• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

9

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kekerasan

2.1.1. Pengertian Kekerasan

Krug, Dahlberg, Mercy, Zwi, dan Lozano (2002) kesengajaan menggunakan kekuatan fisik atau kekuasaan, mengancam, terhadap diri sendiri, orang lain, atau terhadap kelompok atau masyarakat, yang memiliki kemungkinan tinggi mengakibatkan cedera, kematian, gangguan psikologis, dll. Tipologi kekerasan yang digunakan dalam laporan dunia membagi kekerasan dalam tiga kategori, yaitu kekerasan diri sendiri, kekerasan kolektif, dan kekerasan interpersonal. Tiga kategori dibagi lagi untuk mencerminkan lebih spesifik jenis kekerasan.

1. Kekerasan Diri Sendiri

Kekerasan diri sendiri terbagi menjadi perilaku bunuh diri dan penyalahgunaan, yang termasuk dalam bentuk pikiran bunuh diri, usaha bunuh diri dan melakukan bunuh diri. Penyalahgunaan, sebaliknya, termasuk tindakan seperti melukai diri sendiri.

(2)

2. Kekerasan kolektif

Kekerasan kolektif adalah instrumental penggunaan kekerasan oleh orang-orang yang mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota grup terhadap kelompok lain atau seperangkat individu, untuk mencapai tujuan politik, ekonomi, maupun sosial.

3. Kekerasan. Interpersonal

Kekerasan interpersonal terbagi menjadi dua kategori yaitu

1) Kekerasan dalam masyarakat termasuk kekerasan antara individu-individu yang tidak terkait, yang mungkin tidak tahu satu sama lain, dan umumnya, meskipun tidak secara eksklusif, terjadi di luar rumah. Ini termasuk tawuran, perkosaan atau penyerangan seksual oleh orang asing, dan kekerasan dalam pengaturan kelembagaan seperti sekolah, tempat kerja, penjara dan panti jompo

2) Kekerasan keluarga atau pasangan biasanya terjadi antara anggota keluarga dan pasangan, meskipun tidak selalu terjadi di dalam rumah. Kategori ini berisi pelecehan dan mengabaikan anak, juga kekerasan dan pelecehan pada pasangan.

(3)

2.1.2. Pengertian Kekerasan Dalam Pacaran

Menurut Payne, Ward, Miller, dan Vasquez (2013) kekerasan dalam pacaran adalah tindakan emosional, psikologis, fisik, dan seksual yang kasar. Perilaku kasar ini dapat digunakan, dengan atau tanpa niat atau pemahaman dalam hubungan pacaran yang melibatkan setidaknya satu remaja. Tindakan bela diri tidak termasuk dalam definisi ini. Kekerasan dalam pacaran dapat terjadi sebagai salah satu pola perilaku yang terjadi selama dalam hubungan. Kekerasan dalam pacaran dapat terjadi sedini mungkin dalam awal hubungan.

Dalam penelitian Wolfe, et. al. (2001), ia membuat struktur model yang cocok untuk semua kelas dan kedua jenis kelamin, yaitu perilaku mengancam, pelecehan dalam hubungan, pelecehan emosional dan verbal, dan kekerasan fisik sebagai perwakilan yang mendasari dari faktor perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja.

Karena remaja menggambarkan pacaran dalam berbagai macam cara, mulai dari 'nongkrong' untuk 'memiliki hubungan', dan hal ini penting untuk membangun definisi yang jelas pada remaja dalam berpacaran. Kita mendefinisikan pacaran remaja sebagai hubungan apapun yang melibatkan setidaknya satu remaja berusia 19, terlepas dari lamanya hubungan atau tingkat keintiman terlibat.

(4)

2.1.3. Jenis-Jenis Kekerasan Dalam Pacaran

1. Pelecehan emosional atau psikologis.

Pelecehan emosional atau psikologis mungkin sulit untuk dideteksi. Termasuk perilaku verbal dan/atau nonverbal seperti ejekan, penghinaan, ancaman, tuduhan, kritik, keluhan, penghinaan, mengancam untuk meninggalkan atau melukai diri sendiri, dan menguntit. Juga termasuk penggunaan media sosial untuk memeriksa, mempermalukan atau memisahkan seseorang dari teman atau keluarga. Jenis agresi dapat mencakup perilaku antara dua mitra atau mungkin melibatkan pihak ketiga (misalnya, menyebarkan rumor).

2. Kekerasan fisik

Kekerasan fisik termasuk mencubit, memukul, mendorong, menendang, mendorong, meninju, menampar, dll.

3. Penyalahgunaan/kekerasan seksual

Penyalahgunaan/kekerasan seksual termasuk percobaan atau memaksa aktivitas seksual ketika pasangan tidak ingin atau tidak mampu melakukan sehingga terjadi kontak seksual yang kasar dan pelecehan seksual.

(5)

2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekerasan Dalam Pacaran

Murray (2001) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan dalam pacaran ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kekerasan dalam pacaran pada remaja:

1. Penerimaan Teman Sebaya

Remaja cenderung ingin mendapatkan penerimaan dari teman sebaya mereka, misalnya remaja pria dituntut oleh teman sebayanya untuk melakukan kekerasan sebagai tanda kemaskulinan mereka.

2. Harapan Peran Gender

Pria diharapkan untuk lebih mendominasi sedangkan wanita diharapkan untuk lebih pasif. Pria yang menganut peran gender yang mendominasi akan lebih cenderung mengesahkan perbuatan dating

violence kepada pasangannya, sedangkan wanita yang menganut peran

gender yang pasif, akan lebih menerima dating violence dari pasangannya. 3. Kurangnya pengalaman secara umum

Remaja kurang memiliki pengalaman dalam berpacaran dan menjalin hubungan daripada orang dewasa. Sebagai contoh, cemburu dan posesif oleh pelaku dapat dilihat oleh anak perempuan sebagai tanda cinta dan pengabdian. Juga, hubungan remaja yang sementara dan intens, dan kurangnya pengalaman remaja mencegah mereka melihat secara objektif.

(6)

4. Jarang Berhubungan dengan Pihak yang Lebih Tua

Nancy Worcester in “A More Hidden Crime: Adolescent Battered Women” (The Network News, July/August 1993) menyebutkan bahwa

remaja selalu merasa bahwa orang dewasa tidak akan menanggapi mereka dengan serius, dan mereka menganggap bahwa intervensi dari orang dewasa akan membuat kepercayaan diri dan kemandirian diri mereka hilang. Inilah yang membuat mereka menutupi dating violence yang terjadi pada diri mereka.

5. Sedikit akses ke layanan masyarakat

Anak dibawah usia 18 tahun mempunyai akses yang sedikit ke pengobatan medis, dan meminta perlindungan ke tempat penampungan orang-orang yang menjadi korban kekerasan. Mereka membutuhkan panduan orangtua, tetapi mereka takut mencarinya. Hal ini akan menghambat remaja untuk terlepas dari kekerasan dalam pacaran.

6. Legalitas

Kesempatan legal berbeda antara orang dewasa dan remaja, dimana remaja kurang memiliki kesempatan legal. Remaja sering kali memiliki akses bantuan yang sedikit ke pengadilan, polisi dan bantuan. Ini merupakan rintangan bagi remaja untuk melawan dating violence.

(7)

7. Penggunaan Obat-obatan

Obat-obatan bukan merupakan penyebab dating violence, tetapi ini dapat meningkatkan peluang terjadinya dating violence dan meningkatkan

keberbahayaannya. Obat-obatan menurunkan kemampuan untuk

menunjukkan kontrol diri dan kemampuan membuat keputusan yang baik dihadapan wanita ataupun prianya.

2.1.5. Dampak Kekerasan Dalam Pacaran

Kekerasan dalam pacaran pada remaja memiliki dampak negatif dalam berbagai aspek yaitu fisik, psikologis, dan relasional. Konsekuensi berkisar dari dampak yang kecil sampai yang parah dan dapat dicegah dengan berusaha untuk menghentikan kekerasan dalam pacaran.

1. Dampak psikologis termasuk peningkatan kemarahan, harga diri yang rendah, kecemasan, sering ada keluhan dalam tubuh (misalnya, sakit kepala), insomnia, depresi, gangguan kecemasan, posttraumatic stress

disorder, gangguan makan, dan peningkatan risiko ketergantungan atau

penyalahgunaan zat dan obat-obatan. Pelaku dan korban berada pada risiko dalam upaya peningkatan pikiran bunuh diri. Anak laki-laki dan perempuan mungkin mengalami efek psikologis. Namun, anak-anak perempuan lebih mungkin untuk menderita trauma emosional lebih parah dari laki-laki dalam hubungan pacaran.

(8)

mungkin membuat kesulitan pada korban untuk berinteraksi dengan teman atau keluarga. Korban mungkin berhenti berbicara atau merahasiakan kepada orang terdekat mereka. Kekerasan dalam pacaran selama masa remaja bahkan dapat memprediksi kekerasan dalam pernikahan kemudian. 3. Dampak pada pelaku juga memiliki hubungan yang luas. Pelaku mungkin menjadi semakin gelisah terhadap orang tua, saudara, dan teman-teman. Remaja ini mungkin tiba-tiba memiliki ledakan kemarahan dan mungkin resor untuk menyalahkan orang lain untuk perasaan atau tindakan yang menyebabkan gangguan dalam hubungan mereka

4. Dampak fisik tergantung pada jenis kekerasan yang dilakukan. Luka-luka yang disebabkan oleh kekerasan fisik dapat berkisar dari memar ringan hingga kematian. Dalam kasus kekerasan seksual dapat menyebabkan infeksi penyakit seksual menular dan kehamilan.

(9)

2.2.1. Pengertian Dukungan Sosial

Menurut Ogden (2007) dukungan sosial didefinisikan dalam beberapa cara, pertama kali didefinisikan dengan jumlah teman yang individu miliki. Namun, definisi tersebut dikembangkan bahwa dukungan sosial bukan hanya dari seberapa individu memiliki jumlah teman tetapi juga kepuasan individu dengan dukungan pertemanan.

Dukungan dapat berasal dari berbagai sumber, seperti seseorang pasangan atau kekasih, keluarga, teman, dokter, atau organisasi masyarakat. Orang dengan dukungan sosial percaya mereka dicintai, dihargai, dan bagian dari jaringan sosial, seperti sebuah keluarga atau komunitas organisasi, yang dapat membantu pada saat dibutuhkan. Jadi, dukungan sosial mengacu pada tindakan yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain, atau menerima dukungan. Tetapi ia juga merujuk kepada rasa atau persepsi bahwa kenyamanan, kepedulian, dan bantuan tersedia jika diperlukan

Berdasarkan beberapa definisi dukungan sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan interaksi interpersonal yang bersumber dari keluarga, teman, lingkungan sekitar dan lainnya yang berupa pemberian informasi, bantuan tingkah laku, materi ataupun hubungan sosial berupa tindakan nyata.

(10)

Menurut Cohen mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 5 kategori yaitu : emotional support, esteem support, tangible or instrumental support,

informational support, dan network support.

Kategori pertama yaitu emotional support, yang meliputi ekspresi empati, peduli dan perhatian terhadap orang lain. misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi.

Ketegori kedua yaitu esteem support, bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

Kategori ketiga yaitu tangible or instrumental support, bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

(11)

melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

Kategori kelima yaitu network support, bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok. Dengan begitu individu akan memiliki perasaan senasib (Sarafino & Smith, 2002).

2.2.3. Aspek-aspek Dukungan Sosial

Sarason (1983) menyebutkan ada dua aspek yang terlibat dalam pengukuran dukungan sosial ini, yaitu: pertama, persepsi bahwa ada sejumlah orang yang cukup yang dapat diandalkan individu saat membutuhkan. Aspek ini terkait dengan kuantitas dukungan yang diterima individu, dan kedua adalah derajat kepuasan terhadap dukungan yang didapatkan. Derajat kepuasan berhubungan dengan kualitas dukungan yang dirasakan oleh individu.

(12)

Berikut ini peneliti akan menjabarkan secara rinci mengenai jenis-jenis dukungan sosial, yaitu keluarga, teman sebaya, dan seseorang yang spesial (significant other).

a. Keluarga

Keluarga adalah aparat dasar dari masayarakat. Perkembangan anak, proses sosialisasi, introjeksi nilai-nilai masyarakat dan pembentukan superego dilakukan dalam keluarga (Sarwono, 2005)

b. Teman Sebaya

Teman sebaya atau persahabatan meruoakan hubungan

antarindividu yang ditandai dengan keakraban, saling percaya, menerima satu dengan yang lain, mau berbagi perasaan, pemikiran dan oengalaman, serta kadang-kadang melakukan aktivitas bersama (Dariyo, 2004)

c. Seseorang yang spesial (Significant Other)

Dalam penelitian ini significant other dapat diartikan sebagai siapa saja yang dianggap berperan penting dalam kehidupan seseorang. Zimet dan Canty-Mitchell (2002) menyatakan bahwa dimensi orang yang spesial (significant other) relevan pada subjek remaja yang pada tahap perkembangan tersebut memang sedang tertarik dengan lawan jenisnya dan mereka juga banyak dipengaruhi oleh orang dewasa tidak termasuk keluarganya.

(13)

2.3.1. Pengertian Remaja

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget (Ali & Asrori, 2004) yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi berintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar.

Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan dalam masa remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun: masa remaja akhir, akan mengemukakan banyak faktor yang masing-masing perlu mendapat tinjauan tersendiri (Monks, Konoeks, & Haditono, 2001).

(14)

Seseorang yang Spesial terhadap Perilaku Kekerasan

dalam Pacaran

Remaja belajar tentang hubungan yang romantis dengan mengamati dan merefleksi atas perilaku orang lain. Mengamati dan merefleksi perilaku bisa dengan mencontoh dari keluarga, teman sebaya maupun orang yang dianggap spesial oleh setiap individu (Leadbeater, Banister, Ellis, & Yeung, 2008).

Penelitian yang dilakukan Richards, Branch, dan Ray (2014) menjelaskan dukungan orangtua umumnya didefinisikan sebagai perlakuan yang membuat seorang individu percaya bahwa ia dilindungi, dicintai, dihargai dan bernilai yang mempengaruhi pemikiran dan keyakinan remaja tentang hubungan kekerasan. Leadbeater, Banister, Ellis, dan Yeung (2008) juga melaporkan pemantauan orangtua muncul sebagai faktor pelindung mengurangi korban dan agresi relasional kekerasan dalam pacaran. Penelitian Richards, Branch, dan Ray (2014) telah menjelaskan bahwa ada perbedaan kualitatif dalam peran pelindung dukungan sosial dari teman-teman dan dukungan sosial dari keluarga.

(15)

(Lihat gambar 1)

2.6. Hipotesis

Ha1 : terdapat hubungan antara dukungan orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku

Ha2 : terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku

Ha3 : terdapat hubungan antara dukungan teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori pelaku

Ha4 : terdapat hubungan antara dukungan orang yang spesial dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban

Ha5 : terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban

Ha6 : terdapat hubungan antara dukungan teman dengan perilaku kekerasan dalam pacaran pada remaja dalam kategori korban

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pembahasan yang dikemukakan dalam laporan akhir ini, kesimpulan yang didapatkan ialah untuk tingkat likuiditas perusahaan dianggap likuid tetapi

Berdasarkan data dari Laporan Keuangan yaitu Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laporan Laba Rugi tahun 2014, 2015, dan 2016, maka penulis tertarik untuk menganalisis rasio

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Asam”, Indonesia : Jurnal Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara,.

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman