TINJAUAN PUSTAKA
Manggis (Garcinia mangostana L.)Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman asli dari Indonesia yang tumbuh subur di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl, dengan curah hujan 1500 - 2500 cm3/tahun. Pohon manggis berbatang lurus dengan cabang-cabang yang simetris menyusun tajuk yang berbentuk piramida teratur. Tinggi tanaman dapat mencapai 6-25 meter. Semua bagian tanaman ini mengandung getah kuning yang akan keluar jika dilukai. Daunnya berbentuk
ovate-oblong atau elips, tebal berwarna hijau tua, panjangnya sekitar 9-25 cm
(Osman dan Milan, 2005).
Hasil penelitian Ropiah (2009) menunjukkan bahwa bunga manggis muncul pada pucuk-pucuk terminal, mempunyai 4 sepal dan 4 petal. Proses penyerbukan tidak terjadi pada bunga manggis saat bunga mekar sempurna. Hal ini terjadi karena stamen bunga manggis berbentuk rudimenter sehingga anthesis segera diikuti proses pelayuan stamen dan petal.
Bentuk buah manggis bulat bertipe buah buni, berkulit licin, daun sepalnya tetap menempel dan diujung buah masih terlihat cuping bekas kepala putik yang jumlahnya sama dengan banyaknya segmen daging buah yang berada didalamnya (Osman dan Milan, 2005).
Komponen kimia yang menonjol dari buah manggis adalah karbohidrat terlarut dan kandungan air yang tinggi. Sedangkan kandungan protein, lemak, dan vitaminnya lebih kecil. Komposisi kimia buah manggis disajikan pada Tabel 1.
Perkembangan buah manggis sudah mulai terjadi sebelum anthesis. Pada saat anthesis, aril dan biji sudah mulai terbentuk dengan jelas. Setelah anthesis, perkembangan buah manggis memasuki fase pertumbuhan cepat akibat pembesaran sel (maturity) dan pematangan (ripening). Selama fase maturity buah manggis mengalami penambahan ukuran baik bobot maupun diameter buah. Fase ini berlangsung hingga umur 105 - 110 hari setelah anthesis (HSA). Fase ripening merupakan fase akhir pertumbuhan dan perkembangan buah manggis. Perubahan warna kulit buah dari hijau menjadi cokelat kemerahan yang pada akhirnya menjadi ungu kehitaman merupakan salah satu indikator kematangan. Rentang
6
waktu perubahan warna buah manggis di pohon pada fase ripening sangat panjang yaitu 20 sampai 25 hari yang terjadi pada umur 95 sampai 115 atau 120 HSA. Kematangan buah manggis juga ditentukan oleh tekstur aril (Ropiah, 2009).
Tabel 1. Komposisi Kimia Buah Manggis
Komposisi Kandungan Fruktosa 2.4 % Sukrosa 10.0 % Glukosa 2.2 % Maltosa 0.1 % Laktosa <0.1 % Derajat Keasaman (pH) 3.5 Kadar air 80.7 % Protein 0.5 % PTT 18.8 % Serat 1.3 % Riboflavin (Vitamin B2) <0.08 mg/100g Thiamin (Vitamin B1) 0.08 mg/100g
Vitamin A/B-karoten <50 IU/100g
Vitamin C 7.2 mg/100g Vitamin E 0.6 IU/100g Nitrogen (TKN) 0.08 % Fosfor 9.21 mg/100g Kalium 61.6 mg/100g Kalsium 5.49 mg/100g Zat besi 0.17 mg/100g Magnesium 13.9 mg/100g Mangan 0.10 mg/100g Sodium 6.43 mg/100g Zinc 0.12 mg/100g Sumber: www.mangosteen.com
Klasifikasi dan Standar Mutu Buah Manggis
Standar SNI 3211:2009 menetapkan ketentuan tentang mutu, ukuran, toleransi, penampilan, pengemasan, pelabelan, rekomendasi dan kebersihan pada buah manggis (Garcinia mangostana L.). Standar ini berlaku untuk varietas komersial dari manggis (Garcinia mangostana L.) famili Guttiferae yang dipasarkan untuk konsumsi segar setelah penanganan pasca panennya.
Ketentuan minimum yang harus dipenuhi untuk semua kelas buah manggis berdasarkan SNI 3211:2009 adalah utuh; kelopak buah dan tangkai harus lengkap; layak dikonsumsi; bersih, bebas dari benda-benda asing yang tampak;
7
bebas dari hama dan penyakit; bebas dari kelembaban eksternal yang abnormal, kecuali pengembunan sesaat setelah pemindahan dari tempat penyimpanan dingin; bebas dari aroma dan rasa asing; penampilan segar, memiliki bentuk, warna dan rasa sesuai dengan sifat/ciri varietas; daging buah bening dan getah kuning sesuai dengan pengkelasan; bebas dari memar; serta buah mudah dibelah. Manggis digolongkan dalam tiga kelas mutu sebagai berikut:
1. Kelas Super
Manggis bermutu paling baik (super) yaitu bebas dari cacat kecuali cacat sangat kecil pada permukaan serta daging buah bening (translucent) dan atau getah kuning (yellow gum) tidak lebih dari 5 %.
2. Kelas A
Manggis bermutu baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut:
- sedikit kelainan pada bentuk;
- cacat sedikit pada kulit dan kelopak buah seperti lecet, tergores atau kerusakan mekanis lainnya;
- total area yang cacat tidak lebih dari 10 % dari luas total seluruh permukaan buah;
- cacat tersebut tidak mempengaruhi daging buah;
- daging buah bening (translucent) dan atau getah kuning (yellow gum) tidak lebih dari 10 %.
3. Kelas B
Manggis bermutu baik, dengan cacat yang diperbolehkan sebagai berikut:
- kelainan pada bentuk;
- cacat sedikit pada kulit dan kelopak buah seperti lecet, tergores atau kerusakan mekanis lainnya;
- total area yang cacat tidak lebih dari 10 % dari luas total seluruh permukaan buah;
8
- daging buah bening (translucent) dan atau getah kuning (yellow gum) tidak lebih dari 20%.
Buah manggis untuk keperluan ekspor harus segar, warna sepal hijau segar, dan jumlah sepal lengkap. Warna kulit buah merah sampai merah keunguan. Tangkai buah berwarna hijau segar dan kulit buah mulus tidak cacat.
Fisiologi Pascapanen Buah Manggis
Buah-buahan segar setelah dipanen masih mengalami proses biologis, jaringan dan sel masih menunjukkan aktivitas metabolisme, sehingga masih mengalami perubahan kimiawi. Proses metabolisme terpenting setelah panen yaitu respirasi dan transpirasi. Proses metabolisme tersebut dapat menurunkan mutu dari produk pertanian (Eskin et al., 1971).
Ada tiga tingkat perubahan kimiawi selama respirasi berlangsung yaitu pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi piruvat, serta oksidasi asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air, dan energi
(Pantastico et al., 1986).
Selama proses pematangan buah-buahan akan terjadi perubahan sifat fisiko-kimia, yang umumya terdiri atas perubahan warna, komposisi dinding sel (tekstur), zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam oganik (Winarno dan Aman, 1979).
Kekerasan Kulit Buah
Tekstur buah-buahan dan sayuran bergantung pada tekanan turgor, ukuran dan bentuk sel, keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, serta susunan jaringan. Tekanan turgor disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan dipengaruhi oleh konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel (Pantastico, 1986)
Hasil penelitian Qanytah (2004) diketahui bahwa pengerasan kulit buah manggis terkait dengan kandungan air kulit. Buah yang telah mentranspirasikan sebagian airnya akan mengalami desikasi pengerasan. Pengerasan terjadi karena sel-sel perikarp yang pada awalnya bulat menjadi agak pipih karena kehilangan turgor. Perubahan tekanan turgor sel ini menyebabkan sel menciut sehingga
9
ruang antar sel semakin menyempit dan pektin akan saling berikatan satu sama lain, yang menyebabkan integritas perikarp menjadi lebih resisten terhadap tekanan, sehingga menjadi sulit dibuka. Buah manggis yang disimpan pada suhu rendah juga segera mengeras. Suhu optimum untuk penyimpanan buah manggis adalah 15oC. Pada suhu penyimpanan dibawah itu, buah manggis akan lebih cepat mengeras. Hasil penelitian Auliani (2010) menunjukkan bahwa pengerasan kulit manggis diikuti pula oleh perubahan komponen penyusun dinding selnya yaitu pektin, kalsium pektat, dan aktivitas enzim poligalakturonase.
Perubahan Warna Kulit dan Kesegaran Sepal
Perubahan warna kulit buah manggis merupakan salah satu parameter kematangan manggis. Selama pematangan buah-buahan, perubahan warna merupakan perubahan yang paling menonjol. Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering menjadi kriteria utama bagi konsumen apakah buah telah masak atau masih mentah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen, yang umumnya dibedakan atas 4 kelompok, yaitu klorofil, antosianin, flavonoid, dan karotenoid (Winarno dan Aman, 1979).
Winarno dan Aman (1979) juga mengemukakan bahwa warna hijau pada produk pertanian sering digunakan sebagai indeks kesegaran produk tersebut. Setelah produk pertanian dipanen, klorofil yang merupakan pigmen yang menyebabkan warna hijau pada produk petanian mengalami degradasi. Hal ini mengakibatkan warna produk pertanian yang berwarna hijau berubah menjadi kuning.
Kesegaran sepal merupakan salah satu kriteria penilaian mutu buah manggis. Buah manggis segar memiliki sepal berwarna hijau mengkilap dan tidak berkeriput karena kehilangan kandungan air. Selama penyimpanan kesegaran dan warna hijau sepal akan semakin berkurang kemudian mengeriput dan berwarna kecokelatan (Qanytah, 2004).
Pelapisan Buah Segar
Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas produk pertanian termasuk buah-buahan yaitu dengan melakukan pelapisan (coating). Pelapisan buah telah lama diaplikasikan oleh industri fresh produce untuk mempertahankan kualitas
10
buah-buahan segar. Pelapisan buah telah terbukti dapat meningkatkan daya tarik produk seperti menjadikan kulit buah mengkilap. Selain itu, pelapisan juga dapat menghambat proses metabolisme buah pada saat penyimpanan diantaranya proses transpirasi dan respirasi buah. Pelapisan terbukti dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses pematangan, serta mengurangi kerusakan produk. Hasil yang diperoleh bergantung pada bahan pelapis yang digunakan. Beberapa bahan pelapis yang telah banyak diaplikasikan yaitu carnauba wax, beeswax, dan shellac (Baldwin, 2005).
Lilin Lebah Sebagai Bahan Pelapis Buah
Salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah adalah dengan pelapisan lilin. Pelapisan lilin pada permukaan buah dapat mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju respirasi, dan mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik bagi konsumen. Pelapisan lilin dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan keadaan aerobik pada buah dan memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan pada permukaan buah (Pantastico, 1986).
Lilin (wax) merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Salah satu sumber lilin adalah lilin lebah (beeswax). Lilin lebah merupakan lilin alami yang dihasilkan oleh lebah madu, genus Apis. Sifat kimianya stabil dengan titik lebur berkisar 61-69oC, berat jenis pada suhu 20oC sekitar 0.96, tidak larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol dingin. Lilin lebah memiliki komposisi kimia seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia lilin lebah
Kandungan kimia Persentase
Karbohidrat 14% Monoesters 35% Diesters 14% Triesters 3% Hydroxy Monoesters 4% Hydroxy Polyesters 8% Acid Esters 1% Acid Polyesters 2% Free Acids 12%
11
Free Alcohols 1%
Belum Teridentifikasi 6%
Sumber: www.cyberlipid.org
Produksi lilin lebah dunia sekitar 7.000 ton per tahun dan 60 % dari jumlah tersebut digunakan sebagai bahan baku kosmetik dan farmasi (cyberlipid.org, 2010).
Hasil penelitian Pratiwi (2008) menunjukkan pelapisan lilin lebah dengan konsentrasi 6 % pada suhu 15oC dapat memberikan pengaruh yang lebih baik dalam menghambat peningkatan persentase susut bobot buah manggis. Dari penelitian Inayati (2009) juga dapat diketahui bahwa pelapisan lilin lebah pada permukaan kulit buah manggis dapat memperlambat terjadinya pengerasan buah dari 14 hari menjadi 20 hari.
Kitosan Sebagai Bahan Pelapis Buah
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin, senyawa penyusun rangka luar hewan berkaki banyak seperti kepiting, ketam, udang, dan serangga. Kitosan dan kitin termasuk senyawa kelompok polisakarida. Polisakarida ini berbeda dalam jenis monosakaridanya. Dengan perbedaan tersebut, sifat polisakarida menjadi berbeda satu dengan lainnya. Secara struktur kimia, kitosan adalah kitin yang telah mengalami deasetilasi (kehilangan gugus asetil). Adanya gugus amina ini menjadikan kitosan bermuatan parsial positif kuat. Hal ini menyebabkan kitosan dapat menarik molekul-molekul yang bermuatan parsial negatif seperti minyak, lemak dan protein. Sifat inilah yang kemudian menjadikan kitosan banyak dimanfaatkan ( Sugita et al., 2009).
Konversi kitin menjadi kitosan ditemukan oleh C. Rouget pada tahun 1859. Pada saat itu, Rouget berhasil menemukan bahwa kitin dapat menjadi senyawa yang lebih larut dalam air setelah direaksikan dengan basa sambil dipanaskan. Kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet makanan karena bermanfaat sebagai bahan anti bakteri serta memiliki kemampuan untuk mengimobilisasi bakteri.
Hasil penelitian Ekaputri (2009) menunjukkan bahwa perlakuan kitosan dengan konsentrasi 1.5 % mampu mempertahankan shelf life buah manggis hingga 20 HSP. Selain itu, kitosan 1.5 % juga efektif mempertahankan warna
12
kulit dan cupat buah masing-masing selama 14 dan 12 hari serta dapat meminimalkan susut bobot buah. Penelitian Inayati (2009) juga menunjukkan bahwa pemberian pelapis kitosan pada permukaan kulit buah manggis dapat memperlambat terjadinya pengerasan buah dari 14 hari menjadi 20 hari.
Gel Lidah Buaya Sebagai Bahan Pelapis Buah
Gel adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase yaitu padat dan cair. Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal namun pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida. Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun gel juga memiliki sifat seperti benda padat. Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi yakni menjadi cairan ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang. Banyak zat dapat membentuk gel apabila ditambah bahan pembentuk gel (gelling agent) yang sesuai. Teknik ini umum digunakan dalam produksi berbagai macam produk industri, dari makanan sampai cat serta perekat (Wikipedia, 2010).
Salah satu bahan pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelapis adalah lidah buaya (Aloe vera). Dalam bentuk gel, lidah buaya mampu menghambat kerusakan pascapanen produk pangan segar dan menjaga kelembaban produk dengan cara menghambat kehilangan air. Saat ini gel lidah buaya telah banyak diformulasikan dari daun lidah buaya segar dengan ditambah berbagai jenis filler seperti CMC dan Gliserol.
Tabel 3. Hasil Analisis Kandungan Komponen Gel Lidah Buaya (Dalam 100 g Bahan) Komponen Kandungan Air Lemak Karbohidrat Protein Vitamin A Vitamin C
Total Padatan Terlarut
99.510% 0.067 % 0.043 % 0.038 % 4.594 Iu 3.476 Mg 0.490 % Sumber: Hasanah, 2009
Hasil penelitian Kismaryanti (2007) dan Hasanah (2009) menunjukkan bahwa gel lidah buaya mampu membentuk lapisan yag baik untuk menghambat
13
proses respirasi dan transpirasi, terutama jika dikombinasikan dengan pengemasan dan perlakuan suhu rendah yang tepat. Selain itu, gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal. Untuk hasil yang baik, sebaiknya gel yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen dilakukan. Menurut Kismaryanti (2007) formulasi terbaik untuk coating pada buah tomat adalah gel lidah buaya murni. Namun, viskositas gel lidah buaya murni sangat cepat mengalami kemunduran yang ditandai dengan terbentuknya endapan. Oleh karena itu, jika ingin mengaplikasikannya harus langsung sesaat setelah dibuat tidak dapat disimpan untuk bebeberapa hari.
Mardiana (2008) menyatakan agar tidak terbentuk endapan pada gel lidah buaya sebaiknya ditambahkan filler seperti CMC dan gliserol. Penambahan filler berfungsi untuk mempertahankan konsistensi gel. Gel lidah buaya yang diberi tambahan filler dan disimpan pada suhu 50C tidak membentuk endapan sampai 4 hari penyimpanan, tetapi terjadi penurunan kekentalan dan penurunan pH. Keasaman (pH) larutan untuk coating sebaiknya mendekati 7 agar tidak berpengaruh terhadap bahan yang diberi coating. Semakin lama pencelupan dan semakin tinggi konentrasi CMC maka film yang terbentuk semakin tebal. Hasanah (2009) menambahkan bahwa semakin banyak CMC yang ditambahkan pada gel lidah buaya maka pH gel akan semakin meningkat mendekati 7. Sementara itu, Lestari (2008) mengungkapkan pengenceran gel lidah buaya sampai penambahan 3 bagian air per 1 bagian gel tidak berpengaruh nyata terhadap produk pertanian yang dilapisi.
Gel lidah buaya yang telah rusak ditandai dengan timbulnya bau asam yang menyengat, penurunan viskositas gel secara drastis, serta terjadinya pemisahan antara padatan dan cairan (Mardiana, 2008).
Aplikasi coating gel lidah buaya mampu memperpanjang umur simpan berbagai komoditi buah, diantaranya tomat, belimbing, strawberry, paprika dan papaya. Aplikasi gel lidah buaya juga dapat mempertahankan mutu buah yang dilapisi selama umur simpan buah tersebut. Selain itu, gel lidah buaya juga dapat mereduksi total mikroba dan total kapang khamir pada permukaan buah selama penyimpanan, baik pada suhu ruang maupun suhu dingin (Kismaryanti, 2007; Mardiana, 2008; Lestari, 2008; Hasanah, 2009; dan Rizkyah, 2009).
14
Sifat gel lidah buaya yang mudah rusak mendorong dilakukannya pengolahan lidah buaya menjadi tepung (aloe powder). Lidah buaya dalam bentuk tepung mempunyai beberapa keunggulan, yaitu kandungan nutrisinya tidak mudah rusak serta memudahkan dalam penyimpanan dan pengolahan. Pembuatan gel berbahan dasar tepung lidah buaya lebih praktis dan lebih mudah diformulasikan.
CPPU (N-(2-chloro-4-pyridyl)-N-phenylurea (Forchlorfenuron))
Sitokinin merupakan senyawa yang mampunyai aktivitas utama mendorong pembelahan sel atau sitokinesis. Sitokinin terbagi menjadi sitokinin alami dan sitokinin sintetik. Sitokinin alami antara lain kinetin, dan zeatin sedangkan yang termasuk ke dalam sitokinin sintetik merupakan turunan dari adenine seperti BA dan Benzimadazale (Wattimena, 1988).
Sitokinin dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologi di dalam tanaman. Wattimena (1988) menyebutkan bahwa selain berperan dalam pembelahan sel sitokinin juga dapat memperlambat proses penghancuran butir-butir klorofil dan protein pada daun yang sudah terlepas dari tanaman dan dapat memperlambat proses senecense (penuaan) pada daun, buah, dan organ lainnya.
Molecular Weight: 247.68
Molecular Formula: C12H10ClN3O Struktur Molekul:
mp: 121-126°C
Gambar 1. Struktur Kimia CPPU (sumber: APVMA, 2005)
Hingga saat ini telah banyak terdapat sitokinin sintetik yang dimanfaatkan untuk kebutuhan tanaman. Salah satu diantaranya yaitu N-(2-chloro-4-pyridyl)-N-phenylurea (CPPU). Struktur kimia CPPU diajikan pada Gambar 1. CPPU merupakan sitokinin sintetik yang memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada sitokinin alami. Jenis sitokinin ini diantaranya bekerja dengan cara diserap oleh daun, batang, kotiledon, dan benih yang berkecambah. Bahan ini dapat memacu
15
pembelahan, differensiasi, dan perkembangan sel; menginduksi pertumbuhan kalus dan mengontrol dominansi apikal; menghambat dormansi tunas lateral dan mendorong perkecambahan; serta memperlambat proses penuaan dan mempertahankan klorofil (APVMA, 2005).
Hasil penelitian Ikoma et al. (1998) menunjukan pemberian CPPU 50 mg/l pada buah kiwi partenokarpi berpengaruh untuk mereduksi sintesis etilen selama proses perkembangan dan pematangan buah di pohon. Penelitian aplikasi CPPU untuk penanganan pasca panen buah khususnya buah manggis belum pernah dilakukan. oleh karena itu, salah satu tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh aplikasi CPPU terhadap perubahan mutu buah manggis khususnya terhadap kesegaran dan warna hijau sepal buah.
Penyimpanan Manggis pada Suhu Dingin (Cold Storage)
Hasil penelitian Auliani (2010) menunjukkan buah manggis yang disimpan pada suhu ruang lebih cepat mengalami pengerasan kulit buah daripada yang disimpan pada suhu 15oC. Berdasarkan penelitian Swadianto (2010) dapat diketahui bahwa buah manggis merupakan buah klimakterik. Puncak respirasi dan produksi etilen tertinggi buah manggis pada suhu ruang terjadi pada hari ke 11 setelah disimpan. Sementara itu, puncak respirasi buah manggis pada suhu 15oC terjadi pada hari ke 22 dan produksi etilen tertinggi terjadi lebih cepat yaitu pada hari ke 21 setelah disimpan.