11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Proyek
Menurut Soeharto (1995), kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Tugas tersebut dapat berupa membangun pabrik, membuat produk baru atau melakukan penelitian dan pengembangan. Dari pengertian diatas maka dapat terlihat adanya ciri pokok proyek adalah :
a. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir.
b. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan yang telah ditentukan.
c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas.
Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas.
d. Nonrutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.
2.1.1 Sasaran Proyek
Didalam proses mencapai tujuan telah ditentukan batasan yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, jadwal serta mutu yang harus dipenuhi. Adapun penjelasan dari sasaran proyek adalah sebagai berikut (Soeharto, 1995) :
1. Anggaran proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi
anggaran. Untuk proyek-proyek yang melibatkan dana dalam jumlah besar
dan jadwal bertahun-tahun, anggarannya bukan hanya ditentukan untuk
total proyek tetapi per periode tertentu yang jumlahnya disesuaikan dengan
12
keperluan. Dengan demikian, penyelesaian bagian-bagian proyek harus memenuhi sasaran anggaran per periode.
2. Jadwal proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan. Jika hasil akhir adalah produk baru, maka penyerahannya tidak melewati batas waktu yang ditentukan.
3. Mutu produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratkan. Sebagai contoh, jika hasil kegiatan proyek tersebut berupa instalasi pabrik, maka kriteria yang harus dipenuhi adalah pabrik harus mampu beroperasi secara memuaskan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Jadi, memenuhi persyaratan mutu berarti mampu memenuhi tugas yang dimaksudkan disebut sebagai fit for the intended use.
2.1.2 Manajemen Proyek
H. Kerzner (dikutip oleh Soeharto, 1995) menyatakan, melihat dari wawasan manajemen berdasarkan fungsi dan bila digabungkan dengan pendekatan sistem yang akan menjadi menjadi manajemen proyek. Menurut Soeharto (1995), manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horizontal. Manajemen Proyek meliputi tiga fase (Heizer dan Render, 2005) :
1. Perencanaan. Fase ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan proyek dan organisasi tim nya.
2. Penjadwalan. Fase ini menghubungkan orang, uang, dan bahan untuk kegiatan khusus dan saling berhubungan dengan kegiatan yang lainnya.
3. Pengendalian. Perusahaan mengawasi sumber daya, biaya, kualitas, dan
anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah rencana dan
menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar dapat memenuhi
kebutuhan waktu dan biaya.
13 2.2 Pengertian dan Tujuan Penjadwalan
Penjadwalan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam penentuan waktu dan urutan kegiatan produksi. Penjadwalan adalah aktifitas pengalokasian sumber daya perusahaan untuk memproduksi suatu barang atau jasa dengan biaya dan tingkat persediaan yang rendah (Heizer dan Render, 2005). Penjadwalan disusun dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada.
Penjadwalan dimulai dengan perencanaan kapasitas yang meliputi fasilitas dan penguasaan terhadap mesin, membuat penjadwalan induk dengan membagi rencana kasar dan membuat jadwal keseluruhan untuk output. Dengan adanya penjadwalan maka perusahaan akan mendapatkan gambaran mengenai kegiatan produksi yang akan dilaksanakan sehingga perusahaan akan dapat memperkirakan mengenai kebutuhan waktu penyelesaian produksi dan biaya yang dikeluarkan.
Tujuan penjadwalan yaitu untuk meminimalkan waktu proses, waktu tunggu langganan, dan tingkat persediaan, serta penggunaan yang efisien dari fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan. Penjadwalan disusun dengan mempertimbangkan berbagai keterbatasan yang ada. Penjadwalan yang baik akan memberikan dampak positif, yaitu rendahnya biaya operasi dan waktu pengiriman, yang akhirnya dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.
2.2.1 Kriteria Penjadwalan
Adapun kriteria penjadwalan menurut Heizer dan Render (2005) adalah sebagai berikut :
1. Meminimalkan waktu penyelesaian. Ini dinilai dengan menentukan rata- rata penyelesaian.
2. Memaksimalkan utilisasi. Ini dinilai dengan menentukan persentase waktu fasilitas itu digunakan.
3. Meminimalkan pesediaan barang dalam proses. Ini dinilai dengan
menentukan rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara
jumlah pekerjaan dalam sistem dan persediaan barang dalam proses adalah
14
tinggi. Dengan demikian, semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada di dalam sistem, maka akan semakin kecil persediaannya.
4. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata jumlah keterlambatan.
2.2.2 Proses Penjadwalan
Menurut Heizer dan Render (2006) untuk mengolah fasilitas dengan cara yang seimbang dan efisien, manajer membutuhkan perencanaan produksi dan sistem pengendalian. Proses penjadwalan harus melalui tahapan sebagai berikut:
1. Penjadwalan pesanan yang akan datang tanpa mengganggu kendala kapasitas pusat kerja individual. Penjadwalan pesanan yang akan datang tanpa mengganggu kendala kapasitas pusat kerja individual.
2. Mengecek ketersediaan alat-alat dan bahan baku sebelum memberikan pesanan ke suatu departemen.
3. Membuat tanggal jatuh tempo untuk masing-masing pekerjaan dan mengecek kemajuan terhadap tanggal keperluan dan waktu tempuh pesanan.
4. Mengecek barang dalam proses pada saat pekerjaan bergerak menuju perusahaan.
5. Memberikan umpan balik (feedback) pada pabrik efesiensi pekerjaan dan
memonitor waktu operator untuk analisis distribusi tenaga kerja, gaji dan
upah.
15 2.3 CPM (Critical Path method)
Menurut Heizer dan Render (2006), CPM membuat asumsi bahwa waktu kegiatan diketahui pasti, hingga hanya diperlukan satu faktor waktu untuk tiap kegiatan. Pada CPM dipakai cara “deterministik”, yaitu memakai satu angka estimasi. Jadi, kurun waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dianggap diketahui, kemudian pada tahap berikutnya, diadakan pengkajian lebih lanjut untuk memperpendek kurun waktu, misalnya dengan menambah biaya atau time cost trade-off atau crash program. Jika suatu aktivitas di dalam suatu lintasan kritis ditunda maka mengakibatkan seluruh kegiatan proyek akan tertunda.” Adapun sistematika dari proses penyusunan jaringan kerja (network) adalah sebagai berikut (Soeharto, 1995) :
1. Mengkaji dan mengidentifikasi lingkup proyek, menguraikan, memecahkannya menjadi kegiatan-kegiatan atau kelompok kegiatan yang merupakan komponen proyek.
2. Menyusun kembali komponen-komponen pada butir 1, menjadi mata rantai dengan urutan yang sesuai logika ketergantungan.
3. Memberikan perkiraan kurun waktu bagi masing-masing kegiatan yang dihasilkan dari penguraian lingkup proyek.
4. Mengidentifikasi jalur kritis (critical path) dan float pada jaringan kerja.
2.3.1 Hubungan antara Simbol dan Kegiatan
Network planning pada prinsipnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian-bagian pekerjaan atau variabel yang digambarkan atau divisualisasikan dalam diagram network. Dengan demikian dapat dikemukakan bagian-bagian pekerjaan yang harus didahulukan, bila perlu dilembur atau tambah biaya.
Menurut Dimyati (1999) dalam menggambarkan suatu network digunakan simbol sebagai berikut:
1. Anak panah = arrow (arc), menyatakan sebuah kegiatan atau
aktivitas. Kegiatan di sini didefinisikan sebagai hal yang memerlukan
duration (jangka waktu tertentu). Baik panjang maupun kemiringan anak
panah ini sama sekali tidak mempunyai arti, jadi tidak selalu menggunakan
16
skala. Kepala anak panah menjadi pedoman arah tiap aktivitas, yang menunjukkan bahwa suatu aktivitas dimulai dari permulaan dan berjalan maju sampai akhir dengan arah dari kiri ke kanan.
2. Lingkaran kecil = node, menyatakan sebuah kejadian atau peristiwa atau event. Kejadian (event) di sini didefinisikan sebagai ujung atau pertemuan dari satu atau beberapa kegiatan.
3. Anak panah terputus-putus, menyatakan kegiatan / aktivitas semu atau dummy. Dummy di sini berguna untuk membatasi mulainya aktivitas.
Seperti halnya aktivitas biasa, panjang dan kemiringan dummy ini juga tidak berarti apa-apa sehingga tidak perlu menggunakan skala, hanya pada dummy tidak mempunyai duration (jangka waktu tertentu).
4. Anak panah tebal merupakan kegiatan pada lintasan kritis.
Adapun logika kebergantungan kegiatan-kegiatan itu dinyatakan sebagai berikut (Dimyati T dan Dimyati A, 1999) :
1. Jika kegiatan A harus diselesaikan dahulu sebelum kegiatan B dapat dimulai, maka hubungan antara kedua kegiatan tersebut dapat ditunjukan pada Gambar 2.1.
1 2 3
A B
Gambar 2.1 Kegiatan A merupakan pendahulu kegiatan B (Sumber : Dimyati T dan Dimyati A, 1999)
2. Jika kegiatan C, D dan E harus selesai sebelum kegiatan F dapat dimulai, maka dapat ditunjukan pada Gambar 2.2.
2 D
4 1
C
5 F
3 E
Gambar 2.2 Kegiatan C, D dan E merupakan pendahulu kegiatan F (Sumber : Dimyati T dan Dimyati A, 1999)
17
3. Jika kegiatan G dan H harus dimulai sebelum kegiatan I dan J maka dapat ditunjukan pada Gambar 2.3.
2 G
4
3 H
5 I
6 J
Gambar 2.3 Kegiatan G dan H merupakan pendahulu kegiatan I dan J (Sumber : Dimyati T dan Dimyati A, 1999)
4. Jika kegiatan K dan L harus selesai sebelum kegiatan M dapat dimulai, tetapi N sudah dapat dimulai bila kegiatan L sudah selesai, maka dapat ditunjukan pada Gambar 2.4.
2 5 7
K M
3 4 6
L N
Gambar 2.4 Kegiatan L merupakan pendahulu kegiatan M dan N (Sumber : Dimyati T dan Dimyati A, 1999)
Fungsi dummy di atas adalah memindahkan seketika itu juga (sesuai dengan arah panah) keterangan tentang selesainya kegiatan L dari lingkungan kejadian nomer 4 ke lingkungan kejadian nomer 5.
5. Jika kegiatan P,Q, dan R mulai dan selesai pada lingkaran kejadian yang sama, maka kita tidak boleh menggambarkannya seperti pada Gambar 2.5.
31 Q 32
R P
Gambar 2.5 Kegiatan P, Q dan R mulai dan selesai pada kejadian yang sama (Sumber : Dimyati T dan Dimyati A, 1999)
Untuk membedakan ketiga kegiatan itu, maka masing-masing harus digambarkan
dummy seperti pada Gambar 2.6.
18
31 Q 32
P P32
32 R
atau
31 Q 32
P32 P
32 R
Gambar 2.6 Kegiatan P, Q dan R mulai dan selesai pada kejadian yang sama (Sumber : Dimyati T dan Dimyati A, 1999)
Kegiatan P = (31,32) P = (32,34) Q = (31,34) a ta u Q = (31,34) R = (31,33) R = (33,34)
Dalam hal ini tidak menjadi soal di mana saja diletakkannya dummy tersebut, pada permulaan ataupun pada akhir kegiatan-kegiatan tersebut.
2.3.2 Perhitungan Maju (Forward Computation)
Dalam mengidentifikasi jalur kritis dipakai suatu cara yang disebut
perhitungan maju. Perhitungan maju merupakan perhitungan bergerak mulai dari
initial event menuju terminal event. Maksudnya ialah menghitung saat yang
paling cepat terjadinya event dan saat paling cepat dimulainya serta
diselesaikannya aktivitas-aktivitas. Berikut ini adalah contoh sederhana untuk
mengidentifikasikan jalur kritis pada Gambar 2.7.
19
1 2
4
3
5 6
(2)
(5)
(3)
(6)
(4)
(3)
Gambar 2.7 Contoh proyek dengan enam komponen kegiatan (Sumber : Soeharto, 1995)
Adapun aturan dalam menyusun jaringan kerja sebagai berikut berikut ini :
1. Aturan 1. Kecuali kegiatan awal, suatu kegiatan baru dapat dimulai bila kegiatan yang mendahuluinya (Predecessor) telah selesai. Berlaku pengertian bahwa waktu paling awal peristiwa terjadi adalah 0 atau E(1) = 0.
2. Aturan 2. Waktu selesai paling awal suatu kegiatan adalah sama dengan waktu mulai paling awal, ditambah kurun waktu kegiatan yang bersangkutan, EF = ES + D atau EF ( i- j ) = ES (i – j) + D (i-j)
Jadi, untuk kegiatan 1 – 2 didapat, EF(1-2) = ES(1-2) + D = 0 + 2 = 2.
a. Waktu selesai paling awal kegiatan 2-3 { EF(2-3) } adalah hari ke 2 plus hari ke 3 sama dengan hari ke 5.
b. Kegiatan 2 – 4, dimana kegiatan ini dimulai setelah kegiatan 1 – 2, sehingga EF (2 – 4) adalah = 2 + 5 = 7.
c. Kegiatan 3 – 5 dimulai setelah kegiatan 2 – 3 selesai, sehingga EF (3-5) = 5+ 4 = 9.
d. Kegiatan 4 – 5 dimulai setelah kegiatan 2 – 4 selesai, sehingga EF (4-5) = 7+ 6 = 13.
e. Kegiatan 5 – 6 yaitu didahului oleh 2 kegiatan ialah 4-5 & 3-5 , untuk node 5 berlaku aturan sebagai berikut:
3. Aturan 3. Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan terdahulu
yang berkaitan, maka waktu mulai paling awal (ES) kegiatan tersebut
20
adalah sama dengan waktu selesai paling awal (EF) yang terbesar dari kegiatan terdahulu. Kesimpulan : Waktu selesai paling awal dari kegiatan 5 – 6 adalah : EF(5 – 6) = EF (4 – 5) + 3 = 16
2.3.3 Perhitungan Mundur (Backward Computation)
Perhitungan mundur dimaksudkan untuk mengetahui waktu paling akhir dapat memulai & mengakhiri masing-masing kegiatan, tanpa menunda kurun waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan yang telah dihasilkan dari hitungan maju. Tujuanya adalah untuk menghitung saat paling lambat terjadinya events dan saat paling lambat dimulainnya dan diselesaikannya aktivitas-aktivitas (TL, LS dan LF). Perhitungan mundur dimulai dari ujung kanan (hari terakhir penyelesaian proyek) suatu jaringan kerja. Apabila kita melihat perhitungan sebelumnya dimana kurun waktu penyelesaian proyek adalah 16 hari. Agar tidak menunda penyelesaian proyek, maka hari ke 16 harus merupakan hari/waktu paling akhir dari kegiatan proyek (waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi). L(6) = EF(5 – 6)
= 16. Untuk dapatkan angka waktu mulai paling akhir dari kegiatan 5-6, terdapat aturan jaringan kerja sebagai berikut :
4. Aturan 4. Waktu mulai paling akhir suatu kegiatan adalah sama dengan waktu selesai paling akhir dikurangi kurun waktu berlangsungnya kegiatan yang bersangkutan, atau LS = LF – D. Jadi, untuk kegiatan 5 - 6 dihasilkan : LS(5 – 6 ) = LF( 5 – 6 ) – D atau 16 – 3 = 13. Selanjutnya, bila kegiatan 5-6 dimulai pada hari ke 13, maka diartikan bahwa kedua kegiatan yang mendahuluinya harus diselesaikan pada hari ke 13 juga. Maka dapat dihasilkan angka-angka berikut ini :
Kegiatan 4 – 5 , LS (4 – 5 ) = LF ( 4 – 5) – D = 13 – 6 = 7.
Kegiatan 3 – 5 , LS (3 – 5 ) = LF ( 3 – 5 ) – D = 13 – 4 = 9.
Kegiatan 2 – 4 , LS ( 2 – 4 ) = LF ( 2 – 4 ) – D = 7 – 5 = 2.
Kegiatan 2 – 3 , LS (2 – 3 ) = LF ( 2 – 3 ) – D = 9 – 3 = 6.
Dengan meninjau node 2, dimana terdapat kegiatan yang “memecah”
menjadi dua atau lebih yang dapat ditunjukan pada Gambar 2.8
21
a
b
c
d
Gambar 2.8 Kegiatan dengan dua atau lebih kegiatan-kegiatan yang menggabung (Sumber : Soeharto, 1995)
5. Aturan 5. Bila suatu kegiatan memiliki (memecah menjadi) 2 atau lebih kegiatan – kegiatan berikutnya (successor), maka waktu selesai paling akhir (LF) dari kegiatan adalah adalah sama dengan waktu Mulai paling akhir (LS) kegiatan berikutnya yang terkecil. Bila LS(b) < LS( c ) < LS(d) , maka LF(a) = LS(b). Maka dihasilkan LF ( 1 – 2 ) = LS ( 2 – 4 ) = 2.
Kegiatan 1 – 2 , LS( 1 – 2 ) = LF ( 1 – 2 ) – D = 2 – 2 = 0.
2.3.4 Diagram Jaringan dan Lintasan Kritis
Menurut Heizer dan Render (2005), ada dua pendekatan untuk
menggambarkan jaringan proyek, yaitu kegiatan pada titik Activity On Node
(AON) dan kegiatan pada panah Activity On Arrow (AOA). Pada pendekatan
AON titik menunjukkan kegiatan, sedangkan pada AOA panah menunjukkan
kegiatan. Kegiatan memerlukan waktu dan sumber daya. Perbedaan mendasar
antara AON dan AOA adalah bahwa titik pada pada diagram AON mewakili
kegiatan. Jaringan AOA, titik mewakili waktu mulai dan selesainya suatu kegiatan
dan juga disebut kejadian artinya titik pada AOA tidak memerlukan waktu
maupun sumber daya. Adapun jaringan AON notasi pada titik ditunjukan pada
Gambar 2.9.
22
A2
ES EF
LS LF
Nama Kegiatan atau Simbol
Selesai Terdahulu
Selesai Terakhir
Lamanya Kegiatan Mulai Terakhir
Mulai Terdahulu
Gambar 2.9 Notasi pada Titik untuk Forward dan Backward Pass (Sumber : Heizer dan Render, 2006)
Menurut Soeharto (1995), metode jaringan kerja yaitu jalur yang memiliki rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total jumlah waktu terlama dengan menunjukan kurun waktu penyelesaian proyek tercepat. Makna jalur kritis penting bagi pelaksana proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang pelaksanaannya terlambat yang menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Untuk menentukan waktu penyelesaian proyek, maka harus diidentifikasi apa yang disebut jalur kritis. Jalur terpanjang yang melewati, menentukan total waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. Jika aktivitas pada jalur terpanjang itu ditunda, maka seluruh proyek akan mengalami keterlambatan.
2.3.5 Perhitungan Kelonggaran Waktu (Float atau Slack)
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan penundaan atau mempunyai
kelonggaran waktu dalam proses pengerjaannya, dapat diketahui setelah
melakukan perhitungan maju dan perhitungan mundur. Kelonggaran waktu
(slack/float) tersebut dapat digunakan pada penjadwalan tanpa menyebabkan
keterlambatan pada keseluruhan penyelesaian proyek atau produksi. Terdapat dua
macam kelonggaran waktu di dalam network planning, yaitu total float dan free
float. Total Float adalah jumlah waktu di mana waktu penyelesaian suatu kegiatan
dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaiaan proyek
23
secara keseluruhan. Total Float dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lambat dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas (S = LS – ES), atau dapat dihitung dengan mencari selisih antara saat paling lambat diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (S = LF – EF).
Rumus : S = LS – ES………..(2.1) Dimana :
S : Total float
LS : Saat paling lambat dimulainya aktivitas ES : Saat tercepat dimulainya aktivitas
Sedangkan untuk free slack dihitung dengan cara mencari selisih antara saat tercepat terjadinya event diujung aktivitas dengan saat tercepat diselesaikannya aktivitas tersebut (SF = TE – ES - t).
Rumus: SF = EF – ES – t………(2.2) Dimana :
SF : Free Float
EF : Saat tercepat diselesaikannya aktivitas ES : Saat tercepat dimulainya aktivitas
t : Waktu yang diperlukan untuk suatu aktivitas
Suatu aktivitas yang tidak mempunyai kelonggaran (Float) disebut
aktivitas kritis, dengan kata lain aktivitas kritis mempunyai S = SF = 0.
24
2.4 PERT (Program Evaluation and Review Technique)
Dalam Heizer dan Render (2006), PERT mengatasi masalah variabilitas waktu aktivitas saat melakukan penjadwalan proyek. PERT menggunakan unsur probability penekanan diarahkan kepada usaha mendapatkan kurun waktu yang paling baik (ke arah yang lebih akurat). PERT menimbang ketiga estimasi yaitu
1. Waktu yang paling optimis (Wo) merupakan kemungkinan waktu penyelesaian yang paling pendek, jika semua pekerjaan berjalan dengan lancar.
2. Waktu yang paling pesimis (Wp) merupakan kemungkinan waktu penyelesaian yang paling panjang, dengan memperhitungkan kemungkinan kemungkinan penundaan.
3. Waktu normal (Wn) merupakan kemungkinan waktu penyelesaian sebagaimana mestinya.
PERT menimbang ketiga estimasi itu untuk menemukan waktu kegiatan yang diharapkan (expect activity time / ET) dengan menggunakan rumus (Handoko, 1999) :
Rumus : ET = ………..(2.3)
Dimana :
a : waktu optimis
b : waktu pesimis
m : waktu realistis
25 2.5 Metode Preseden Diagram (PDM)
Dalam Soeharto 1995 metode preseden diagram, adalah jaringan kerja yang termasuk klasifikasi Activity On Node (AON). Disini kegiatan dituliskan dalam node yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panah hanya sebagai petunjuk hubungan antara kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, Dummy yang ada dalam CPM merupakan tanda yang penting untuk menunjukkan hubungan ketergantungan, didalam PDM tidak diperlukan. Aturan dasar CPM mengatakan bahwa suatu aktivitas boleh dimulai setelah pekerjaan terdahulu (Predecessor) selesai, maka untuk proyek dalam rangkaian kegiatan yang tumpang tindih (overlapping) dan berulang-ulang akan memerlukan garis dummy yang banyak sekali, sehingga tidak praktis dan kompleks.
2.5.1 Konstrain, Lead dan Lag
Pada PDM, anak panah hanya sebagai penghubung atau memberikan keterangan hubungan antara kegiatan, dan bukan menyatakan kurun waktu kegiatan seperti hal nya pada CPM. Tetapi karena PDM tidak terbatas pada aturan dasar jaringan kerja CPM (kegiatan boleh mulai setelah kegiatan yang mendahuluinya selesai), maka hubungan antar kegiatan berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukkan hubungan antarkegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikut nya. Satu konstrain hanya dapat menghubungkan dua node. Karna setiap node memiliki dua ujung, yaitu ujung awal atau mulai = (S) dan ujung akhir atau selesa = (F), maka ada 4 macam konstrain, yaitu awal ke awal (SS), awal ke akhir (SF), akhir ke akhir (FF) dan akhir ke awal (FS). Pada garis konstrain dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau terlambat tertunda (lag). Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah hari, maka penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Konstrain Selesai ke Mulai – FS
Konstain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu
kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai FS(i-
j) = a yang berarti kegiatan (j) mulai a hari, setelah kegiatan yang
26
mendahuluianya (i) selesai. Adapun Gambar 2.10 menunjukan kegiatan FS.
Kegiatan (i) Kegiatan (j)
FS(i-j) = a
Gambar 2.10 Kegiatan FS (Sumber : Soeharto, 1995)
2. Konstain Mulai ke Mulai – SS
Memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu. Atau SS(i-j) = b yang berarti suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari kegiatan terdahulu (i) mulai. Konstain semacam ini terjadi bila sebelum kegiatan terdahulu selesai 100 persen, maka kegiatan (j) boleh mulai setelah bagian tertentu dari kegiatan (i) selesai. Besar angka b tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan tedahulu, karena per definisi b adalah sebagaian dari kurun waktu kegiatan tedahulu. Jadi, di sini terjadi kegiatan tumpang tindih. Adapun Gambar 2.11 menunjukan kegiatan SS.
Kegiatan (i)
Kegiatan (i) SS(i-j) = b
Gambar 2.11 Kegiatan SS (Sumber : Soeharto, 1995)
3. Konstrain selesai ke selesai – FF
Memberikan penjelasan hubungan antara selesainya suatun kegiatan
dengan selesainya kegiatan terdahulu. Atau FF(i-j) = c yang berarti suatu
kegiatan (j) selesai setelah c hari kegiatan terdahulu (i) selesai. Konstrain
semacam ini mencegah selesai nya suatu kegiatan mencapai 100%,
sebelum kegiatan yang terdahulu telah sekian (=c) hari selesai. Besar
27
angka c tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiata yang bersangkutan (j). Adapun Gambar 2.12 menunjukan kegiatan FF.
Kegiatan (i)
Kegiatan (i) FF(i-j) = c
Gambar 2.12 Kegiatan FF (Sumber : Soeharto, 1995)
4. Konstrain mulai ke selesai – SF
Menjelaskan hubungan antara sulesai nya kegiatan dengan mulai nya kegiatan tedahulu. Dituliskan dengan SF (i-j) = d, yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah dihari kegiatan (i) terdahulu mulai. Jadi, dalam hal ini sebagian dari porsi kegiatan terdahu harus selesai sebelum bagian akhir kegiatan yang dimaksut boleh diselesaikan. Adapun Gambar 2.13 menunjukan kegiatan SF.
Kegiatan (i)
Kegiatan (i)
SF(i-j) = d
Gambar 2.13 Kegiatan SF (Sumber : Soeharto, 1995)