada beban tegak lurus. Gaya gaya uraian mendatar sering menimbulkan pada bangunan bawah suatu tekanan tinggi yang pada terrein yang kurang teguh umumnya oleh bangunan bawah tidak dapat diterima oleh konstruksi konstruksi yang mahal (Sumber : www.wikipedia.com).

Kelebihan utama dari jembatan busur adalah adanya gaya tekan yang mendominasi gaya pada jembatan busur, oleh karena teknologi beton, baja, maupun komposit semakin maju pada penggunaan material tersebut dapat mengurangi bobot jembatan dan meningkatkan panjang lantai jembatan. (Zhong Liu dkk, Journal Bridge

Engineering 2002).

Jenis jembatan busur dibedakan menjadi : a. Jembatan busur asli

b. Jembatan busur dengan batang tarik

Kedua jenis jembatan busur diatas memiliki perbedaan mendasar pada sistem beban yang terjadi dimana untuk busur asli memiliki reaksi horizontal akibat adanya lengkung busur yang dibebankan pada abutmen atau pilar sehingga pondasi harus memiliki daya dukung yang kuat terhadap gaya horizontal, sehingga diperlukan kondisi tanah kuat, jembatn busur asli sering dipakai hanya pada daerah yang memiliki daya dukung yang besar, dan bilamana dipakai pada kondisi tanah yang jelek diperlukan pondasi aboutment yang mahal. (Roger L. Brockenbrough, Freserick S. Merriit, 1990).

Untuk jenis jembatan busur dengan batang tarik maka tidak menghasilkan gaya horizontal akibat lengkung busur karena adanya batang tarik yang menahan, jembatan busur dengan batang tarik dapat digunakan pada berbagai kondisi tanah yang ada. (Roger L. Brockenbrough, Frederick S. Merritt, 1999). Sehingga jenis permodelan struktur yang digunakan statis tertentu, jenis jembatan busur dengan batang tarik lebih efektif bila pondasi yang digunakan venis pondasi dalam (Steel Bridge Handbook).

(7)

Berdasarkan letak lantai kendaraannya, ada beberapa bentuk jenis yang umum dipakai yaitu :

1. Deck Arch

Salah satu jenis jembatan busur dimana letak lantainya menopang beban lalu – lintas secara langsung dan berada di bagian paling atas busur.

Gambar 2.1 Deck Arch

2. Trought Arch

Merupakan jenis lainnya, dimana letak lantai kendaraan jembatan terdapat tepat di

springline busurnya

Gambar 2.2 Trought Arch

3. A Half – Through Arch

Merupakan salah satu jenis jembatan busur dimana lantai kendaraan jembatan terletak di antara springline dan bagian paling atas busur atau di tengah – tengah.

(8)

Untuk pekerjaan pier dapat dilakukan lebih dahulu beserta deck girdernya. Fungsi dari pier itu sendiri yaitu untuk menyangga deck langsung ke tebing atau tepi sungai dan menyalurkan semua beban yang diterima oleh deck baik beban lalu lintas untuk diteruskan ke bagian pondasi. Bagian ini biasanya dimanfaatkan untuk membantu erection batang-batang lengkungnya.

Berdasarkan tumpuannya, konstruksi busur dapat dibagi menjadi : 1. Tumpuan terjepit

2. Tumpuan satu sendi 3. Tumpuan dua sendi 4. Tumpuan tiga sendi

Batang lengkung merupakan bagian dari struktur yang penting sekali, karena seluruh beban di sepanjang beban jembatan dipikul oleh batang lengkung. Bagian struktur ini mengubah gaya-gaya yang berkerja dari beban vertikal dirubah menjadi gaya horizontal atau tekan sehingga menjadi keuntungan sendiri bagi jembatan tersebut.

Berdasarkan jenis penampang busurnya, konstruksi busur dapat dibagi menjadi : 1. Dinding Penuh

2. Box 3. Rangka

2.6. Pembebanan

Pembebanan yang nantinya akan di analisa dalam jembatan ini antara lain : 1. Beban Tetap.

- Beban Sendiri / Dead Load

Berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap. (RSNI T-02-2005 pasal 5.2.5)

- Beban Mati Tambahan / Superimposed Dead load.

Merupakan Berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural dan mungkin besarnya berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati diatur pada RSNI T-02-2005 pasal 5.3.

(9)

Koefisien tekanan tanah nominal harus di hitung dari sifat-sifat tanah yang ditentukan berdasarkan pada kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam, dan sebagainya. Dan sifat – sifat tanah tersebut dapat diperoleh dari hasil pengukuran dan pengujian tanah Untuk bagian tanah di belakang dinding penahan harus diperhitungkan adanya beban tambahan yang bekerja apabila beban lalu – lintas kemungkinan akan bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis. Besarnya beban tambahan ini bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu – lintas tersebut. Dan beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja. (RSNI T-02-2005 pasal 5.4.2)

.

Gambar 2.4 Tambahan Beban Hidup

2. Beban Lalu – Lintas. - Beban Lajur “D”

Beban lajur “ D “ bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivaklen dengan suatu iring - iringan kendaraan yang sebenarnya. Beban lajur ” D” terdiri dari beban tersebar merata (UDL) yang digabung dengan beban garis (KEL).

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total :

L ≤ 30 m : q = 9.0 kPa

L > 30 m : q = 9.0 ( 0.5 + 15 / L ) kPa Dengan pengertian :

q adalah Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan. L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)

(10)

Gambar 2.5 Beban Lajur “D”

Beban Garis merupakan satu KEL dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus dari arah lalu – lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49.0 kN/m.

(RSNI T-02-2005 pasal 6.3)

Gambar 2.6 Faktor beban dinamis untuk KEL

- Beban Truck “T”

Pembebanan truck ” T ” terdiri dari kendaraan truck semi trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Berat dari masing – masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut antara 4.0 m sampai 9.0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. (RSNI T-02-2005 pasal 6.4)

(11)

Gambar 2.7 Pembebana Truck “T”

- Gaya Rem

Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu – lintas harus diperhtungkan sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada permukaan lantai kendaraan. Sistem memanjang harus direncanakan untuk menahan gaya memanjang tersebut, tanap melihat berapa besarnya lebar bangunan. Besarnya gaya rem diatur dalam RSNI T-02-2005 pasal 6.7.

Dalam perencanaan gaya rem tidak boleh digunakan tanpa beban lalu – lintas vertikal yang bersangkutan. Dalam hal ini dimana pengaruh beban lalu – lintas vertikal dapat mengurangi pengaruh dari gaya rem (seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan).

(12)

- Pembebanan Pejalan Kaki

Sesuai dengan peraturan RSNI T-02-2005 pasal 6.7. Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyebrangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal 5 kPa. . Jembatan pejalan kaki dan trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2 dari luas yang di bebani.

Gambar 2.9 Pembebanan untuk Pejalan Kaki

3. Beban Lingkungan

Beban lingkungan meliputi : Beban angin, beban gempa, dan beban akibat temperature.

- Beban Angin

Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut :

T ew = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab KN

Dimana :

Vw = Kecepatan angin rencana untuk batas yang ditinjau (m/det). Cw = Koefisien seret

Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan (m2)

(13)

dalam arah tegak lurus sumbu memnjang jembatan. Untuk jembatan rangka luas ekivalen ini dinggap 30 % dari luas yang dibatasi oleh batang – batang bagian luar. Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas.

Tabel 2.1 Koefisien Seret Cw

Tabel 2.2 Kecepatan Angin Rencana Vw

- Beban Gempa

Dlam suatu perencanaan jembatan harus diperhitungkan juga beban akhibat gempa. Jembatan Malangsari yang terletak di Kabupaten Banyuwangi ini berada pada wilayah zona gempa 3.

TEQ = Kh . I . WT

Dimana :

Kh = C . S

Keterangan :

TEQ = Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)

Kh = Koefisien beban gempa horizontal

C = Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai

(14)

I = Faktor kepentingan S = Faktor tipe bangunan

WT = Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,

diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)

Gambar 2.10 Pembagian wilayah gempa indonesia

2.3 Perencanaan Struktur Jembatan

Perencanaan Struktur Jembatan dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Struktur Sekunder dan Struktur Primer, untuk struktur sekunder pada bagian tiang sandaran, balok memanjang, balok melintang, dan plat kendaraan, konstruksi pemikul utama. a. Tiang Sandaran

Beban yang bekerja adalah gaya angin, dan beban sandaran manusia b. Lantai kendaraan

Beban yang bekerja berasal dari beban kendaraan c. Balok Memanjang

Beban yang bekerja berasal dari beban sendiri dan beban dari lantai kendaraan d. Balok Melintang

Beban bekerja berasal dari beban sendiri dan beban balok memanjang e. Konstruksi Pemikul Utama

Konstruksi pemikul utama merupakan bagian terakhir dari konstruksi bagian jembatan yang menerima seluruh beban yang ada pada lantai kendaraan kemudian

(15)

diteruskan ke tumpuan. Bentuk konstruksi utama yang dipilih adalah konstruksi busur. Pendekatan pertama bentuk geometrik busur sebagai persamaan parabola.  Perencanaan Tinggi Lengkung Busur

- Tinggi Lengkung busur (f) Rumus :

1 1

6 5

f L

≤ ≤ di mana, L adalah panjang bentang

Perencanaan Tinggi Balok Busur - Syarat tinggi balok busur (t)

1

70L s/d 1

80L di mana, L adalah panjang bentang Konstruksi pemikul utama ini terdiri dari :

• Batang Penggantung

Batang penggantung merupakan konstruksi penggantung antara konstruksi lantai kendaraan dengan konstruksi pemikul yang berupa busur.

• Konstruksi Busur

Konstruksi pemikul utama yang berbentuk busur ini mempunyai keuntungan yaitu dengan adanya bentuk busur akan terjadi pengurangan momen di lapangan akibat gaya reaksi horizontal dan gaya normal pada penampang busur relatif lebih berperan daripada gaya momen, sehingga bentuk busur ini cukup relatif untuk bentang yang panjang. Penampang busur direncanakan memakai konstruksi box baja.

Panjang penggantung dicari dengan menggunakan perhitungan pendekatan persamaan sumbu geometrik.

Persamaan Parabola : n 4. . .

(

2

)

f X L X Y L − = ' n n Y = − f Y

1) Perencanaan Rangka Batang

Selain harus memiliki kekuatan yang cukup, rangka batang juga harus memiliki tinggi lengkung busur yang yang cukup dan ideal. Sehingga kekuatan busur dapat optimum. Tinggi lengkung busur tergantung pada panjang bentang jembatan. Dalam buku Bridge Engineering

(16)

Handbook, Gerard F. Fox mencontohkan beberapa jembatan yang ada di dunia yang menggunakan busur rangka baja. Antara lain :

• The Cowlitz River Bridge, di Washington. Jembatan ini memiliki panjang bentang 159 meter dengan tinggi lengkung busur 45 meter. Sehingga perbandingan tinggi tampang dengan panjang bentang adalah 1 : 3,5. Jembatan ini merupakan jembatan beton rangka busur. • Wanxian Yangtze Bridge, di China. Jembatan ini memiliki panjang bentang 425 meter

dengan tinggi lengkung busur 85 meter. Sehingga perbandingan tinggi tampang dengan panjang bentang adalah 1 : 5. Jembatan ini merupakan jembatan beton rangka busur dan merupakan yang terpanjang.

• New River Gorge, di Fayetteville Virginia Barat. Merupakan jembatan busur rangka batang. Dan merupakan yang terpanjang. Jembatan ini memiliki panjang bentang 518 meter dengan perbandingan tinggi legkung busur dengan panjang bentang adalah 1 : 4,6. Dari beberapa contoh di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa perbandingan tinggi muka tampang busur dengan panjang bentang jembatan adalah berkisar 1 : 4,5 hingga 1 : 6. Sehingga tinggi lengkung jembatan Kedung Ringin adalah 24 meter.

Tinggi tampang busur untuk jembatan rangka batang adalah sekitar hingga . Dan jembatan Kedung Ringin direncanakan memiliki tinggi tampang busur 4 meter.

Lebar jembatan rangka batang agar busur kaku, maka harus direncanakan memiliki perbandingan lebar dan panjang lebih besar sama dengan 1 : 20. Sehingga lebar minimum jembatan Kedung Ringin adalah 5,5 meter. Dan jembatan Kedung Ringin ini direncanakan memiliki lebar jembatan 10 meter.

Pada perencanaan rangka baja, interaksi antara unsur rangka utama dan sistem ikatan lateral strutur jembatan harus dipertimbangkan.

Pengaruh beban global pada struktur harus dihitung sesuai dengan teori elastis, berdasarkan anggapan bahwa semua unsur adalah lurus. Semua unsur saling berhubungan dan tiap hubungan terletak pada pertemuan sumbu garis berat unsur-unsur yang relevan dan semua beban, termasuk berat sendiri unsur, bekerja pada titik hubungan.

(17)

a. Perencanaan Batang Tarik

Unsur yang memikul gaya aksial tarik rencana, , dan momen lentur rencana, terhadap sumbu dasar utama x dan yang dapat menekuk lateral, harus memenuhi yang berikut:

Dengan,

= Kapasitas lentur nominal di luar bidang unsur, diperoleh dengan rumus:

Dengan,

= Kekuatan lentur nominal unsur

= Kekuatan nominal penampang untuk tarik aksial

= Kekuatan lentur nominal penampang yang dikurangi oleh gaya aksial

b. Perencanaan Batang Tekan

Unsur yang memikul gaya aksial tekan rencana, , dan momen lentur rencana, terhadap sumbu dasar utama x dan yang dapat menekuk lateral, harus memenuhi yang berikut:

Dengan,

= Kapasitas lentur nominal di luar bidang unsur, diperoleh dengan rumus:

Dengan,

= Kekuatan lentur nominal unsur dari unsur tanpa penahan lateral penuh dan di lengkung terhadap sumbu dasar utama x.

(18)

c. Perencanaan Ikatan Lateral

Ikatan yang kuat harus memiliki persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia T-03-2005. yaitu:

• Semua beban dan pengaruh beban yang dihitung dapat disalurkan pada struktur pendukung

• Tahanan dipasang pada semua titik pertemuan, konsisten dengan anggapan yang dibuat dalam penentuan panjang efektif batang tekan

• Tahanan dipasang pada tiap titik dimana gaya tekan bekerja pada unsur badan, akibat perubahan arah batang (apakah batang berada pada tarik atau tekan)

Tahanan harus dipasang pada batang tekan sehingga gaya geser lateral dapat disalurkan pada semua potongan melintang jembatan. Gaya yang terjadi pada ikatan adalah:

Bila perhitungan gaya yang terjadi mencakup gaya lateral (gaya angin). Dan,

Bila perhitungan gaya yang terjadi tidak mencakup gaya lateral.

d. Perencanaan Pelat Pertemuan

Pelat pertemuan harus dibentuk, dan penghubung harus direncanakan agar mencegah pemusatan tegangan lebih. Panjang pelat pertemuan menurut SNI T-03-2005. adalah:

Dengan,

t = tebal pelat pertemuan

= tegangan leleh nominal bahan pelat pertemuan

2.4 Sambungan

Berdasarkan AISC LRFD pasal 5.3, jenis alat sambung baja terdiri dari: - Baut,mur, dan ring

- Alat sambung mutu tinggi - Las

(19)

- Baut Angker

Salah satu cara yang digunakan adalah pengelasan, cara lain ialah menggunakan alat penyambung seperti paku keling dan baut. ( Struktur Baja Desain dan Perilaku Jilid 1 – Charles G. Salmon ).

2.4.1 Sambungan las

Sambungan las terdiri dari : 1. Las Tumpul

Las tumpul (groove weld) terutama dipakai untuk menyambung batang struktur yang bertemu dalam satu bidang. Karena las tumpul bisanya ditujukan untuk menyalurkan semua batang yang disambungnya.

Gambar 2.11 Jenis Las Tunpul 2. Las Sudut

Las sudut (fillet weld) bersifat ekonomis secara keseluruhan, mudah dibuat, dan mampu beradaptasi, serta merupakan jenis las yang banyak dipakai dibandingkan dengan jenis las dasar yang lain. Las ini umumnya memerlukan lebih sedikit presisi dalam pemasangan karena potongannya saling bertumpangan (overlap), sedang las tumpul memerlukan kesejajaran yang tepat dan tertentu antara potongan. Las sudut terutama menguntungkan untuk pengelasan di lapangan, dan untuk menyesuaikan kembali batang atau sambungan yang difabrikasi dengan toleransi tertentu tetapi tidak cocok dengan yang dikehendaki.

(20)

Gambar 2.12 Pemakaian Las Sudut

3. Las Baji dan Pasak

Las baji dan pasak dapat dipakai secaratersendiri pada sambungan. Manfaat utama las baji dan pasak ialah menyalurkan gaya geser pada sambungan lewatan bila ukuran sambungan membatasi panjang yang tersedia untuk las sudut atau las sisi yang lain. Las baji dan pasak juga berguna untuk mencegah terjadinya tekuk pada bagian yang saling bertumpang.

Gambar 2.13 Kombinasi Las Baji dan Pasak dengan Las Sudut

2.4.2 Sambungan Baut

Ada dua jenis baut yang biasa dipakai pada konstruksi baja. Yang pertama adalah baut biasa yang dipakai pada struktur ringan yang menahan beban statis atau untuk menyambung batang-batang sekunder. Jenis yang kedua adalah baut mutu tinggi, pada waktu pemasangan dikencangkan sedemikian rupa sehingga menahan suatu tekanan yang besar dan bisa menjepit dengan keras bagian-bagian struktur yang disambung (Perencanaan Konstruksi

(21)

Baja Untuk Insinyur dan Arsitek 1– Rene Amon, Bruce Knobloch, Atanu Mazumder). Untuk sambungan pada jembatan Malangsari ini akan digunakan baut mutu tinggi.

Gambar 2.14 Sambungan Baut

Alat sambung yang digunakan adalah baut mutu tinggi (HTB) yang perencanaannya berdasarkan AISC – LRFD.

• Kekuatan geser baut (LRFD 13.2.2.1 ) Vd = φf x Vn

Di mana → Vn = r1 x fub x Ab

Keterangan :

r1 = Untuk baut tanpa ulir pada bidang geser ( = 0,5 )

r1 = Untuk baut dengan ulir pada bidang geser ( = 0,4 )

φf = Faktor reduksi kekuatan untuk fraktur ( = 0,75 ) b

u

f = Tegangan tarik putus baut.

Ab = Luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir.

• Kekuatan tumpu (LRFD 13.2.2.4 ) Rd = φf x Rn

Di mana → Rn = 2,4 x db x tp x fu

Keterangan :

φf = Faktor reduksi kekuatan untuk fraktur ( = 0,75 )

db = Diameter baut nominal pada daerah tak berulir.

tp = Tebal pelat.

(22)

• Gaya yang bekerja adalah gaya geser maksimum antara gelagar memanjang dengan melintang. (Lihat perencanaan gelagar memanjang)

Pu = 2 1 x [(Qd x λ) + (QL x λ) + P1] • Kebutuhan Baut : n = Vd Pu

Syarat jarak baut berdasarkan segi pelaksanaan (Pasal 13.4 AISC, LRFD) : (d = 2,0 cm)

3d ≤ S ≤ 15tp

1,5d ≤ S1 ≤ (4tp + 100) atau 200 mm

1,25db ≤ S2 ≤ 12tp atau 150 mm

2.5 Perletakan

Kontruksi perletakan harus dapat meneruskan gaya vertikal maupun horizontal yang bekerja pada jembatan kepada pondasi jembatan, untuk jenis perletakan yang sering dipakai pada jembatan antara lain :

1. Perletakan Sendi

Untuk perletakan jenis sendi dipakai bila tumpuan jembatan menahan gaya vertikal dan horizontal dan tidak menahan momen sehingga rotasi pada tumpuan jenis ini dapat terjadi. Jenis perletakan sendi dapat dibuat dari kontruksi baja

2. Perletakan Rol

Untuk perletakan jenis sendi dipakai bila tumpuan jembatan menahan gaya vertikal dan tidak menahan momen dan gaya horizontal sehingga rotasi dan perubahan posisi tumpuan bidang horizontal pada tumpuan jenis ini dapat terjadi.

Jenis perletakan rol dapat dibuat dari kontruksi baja

Jembatan Malangsari akan didesain menggunakan landasan dari karet sintetik yang didalamnya dilengkapi dengan lapisan – lapisan plat baja (rubber Bearing Pad). Adapun tahapan perencanaan perletakan sebagai berikut :

(23)

1. Penentuan Beban Dan Gerakan Terburuk

Terdiri dari beban tegak lurus pada permukaan tumpuan (V*) dan beban Horisontal (H*) dan gerakan tangensial dan Perputaran relatif.

• Beban vertikal/reaksi perletakan (V*)

 Reaksi total maksimum akibat beban mati dan beban hidup Ra* = Rb*

 Reaksi total maksimum akibat beban mati saja Ra* = Rb* =[R(Difragma+b.primer&sekunder] • Gaya horisontal ( H*)

 Gaya Horisontal berasal dari beban mati pada kepala jembatan R akibat beban mati = H1 = 15 % x R

 Akibat gempa bumi H2 = Kh I Wt

Dimana, Kh = C x S (BMS PPTJ hal 2-45)

 Akibat gaya rem

H3 = F rem (BMS, BDM hal 2-21)

 Akibat pengaruh suhu dan susut

Akibat pengaruh suhu dan susut pada arah melintang dapat diabaikan. H* total = H1 + H2 + H3 (PPTJ BMS hal 6-76)

 Gerakan tangensial (αa αb,αs ) αa =

dimana :

H = gaya horisontal t = tebal karet landasan

G = modulus geser = 0,69 MPA A = luas denah karet

αb = 0 ( lebar jembatan < 10 meter )

(24)

2. Pemilihan Perletakan

Dalam pemilihan perletakan ukuran perletakan biasa didapatkan dari table 7.4 (a) sampai dengan 7.4 (e) dengan ukuran dan dimensi yang berbeda – beda. (BMS, BDM sec.7 hal 7-7)

Kontrol Perletakan

Periksa perletakan dengan perumusan dari BMS BDM hal 7-17 sebagai berikut : • Faktor bentuk harus berada dalam batas yaitu

4 ≤ s ≤ 12

S =

• Jumlah regangan tekan, perputaran, dan geser Esc + Est + Esh = Et

6 6 , 2

• Pembatasan regangan geser Esh = 0,7 bila Aeff ≥0,9A Esh = A Aeff . 2 - 1,1bila 0,9 A ≥ Aeff ≥ 0,8 A • Luas tumpuan eff min Aeff ≥ 0.8 A

• Mencegah lelah khusus pada jembatan

G Escl ≤1,4 0,69

• Stabilitas perletakan dalam tekan t s G bo Aeff V 3 . . . 2 * ≤

• Tebal minimun ts dari pelat baja yang tertanam dalam perletakan

3mm mm Afy t V t1≥3 *.1.1000 ≤

• Tahanan gesekan tidak cukup, dan tahanan mekanis geseran diperlukan bila : H* ≥ 0,1 ( V*+ Aeff x 103)

untuk semua kombinasi beban.

(25)

2.6 Pondasi

Pada pemilihan pondasi perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan dilapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut ikut dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan :

1. Keadaan tanah pondasi

2. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure) 3. Batasan-batasan dari sekelilingnya

4. Waktu dan biaya pekerjaan

Faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan tiang pancang yang dipergunakan di struktur bangunan ini adalah

1. Diusahakan dengan harga yang termurah.

2. Kemampuan menembus lapisan tanah keras tinggi, untuk menghindari terjadinya tekuk.

3. Mampu menahan pemancangan / pemukulan yang keras, agar tidak hancur ketika pemancangan berlangsung.

Pondasi jembatan direncanakan menggunakan tiang pancang (Luciano Decourt, 1982 ). a. Daya dukung tiang pancang

• Daya dukung tiang pancang tunggal

Qu = Qp + Qs Qs = qs x As = (( Ns/3 ) + 1 ) x As Di mana :

qs = Tegangan akibat frottement lateral ( t/m2 )

Ns = Harga rata–rata N sepanjang tiang yang tertanam dengan batasan 3≤N≤50 As = keliling x panjang tiang

Qp = qp x Ap = ( Np x K ) x Ap Dimana :

qp = tegangan di ujung tiang.

Np = harga rata – rata N di dekat ujung tiang ( N1 + N2 + N3 ) / 3

(26)

Ap = luas penampang ujung tiang

Daya dukung ijin dari satu tiang pancang yang berdiri sendiri adalah daya dukung tiang total dibagi dengan suatu angka keamanan.

SF ) Qs Qp ( tiang 1 ijin P = + Dengan SF ( Safety Factor ) = 3

• Daya dukung tiang pancang dalam kelompok

P ijin group = N x P ijin 1 tiang x Eff Di mana :

N = jumlah tiang dalam group

laborre) (Converse n 1 m 1 2 90 θ 1 Eff       − = Dimana : θ = arc tan (D / S) D = diameter tiang

S = jarak antar sumbu tiang (2,5 D – 3 D) m = jumlah tiang per baris (lajur x)

n = jumlah tiang per kolom (lajur y) b. Beban maksimum tiang

Pult Y max Y Mx X max X My n Pu max P 2 2 ≤ ∑ × + ∑ × + ∑ = Di mana :

Pult = Daya dukung ijin tiang dalam 1 kelompok Pmax = Beban maksimum 1 tiang pancang

Σ Pu = Jumlah total beban aksial

n = Banyaknya tiang dalam kelompok tiang Mx = Momen yang terjadi pada arah x

My = Momen yang terjadi pada arah y

Xmax= Absis terjauh terhadap titik berat kelompok Tiang Ymax= Ordinat terjauh terhadap titik berat kelompok Tiang Σ X2

= Jumlah dari kuadrat absis tiang pancang Σ Y2

(27)

BAB III

METODOLOGI

2.7. Uraian

Pada bab ini akan di jelaskan bagaimana proses perencanaan yang akan di lakukan dari pengumpulan data sampai penggambaran perencanaan selesai. Langkah – langkah secara detail pengerjaan juga akan di jelaskan pada bab ini. Dalam perencanaan jembatan ini menggunakan literatur seperti Bridge Design Manual ( BMS 1992 ),

Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan ( BMS 1992 ), AISC LRFD serta literatur

lain.

Jembatan rangka baja adalah suatu struktur jembatan yang pemikul utamanya menggunakan profil baja. Pada prinsipnya pada gelagar rangka terjadi gaya tarik dan tekan yang bekerja pada titik simpul yang di sambung. Dimana gaya-gaya luar hanya bekerja pada titik simpul.

Data Rencana Jembatan Kali Barek : Nama Jembatan : Jembatan Kali Barek

Lokasi Jembatan : Ruas jalan Mentaraman – Wonogoro Kabupaten Malang bagian selatan Panjang Jembatan : 120 m

Lebar Jembatan : 13 m tanpa median meliputi lebar trotoar 2 x 1m (1+11+1) Jenis Konstruksi Atas : Jembatan Rangka Busur

Jenis Konstruksi Bawah : Pondasi tiang pancang

Jumlah segmen melintang : 24 segmen, jarak tiap segmen @ 5 meter Jarak memanjang : jarak tiap gelagar 1,5 meter

(28)

2.8. Pengumpulan Data

Data yang di perlukan dalam proses perencanaan jembatan Kali Barek dengan sistem busur rangka baja adalah sebagai berikut :

1. Data survey pendahuluan,

Data ini diperlukan untuk mengetahui data eksisting dari jembatan. 2. Data hidrologi

Data ini deperlukan unuk menentukan tinggi muka air banjir (MAB) maksimum yang terjadi, selain itu juga dipakai untuk menentukan elevasi muka jembatan.

3. Data survey topografi,

Data topografi diperlukan dalam menentukan bentang jembatan dan perencanaan pendekat (Approach Road).

4. Data tanah

Data tanah dilakukan di daerah sekitar jembatan yang akan di bangun untuk dilakukan pekerjaan sondir boring.

5. Gambar – gambar perencanaan jembatan.

2.9. Struktur Bangunan Atas

Perencanaan Struktur Bangunan Atas merupakan perencanaan preliminary desain antara lain :

• Penentuan dimensi tebal minimum pelat

Tebal pelat berdasarkan ketentuan PPTJ, BMS hal 6-75 pasal 6.7.1.2 disyaratkan bahwa tebal pelat lantai kendaraan (ts) harus memenuhi syarati di bawah ini, di antaranya:

ts > 200 mm

ts > 100 + 40 L mm

L = bentang dari pelat lantai antara pusat tumpuan ( mm )

• Penentuan Dimensi Busur.

Perencanaan struktur busur ini berdasarkan literature BDM, BMS, hal 3-25. Dalam perencanaan struktur busur yang perlu diperhatikan antara lain :

- Perencanaan Tinggi Lengkung Busur Tinggi Lengkung busur (f)

(29)

5 1 6 1 ≤ ≤ L f

di mana, L adalah panjang bentang

- Perencanaan Tinggi Tampang Busur Syarat tinggi tampang busur (t)

L 40 1 s/d L 25 1

di mana, L adalah panjang bentang

• Perencanaan Shear Connector (Penghubung Geser)

Berdasarkan SNI 03-1729-2002 ps.12.6.1,penghubung geser dapat dari jenis paku baja berkepala dengan panjang dalam kondisi terpasang tidak kurang dari 4 kali diameternya atau berupa penampang baja kanal gilas.

2.10. Analisis Struktur Bangunan Atas dengan SAP 2000

Permodelan struktur jembatan dimodelkan dengan menggunakan aplikasi SAP 2000. Dengan aplikasi SAP 2000 diharapkan dapat mengetahui kemampuan penampang struktur jembatan memenuhi atau tidak. Langkah-langkah dalam proses analisa struktur antara lain :

1. Mendefinisikan mutu bahan yang akan digunakan. • Mutu beton, fc’ = 25 MPa.

• Mutu baja = BJ-41

Kuat leleh (fy) = 250 Mpa Kuat fractur (fu) = 410 Mpa

2. Mendefinisikan beban-beban yang bekerja pada struktur. 3. Perhitungan pelat lantai kendaraan dan kontrol kestabilan pelat. 4. Mendefinisikan jenis profil yang akan digunakan.

• Struktur utama menggunakan box baja.

• Profil penggantung menggunakan profil Wide Flange (WF). • Profil ikatan angin menggunakan profil Siku.

5. Mendefinisikan kombinasi pembebanan.

Karena pembebanan telah dikalikan dengan factor maka dikombinasi tidak perlu lagi dikalikan dengan faktor lagi. Kombinasi pembebanan terdiri dari :

• Kombinasi beban tetap (beban mati dan beban hidup) • Kombinasi beban sementara akibat angin.

(30)

• Kombinasi beban sementara akibat gempa.

6. Memodelkan struktur sesuai gambar rencana yang telah dibuat. 7. Menginput beban-beban yang bekerja.

8. Menjalankan proses analisa struktur.

9. Menganalisa gaya-gaya dalam yang bekerja untuk mengontrol kemampuan profil dalam menanggung beban serta untuk perencanaan sambungan profil. Gaya-gaya dalam tersebut antara lain :

• Momen. • Geser, dan

• Aksial atau gaya normal.

10. Analisa joint reaction untuk perhitungan perletakan dan desain pondasi abutment. 11. Desain perletakan dan pondasi abutment.

Pada perletakan, joint reaction yang digunakan adalah gaya vertical dari reaksi perletakan struktur yang telah dimodelkan.

Pada desain pondasi abutment, gaya-gaya yang bekerja antara lain : • Gaya vertikal dari reaksi perletakan.

• Beban sendiri abutment dan poer. • Beban tekanan tanah aktif. 2.11. Struktur Bangunan Bawah

Struktur bangunan bawah yang akan di rencanakan meliputi : 1. Perencanaan abutment, meliputi :

• Perencanaan dimensi abutment.

• Analisa gaya-gaya dalam yang terjadi akibat beban yang bekerja pada abutment. • Perencanaan tulangan abutment.

2. Perencanaan pondasi tiang pancang meliputi : • Perencanaan daya dukung tanah.

• Perencanaan kebutuhan tiang pancang dan konfigurasi tiang pancang. 3. Perencanaan poer meliputi :

• Perencanaan dimensi poer.

• Analisa gaya-gaya dalam yang terjadi akibat beban-beban yang bekerja pada poer.

(31)

• Perencanaan tulangan poer. • Kontrol geser pons.

3.6. Penggambaran

Hasil perhitungan jembatan akan dituangkan dalam bentuk gambar perencanaan, sebagai berikut :

1. Gambar layout jembatan 2. Gambar tampak jembatan 3. Gambar potongan jembatan 4. Gambar detail jembatan

(32)

3.7 Diagram Alur Perencanaan

Mulai

Pengumpulan data

Data Sekunder :

1. Data survey pendahuluan 2. Data penyelidikan tanah 3. Data survey topografi 4. Data perencanaan jembatan

5. Gambar gambar perencanaan jembatan.

Survey lapangan

Mengetahui kondisi lapangan

A Studi literatur :

1. Buku – buku yang berkaitan dengan perencanaan.

2. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam perencanaan.

Rumus – rumus dan teori yang dipakai dalam perencanaan

(33)

Tidak

Ya A

Preleminary desain : 1. Perencanaan tiang sandaran

2. Perencanaan pelat lantai kendaraan 3. Perencanaan balok memanjang 4. Prencanaan balok melintang 5. Perencanaan busur rangka utama

Analisa pembebanan pada bangunan atas : 1. Beban mati

2. Beban hidup 3. Beban roda

Analisa Pembebanan dengan SAP

Perencanaan bangunan atas

B

Kontrol bangunan atas

Perencanaan bangunan bawah

Analisa pembebanan pada bangunan bawah : 1. Beban mati

2. Beban hidup 3. Beban lingkungan

(34)

Ya Hasil pembebanan

B

Perhitungan tulangan struktur : Tulangan lentur dan tulangan geser

Kontrol bangunan bawah

Tidak

Gambar perencanaan : 1. Gambar layout jembatan 2. Gambar tampak jembatan 3. Gambar potongan jembatan 4. Gambar detail

(35)
(36)
(37)

Gambar

Gambar 1.1 Peta Lokasi Proyek
Gambar 1.2 Lokasi Proyek  2.2. Rumusan Masalah
Gambar 2.1 Deck Arch  2.  Trought Arch
Gambar 2.4 Tambahan Beban Hidup
+7

Referensi

Dokumen terkait

perusahaan yang lebih besar cenderung menghindari kenaikan laba yang drastis karena akan dibebani pajak yang lebih besar, apabila perusahaan melaporkan

subhanahu wa ta’ala kerana dengan limpah rahmat dan keizinanNya dapat kita bersama-sama berkumpul di Dewan Canselor Universiti Teknologi PETRONAS pada pagi yang mulia

Hal-hal yang dapat mendukung industri ini antara lain adalah kerjasama yang optimal antara perusahaan- perusahaan pemain dan pemerintah lokal maupun sentral,

Dari analisis deskriptif, variabel kode etik akuntan berada dalam kategori cukup baik dan variabel kualitas laporan hasil audit dalam kriteria cukup baik Hal ini

yang diteliti, 12 melalui wawancara dengan narasumber terkait penerapan prinsip kehati-hatian dalam membuat akta otentik dikaitkan dengan Pasal 34 Peraturan Kepala

Pertimbangan Pengadilan Negeri yang dikuatkan Pengadilan Tinggi hanya berdasarkan bukti P-10 berupa surat keterangan dari Balai Harta Peninggalan Malang tersebut tidak

Bab pertama, berisi Pendahuluan. Untuk mengantarkan pembahasan pada bab- bab selanjutnya secara lebih komperhensif, penyusun membagi bab ini kedalam sub bab yang berisi

serta memberi jawaban atas permasalahan-permasalahan hukum, terutama yang terkait dengan akibat hukum perceraian terhadap kedudukan perempuan dari perkawinan nyerod