• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP KAPASITAS SOURCE SINK PADA ENAM VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP KAPASITAS SOURCE SINK PADA ENAM VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP

KAPASITAS SOURCE SINK PADA ENAM VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

Oleh

AMBAR PRASETYANINGRUM OENTARI A 34104059

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP

KAPASITAS SOURCE SINK PADA ENAM VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Ambar Prasetyaningrum Oentari A 34104059

PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

AMBAR PRASETYANINGRUM OENTARI. Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Kapasitas Source Sink Pada Enam Varietas Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pupuk Kalium pada kapasitas source sink enam varietas kacang tanah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang 2 Dramaga Bogor dari bulan Maret hingga Juni 2008. Lokasi penelitian memiliki jenis tanah Latosol, pH 5.90 dan kandungan K yang rendah yaitu sebesar 0.26 me/100g. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Petak utama adalah perlakuan pupuk kalium yaitu 0 kg K2O/ha (K0) dan 100 kg K2O/ha (K1). Anak petak adalah 6 varietas kacang tanah yaitu Biawak (V1), Gajah (V2), Garuda 2 (V3), Kelinci (V4), Kidang (V5) dan Sima (V6) dengan 3 ulangan sehingga terdapat 36 satuan percobaan. Analisis data menggunakan uji F, apabila terdapat pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Tukey dengan taraf 5%.

Perlakuan pupuk kalium berpengaruh nyata pada peubah berat kering tanaman pada 27 HST sebagai peubah source dan rendemen sebagai peubah sink.

Perlakuan 100 kg K2O menunjukkan berat kering brangkasan yang lebih tinggi.

Perlakuan 0 kg K2O menunjukkan rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar 69.2%. Perlakuan varietas berpengaruh nyata pada peubah source yaitu pada ILD dan jumlah daun. Varietas Kidang memiliki ILD yang tertinggi sebesar 3.5.

Varietas Garuda 2 memiliki jumlah daun yang terbanyak, yaitu 104 daun.

Perlakuan varietas berpengaruh nyata pada peubah kapasitas sink produktif yaitu pada varietas Garuda 2 menghasilkan jumlah polong yang tertinggi meliputi jumlah polong total 35.4 polong, jumlah polong cipo 2.3 polong dan jumlah polong isi 25 polong. ILD dan berat kering brangkasan memiliki korelasi dengan berat kering polong dan biji pada saat panen, berat kering polong yang dihasilkan juga memiliki korelasi dengan berat kering biji.

Interaksi antara perlakuan pupuk kalium dan varietas berpengaruh nyata pada seluruh peubah kapasitas source, kapasitas sink produktif dan peubah hasil yang diamati. Secara agronomis, produktivitas polong tertinggi dicapai oleh varietas Kelinci sebesar 3.3 ton/ha sedangkan varietas Garuda 2 dan Kelinci mencapai produktivitas biji tertinggi sebesar 2.3 ton/ha.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGARUH PUPUK KALIUM TERHADAP KAPASITAS SOURCE SINK PADA ENAM VARIETAS KACANG TANAH

(Arachis hypogaea L.)

Nama : Ambar Prasetyaningrum Oentari NRP : A 34104059

Program Studi : Agronomi

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Heni Purnamawati, MSc. Agr NIP. 131 918 505

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus :

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surakarta, 7 Juni 1985 sebagai anak pertama, dari pasangan Bapak Slameto dan Ibu Sri Widati. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak Pertiwi Masaran 1 Tahun 1991, SDN Masaran 1 yang diselesaikan Tahun 1997, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP N 1 Sragen diselesaikan Tahun 2000 dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMUN 1 Sragen diselesaikan pada Tahun 2003.

Pada Tahun 2004 penulis masuk ke jenjang pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB di Program Studi Agronomi, Departemen Budidaya Pertanian. Pada akhir masa perkuliahan penulis mendapat kesempatan untuk menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Dasar Agronomi tahun ajaran 2007.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian penulis menyusun sebuah karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Kapasitas Source Sink Pada Enam Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) di bawah bimbingan Ir. Heni Purnamawati Msc. Agr.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Heni Purnamawati Msc. Agr. selaku dosen pembimbing akademik dan

pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Iskandar Lubis Msc. selaku dosen penguji dan Ani Kurniawati SP.

MSi. selaku wakil urusan skripsi.

3. Ibu Sri Widati, Bapak Slameto, Bapak Padi PS, Keluarga Besar Wignyo Sarjono, dan Nur Ikhwan Khusaini S.Hut yang telah memberikan doa, harapan, motivasi dan dukungan baik moril maupun spirituil.

4. Staff dan karyawan Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Laboratorium Produksi Tanaman dan Laboratorium Umum atas bantuannya selama kegiatan penelitian di lapang dan di laboratorium.

5. Shofiyatul Mas’udah sebagai teman seperjuangan atas bantuan dan dukungan.

6. Saudaraku di Agronomi 41 : Tri Widiyati, Shofiyatin Syamsiyah, Giono Santoso, Asiyatul Mahfudloh, Harnani, Mercy Bientry Yunindanova, Nita Ekanaul, Vitria, Mudi, Dini dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungan selama penelitian, seminar dan sidang.

7. Cindy Chairunnisa, Sri Maryati, Bilalludin Khalil, Edy Saefrudin, Nunus Subardiyono, Aziz Hanggumantoro dan Irwan Radiardi atas pertemanan selama kuliah.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mencurahkan segala tenaga, waktu maupun pikirannya kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Botani dan Morfologi... 4

Syarat Tumbuh ... 5

Keragaman Varietas... 6

Dosis Pemupukan yang Dianjurkan... 7

Pupuk Kalium ... 7

Kapasitas Source Sink... 9

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

Bahan dan Alat... 11

Metode Penelitian ... 11

Pelaksanaan Penelitian... 12

Pengamatan Peubah Selama Destruksi ... 15

Pengamatan Peubah Produksi dan Produktivitas ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Hasil ... 16

Kondisi Umum... 16

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ... 17

Pengamatan Peubah Vegetatif dan Generatif... 19

Indeks Luas Daun... 19

Berat Kering Brangkasan per Tanaman ... 19

Jumlah Ginofor dan Polong per Tanaman ... 20

Berat Kering Ginofor dan Polong per Tanaman ... 21

Jumlah Daun per Tanaman ... 22

Jumlah Bunga... 22

Produksi dan Produktivitas ... 23

Berat Kering Brangkasan dan Polong Panen ... 23

Jumlah Polong Panen per Tanaman dan Persentase Polong Isi ... 24

Indeks Panen dan Indeks Biji... 24

Rendemen... 25

Produktivitas ... 26

Korelasi antara peubah source dengan peubah sink dan hasil ... 26

Pembahasan ... 27

Pengamatan Peubah Kapasitas Source... 28

Pengamatan Peubah Sink Produktif... 30

Pengamatan Peubah Hasil ... 36

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN... 49

Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

LAMPIRAN... 44

(9)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Rancangan Split Plot... 18

Jumlah Bunga Rata-rata dan Persentase Bunga Menjadi Polong ... 22

Berat Kering Brangkasan dan Polong Panen ... 24

Jumlah Polong Panen Rata-rata dan Persentase Polong Isi ... 24

Indeks Panen dan Indeks Biji... 25

Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Rendemen ... 25

Pengaruh Varietas Terhadap Rendemen ... 25

Produktivitas ... 26

No Lampiran Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Split Plot ... 18

2. Jumlah Bunga Rata-rata dan % Bunga Menjadi Polong... 22

3. Berat Kering Brangkasan dan Polong Panen ... 23

4. Jumlah Polong Panen Rata-rata dan % Polong Isi... 24

5. Indeks Panen dan Indeks Biji... 24

6. Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Rendemen ... 25

7. Pengaruh Varietas Terhadap Rendemen ... 25

8. Produktivitas ... 26

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Teks Halaman

1 Tanaman Kacang Tanah pada 21 HST... 16

2 Indeks Luas Daun Rata-rata pada 27, 42, 56 dan 70 HST ... 19

3 Berat Kering Brangkasan per Tanaman Pada 27 HST... 20

4 Berat Kering Brangkasan per Tanaman 70 HST... 20

5 Jumlah Ginofor dan Polong per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST ... 21

6 Berat Kering Ginofor dan Polong per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST..21

7 Jumlah Daun per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST ... 22

8 Penampilan varietas Kidang pada 90 HST... 28

9 Bunga Kacang Tanah ... 29

10 Ginofor yang Sedang Menembus Tanah... 31

11 Brangkasan Panen Varietas Sima... 32

12 Polong Hampa, Isi dan Cipo Pada Varietas Garuda 2 ... 34

13 Penampilan varietas Gajah dan Sima pada 97 HST... 13

No Lampiran Halaman 1. Grafik Rata-rata Jumlah Bunga Pada Perlakuan Varietas dan 0 K20/ha ... 44

2. Grafik Rata-rata Jumlah Bunga Pada Perlakuan Varietas dan 100 K20/ha.. 45

3. Polong Varietas Biawak... 46

4. Polong Varietas Gajah ... 46

5. Polong Varietas Garuda 2 ... 46

6. Polong Varietas Kelinci .. ... 46

7. Polong Varietas Kidang ... 47

8. Polong Varietas Sima... 47

9. Penyakit yang Menyerang Pertanaman di Lapang... 48

10. Hama yang Menyerang Pertanaman di Lapang ... 48

11. Gulma yang Tumbuh di Pertanaman di Lapang ... 48

12. Lay Out Percobaan di Kebun Cikarawang... 58

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kacang-kacangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebutuhan konsumsi masyarakat dunia. Salah satu jenis kacangan yang telah dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Kacang tanah berasal dari benua Amerika dan telah dibudidayakan oleh bangsa Indian Maya dan Inca sejak abad ke-15. Tanaman ini terdiri dari tiga tipe yaitu Spanish, Valencia, dan Virginia. Tipe yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah tipe Spanish.

Sebagian besar petani di Indonesia menanam kacang tanah di tegalan dan lahan tadah hujan sebanyak (70%) dan sisanya (30%) ditanam di lahan sawah yang beririgasi setelah penanaman padi. Komoditas kacang tanah memiliki nilai strategis untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Kebutuhan kacang tanah di Indonesia terus meningkat baik untuk bahan pangan ataupun bahan baku industri (Heriyanto dan Subagio, 1998 dalam Adisarwanto 2001). Agroindustri yang berbasis kacang tanah tumbuh semakin pesat dan membutuhkan tidak kurang 500 ton polong segar per hari atau 30 000-60 000 ton polong segar per tahun dan 5000 hingga 15 000 ton ose (biji) kacang tanah per tahun. Kebutuhan kacang tanah di Indonesia mencapai 50 000-150 000 ton biji dan 150 000 – 450 000 ton polong segar per tahun (Dwi Kelinci, 2005 dalam Kasno,2007)

Secara berturut-turut produksi kacang tanah di Indonesia mulai dari tahun 2003 adalah sebesar 785 526 ton, tahun 2004 sebesar 837 495 ton, tahun 2005 sebesar 836 295 ton dan tahun 2006 sebesar 837.991 ton. Produktivitas kacang tanah pada tahun 2007 diperkirakan mencapai 1.17 ton/ha, dengan luas lahan 702 163 ha dan produksi sebesar 789 327 ton. (BPS, 2007). Akan tetapi kenaikan permintaan ini tidak diikuti dengan kenaikan produksi kacang tanah, sehingga perlu dilakukan impor. Volume impor kacang tanah segar (polong) pada tahun 2006 mencapai 169 111 ton dan kacang tanah olahan mencapai 10 533 ton (Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2008) .

Dari rata-rata produksi potensial kacang tanah sekitar 3.5 ton per hektar, kemampuan produksi kacang tanah baru mencapai 1 ton per hektar biji kering (Kasno, 2007). Menurut Adisarwanto (2001) produktivitas kacang tanah yang

(12)

masih rendah ini salah satunya disebabkan oleh pengisian polong kacang tanah yang tidak maksimal sehingga banyak terdapat polong cipo atau hampa.

Berdasarkan penelitian sebelumnya jumlah polong isi pada kacang tanah adalah sebesar 60%-80%. Menurut Purnamawati (penelitian belum dipublikasikan), terdapat pengelompokan varietas kacang tanah sesuai dengan kapasitas source sink kacang tanah tersebut.

Hubungan source sink merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pangan. Pada tanaman tingkat tinggi source adalah daun dewasa yang berwarna hijau dan mampu melakukan proses fotosintesis.

Sedangkan sink adalah tempat penyerapan atau gudang penyimpanan asimilat di akar, biji, buah dan pucuk (Marschner, 1995). Menurut Adisarwanto (2001) produksi yang tinggi akan dicapai apabila varietas tanaman yang ditanam memiliki potensi hasil yang tinggi dan didukung teknik budidaya yang benar dan lingkungan tumbuh yang baik. Salah satu teknik budidaya yang dilakukan adalah pemupukan.

Pengaruh penambahan pupuk K ke tanah diharapkan dapat meningkatkan kadar hara di dalam tanah saat pupuk larut. Kalium berfungsi dalam proses pembentukan biji kacang tanah bersama hara P disamping juga penting sebagai pengatur berbagai mekanisme dalam proses metabolik seperti fotosintesis, transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (hubungan Source and Sink) (Sumarno, 1986 ; Sutarto et al., 1988). Pernyataan ini didukung oleh Suyamto (1995), pada tanaman kacang tanah hara kalium lebih berperan dalam stabilitas hasil. Hara kalium yang diserap dari larutan tanah dalam bentuk ion K+ berfungsi sangat penting dalam proses fotosintesis, translokasi karbohidrat dan sintesis protein. Serapan hara kalium dibutuhkan lebih banyak daripada fosfor tetapi lebih sedikit daripada nitrogen.

Menurut Ispandi (2004), hara kalium sangat penting dalam pembentukan polong dan pengisian biji, disamping sangat penting dalam proses metabolisme tanaman. Pada lahan kering alfisol pemupukan 100 kg KCl meningkatkan hasil secara nyata daripada pemupukan dengan 50 kg KCl/ha sehingga takaran pemupukan 100 kg KCl/ha adalah takaran yang optimal untuk kacang tanah.

(13)

Tisdale et al., (1985) menyatakan bahwa penyerapan kalium oleh tanaman cukup tinggi, sehingga jika mengalami kekurangan tanaman langsung menunjukkan gejala kahat. Menurut Marschner (1995) fungsi kalium pada tanaman adalah untuk mengatur kompartementasi dan konsentrasi selular, aktivator enzim, membantu dalam sintesis protein, membantu dalam proses fotosintesis, berperan dalam sintesis pati dan berperan dalam kegiatan osmoregulasi sel.

Tujuan

Mengamati pengaruh pupuk kalium terhadap kapasitas source sink dan hasil pada enam varietas kacang tanah.

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh pupuk kalium terhadap kapasitas source sink dan hasil pada enam varietaskacang tanah.

2. Terdapat pengaruh varietas terhadap kapasitas source sink dan hasil pada enam varietaskacang tanah.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara pupuk kalium dengan varietas terhadap kapasitas source sink dan hasil pada enam varietas kacang tanah.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi

Suprapto (2001) menyatakan bahwa dalam dunia tumbuh-tumbuhan, kacang tanah (Arachis hypogea L.) diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Rosales, dan termasuk dalam famili Papilionidae.

Maesen dan Somaatmadja (1992) mengemukakan bahwa kacang tanah merupakan tanaman monocius yang berbentuk tegak atau menjalar dan merupakan tanaman herba tahunan. Tinggi tanaman kacang tanah umumnya 15-70 cm.

Batang utama berkembang dari epikotil dan membawa kotiledon pada tiap daun ruas pertama. Percabangan bersifat dwimorfik dengan cabang vegetatif dan cabang generatif. Semua cabang vegetatif memiliki daun kecil-kecil yang disebut katapils. Cabang vegetatif sekunder dan tersier berasal dari cabang primer. Daun pada cabang utama membentuk 2/5 filotaksi dan terdapat vegetatif primer. Daun- daun pada cabang utama itu berjumlah empat daun dengan dua daun terdapat di tempat yang berlawanan. Panjang daun mencapai 3 – 4 cm dengan lebar 2 – 3 cm dan panjang petiole 3 – 7 cm. Menurut Sutarto et al., (1988) kacang tanah memiliki bintil akar, sebagai hasil simbiosis dengan bakteri Rhizobium yang berguna untuk membantu penyediaan unsur nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman.

Tanaman kacang tanah merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Penyerbukan silang alami dapat terjadi tetapi persentasenya sangat kecil, yaitu sekitar 0.5%

(Suprapto, 1997). Bunga kacang tanah berbentuk seperti kupu-kupu, terdiri dari kelopak, mahkota bunga, benang sari, dan kepala putik. Mahkota bunga berwarna kuning terdiri dari 5 helai yang bentuknya berlainan satu dengan yang lainnya.

Helaian yang besar disebut bendera, pada bagian kanan dan kiri terdapat sayap yang sebelah bawah bersatu membentuk cakar (lunas). Bunganya memiliki 10 benang sari, 2 diantaranya lebih pendek (Trustinah, 1993).

Bunga muncul dari buku-buku bagian bawah cabang, setelah mengalami persarian dan pembuahan 70-75% dari bunga dapat membentuk ginofor dan membentuk polong didalam tanah. Ginofor tumbuh ke dalam tanah dengan ovary

(15)

di ujungnya dan mengeras membentuk pelindung pada saat memasuki tanah.

Panjang ginofor dapat mencapai 18 cm dan tidak semua ginofor dapat menembus kedalam tanah dan membentuk polong (Sutarto et al., 1988). Warna ginofor umumnya hijau dan bila ada pigmen antosianin warnanya menjadi merah atau ungu, dan setelah masuk ke dalam tanah warnanya menjadi putih. Perubahan warna ini disebabkan ginofor mempunyai butir-butir klorofil yang dimanfaatkan untuk melakukan fotosíntesis selama di atas permukaan tanah, dan setelah menembus tanah fungsinya akan bersifat seperti akar (Trustinah, 1993).

Sriwidodo (1997) menyatakan bahwa beberapa sifat agronomi kacang tanah yang penting seperti bentuk tanaman, ukuran, dan bentuk polong, jumlah biji per polong, dan warna kulit biji, dapat digunakan untuk membedakan kultivar kacang tanah.

Syarat Tumbuh

Menurut Sutarto et al., (1998) kacang tanah dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur dan cukup unsur N, P, K, Ca, dan unsur mikro. Pernyataan ini di dukung oleh Adisarwanto, (2001) bahwa tanah sebagai media tumbuh kacang tanah berpengaruh besar terhadap pertumbuhannya. Kacang tanah menghendaki jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir.

Kemasaman yang optimal adalah 6.5-7.0. Apabila pH tanah lebih besar daripada 7.0 maka daun akan berwarna kuning karena kekurangan hara (N, S, Fe dan Mn) dan seringkali timbul bercak hitam pada polong. Tanah dengan sistem drainase yang baik akan menciptakan aerasi yang baik, sehingga penyerapan air, hara, N, CO2 dan O2 oleh tanaman akan lebih mudah dilakukan.

Faktor iklim yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah adalah suhu, curah hujan, dan cahaya. Suhu udara untuk pertumbuhan optimum berkisar 27 oC sampai 30 oC. Keragaman dalam jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh atau dapat menjadi kendala terhadap pencapaian hasil kacang tanah. Total curah hujan optimum selama 3-3.5 bulan atau sepanjang periode pertumbuhan sampai panen adalah 300-500 mm.

(Adisarwanto, 2001).

Maesen dan Somaatmadja, (1992) menambahkan bahwa tanaman kacang tanah dapat tumbuh pada 40o LU – 40o LS pada daerah tropis dan sub tropis serta

(16)

temperate. Suhu optimum untuk pertumbuhan kacang tanah adalah 30o C dan pertumbuhan akan terhambat pada 15o C. Menurut Pitojo (2005), kacang tanah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari penuh. Adanya keterbatasan cahaya matahari akibat naungan atau halangan dan atau awan lebih dari 30% akan menurunkan hasil kacang tanah karena cahaya mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan mengurangi jumlah ginofor, sedangkan rendahnya intensitas cahaya pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta akan menambah jumlah polong hampa.

Keragaman Varietas

Varietas menunjuk pada sejumlah individu dalam suatu spesies yang berbeda dalam bentuk dan fungsi fisiologi tertentu dari sejumlah inidividu lainnya dalam suatu spesies yang sama (Sri, 1983)

Penggunaan varietas yang berbeda akan menyebabkan pertumbuhan dan produksi hasil juga berbeda. Berdasarkan umurnya, varietas unggul dapat dibedakan menjadi varietas genjah yang berumur 80-90 hari, dan varietas dalam yang berumur lebih dari 100 hari (Adisarwanto dan Wudianto, 1998).

Menurut Hidajat et al., (2000) pembentukan varietas unggul antara lain ditempuh dengan cara inroduksi dan seleksi, serta pembuatan mutan dengan sinar gamma di balai penelitian ataupun instansi di dalam negeri. Varietas unggul kacang tanah mempunyai biji yang lebih besar, sekitar 50 gram per 100 biji, sedangkan varietas lokal ukuran bijinya lebih kecil yaitu 30-35 gram per 100 biji.

Varietas lokal pada umumnya merupakan campuran dari beberapa strain atau varietas sehingga warna, bentuk, dan ukuran bijinya beragam.

Kasno et al,. (2005) menyatakan bahwa varietas unggul yang berproduktivitas tinggi dan mempunyai sifat ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik serta karakteristik yang sesuai dengan permintaan pasar merupakan modal utama dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

Varietas tersebut dapat dikembangkan di berbagai daerah sentra produksi komoditas yang bersangkutan di Indonesia. Hingga paruh tahun 2004 telah tersedia 31 varietas unggul kacang tanah. Dari varietas tersebut, 25 varietas

(17)

diantaranya dihasilkan oleh unit kerja Badan Litbang pertanian dalam periode 1983–2004, sisanya dua varietas lokal Blitar dan Citayam, masing-masing diputihkan sebagai varietas Garuda 2 dan Garuda 3. Sedangkan empat varietas lainnya, yakni Gajah, Kidang, Macan dan Banteng dilepas tahun 1950.

Varietas Pelanduk, Tapir, Tupai, Rusa, Anoa, Mahesa, Landak, Simpai, Biawak dan Komodo adalah varietas yang dilepas pada periode 1970-1986. pada umumnya varietas yang dilepas pada periode tersebut memiliki keunggulan terhadap hasil dan ketahanan terhadap penyakit layu. Program pemuliaan pada periode 1986-2000 mulai memperhatikan faktor lingkungan abiotik, terutama cekaman kemasaman lahan, kekeringan, penaungan dan kahat hara terutama hara besi di tanah Alfisol alkalis. Varietas Kelinci, Badak, dan Zebra tergolong toleran penyakit daun dan toleran penyakit layu (Tabel Lampiran 3). Varietas Kelinci tergolong fenomenal dan sudah banyak ditanam petani di Jawa Timur, Bali dan NTB. Varietas Jerapah , Singa dan Sima tergolong toleran kekeringan dan adaptif di lahan kering masam serta agak tahan penyakit karat dan bercak daun. Varietas Panter adalah toleran terhadap kekeringan dan agak tahan penyakit daun, varietas Turangga toleran penaungan, dan varietas Kancil toleran kahat besi di Alfisol Alkalis.

Dosis Pemupukan yang Dianjurkan

Tujuan dilakukan pemupukan adalah untuk menambah unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman. Untuk menghasilkan 3,5 t/ha polong kering dan seluruh biomasa tanaman kacang tanah, dihabiskan 230 kg N + 39 P2O5 + 116 K2O + 66 kg Ca + 21 kg Mg dan 24 kg S setiap hektarnya. Dengan petimbangan efisiensi dan kelestarian lahan, diajurkan untuk memberikan pupuk dasar pada tanah yang tergolong miskin NPKS, masing-masing adalah 75-100 kg Urea, 75-100 kg SP36, dan 75-100 kg Zk per hektar (Suyamto, 1995)

.

Pupuk Kalium

Unsur K sangat penting dalam proses pembentukan dan pengisian polong kacang tanah disamping berperan pula dalam proses metabolisme. Hara K merupakan hara yang paling banyak diserap tanaman kacang tanah setelah hara N.

(18)

Hara N yang diserap tanaman kacang tanah dapat mencapai 230 kg N/ha, sedang hara K sekitar 116 kg K2O/ha, sangat banyak bila dibandingkan dengan serapan hara makro yang lain seperti hara P yang hanya 39 kg P2O5/ha dan Ca hanya 66 kg Ca/ha (Hening et al., 1982 dalam Sumarno. 1986).

Hara K memang bukan pembentuk senyawa organik dalam tanaman tetapi unsur K sangat penting dalam proses pembentukan biji kacang tanah bersama hara P disamping juga penting sebagai pengatur berbagai mekanisme dalam proses metabolik seperti fotosintesis, transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimlat dari daun ke seluruh jaringan tanaman (Sumarno, 1986 ; Sutarto et al., 1988). Parks (1996) menambahkan bahwa pada empat varietas kacang tanah yang telah diuji memberikan hasil bahwa respon penambahan Ca dan K hanya terjadi pada lahan dengan kandungan K yang rendah.

Ispandi (2004) menyatakan bahwa pada lahan kering alfisol pemupukan 100 kg KCl/ha meningkatkan hasil kacang tanah secara nyata daripada yang dipupuk 50 kgKCl/ha. Pemberian pupuk KCl satu kali pada saat tanam lebih efektif dan lebih efisien daripada diberikan dua kali, pada saat tanam dan umur satu bulan dalam meningkatkan hasil kacang tanah, dan bila diberikan tiga kali, justru menurunkan hasil. Pemupukan 100 kg KCl/ha dapat meningkatkan kadar K dan P dalam tanaman, masing-masing sekitar 21 dan 15 % bila diberikan bersama 50 kg SP 36/ha, atau masing-masing meningkat 28 % dan 23 % bila diberikan bersama 100 kg SP36/ha, semua itu bila dibandingkan dengan yang tidak disertai pupuk P.

Sehingga takaran pemupukan 100 kg KCl/ha adalah takaran yang optimal untuk kacang tanah.

Orcutt dan Nilsen (2000) dalam Winarti et al,. (2004) melaporkan bahwa tanaman yang diberi kalium dalam jumlah yang cukup dapat menghasilkan daun yang lebih luas dan kemampuan fotosintesis meningkat. Meningkatnya proses fotosintesis karena kalium dapat meningkatkan resistensi stomata, sehingga jumlah CO2 yang berdifusi kedalam tanaman lebih banyak sehingga dapat meningkatkan kadar klorofil.

Leiwakabessy dan Sutandi (2004) menambahkan bahwa kalium sering disebut katalisator dalam proses hidup karena menjamin kelangsungan reaksi dalam kehidupan tanaman. Beberapa peranan kalium antara lain adalah dalam

(19)

pembelahan sel, fotosintesis, translokasi fotosintat, reduksi nitrat dan aktivasi enzim. Kalium diabsorbsi oleh tanaman dalam bentuk K+ secara difusi dan dijumpai dalam berbagai kadar didalam tanah. Pupuk kalium pada kacang tanah diberikan saat tanam secara baris, karena unsur K tidak bergerak di dalam tanah tetapi pada lapisan tertentu. Sehingga saat tanaman kacang tanah membutuhkan K, unsur K tersebut sudah menyebar sehingga mudah diserap oleh akar.

Soepardi (1993) menyatakan bahwa absorbsi unsur K oleh tanaman dipengaruhi oleh jumlah K tersedia bagi tanaman. Berbagai bentuk K dalam tanah digolongkan menjadi tiga golongan yaitu tidak tersedia, mudah tersedia, dam lambat tersedia. Pupuk kalium yang sering dijumpai yaitu pupuk KCl. Pupuk KCl merupakan pupuk Kalium yang berwarna kemerahan abu-abu atau putih dengan kandungan K2O sebesar 48 sampai 62,5% setara dengan 39-51% Kalium dan 47%

Klorin. Disamping unsur K dan Cl pupuk ini juga mengandung Na, Mg, S, B, Ca, dan unsur lainnya meskipun dalam jumlah sedikit. Pupuk KCl merupakan pupuk yang larut dalam air dan mempunyai mobilitas yang tinggi dengan indeks garam yang tinggi sehingga bila pupuk ini diberikan terlalu dekat dengan tanaman akan mengakibatkan plasmolisis.

Tanaman yang kekurangan kalium akan mengakibatkan tanaman kurang tahan kekeringan daripada tanaman yang kebutuhan kaliumnya tercukupi. Pada tanaman leguminose, tanaman yang kekurangan kalium lebih peka terhadap penyakit dan menunjukkan kualitas produksi yang rendah karena biji yang dihasilkan banyak yang keriput (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Kapasitas Source Sink

Hubungan source sink merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman pangan. Pada tanaman tingkat tinggi source adalah daun dewasa yang berwarna hijau dan mampu melakukan proses fotosintesis.

Sedangkan sink adalah tempat penyerapan atau gudang penyimpanan asimilat di akar, biji, buah dan pucuk (Marschner, 1995).

Menurut Leopold dan Friedenman (2001), Kalium memiliki beberapa ciri yang istimewa. Pembuktian yang tegas akan fungsi kalium dalam translokasi fotosintat memang belum terlalu banyak. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang

(20)

telah dilakukan pada tanaman kacang tanah, terjadi pengurangan translokasi asimilat dari source ke sink yang berbanding dengan pengurangan unsur K, meskipun cahaya juga berpengaruh dalam hal ini.

Mengel (1996) menyatakan bahwa kalium juga berpengaruh dalam translokasi fotosintat didalam tumbuhan. Aliran massa akan terjadi ketika saluran pembuluh terbuka sehingga bisa dilalui oleh fotosintat. Penelitian yang telah dilakukan pada castorbean menunjukkan bahwa banyaknya fotosintat yang ditranslokasikan dipengaruhi oleh suplay K+ yaitu, kandungan K+ yang lebih tinggi memberikan hasil fotosintesis yang lebih banyak tersalurkan dari source ke sink. Hal ini menunjukkan bahwa K+ mempengaruhi kapasitas source sink karena K+ mempengaruhi transpor floem.

Menurut Wada (1995) dalam Winarti et al,. (2004) pada tanaman padi (Oryza sativa L) jumlah gabah per malai dan persentase gabah isi ditentukan oleh kemampuan tanaman dalam mentranslokasikan fotosintat dari sumber (source) ke limbung (sink) dan besarnya partisi fotosintat ke sink. Perbedaan partisi juga fotosintat berpengaruh terhadap proses pembentukan hasil. Kumura (1995) dalam Winarti et al,. (2004) menambahkan bahwa kapasitas sink untuk mengakumulasi bahan sesuai kemampuan source yang memasok fotosintat juga mempengaruhi besarnya hasil.

Menurut Purnamawati (penelitian belum dipublikasikan), terdapat pengelompokan varietas kacang tanah sesuai dengan kapasitas source sink kacang tanah tersebut. Pengelompokan tersebut antara lain varietas yang memiliki kapasitas source sink tinggi adalah varietas Biawak dan Garuda 2. Varietas yang memiliki kapasitas source sink rendah adalah varietas Gajah. Varietas yang memiliki kapasitas source tinggi dan sink rendah adalah varietas Kidang dan Sima.

Sedangkan varietas yang memiliki kapasitas source rendah namun sink tinggi adalah varietas Kelinci.

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2008 di Kebun Percobaan IPB Cikarawang 2, Darmaga, Bogor. Lokasi penelitian mempunyai ketinggian 250 mdpl dengan jenis tanah liat berdebu. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah. Pengamatan destruksi dan pascapanen dilakukan di Laboratorium Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB Darmaga.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi benih kacang tanah varietas Biawak, Gajah, Garuda 2, Kelinci, Kidang dan Sima. Pupuk dasar yang digunakan adalah 50 kg Urea/ha dan 100 kg SP36/ha selain itu membutuhkan dolomit 500 kg/ha. Bahan yang digunakan untuk perlakuan adalah pupuk Kalium 100 kg K2O/ha. Pestisida yang digunakan dalam penelitian ini adalah Furadan, Matador dan Dithane M-45. Peralatan yang digunakan meliputi cangkul, kored, oven, tugal, meteran, kamera dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design) dengan tiga kali ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu dan dosis pupuk Kalium yang terdiri dari dua dosis pupuk kalium (K) dan perlakuan beda varietas (V) terdiri dari enam varietas.

Dari dua faktor perlakuan tersebut tersusun 12 kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 36 satuan percobaan.

Setiap petak percobaan berukuran 4 m x 3 m. Petak utama adalah perlakuan dosis pupuk kalium yaitu 0 kg K2O/ha (P1) dan 100 kg K2O/ha (P2). Anak petak adalah 6 varietas kacang tanah yaitu Biawak (V1), Gajah (V2), Garuda 2 (V3), Kelinci (V4), Kidang (V5) dan Sima (V6).

(22)

Model aditif linear yang digunakan adalah : Yijk = µ + Ui + Kj + εij +Vk + (KV)jk + δijk

Keterangan:

Yijk = nilai pengamatan dari perlakuan dosis pupuk kalium ke-j dan varietas kacang tanah ke-k

μ = rataan umum

Ui = pengaruh ulangan ke-i, i = 1, 2, 3.

Kj = pengaruh perlakuan dosis pupuk Kalium ke-j, j = 1, 2.

εij = pengaruh galat percobaan petak utama ke-j dan ulangan ke-i Vk = pengaruh perlakuan varietas kacang tanah ke-k, k = 1, 2, 3, 4

(KV)jk = pengaruh interaksi antara perlakuan varietas kacang tanah dengan perlakuan dosis pupuk Kalium

δijk = sisa galat perlakuan

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F apabila terdapat pengaruh nyata maka dilakukan uji Tukey dengan taraf 5%.

Pelaksanaan Persiapan Lahan

Kegiatan persiapan lahan terdiri dari kegiatan pembersihan lahan dari gulma, pembajakan dan penggaruan. Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam dan dilakukan pencampuran dengan kapur pertanian. Petak percobaan dibuat dalam bentuk bedengan berukuran 4 m x 3 m dengan arah timur barat.

Penanaman

Benih kacang tanah ditanam pada petakan yang telah disiapkan, ukuran tiap petak adalah 12 m2. Benih yang ditanam adalah satu butir per lubang dengan kedalaman tanam 3 cm dan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Tiap lubang tanam diberi furadan dengan dosis 15 kg/ha. Pupuk dasar dengan dosis 45 kg N/ha dan 100 kg

(23)

P2O5 /ha dan pupuk K untuk perlakuan sebesar 100 kg K2O/ha diberikan sekaligus saat tanam secara larikan.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian hama penyakit dan pembubunan. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berusia 21 Hari Setelah Tanam (HST). Penyiangan gulma dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 21 HST dan 35 HST. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama.

Pengamatan Peubah Selama Destruksi

Pengamatan pada kacang tanah dilakukan pada umur 27 hari setelah tanam (27 HST), 42 HST, 56 HST dan 70 HST dengan destruksi 2 tanaman dari tiap petak perlakuan. Daun diukur dengan metode gravimetri, selanjutnya daun, batang dan akar di oven pada suhu 60 oC selama 3 hari.

Pengukuran yang dilakukan pada saat destruksi antara lain adalah sebagai berikut :

1. Berat Kering daun, akar dan batang

Bobot kering dihitung setelah daun, batang dan akar melalui proses pengovenan dengan suhu 60 oC selama 3 hari. Pengamatan dilakukan pada saat destruksi 27, 42, 56 dan 70 HST.

2. Jumlah Ginofor dan Polong

Pengamatan jumlah ginofor dan polong dilakukan apabila tanaman sudah menghasilkan ginofor. Pengamatan dilakukan pada saat destruksi 42, 56 dan 70 HST.

3. Indeks Luas Daun (ILD)

ILD = Luas daun / luas lahan yang ternaungi.

Luas daun adalah nilai rata-rata dari dua tanaman sampel dan luas lahan ternaungi merupakan jarak tanam dari kacang tanah yaitu 40 cm x 20 cm.

Pengamatan ILD dilakukan pada tiap destruksi yaitu pada 27 HST, 42, 56 dan 70 HST.

4. Jumlah Daun

Jumlah daun dihitung pada saat destruksi 42, 56 dan 70 HST.

(24)

5. Jumlah Bunga

Pengamatan jumlah bunga dilakukan setiap dua hari sekali pada pagi hari.

Panen

Pemanenan dilakukan pada usia panen masing-masing varietas.

1. Varietas Biawak dipanen pada umur 90 HST 2. Varietas Gajah dipanen pada umur 100 HST 3. Varietas Garuda 2 dipanen pada umur 85 HST 4. Varietas Kelinci dipanen pada umur 95 HST 5. Varietas Kidang dipanen pada umur 100HST 6. Varietas Sima dipanen pada umur 100 HST

Pengamatan Peubah produksi dan produktivitas meliputi : 1. Berat Kering Brangkasan

Pengukuran berat kering dilakukan setelah brangkasan mengalami perlakuan penjemuran selama 5 hari. Brangkasan yang diukur adalah 15 buah dari setiap petak perlakuan.

2. Bobot Kering Polong Total

Berat kering polong total diamati setelah polong dioven dengan suhu 60

oC selama 3 hari.

3. Jumlah polong total, polong isi penuh dan polong cipo Jumlah polong isi = jumlah polong total - jumlah polong cipo

Jumlah polong total = jumlah seluruh polong dari 15 tanaman sample yang dipanen

Jumlah cipo = jumlah polong yang hampa, berisi sebagian dan rusak 4. Persentase polong isi

% polong isi = Jumlah polong isi / Jumlah polong total x 100%

Pengamatan persentase polong dilakukan setelah polong dioven dengan suhu 60 oC selama 3 hari.

5. Rendemen

Rendemen = BK biji total / BK polong total x 100%

(25)

6. Bobot kering biji

Berat kering biji diamati setelah biji dioven dengan suhu 60 oC selama 3 hari.

7. Indeks panen (IP)

IP = BK polong / (BK brangkasan + BK polong) x 100%

Pengamatan indeks panen dilakukan pada saat panen. Jumlah tanaman yang diamati adalah 15 tanaman dari setiap petak perlakuan

8. Indeks biji (IB)

IB = BK biji / (BK brangkasan + BK polong) x 100%

Pengamatan indeks biji dilakukan setelah biji dioven dengan suhu 60 oC selama 3 hari.

9. Produktivitas kacang tanah

Produktivitas kacang tanah diperoleh dari hasil biji tiap 15 tanaman sampel yang dipanen secara ubinan. Selanjutnya nilai ini dikonversi dalam satuan hektar.

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB 2 Cikarawang Darmaga Bogor selama bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2008. Curah hujan rata-rata pada bulan-bulan tersebut adalah 412.3 mm/bulan, dengan jumlah hari hujan rata- rata sebesar 21.3 hari per bulan. Suhu rata-rata per bulan adalah sebesar 24.9 oC (Tabel Lampiran 3).

Analisis tanah yang dilakukan sebelum percobaan menunjukkan bahwa tanah dalam keadaan masam, yaitu dengan pH 5.90 dan mempunyai tekstur liat.

Kandungan K pada tanah adalah sebesar 0.26 me/100g sehingga kandungan K di Kebun Percobaan Cikarawang tergolong rendah (Tabel Lampiran 4).

Daya tumbuh kacang tanah cukup baik yaitu mencapai 80-90%. Penyulaman dilakukan pada 7 HST. Kondisi pertanaman pada fase vegetatif baik dengan air yang cukup tersedia. Pada fase generatif beberapa varietas antara lain Gajah dan Kelinci menunjukkan fisiologis daun yang melengkung ke bawah. Hal ini kemungkinan disebabkan tanaman kekurangan air sehingga varietas yang tidak toleran kekeringan mengalami stress. Selain itu di dukung dengan data iklim (Tabel Lampiran 3) pada bulan Mei curah hujan sebesar 277.1 mm/hari dan jumlah hari hujan hanya 18 hari. Menurut Adisarwanto (2001) total curah hujan optimum bagi kacang tanah adalah 300-500 mm.

Gambar 1. Tanaman Kacang Tanah pada 21 HST

(27)

Bercak Cercospora merupakan penyakit yang disebabkan cendawan, yaitu Cercospora arachidicola dan Cercospora personata. Serangan terjadi saat tanaman berusia 42 HST hingga panen. Serangan terjadi pada varietas Gajah, Kidang dan Sima yang peka pada penyakit bercak cercospora walaupun intensitasnya sedikit. Pada varietas yang toleran seperti Kelinci juga terdapat serangan penyakit ini. Peanut mottle virus (PeMoV) maupun Peanut stripe virus (PStV) menyebabkan penyakit belang. Penyakit Belang ini terjadi saat tanaman berusia 28 HST dan terutama menyerang varietas Biawak. Penyakit sapu setan (Witchess Broom) ditemukan di lapang namun intensitas seranganya kecil.

Penyakit menyerang saat tanaman menjelang panen yaitu pada 90 HST.

Hama yang menyerang tanaman kacang tanah di kebun Cikarawang cukup banyak. Hama-hama tersebut antara lain adalah Kutu daun (Aphis craccivora), ulat jengkal (Plusia chulcites), rayap (Ordo Termites sp) dan Ulat grayak (Helicoverpa armigera Hb.) atau (Spodoptera litura). Serangan hama terjadi pada saat tanaman berusia 35-84 HST. Untuk menghindari kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit maka dilakukan penyemprotan secara intensif dengan pestisida seminggu sekali.

Gulma berdaun lebar adalah salah satu jenis gulma yang banyak di jumpai di Kebun Percobaan Cikarawang. Gulma tersebut antara lain adalah Pyllantus niruri, Amaranthus sp., Mimosa invisa, Euphorbia sp, Mimosa pudica, dan Boreria allata. Metode pengendalian gulma yang dilakukan adalah secara manual yaitu dengan penyiangan pada usia 21 HST dan 35 HST.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi hasil uji F menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara perlakuan kalium dan varietas pada seluruh peubah yang diamati.

Perlakuan pupuk Kalium memberikan pengaruh yang nyata pada peubah rendemen, berat kering brangkasan pada 27 HST dan rendemen. Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata pada berat kering brangkasan pada 70 HST, Indeks Luas Daun 70 HST, jumlah daun pada 56 dan 70 HST, jumlah polong total, jumlah polong cipo dan jumlah polong isi pada saat panen.

(28)

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Rancangan Split Plot Peubah pengamatan Kalium

(K)

Varietas (V)

K*V KK (K)

(%)

KK (V) (%)

Berat Kering Brangkasan

27 HST * tn tn 7.8 14

42 HST tn tn tn 34.5 23.2

56 HST tn tn tn 33.4 24.4

70 HST tn * tn 15.1 25.9

Indeks Luas Daun

27 HST tn tn tn 17.2 24.5

42 HST tn tn tn 35.7 26.2

56 HST tn tn tn 26.2 21.7

70 HST tn * tn 7.2 24.7

Jumlah Ginofor dan Polong

42 HST tn tn tn 19.5 19.5

56 HST tn tn tn 25.4 19.7

70 HST tn tn tn 26.8 25.2

Berat Kering Ginofor dan Polong

42 HST tn tn tn 34.4 21.4

56 HST tn tn tn 24.7 18.5

70 HST tn tn tn 41.6 22.7

Jumlah daun

42 HST tn tn tn 23.4 30.7

56 HST tn ** tn 14.5 18.7

70 HST tn ** tn 10.6 16.5

Berat Kering Brangkasan tn tn tn 15.3 14.9

Berat Kering Polong tn tn tn 18.1 17.9

Jumlah Polong Total tn ** tn 8.1 22.8

Jumlah Polong Cipo tn ** tn (34.4) (23.2)

Jumlah Polong Isi

% Polong Isi

tn tn

**

tn

tn tn

9.0 14.4

24.8 10.61

Rendemen ** tn tn (12.7) (4.31)

Indeks Panen tn tn tn 28.6 15.9

Indeks Biji tn tn tn 37.8 16.8

Produktivitas tn tn tn 34.8 22.1

Keterangan : tn : tidak nyata

* : nyata pada taraf 5 % ** : nyata pada taraf 1 % ( ) : hasil transformasi √(x + 0.5)

(29)

Pengamatan Peubah Vegetatif dan Generatif

Peubah vegetatif dan generatif merupakan peubah yang diamati pada saat melakukan destruksi. Peubah yang diamati meliputi Indeks Luas Daun (ILD), berat kering brangkasan, pertambahan jumlah bunga per hari, dan peubah kapasitas sink yaitu pertambahan jumlah ginofor dan polong. Brangkasan yang diamati meliputi daun, batang dan akar.

Indeks Luas Daun

Perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata pada Indeks Luas Daun rata-rata pada 27, 42 dan 56 HST, tetapi berpengaruh nyata pada 70 HST. ILD tertinggi dicapai oleh varietas Kidang pada 70 HST yaitu sebesar 3.5. Varietas Kelinci memiliki ILD yang terendah yaitu sebesar 2.0. ILD pada varietas Kidang, Gajah dan Sima memiliki kecenderungan yang masih meningkat. Akan tetapi pada varietas Garuda 2, Biawak dan Kelinci ILD sudah mencapai puncak dan memiliki kecenderungan akan menurun seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

14 28 42 56 70

HST

ILD

Biawak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima Poly. (Biawak ) Poly. (Gajah) Poly. (Garuda 2) Poly. (Kelinci) Poly. (Kidang) Poly. (Sima)

Gambar 2. Indeks Luas Daun Rata-rata pada 27, 42, 56 dan 70 HST

Berat Kering Brangkasan Per Tanaman

Pengamatan berat kering brangkasan dilakukan pada 27, 42, 56 dan 70 HST.

Perlakuan kalium menunjukkan pengaruh yang nyata pada berat kering brangkasan pada 27 HST. Berdasarkan Gambar 3. dapat dilihat bahwa berat kering brangkasan semua varietas lebih tinggi pada perlakuan 100 K2O/ha, kecuali pada varietas Garuda 2. Berat kering brangkasan yang tertinggi adalah varietas Kidang dengan perlakuan 100 K2O/ha yaitu sebesar 3.7 g/tan. Pada

(30)

perlakuan 0 kg K2O/ha, varietas Kidang memiliki berat kering yang terendah sebesar 1.4 g/tan.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

Biaw ak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima Varietas

(g/tan)

0 kg K2O/ha 100 K2O/ha

Gambar 3. Berat Kering Brangkasan per Tanaman Pada 27 HST

Pada umur 70 HST perlakuan varietas menunjukkan pengaruh nyata terhadap berat kering brangkasan seperti yang terlihat pada Gambar 4. Berat kering brangkasan tertinggi adalah varietas Kidang yang memiliki berat kering sebesar 38.3 g/tan. Varietas Kelinci dengan berat kering sebesar 20.5 g/tan adalah varietas yang memiliki berat kering paling rendah.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Biawak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima

(g/tan)

Biawak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima

Gambar 4. Berat Kering Brangkasan per Tanaman 70 HST

Jumlah Ginofor dan Polong per Tanaman

Berdasarkan Gambar 5. dapat diketahui ginofor dan polong sudah mulai terbentuk pada 42 HST. Varietas Garuda 2 mempunyai jumlah ginofor dan polong yang paling tinggi pada 56 dan 70 HST, meskipun pada 42 HST pembentukan

(31)

ginofor dan polongnya lebih lambat daripada varietas Gajah. Jumlah total ginofor dan polong tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Secara umum jumlah ginofor dan polong terus mengalami peningkatan.

15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

35 42 49 56 63 70 77

HST

Jumlah Polong

Biawak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima

Gambar 5. Jumlah Ginofor dan Polong per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST

Berat Kering Ginofor dan Polong per Tanaman

Peubah berat kering ginofor dan polong tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Berat kering ginofor dan polong secara umum terus mengalami pertambahan dari 42, 56 dan 70 HST. Berat kering ginofor dan polong pada tiap waktu pengamatan memiliki pola yang berbeda. Varietas Biawak, Gajah dan Garuda 2 memiliki berat kering tertinggi pada 27 HST yaitu sebesar 1.4 g/tan.

Varietas Garuda 2 pada 42 HST memiliki berat kering tertinggi yaitu 3 g/tan. Pada 70 HST, varietas Kidang mencapai berat kering tertinggi yaitu sebesar 4.4 g/tan.

Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

35 42 49 56 63 70 77

HST

(g/tan)

Biawak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima

Gambar 6. Berat Kering Ginofor dan Polong per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST Jumlah Daun per Tanaman

(32)

Pengamatan terhadap peubah jumlah daun dilaksanakan pada 42, 56 dan 70 HST. Perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang nyata pada 56 dan 70 HST.

Hal ini ditunjukkan dengan jumlah daun rata-rata tertinggi yang dicapai oleh varietas Garuda 2 pada 56 dan 70 HST seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7.

20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

35 42 49 56 63 70 77

HST

Jumlah daun

Biawak Gajah Garuda 2 Kelinci Kidang Sima

Gambar 7. Jumlah Daun per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST

Jumlah bunga

Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa varietas Kelinci memiliki jumlah bunga rata-rata yang tertinggi mencapai 156.2 bunga, sedangkan varietas Kidang menghasilkan jumlah bunga yang terendah hanya mencapai 99.4 bunga.

Persentase bunga yang menjadi polong tertinggi adalah varietas Garuda 2 yaitu sebesar 26.8 % dan berbeda nyata dengan varietas Sima yang memiliki persentase bunga menjadi polong yang terendah yaitu sebesar 12.5 %.

Tabel 2. Jumlah Bunga Rata-rata dan Persentase Bunga yang Menjadi Polong

Perlakuan

Varietas Jumlah

bunga % Bunga menjadi Polong

Umur 75 % populasi berbunga

(HST)

Biawak 127.7 21.7 ab 31.9

Gajah 117.1 18.2 ab 29.3

Garuda2 128.0 26.8 a 32.0

Kelinci 156.2 15.0 ab 39.0

Kidang 99.4 21.4 ab 24.8

Sima 142.7 12.5 b 35.7

Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%

(33)

Jumlah bunga mulai diamati saat 25 HST. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 pada lampiran dapat dilihat bahwa jumlah bunga terus bertambah seiring umur tanaman dan akhirnya menurun menjelang masa pengisian polong (70 HST).

Varietas Kelinci dan Sima memiliki pola pembungaan yang hampir sama, cenderung meningkat pada awal masa fase generatif (25-30 HST) kemudian mencapai puncak dan mengalami penurunan menjelang masa pengisian polong (sekitar 50 HST). Varietas Biawak, Gajah, Garuda 2, dan Kidang jumlah bunganya cenderung tinggi pada awal fase generatif (25-30 HST) kemudian cenderung mengalami penurunan pada fase pembentukan polong (dimulai pada 42 HST). Varietas yang berbunga paling awal adalah varietas Biawak, Garuda 2 dan Kidang yang telah berbunga pada 24 HST. Sedangkan 3 varietas lainnya yaitu Gajah, Kelinci dan Sima baru mulai berbunga pada 25 HST (Gambar Lampiran 1). Pada tabel 2. terlihat bahwa populasi tanaman telah berbunga 75% pada 39 HST yang merupakan jumlah populasi tanaman yang berbunga paling banyak.

Produksi dan Produktivitas

Pengamatan peubah produksi dan produktivitas dilaksanakan pada saat panen, meliputi jumlah dan berat kering polong, persentase polong penuh, indeks panen, indeks biji, dan produktivitas.

Berat Kering Brangkasan dan Polong Panen

Pengamatan berat kering brangkasan panen diamati dari sampel ubinan saat panen. Perlakuan yang berpengaruh pada peubah berat kering brangkasan hanya perlakuan varietas saja. Dari Tabel 3. terlihat bahwa varietas yang mempunyai berat kering brangkasan tertinggi adalah varietas Garuda 2 dengan berat brangkasan rata-rata sebesar 88.9 g/tan dan varietas Kidang memiliki berat brangkasan yang terendah yaitu 67.2 %. Berat kering polong yang tertinggi yaitu 28.50 g/tan dicapai oleh varietas Kelinci. Varietas Sima memiliki berat kering polong yang terendah hanya mencapai 16.2 g/tan.

(34)

Tabel 3. Berat Kering Brangkasan dan Polong Panen

Perlakuan Varietas Brangkasan Polong

---(g/tan)---

Biawak 80.0 26.0

Gajah 77.8 25.6

Garuda 2 88.9 26.9

Kelinci 78.9 28.5

Kidang 67.2 25.2

Sima 85.0 16.2

Jumlah Polong Panen per Tanaman dan Persentase Polong Panen Isi

Tabel 4 menunjukkan perlakuan beda varietas berpengaruh nyata pada jumlah polong total, jumlah polong cipo dan jumlah polong isi. Varietas Garuda 2 menghasilkan jumlah polong total, polong cipo dan isi terbanyak yaitu sebesar 32.4, 2.3 dan 25 polong. Persentase polong isi yang tertinggi adalah varietas Gajah sebesar 87.4 % dan terendah adalah varietas Garuda 2 sebesar 77.1 %.

Tabel 4. Rata-rata Jumlah Polong Panen dan Persentase Polong Panen Isi Perlakuan

Varietas Jumlah Polong

Total Jumlah Polong

Cipo Jumlah Polong

Isi % Polong Isi

Biawak 26.8 ab 1.8 ab 22.8 ab 83.3

Gajah 20.8 b 1.4 b 18.3 ab 87.4

Garuda 2 32.4 a 2.3 a 25.0 a 77.1

Kelinci 21.1 b 1.7 ab 17.4 ab 82.5

Kidang 23.0 ab 1.6 ab 18.7 ab 80.8

Sima 18.4 b 1.5 b 15.6 a 85.7

Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%

Indeks Panen dan Indeks Biji

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa peubah indeks panen dan indeks biji tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Indeks panen tertinggi adalah varietas Kelinci sebesar 32.5 % dan indeks panen terendah adalah varietas Garuda 2 sebesar 28.9 %. Indeks biji yang paling tinggi dicapai oleh varietas Gajah yaitu sebesar 17.1 %. Varietas Kidang memiliki indeks biji yang paling rendah yaitu sebesar 14.6 %.

(35)

Tabel 5. Indeks Panen dan Indeks Biji

Perlakuan Varietas Indeks Panen Indeks Biji ---(%)---

Biawak 30.3 15.5

Gajah 32.3 17.1

Garuda 2 28.9 15.7

Kelinci 32.5 16.8

Kidang 29.5 14.6

Sima 29.2 14.9

Rendemen

Perlakuan pupuk Kalium 0 kg K2O/ha dan 100 K2O/ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen kacang tanah (Tabel 6.). Perlakuan 0 kg K2O/ha memberikan hasil rendemen yang lebih tinggi yaitu sebesar 69.0 %.

Tabel 6. Pengaruh Pupuk Kalium Terhadap Rendemen

Perlakuan Kalium Rendemen (%)

0 kg K2O/ha 100 K2O/ha

69.0 a 61.2 b

Keterangan : Nilai rataan pada kolom yang sama diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut Uji Tukey pada taraf 5%

Varietas Gajah mempunyai rendemen yang tertinggi yaitu sebesar 69.2 %.

Varietas yang memiliki rendemen terendah adalah varietas Kidang yaitu sebesar 60.1 %. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Varietas terhadap Rendemen Kacang Tanah

Perlakuan Varietas Rendemen

(%)

Biawak 63.4

Gajah 69.2

Garuda 2 67.9

Kelinci 66.6 Kidang 60.1 Sima 63.4

(36)

Produktivitas

Nilai produktivitas yang diamati adalah nilai produktivitas dalam bentuk polong dan biji (ton/ha). Berdasarkan Tabel 8, dalam bentuk polong varietas Kelinci menghasilkan produktivitas yang tertinggi yaitu mencapai 3.3 ton/ha.

Varietas Kidang memberikan hasil produktivitas dalam bentuk polong yang terendah yaitu sebesar 2.5 ton/ha. Produktivitas dalam bentuk biji yang tertinggi yaitu 2.3 ton biji/ha dicapai oleh varietas Garuda 2 dan Kelinci. Produktivitas biji yang terendah adalah varietas Kidang yang hanya menghasilkan 1.7 ton biji/ha.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Varietas terhadap Produktivitas

Perlakuan Produktivitas

Polong Biji ---ton/ha---

Biawak 3.1 2.1

Gajah 3.2 2.2

Garuda 2 3.2 2.3

Kelinci 3.3 2.3

Kidang 2.5 1.7

Sima 3.1 2.1

Korelasi antara peubah source dengan peubah sink dan hasil

Berdasarkan Tabel Lampiran 2 dapat dilihat bahwa ILD pada 56 HST berkorelasi positif dan berpengaruh nyata dengan berat kering polong per tanaman dan berat kering biji per tanaman pada saat panen dengan nilai r masing-masing sebesar 40 % dan 39 %. ILD pada 70 HST berkorelasi positif dan berpengaruh nyata dengan berat kering biji per tanaman pada saat panen (r = 0.34*). Berat kering brangkasan pada 56 HST berkorelasi positif dan berpengaruh sangat nyata dengan berat kering polong per tanaman (r = 0.40*) dan berat kering biji per tanaman pada saat panen dengan nilai (r = 0.39*)

Berat kering brangkasan panen berkorelasi positif dan berpengaruh sangat nyata dengan berat kering polong per tanaman dan berat kering biji per tanaman pada saat panen dengan nilai (r = 0.66**) dan (r = 0.62**). Berat kering ginofor pada saat panen berkorelasi positif dan berpengaruh sangat nyata berat kering biji per tanaman pada saat panen dengan nilai (r = 0.74**).

(37)

Pembahasan

Menurut Marschner (1995) pada tanaman tingkat tinggi source adalah daun dewasa yang berwarna hijau dan mampu melakukan proses fotosintesis, sedangkan sink adalah tempat penyerapan atau gudang penyimpanan asimilat di akar, biji, buah dan pucuk. Pada beberapa tanaman tingkat tinggi, bukan hanya berat kering dari tanaman tersebut yang mempengaruhi hasil panen, tetapi juga pembagian berat kering tanaman tersebut antara source dan sink. Dalam produksi tanaman pangan, pembagian fotosintat, hubungan source dan sink, dan mekanisme pengontrolnya merupakan hal penting yang mempengaruhi produksi.

Pada tanaman kacang tanah source adalah seluruh daun kacang tanah yang berwarna hijau dan mampu melakukan proses fotosintesis. Sedangkan sink yang diutamakan dari tanaman kacang tanah adalah bijinya yang memiliki nilai ekonomis.

Berdasarkan Tabel 1. Hasil rekapitulasi sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan Kalium menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah rendemen dan berat kering brangkasan pada 27 HST. Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang nyata pada berat kering brangkasan pada 70 HST, Indeks Luas Daun 70 HST, jumlah daun pada 56 dan 70 HST, jumlah polong total dan jumlah polong isi pada saat panen. Selain itu interaksi antara perlakuan 0 kg K2O/ha dan 100 K2O/ha dengan varietas yang diuji tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga karena pupuk K mudah diserap tanaman, didukung oleh pernyataan Black (1973), Buckman dan Brady (1982), dan Glendinning (1983) bahwa semakin besar jumlah K tersedia maka akan semakin besar pula jumlah K yang diserap oleh tanaman. Kecenderungan ini disebut konsumsi yang berlebihan (luxury consumption) karena serapan yang besar pada tanaman tidak diikuti oleh peningkatan produksi.

Sifat fisiologis dari kacang tanah merupakan ciri-ciri intrinsik yang sering membatasi usaha peningkatan produktivitasnya, baik melalui usaha pemuliaan ataupun secara agronomis. Sifat tersebut antara lain adalah kacang tanah tidak tanggap pada pemupukan makro NPK pada tanah yang memiliki tingkat

(38)

kesuburan sedang hingga subur, tetapi kacang tanah menyerap cukup banyak hara sehingga sering disebut tanaman pengurus tanah. (Sumarno dan Slamet, 1993).

Adisarwanto (2001) menyatakan bahwa tanaman kacang tanah seperti tanaman kacang-kacangan lainya tidak menunjukkan respon yang nyata terhadap pupuk. Menurut Suyamto (1993), pengaruh pemupukan K pada kacang tanah menunjukkan pola yang tidak konsisten. Reid dan Cox (1973) dalam Suyamto (1993) telah mengevaluasi hasil-hasil penelitian pemupukan K pada kacang tanah.

Hasilnya menyebutkan bahwa hampir tidak ada korelasi antara jumlah K di dalam tanah dengan respon hasil, bahkan bersifat kontradiktif. Peneliti lain menyebutkan bahwa respon tanaman kacang tanah terhadap pemupukan K hanya terjadi pada tanah-tanah dengan kandungan K rendah, terutama pada lapisan sub soil (Walker et al., dalam Suyamto 1993). Penelitian Ispandi (2004) memperoleh hasil bahwa pada lahan kering alfisol pemupukan 100 kg KCl/ha meningkatkan hasil kacang tanah secara nyata daripada yang dipupuk 50 kg KCl/ha. Alfisol adalah jenis tanah yang memiliki kadar air kapasitas lapang sebesar 35.89 persen, tekstur tanahnya lempung liat berpasir, memiliki pH agak masam (6,25), nilai C-Organik rendah (1,4%) dan nilai N total yang sangat rendah (0,0059%).

Pengamatan peubah kapasitas source

Suatu ukuran yang telah diterima secara umum untuk melihat pertumbuhan suatu tanaman adalah berat kering, baik dari tanaman seluruhnya ataupun bagian- bagiannya. Berat basah ataupun berat segar suatu tanaman pada suatu waktu mengalami ayunan yang besar dalam status airnya, yang misalnya berubah-ubah dalam waktu sehari. Sementara jaringan yang lebih tua mengering, terjadi kehilangan berat basah yang besar hanya karena kehilangan air. Berdasarkan alasan tersebut berat kering lebih disukai daripada berat segar. Sekitar 90 % bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis, analisis pertumbuhan yang dinyatakan dengan berat kering terutama adalah mengukur kemampuan tanaman sebagai penghasil fotosintat (Fisher N.M., 1996).

Perlakuan perbedaan varietas kacang tanah memberikan pengaruh nyata pada umur 70 HST dan pada saat panen, tetapi tidak nyata pada saat berusia 27 hingga 56 HST. Tanaman yang memiliki berat kering brangkasan yang tertinggi

(39)

adalah varietas Kidang. Tanaman dengan kecepatan pertumbuhan relatif yang lebih tinggi mempunyai kesempatan untuk memperoleh sink yang lebih besar terhadap source yang terbatas dibandingkan tanaman yang pertumbuhannya lambat.

Indeks Luas Daun (ILD) menurut Fisher (1996) merupakan luasan daun yang hijau (tidak menua) per satuan luas lahan. Luas daun selalu diukur satu permukaan saja. Nilai Indeks Luas Daun yang tertinggi adalah varietas Kidang sebesar 3.5. Nilai Indeks Luas Daun pada varietas Garuda 2, Biawak dan Kelinci ILD sudah mencapai puncak dan memiliki kecenderungan akan menurun (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Fisher (1996) bahwa Indeks Luas Daun memiliki pola yang khas untuk tanaman budidaya. Pada tanaman kacang tanah pola Indeks Luas Daun dapat dibedakan menjadi tiga fase pertama adalah fase pengembangan daun dimana luas daun meningkat dengan waktu pada kondisi yang ideal mengikuti pola pertumbuhan yang sigmoid. Fase yang kedua adalah tajuk dewasa yang memiliki umur agak pendek dan luas daun yang statis karena pengembangan daun-daun baru diimbangi oleh kematian daun-daun tua. Fase ketiga merupakan fase penuaan dimana luas daun semakin menurun, biasanya lambat pada awal fase dan kemudian berlangsung cepat.

Gambar 8. Penampilan varietas Kidang pada 90 HST

Penelitian Kassam (1975) dalam Ashley (1995) menunjukkan bahwa Indeks luas daun akan terus meningkat hingga 75 hari setelah penanaman kemudian menurun tajam dan semakin menurun pada saat mendekati panen. Nilai Indeks Luas Daun mampu mencapai 5.5 pada saat optimum. Pada penelitian ini nilai Indeks Luas Daun yang terus meningkat hingga 70 HST terjadi pada varietas Kidang, Gajah dan Sima (Gambar 2). Menurut Mc Cloud et al., (1980) potensi

(40)

hasil yang tinggi mempunyai hubungan yang erat dengan perkembangan tajuk yang cepat, sehingga dalam waktu yang relatif singkat tajuk tanaman sudah menutup seluruh permukaan tanah dan menerima seluruh energi matahari yang dipancarkan ke bumi. Nilai indeks luas daun yang melebihi nilai kritisnya yaitu sebesar 3-4 mampu menyerap sinar matahari yang sampai ke bumi sebesar 95%.

Perlakuan beda varietas menunjukkan pengaruh nyata pada peubah jumlah daun pada 56 dan 70 HST. Jumlah daun yang tertinggi adalah varietas Garuda 2 seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Lukitas (2006) menyatakan bahwa sink yang banyak terbentuk akan memacu aktivitas source untuk menghasilkan fotosintat yang cukup bagi pengisian polong.

Perlakuan pupuk kalium berpengaruh nyata pada peubah kapasitas source yaitu pada berat kering brangkasan 27 HST. Perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang nyata pada peubah source yang diamati. Varietas Kidang memiliki ILD yang tertinggi mencapai 3.5 sehingga mencapai nilai kritisnya. Varietas Garuda 2 memiliki jumlah daun yang tertinggi yaitu sebesar 104 daun.

Pengamatan Peubah Sink Produktif

Perbungaan (inflorescence) merupakan bulir-bulir yang mampat dan berkembang pada ketiak-ketiak daun majemuk pada batang pokok (Ashley, 1995).

Tanaman kacang tanah mempunyai sifat pertumbuhan bunga yang tidak terbatas.

Bunga pertama kira-kira muncul pada hari ke 27 sampai ke 32 yang ditandai dengan munculnya bunga pertama (Trustinah, 1993).

Gambar 9. Bunga Kacang Tanah

Dalam penelitian ini pengamatan jumlah bunga dilakukan sejak 26 hari setelah penanaman karena ternyata ada varietas yang berbunga lebih awal.

Varietas Biawak, Garuda 2 dan Kidang mulai berbunga pada saat 24 HST. Tiga

(41)

varietas lainnya yaitu Gajah, Kelinci dan Sima mulai berbunga pada 25 HST. Pola pembungaan pada perlakuan 0 kg K2O/ha dan 100 K2O/ha menggambarkan pola yang mirip. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 pada lampiran dapat dilihat bahwa jumlah bunga terus bertambah seiring umur tanaman dan akhirnya menurun menjelang masa pengisian polong (70 HST). Pada varietas Kelinci dan Sima memiliki pola pembungaan yang hampir sama, cenderung meningkat pada awal masa fase generatif (25-30 HST) kemudian mencapai puncak dan mengalami penurunan menjelang masa pengisian polong (sekitar 50 HST). Akan tetapi pada Varietas Biawak, Gajah, Garuda 2, dan Kidang jumlah bunganya cenderung tinggi pada awal fase generatif (25-30 HST) kemudian cenderung mengalami penurunan pada fase pembentukan polong (dimulai pada 42 HST). Hal ini sesuai dengan pernyataan Trustinah (1993) bahwa jumlah bunga yang dihasilkan setiap harinya akan meningkat sampai maksimum dan kemudian menurun mendekati nol selama masa pengisian polong.

Jumlah bunga yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh varietas, suhu dan kelembaban. Dalam penelitian ini, jumlah bunga yang tertinggi adalah varietas Kelinci yang memiliki jumlah bunga rata-rata mencapai 156.2 bunga, sedangkan varietas Kidang menghasilkan jumlah bunga yang terendah hanya mencapai 99.4 bunga. Pada tanaman kacang tanah, tidak semua bunga yang dihasilkan mampu membentuk ginofor dan polong. Polong-polong yang terbentuk berkembang dari bunga-bunga yang paling awal. Polong-polong tersebut juga mempunyai suatu keuntungan permulaan dalam waktu dan persediaan asimilat yang lebih baik daripada polong-polong yang terbentuk lebih lambat.

Pembentukan ginofor terjadi setelah pembuahan ketika sel-sel tepat di dasar bunga (receptable) membelah cepat dan terutama dalam bidang membujur.

Ginofor yang terbentuk oleh suatu bunga kemudian tumbuh miring ke atas sepanjang 1 cm sebelum akhirnya membelok ke bawah secara tajam. Ginofor memanjang dan apabila menembus tanah akan menempatkan diri dalam kedudukan mendatar. Bakal buah terminal dan bakal biji mulai menggembung.

(Jacobs, 1947 dalam Ashley 1995).

(42)

Gambar 10. Ginofor yang Sedang Menembus Tanah

Penelitian Shear dan Miller (1955) dan Lee et al., (1972) dalam Trustinah (1993) menyatakan bahwa dari seluruh bunga yang dihasilkan hanya 55 % yang menjadi ginofor dan ginofor yang dihasilkan setelah pembungaan maksimum sampai akhir pembungaan tidak mempengaruhi hasil. Polong tua yang terbentuk pada tanaman kacang tanah hanya 10 - 20 % dari bunga yang dihasilkan. Bunga yang bisa menjadi polong terutama adalah bunga yang muncul pada periode awal dan letaknya tidak terlalu tinggi, sehingga memiliki periode pengisian polong yang lebih panjang dan mempunyai daya saing yang lebih besar daripada pengisian polong pada periode berikutnya. Trustinah (1993) menyatakan bahwa pembentukan biji dimulai ketika ujung ginofor mulai membengkak yaitu pada 40 hingga 45 hari setelah penanaman. Ujung ginofor tersebut akan membesar hingga mencapai ukuran maksimum untuk pengisian polong (polong penuh). Polong penuh dicapai pada hari 44 hingga 52 hari setelah tanam. Pada keadaaan ini polong masih berwarna putih dan guratan pada kulit polong belum nampak.

Ginofor dan polong kacang tanah dalam penelitian ini mulai terbentuk pada usia 35 hingga 42 hari setelah penanaman. Varietas Garuda 2 mempunyai jumlah ginofor dan polong rata-rata yang tertinggi pada 56 dan 70 HST. Jumlah polong yang dihasilkan mengalami pertambahan pada setiap umur tanaman.

Persentase bunga yang menjadi polong pada varietas Garuda 2 memiliki persentase yang tertinggi sebesar 26.8 %. Persentase bunga yang menjadi polong pada varietas Sima hanya mencapai 12.5 % yang merupakan persentase yang terendah dari seluruh varietas yang di uji. Pada beberapa varietas misalnya Sima hal yang menyebabkan persentase bunga yang menjadi polong rendah adalah

Gambar

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Rancangan Split Plot  Peubah pengamatan  Kalium
Gambar 2. Indeks Luas Daun Rata-rata pada 27, 42, 56 dan 70 HST
Gambar 4. Berat Kering Brangkasan per Tanaman 70 HST
Gambar 6. Berat Kering Ginofor dan Polong per Tanaman Pada 42, 56 dan 70 HST  Jumlah Daun per Tanaman
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

gambaran penguasaan materi ujian mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut :.. *) Isian kolom bisa, tidak bisa, ragu-ragu

dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pola pikir induktif yang disusun secara sistematis, sehingga menjadi data yang konkrit mengenai

Untuk mengkaji hal tersebut, artikel ini disandingkan dengan artikel lain yang ditulis oleh sejarawan misalnya Baha’uddin (dosen di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah

“ singkatnya, ketika guru dan siswa menganalisis contoh bersama sejumlah tujuan penting dapat dicapai: mengklarifikasi harapan dan standar; memungkinkan siswa

Pada skripsi yang berjudul Konsep Alienasi Kerja Menurut Karl Marx dalam Buku “Economic and Philosophic Manuscripts of 1844”, penulis menggunakan skema

13 Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan.. Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus

Renja 2015 merupakan penjabaran dari kebijakan dan strategi pembangunan yang termuat dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Timur Tahun 2015,