• Tidak ada hasil yang ditemukan

bakteri mesofil tumbuh pada kisaran suhu C, dan bakteri termofil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "bakteri mesofil tumbuh pada kisaran suhu C, dan bakteri termofil"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakteri Termofilik

Bakteri termofilik merupakan bakteri yang mampu tumbuh pada suhu ekstrim. Jenis bakteri tersebut mampu tumbuh pada lingkungan yang memiliki temperatur lebih besar dari 450C. Bakteri termofil dapat tumbuh pada temperatur 550C, biasanya temperatur terendahnya yaitu 450C dan dapat tumbuh optimal pada temperatur antara 550C hingga 650C dengan temperatur tertinggi yaitu 800C. Bakteri termofil ini biasanya dapat dijumpai di sekitar sumber air panas, atau daerah hydrothermal yang mempunyai temperatur hingga 1000C (Prescott, et al., 2005: 124).

Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan, mikroorganisme secara umum dibedakan menjadi 4 golongan antara lain bakteri psikrofil hidup pada kisaran suhu 0-20 0C, bakteri psikotrop tumbuh pada kisaran suhu 0-35 0C, bakteri mesofil tumbuh pada kisaran suhu 20-45 0C, dan bakteri termofil tumbuh pada suhu 45-65 0C. Bakteri hipertermofil dapat hidup pada suhu diatas 90 0C dan maksimal pada suhu 100 0C, sedangkan bakteri lain dapat hidup pada suhu 80-113 0C (Prescott et al., 2005:122-124).

(2)

9

Gambar 1. Kategori Mikroorganisme Berdasarkan Kisaran Suhu (Prescott et al., 2005: 124)

Mikroorganisme termofilik memiliki struktur sel, struktur membran, dan DNA girase yang berbeda dengan kelompok mikroorganisme lainnya.

Mikroorganisme termofilik mampu beradaptasi sehingga dapat tumbuh pada lingkungan dengan temperatur yang tinggi (Zubaidah, 2000 dalam Ratih, 2008:

15).

Kemampuan hidup dari mikroorganisme termofil ini berhubungan dengan struktur selnya yang memiliki kelebihan dalam beberapa hal, yaitu:

a. Struktur Membran Sel

Membran sel setiap makhluk hidup tersusun atas senyawa lipid dan protein yang disebut lipoprotein. Pada umumnya bagian lipid dari membran sel hidup dihubungkan oleh ikatan ester, sedangkan pada organisme termofil senyawa lipid membran selnya mengandung ikatan ester yang terbentuk lewat proses kondensasi dari gliserol atau senyawa poliol kompleks lainnya dengan alkohol isoprenoid yang mengandung 20, 25, atau 40 atom karbon (De Rosa dkk., 1986). Lebih jauh lagi senyawa eter gliserol pada

(3)

10

Archaebacteria ini mengandung 2,3 O-sn-gliserol yang menyebabkan struktur lipoprotein dari membran sel termofil tersebut lebih stabil (Sianturi, 2010: 9).

b. Struktur Protein

Chaperonin merupakan suatu jenis protein yang merupakan jenis protein yang tidak umum dijumpai pada protein-protein fungsional lainnya di dalam sel. Protein ini berperan dalam mempertahankan kembali struktur tiga dimensi dari protein fungsional sel dari denaturasi suhu lingkungan yang bersifat ekstrim. Protein ini memiliki strutur yang tetap stabil, tahan terhadap denaturasi dan proteolisis (Kumar & Nussinov, 2000: 36). Protein ini dapat membantu 7 organisme termofil mengembalikan fungsi aktivitas enzimnya bila terdenaturasi oleh suhu yang tinggi (Everly & Alberto, 2000:

119).

c. Struktur DNA Gyrase

DNA gyrase merupakan salah satu anggota kelompok enzim topoisomerase yang berperan dalam mengontrol topologi DNA suatu sel dan memegang peran penting dalam proses replikasi dan transkripsi DNA.

Semua jenis topoisomerase dapat merelaksasikan DNA tetapi hanya DNA gyrase yang dapat mempertahankan struktur DNA tetap berbentuk supercoil. DNA gyrase ini juga selalu dijumpai pada organisme yang hidup di lingkungan di atas 70 0C dan juga dapat dijumpai pada organisme yang hidup pada suhu sekitar 60 0C. DNA ini merupakan salah satu kelengkapan sel dari organisme termofil (Maxwell, 1999: 34).

(4)

11 B. Pertumbuhan Bakteri

Menurut Yanti Hamdiyati (2014: 5) terdapat 4 fase kurva pertumbuhan mikroorganisme, yaitu :

1. Fase Lag/Adaptasi

Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

a. Medium dan Lingkungan Pertumbuhan

Jika medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan lingkungan sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi jika nutrisi yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesis enzim-enzim.

b. Jumlah Inokulum

Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi. Fase adaptasi mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya: (1) kultur dipindahkan dari medium kaya nutrien ke medium yang kandungan nutriennya terbatas, (2) mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan komposisi sama seperti sebelumnya.

(5)

12 2. Fase Log/Pertumbuhan Eksponensial

Fase ini mikroba membelah dengan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan kandungan nutrien, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara. Pada fase ini mikroba membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase lainnya. Pada fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan. Akhir fase log, kecepatan pertumbuhan populasi menurun dikarenakan:

a. Nutrien di dalam medium sudah berkurang.

b. Hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba.

3. Fase Stationer

Fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis.

Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia.

4. Fase Kematian

Kecepatan kematian bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis mikroba. Pada fase ini sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu:

(6)

13

a. Nutrien di dalam medium sudah habis.

b. Energi cadangan di dalam sel habis.

Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Bakteri (Prescott et al., 2005: 113) C. Fosfat

Fosfor di dalam tanah terdapat dalam bentuk fosfat anorganik dan fosfat organik. Bentuk anorganiknya berupa senyawa-senyawa Ca-fosfat, Fe-fosfat dan Al-fosfat. Fosfor organik mengandung senyawa-senyawa yang berasal dari tanaman dan mikroba serta tersusun dari asam nukleat, fosfolipid, dan fitin.

Materi organik yang berasal dari sampah tanaman mati dan membusuk kaya akan sumber-sumber fosfor organik (Sutedjo, 1996: 31). Indranuda (1994: 20) menjelaskan bahwa fosfor merupakan bagian integral tanaman di bagian penyimpanan (storage) dan pemindahan (transfer) energi. Fosfor terlibat pada penangkapan cahaya dari sebuah molekul klorofil. Begitu energi tersebut sudah tersimpan dalam ADP (Adenosine Diphosphate) atau ATP (Adenosine Triphosphate), maka akan digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi yang memerlukan energi, seperti pembentukan sukrosa, tepung dan protein.

Fosfor selalu diserap oleh tanaman sebagai H2PO4-, HPO42-dan PO43-

yang terutama berada di dalam larutan tanah. Terdapat hubungan yang erat

(7)

14

antara konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah dengan pertumbuhan tanaman yang baik. Defisiensi fosfor selalu timbul akibat dari terlalu rendahnya konsentrasi H2PO4-dan HPO42- di dalam larutan tanah. Senyawa fosfor dalam bentuk larut yang dimasukkan ke dalam tanah untuk mengatasi defisiensi fosfor cepat mengendap dan terikat oleh matriks tanah (Indranuda, 1994: 21).

Elemen fosfor di dalam tanah kebanyakan ada dalam keadaan tidak larut, sehingga tidak mungkin masuk ke dalam sel-sel akar. Tetapi sebagai anion fosfat ia mudah bertukar dengan OH- (Dwijoseputro, 1994: 13). Menurut Indranuda (1994: 22), berdasarkan kation-kation yang bersenyawa dengan fosfor, fosfor anorganik dapat dikelompokkan ke dalam calcium-bonded phosphates (Ca-P), aluminium-bonded phosphates (Al-P), dan iron-bonded phosphates (Fe-P). Bentuk fosfor yang dominan di dalam tanah tergantung pada tingkat pelapukan dan pH tanah. Ketiga bentuk P tersebut mengikat P, sehingga konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah selalu rendah.

D. P-Organik

Bentuk-bentuk P-organik berasal dari sisa tanaman, hewan, dan jasad renik. P-organik terdapat sebagai senyawa ester dari asam ortofosfat, yaitu inositol fosfolipid, asam nukleat, nukleotida, dan gula fosfat. Inositol, fosfolipida, dan asam nukleat terdapat paling banyak di tanah (Tisdale dkk., 1985 dalam Kuswandari, 2005: 4). Ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat bergantung pada aktivitas mikroba untuk memineralisasikannya. Namun, seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik untuk membentuk senyawa relatif sukar larut. Enzim fosfatase

(8)

15

berperan utama dalam melepaskan P dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan oleh mikroba tanah terutama bersifat heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik, tetapi juga dipengaruhi pH, kelembaban, temperatur, dan faktor lainnya. Dalam kebanyakan tanah, total P-organik sangat berkolerasi dengan C-organik tanah sehingga mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya total C-organik.

Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah P-organik maka semakin meningkat immobilisasi fosfat (Hanafiah, 2005: 288). Asam organik yang dihasilkan bakteri pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui beberapa mekanisme, diantaranya adalah:

a. Anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif.

b. Pelepasan ortofosfat dari ikatan logam P melalui pembentukan komplek logam organik.

c. Modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan organik (Peniwiratri, 2001:16).

Penelitian ini menggunakan 2 jenis sumber fosfat organik yaitu:

1. Guano Fosfat dan Fosfat Alam

Guano adalah bahan berasal dari timbunan kotoran burung laut atau kotoran kelelawar (Screiner, 1938: Taylor, 1953; Kotabe, 1997: ). Deposit guano dibagi menjadi dua jenis, yaitu deposit gua (cave deposits) dan deposit pulau (insular deposits). Deposit gua terutama terbentuk oleh timbunan kotoran kelelawar dan kadang-kadang terbentuk oleh timbunan kotoran burung atau sisa-sisa vertebrata kecil. Guano merupakan bahan yang kaya

(9)

16

akan nitrogen dan fosfor. Cook (1984: 39) berpendapat bahwa suatu batuan dapat disebut sebagai batuan fosfat bila kandungan P2O5-nya paling sedikit 4%. Di alam fosfat terkonsentrasi oleh proses-proses pembekuan, pengendapan, pelapukan, dan biologi (McKelvey, 1953: 88). Deposit guano dibagi menjadi dua jenis, yaitu deposit gua (cave deposits) dan deposit pulau (insular deposits). Deposit gua terutama terbentuk oleh timbunan kotoran kelelawar dan kadang-kadang terbentuk oleh timbunan kotoran burung atau sisa-sisa vertebrata kecil.

Selain batuan fosfat, di Indonesia dikenal juga istilah pupuk fosfat alam, yaitu batuan fosfat yang dihaluskan dan digunakan langsung sebagai pupuk P (Kusartuti, 1987: 17). Berdasarkan standar nasional Indonesia (SNI), pupuk fosfat alam didefinisikan sebagai bahan baku galian yang sebagian besar mengandung mineral kalsium fosfat berasal dari batuan yang diproses menjadi bubuk (powder) yang dipergunakan secara langsung dalam pertanian dan dalam penggunaannya bisa dimodifikasi dalam bentuk bubuk, butiran, dan granular (Sulaeman et al., 2005: 38).

Komposisi kimia guano nitrogen, guano fosfat, dan batuan fosfat menurut Kotabe (1997: 30) seperti yang tampak pada Tabel 1.

(10)

17

Tabel 1. Komposisi Kimia Guano Fosfat dan Fosfat Alam (Kotabe, 1997:

40)

Komposisi Guano Fosfat (%) Batuan Fosfat Berasal dari Guano (%)

Nitrogen 0.5 -2.0 0

Bahan Organik 5-15 0 – 1

CaO 15-30 45 – 55

P2O5 10-30 35 – 42

w-P2O5/T- P2O5 0-10 < 1 C- P2O5/T- P2O5 55-85 < 30

K2O 2.5 -3.5 < 0,2

MgO < 2 < 0,5

SO4 < 6 <0, 1

Keterangan:

w-P2O5 = P2O5 larut air T- P2O5 = P2O5 total

C - P2O5 = P2O5 larut asam sitrat

Gambar 3. Transformasi Kotoran Burung Laut atau Kotoran Kelelawar Menjadi Guano Nitrogen, Guano Fosfat, dan Batuan Fosfat Berasal dari

Guano (Kotabe, 1997: 40)

Tabel 1 menunjukkan bahwa penyusun utama guano adalah unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalsium (Ca). Selain itu, guano juga mengandung kalium (K), magnesium, (Mg), dan belerang (S). Kadar unsur- unsur tersebut dalam guano bervariasi tergantung pada tingkat hancuran iklim dan pencuciannya, seperti yang disajikan dalam Gambar 3 Kadar N menurun dengan semakin tuanya tingkat hancuran iklimnya (dengan urutan guano nitrogen - guano fosfat - batuan fosfat berasal dari guano), sebaliknya

(11)

18

kadar P dan Ca semakin meningkat dengan semakin tuanya tingkat hancuran iklim. Mineralogi guano bersifat kompleks dan tergantung pada tingkat hancuran iklim dan pencuciannya. Deposit dalam tingkat hancuran iklim awal mengandung amonium larut air dan alkali oksalat, sulfat, dan nitrat, serta magnesium fosfat dan amonium-magnesium fosfat.

Sebaliknya, guano dalam tingkat hancuran iklim lanjut kandungan mineral utamanya adalah kalsium fosfat. Mineral fosfat utama dalam guano adalah karbonat-hidroxyapatit, hidroxyapatit, witlokit, brusit, dan monetit (McKelvey et al., 1953: 90). Selanjutnya, menurut Kotabe (1997: 31), mineral fosfat yang terdapat dalam guano nitrogen adalah: brusit (CaHPO4.2H2O), amonium fosfat (NH4H2PO4 dan (NH4)2HPO4); mineral fosfat dalam guano fosfat adalah: brusit, monetit (CaHPO4), martinit (Ca3(PO4,CO3)2, dan dahlit (Ca3(PO4CO3)3OH), sedangkan mineral fosfat dalam batuan fosfat berasal dari guano ialah: witlokit (D-Ca3(PO4)2, frankolit (Ca3(PO4,CO3)3F, dan dahlit.

E. P-Anorganik

P-anorganik di dalam tanah pada umumnya berasal dari mineral flour apatit {Ca10(PO4)6F2}. Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral P sekunder seperti hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit, dan lain- lain sesuai dengan lingkungannya. Selain itu, ion-ion fosfat dapat mudah bereaksi dengan ion Fe3+, Al3+, Mn2+, Ca2+, ataupun terjerap pada permukaan oksida-oksida hidrat besi, aluminium, dan liat (Premono (1994) dalam Rosmarkam & Yuwono 2002: 102).

(12)

19

Kelarutan Al dan Fe menjadi tinggi pada tanah masam. Dengan demikian, ion fosfat (H2PO4-, HPO42-, PO43-) akan segera terikat membentuk senyawa P yang kurang tersedia bagi tanaman. Bila pH tanah dinaikkan, maka P akan berubah menjadi tersedia kembali. Pada pH di atas netral, P juga kurang tersedia bagi tanaman karena diikat oleh Ca menjadi senyawa yang kurang tersedia. Unsur tersebut akan tersedia kembali bila pH diturunkan. Jadi ketersediaan P sangat dipengaruhi oleh pH tanah (Havlin dkk., dalam Hapsari, 2005: 7).

Pupuk fosfat anorganik atau pupuk superfosfat terbuat dari fosfat alam yang dicampur dengan asam belerang. Pupuk superfosfat berbentuk bubuk yang berwarna abu abu dengan kandungan fosfat antara 14–20 %. Sifatnya mudah larut dalam air dan sedikit higroskopis. Pupuk ini juga mampu mengikat amoniak. Pupuk superfosfat buatan ini ada dalam dua bentuk yaitu Double Superfosfat (DS) dan Triple Superfosfat (TSP).

1. Trikalsium Fosfat (Ca3(PO4)2)

Superfosfat merupakan pupuk yang dapat bereaksi dengan cepat.

Hal ini disebabkan oleh mudah larutnya kalsium fosfat asam primer. Di dalam pabrik superfosfat, kalsium fosfat alam diolah dengan asam sulfat menjadi kalsium fosfat primer, Reaksinya berlangsung sebagai berikut :

Ca3(PO4)2 + 2 H2SO4 → Ca(H2PO4)2 + 2 CaSO4

Kalsium fosfat asam primer gips

Pada tanah yang mengandung kalsium, kalsium fosfat asam primer

(13)

20

bereaksi dengan kalsium bikarbonat, sehingga terjadilah kalsium fosfat asam sekunder dan selanjutnya trikalsium fosfat:

Ca(H2PO4)2 + Ca(HCO3)2 → 2 CaHPO4 + 2 H2O + 2 CO2↑ 2CaHPO4 + 2 H2O + 2CO2 → Ca3(PO4)2 + 2 H2O + 2 CO22. Amonium Hidrogenfosfat (NH4)2HPO4

Ammonium fosfat dihasilkan dari hasil reaksi antara amonia dengan asam fosfat atau pencampuran fosfor dengan asam sulfat. Ada beberapa jenis pupuk ammonium fosfat yang banyak digunakan, diantaranya Monoammonium Phosphate (MAP), Diammonium Phosphate (DAP) dan Ammonium Phosphate-Sulfate. MAP diperoleh dari hasil reaksi antara amonia dengan asam fosfat serta mengandung 12 % N dan 61 % P2O5.

NH3 + H3PO4 → NH4H2PO4 (Monoammonium Phosphate (MAP)) Dalam Diammonium Phosphate (DAP) terkandung 21 % N dan 53

% P2O5.

2NH3 + H3PO4 → (NH4)2HPO4 (Diammonium Phosphate (DAP)) Amonia juga dapat direaksikan dengan cara mencampurkan fosfor dengan asam sulfat yang menghasilkan ammonium phosphate-sulfate yang terdiri dari 16 % N dan 20 % P2O5.

4H3PO4 + xH2SO4 + (4+2x)NH3 →4NH4H2PO4.x(NH4)2SO4 (Ammonium Phosphate-Sulfate)

(Jones, U.S., 1982: 43)

(14)

21 F. Mekanisme Pelarutan Fosfat

Di dalam tanah, fosfat dapat berbentuk organik dan anorganik merupakan sumber fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroorganisme Pelarut Fosfat (MPF) membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya (Ginting, dkk., 2006: 144 ).

Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, α-ketoglutarat, asetat, formiat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat, fumarat (Illmer dan Schinner, 1992: 389). Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH. Penurunan pH juga dapat disebabkan karena terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautotrofik sulfur dan amonium, berturut- turut oleh bakteri Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1977: 467).

Perubahan pH berperanan penting dalam peningkatan kelarutan fosfat (Thomas (1985); Asea et al., (1988: 115). Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, atau Mg2+

membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan dapat diserap oleh tanaman.

(15)

22

Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase (Lynch, 1983: 14) dan enzim fitase (Alexander, 1977: 467). Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme, dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Joner et al., 2000: 45). Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Gaur et al., 1980: 110). Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia (Ginting, dkk.

2006: 104).

Louw dan Webley (1959: 51) meyakini bahwa salah satu mekanisme pelepasan P yang terikat pada besi fosfat terkait dengan hidrogen sulfida (H2S) yang diproduksi oleh bakteri pelarut fosfat. Pengkhelatan Fe3+ dari Fe-P oleh siderophore (ferric-specific chelates) yang diproduksi oleh beberapa bakteri pelarut fosfat juga diyakini sebagai salah satu mekanisme pelarutan hara P pada tanah-tanah masam (Mullen, 1998: 36).

Hasil penelitian Louw dan Webley (1959: 58) menggunakan berbagai sumber P menunjukkan bahwa beberapa isolat bakteri pelarut fosfat yang digunakan mampu melepaskan/melarutkan P dari batuan fosfat gafsa (hidroksiapatit) dan kalsium fosfat, tetapi tidak satupun dari isolat tersebut mampu melepaskan P dalam bentuk variscite (AlPO4. 2H2O), strengite (FePO4.2H2O), dan taranakite (2K2O.3Al2O3. 5P2O5. 26H2O) yang banyak

(16)

23

terdapat pada tanah-tanah masam. Hasil ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan mekanisme pelepasan P-terikat pada tanah-tanah bereaksi netral dan basa dengan tanah-tanah bereaksi masam.

Reaksi pelarutan fosfat dari Ca-P pada tanah basa oleh asam organik seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Pelarutan Fosfat dari Ca-P pada Tanah Basa Oleh Asam Organik

Gambar 4. Menunjukkan bahwa perubahan senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi senyawa fosfat yang larut pada daur fosfat oleh mikroorganisme disebabkan karena mikroorganisme menghasilkan asam organik hasil dari metabolismenya. Berdasarkan percobaan in-vitro menghasilkan asam phenolik dan alifatik melarutkan trikalsium fosfat dan batuan fosfat dengan analisis kromatografi bahwa kultur bakteri uji menghasilkan asam sitrat, asam glikonat, dan asam suksinat lebih efisien melarutkan trikalsium fosfat disertai penurunan pH dan terbentuknya senyawa khelat (Rao dan Tarafdar, 2002: 329).

Asam-asam organik yang dihasilkan dapat menurunkan nilai pH sehingga mempercepat pelarutan trikalsium fosfat. Asam-asam organik tersebut adalah asam laktat, glikonat, suksinat, sitrat, glutamat, malat, kumarat tartarat, dan alfa ketoglutarat. Asam hidroksi asetat, sitrat, malat, oksalat, butirat dapat

(17)

24

langsung melarutkan fosfat. Sedangkan asam laktat, glutamat suksinat, dan alfa ketoglutarat akan mengadakan kelasi dengan Ca, Mg, Fe, dan Al sehingga fosfat dapat larut (Thaha dkk., 1969 dalam Kuswandari, 2005: 4).

Asam-asam organik di dalam tanah mempunyai korelasi negatif dengan kapasitas jerapan P tanah, hal tersebut disebabkan adanya persaingan antara ion- ion fosfat dengan asam organik yang merupakan gugus aktif dari bahan organik dalam memperebutkan tapak jerapan (adsorption sites) yang terdapat pada koloid tanah. Asam-asam organik mempunyai kemampuan untuk melepaskan anion organik termasuk fosfat tidak terlepas dari mekanisme pelepasan kembali anion-anion anorganik dan kelarutan fosfat. Meningkatnya pelarutan fosfat dan berkurangnya jerapan fosfat oleh asam-asam organik disebabkan terbentuknya senyawa organometalik kompleks antara asam organik dengan logam (Al dan Fe) yang menjerap fosfat (Peniwiratri, dkk., 2000: 1).

Pelarutan fosfat dari Al-P atau Fe-P pada tanah masam oleh asam organik yang dihasilkan MPF pada Gambar 5.

Gambar 5. Pelarutan Fosfat dari Al-P Atau Fe-P pada Tanah Masam oleh Asam Organik yang Dihasilkan MPF

Bentuk dan kemampuan asam organik membentuk senyawa organo metalik kompleks yang sangat ditentukan oleh jumlah dan posisi gugus karboksil (-COOH) dan hidroksil (-OH) yang merupakan gugus fungsional utama asam

(18)

25

organik. Pemberian asam organik berberat molekul rendah efektif dalam menyediakan unsur fosfor. Asam organik mempunyai gugus fungsional yang aktif atau anion-anion organik yang berperan dalam pembentukan kompleks Al- Organik dan Fe-Organik, sehingga akan memblokir penjerapan fosfat oleh bagian-bagian pertukaran yang bermuatan positif pada mineral amorf.

Selanjutnya anion-anion organik dari asam organik efektif mengambil atau menukar fosfat yang terjerat oleh tanah dan oksida Al dan Fe (Peniwiratri, 2001:

16). Mekanisme pertukaran fosfat oleh asam organik digambarkan oleh Hernandez dkk. (1979) dalam Peniwiratri dkk. (2001: 18) pada Gambar 6.

H2PO4- HA

M + HA- M + H2PO4-

OH2+ OH Gambar 6. Mekanisme Pertukaran Fosfat oleh Asam Organik Keterangan:

M : Permukaan logam

OH2+ dan H2PO4- : Ligan anorganik

HA : Ligan organik

Mikroba juga berperan pada hidrolisis fosfat organik dengan menghasilkan fosfatase yang mengkatalisis pemecahan ikatan hidrogen.

Fosfatase memecah gugus fosfat dari senyawa organik seperti asam nukleat dan mengkatalisis berbagai reaksi pelepasan fosfat dari senyawa fosfat organik ke dalam larutan tanah (Santosa dan Ginting, 2007: 201). Fosfat di dalam tanah dalam bentuk fosfor organik sepeti senyawa fitin, asam nukleat, lipida, gula fosfat, dan 77-82% tidak tersedia dalam bentuk organik atau fosfat terfiksasi seperti trikalsium fosfat, alumunium fosfat dan besi fosfat (Rao dan Tarafdar,

(19)

26

2002: 323). Senyawa fosfat organik ini dapat digunakan setelah diubah menjadi bentuk anorganik yang disebut mineralisasi oleh mikroba tanah yaitu bakteri, jamur, dan aktinomisetes (Alexander, 1977: 467). Pada proses ini, fosfor organik oleh mikroba dihidrolisis secara enzimatik menggunakan enzim fosfatase atau fosfohidrolase. Hasil hidrolisisnya merupakan senyawa fosfat yang lebih tersedia bagi tanaman yaitu ortofosfat primer (H2PO4-) dan ortofosfat sekunder (H2PO42-) (Salam dkk., 1977 dalam Kuswandari, 2005: 5).

Kemampuan asam organik berberat molekul rendah untuk melepaskan anion-anion organik termasuk fosfat tidak terlepas dari mekanisme pelepasan kembali anion-anion anorganik dan kelarutan komponen P. Dalam hal ini terdapat tiga kategori prinsip saling tindak antara asam organik dengan fosfat (Hue dkk., 1986 dalam Peniwatri dkk., 2001:6) yaitu: (1) Reaksi serapan kompetitif, (2) Pelarutan absorben fosfat oleh ligan organik dan (3) Modifikasi muatan permukaan pada absorben fosfat oleh ligan organik.

Enzim fosfatase dihasilkan oleh mikroba dan tanaman. Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler induktif. Intensitas ekskresi oleh tanaman dan mikroba ditentukan oleh kebutuhan ortofosfat kedua jasad tersebut. Kelompok enzim fosfatase di dalam tanah merupakan fosfomonoesterase, fosfodiesterase, fosfotriesterase, pirofatase dan fitase (Kirun, 1987 dalam Kuswandari, 2005: 5).

Fosfatase merupakan enzim hidrolase yang mengkatalisis pemecahan ikatan hidrogen. Fosfatase memecah gugus fosfat dari senyawa organik seperti asam nukleat, dan mengkatalisis berbagai reaksi pelepasan fosfat dari senyawa organik ke dalam larutan tanah. Fosfatase dihasilkan di dalam sel hidup,

(20)

27

sebagian besar disekresikan dan secara difusi menyebar ke dalam larutan tanah.

Oleh karena itu enzim ini bisa berada dalam keadaan bebas menempel pada koloid tanah, pada membran sel (Horikoshi, 1991 dalam Santoso dan Ginting, 2007: 201) atau melekat pada dinding sel dan bekerja di luar sel sehingga disebut enzim ekstraseluler.

G. Fungsi Fosfat bagi Bakteri

Ion fosfat masuk ke dalam sel bakteri melalui transpor pasif atau difusi terfasilitasi. Hal ini karena ion fosfat dapat melewati membran ganda (fosfolipid bilayer) bakteri tanpa membutuhkan energi ATP. Fosfat bagi bakteri berperan dalam penyusun inti sel, dinding sel dan pembentukan ATP (Adenosin Trifosfat). ATP mengandung gula ribosa, dengan basa bernitrogen adenin dan serangkaian tiga gugus fosfat yang terikat ke adenin tersebut. Selain itu, fosfor dalam fosfat merupakan komponen penyusun asam nukleat (RNA dan DNA).

Fosfor merupakan bagian dari asam nukleat DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup. Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel (Sunita, 2001: 243).

(21)

28 H. Kerangka Berfikir Teoritis

Gambar 7. Kerangka Berfikir Teoritis Fosfat alam

Guano fosfat Amonium hidrogenfosfat

((NH4)2HPO4) Fosfat anorganik

Trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2)

Pertumbuhan bakteri & kadar

fosfat terlarut 3 Isolat terpilih

Variasi Medium pertumbuhan

Fosfat organik

Unsur P terikat dalam tanah dan sulit diserap tanaman

Petani melakukan pemupukan P, sehingga tanah jenuh oleh unsur P

Diperlukan bakteri pelarut fosfat untuk efisiensi pemupukan

Penelitian pendahuluan oleh Anna R. & Evy Y. (2017) bakteri termofilik mampu melarutkan

fosfat

Erupsi Merapi (2010) ditemukan 348 isolat bakteri termofilik

Penelitian oleh Anna Rakhmawati dkk. (2011-2014), bakteri termofilik mampu menghasilkan

enzim amilase, protease, dan selulase

Unsur P (fosfor) merupakan makronutrien kedua setelah N (nitrogen) yang dibutuhkan oleh

tanaman untuk pertumbuhan

Uji kemampuan bakteri termofilik Sungai Gendol pasca erupsi Merapi

dalam melarutkan fosfat organik dan anorganik

Referensi

Dokumen terkait

Literatur yang ada mengungkapkan bahwa pada umumnya peneliti menentukan kelimpahan fitoplankton dengan cara-1, yakni mengumpulkan contoh-air dengan menyaring air memakai

Aktivitas pendokumentasian terhadap piutang yakni berupa: dokumen permohonan pembiayaan kredit, dokumen kelengkapan permohonan kredit (fotocopy KTP, asli slip gaji

Diperoleh: (1) hasil belajar handspring secara keseluruhan yang diajar dengan gaya mengajar resiprokal lebih baik daripada yang diajar dengan menggunakan gaya mengajar latihan

Fauziah Bireuen dalam hal ini mempunyai tugas menerima uang, mencatat uang, menyimpan uang yang bersumber dari pendapatan selain pendapatan APBK pada rekening bank yang

Sedangkan Sistem ducting untuk AC, atau juga popular dengan sebutan “Air Handling System”, merupakan bagian penting dalam sistem AC sebagai alat penghantar udara yang telah

1) Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan pasien. Penentuan dosis dapat dilihat tabel 7. 2) Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket

Saran dari peneliti seharusnya pihak pegawai kantor Desa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat harus menanamkan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pelayanan

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai kuat tekan, kuat tarik belah, waktu ikat semen, absorbsi beton, dan nilai slump.. Dari hasil pengujian didapatkan nilai