http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj
ANALISIS KONVERGENSI ABSOLUT PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA
Ana Syukriyah 1
Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel
________________
Sejarah Artikel:
Diterima September 2016
Disetujui Oktober 2016 Dipublikasikan November 2016
________________
Keywords:
HDI, Absolut Beta Convergence, Speed of Convergence.
____________________
Abstrak
___________________________________________________________________
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi konvergensi sigma dan beta absolut pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi kecepatan konvergensi beta absolut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan model fixed effect metode Generalize Least Square (GLS). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan terjadi konvergensi sigma IPM dan konvergensi beta absolut IPM antar provinsi di Indonesia. Kecepatan konvergensi beta absolut IPM adalah sebesar 0,807 persen pertahun.
Abstract
________________________________________________________________
The purpose of this study was to identify the sigma and absolut beta convergence of the Human Development Index (HDI) inter provinces in Indonesia, and identify the speed of absolut beta convergence. This study uses a quantitative analysis with tool used is regression panel data with fixed effect model Generalize Least Square method (GLS). The results showed an sigma convergence of HDI and absolut beta convergence of HDI inter provinces in Indonesia. The speed of absolute convergence is equal to 0.807 percent annually.
© 2016 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi:
Gedung C6 Lantai 1 FE Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected]
ISSN 2252-6765
PENDAHULUAN
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang dikembangkan oleh UNDP untuk menilai keberhasilan pembangunan. IPM mencakup tiga dimensi dasar kesejahteraan yaitu kesehatan, pendidikan dan standar hidup layak. IPM tidak mengambarkan pembangunan manusia secara menyeluruh akan tetapi merupakan ukuran yang lebih baik daripada pendapatan. Salah satu kelemahan paling serius dari indeks pembangunan manusia (IPM) adalah bahwa hal
itu tidak memperhitungkan distribusi pembangunan manusia dalam suatu negara (Harttgen, 2012).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki nilai IPM 57,2 pada tahun 2005 dan meningkat menjadi 68,4 pada tahun 2013 (UNDP, 2014). IPM Indonesia merupakan akumulasi dari total nilai IPM setiap provinsi di Indonesia. Keberagaman potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia antar daerah menjadikan pencapaian IPM setiap provinsi berbeda-beda (BPS, 2013).
Sumber: Badan Pusat Statistik.
Gambar 1. Perkembangan IPM Provinsi di Indonesia tahun 2005-2013 Selama kurun waktu 2005-2013
pencapaian nilai IPM pada tiap provinsi di Indonesia mengalami tren yang meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.
Peningkatan IPM tersebut tidak menutup kemungkinan masih terjadinya kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh capaian IPM tertinggi pada tahun 2005 yaitu DKI Jakarta dengan nilai sebesar 76,07 dan IPM terendah yaitu Papua dengan nilai IPM sebesar 62,08. Sedangkan pada tahun 2013 kedua provinsi tersebut masih berada pada posisi yang sama akan tetapi dengan nilai IPM yang lebih tinggi. Pada tahun 2013 nilai IPM DKI Jakarta sebesar 78,59 dan nilai IPM Provinsi Papua sebesar 66,25.
Pada tahun 2005, perbedaan pencapaian IPM tertinggi dan terendah adalah 13,99 poin
sedangkan pada tahun 2013 perbedaan pencapaian IPM tertinggi dan terendah menjadi lebih rendah yaitu sebesar 12,34 poin (BPS, 2013). Hal tersebut dapat diartikan bahwa disparitas pembangunan manusia di tingkat provinsi relatif menurun. Menurunnya disparitas tersebut mengindikasikan nilai IPM antar provinsi di Indonesia bergerak kearah satu titik.
Capaian IPM yang rendah bukan menjadi hambatan untuk meningkatkan pembangunan manusia. Provinsi dengan capaian IPM yang rendah memiliki peluang untuk tumbuh lebih cepat dibanding dengan provinsi dengan capaian IPM yang yang sudah tinggi. Misalnya daerah- daerah di Papua cenderung tumbuh lebih cepat dibanding dengan daerah-daerah di DKI Jakarta yang memiliki IPM yang sudah tinggi (BPS, 2015). Proses pengejaran diri yang dilakukan 0
20 40 60 80 100
DKI D IY S ul ut K alt im R ia u K e p . R ia u K alt eng S umut S umba r B eng ku lu S ums el Ja mbi K ep. B angka B al i Ja te ng Ja ba r Ja ti m S ul se l A ce h L a mp u n g M alu ku S ul te ng B ant en G or ont alo K als el S ul ta ra S ul ba r K alb ar M al ut P apua B ar at N T T N T B P apua
2005 2013
oleh provinsi yang memiliki IPM rendah ini disebut dengan istilah konvergensi.
Menurut Barro dan Sala I (2004: 45) konvergensi merupakan suatu fenomena yang menuju satu titik pertemuan. Proses konvergensi berkaitan dengan proses pembangunan suatu wilayah. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, konvergensi terjadi jika daerah miskin dengan pendapatan yang lebih rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah kaya dengan pendapatan yang tinggi sehingga dalam jangka panjang semua daerah akan memiliki pertumbuhan yang sama (konvergen) (Mankiw, 2004: 216). Hal tersebut didasarkan pada perekonomian suatu daerah akan mengarah pada kondisi mapan (steady state) dan apabila perekonomian telah mencapai kondisi tersebut maka tingkat perekonomian akan berjalan melambat.
Terdapat dua kosep konvergensi, yaitu konvergensi sigma dan konvergensi beta.
Konvergensi sigma terjadi jika dispersi yang diukur dengan standar deviasi logaritma IPM lintas daerah cenderung turun. Konvergensi beta terjadi apabila daerah dengan IPM rendah cenderung tumbuh lebih cepat daripada daerah dengan IPM yang tinggi sehingga daerah dengan IPM rendah cenderung mengejar daerah dengan IPM yang tinggi.
Konvergensi beta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konvergensi absolut (absolut convergence) dan konvergensi kondisional (conditional convergence). Konvergensi beta absolut terjadi jika daerah dengan IPM rendah tumbuh lebih cepat dibanding daerah dengan IPM tinggi tanpa ada pengaruh lain dari perekonomian. Pengukuran konvergensi kondisional dilakukan dengan menambahkan variabel kontrol.
Dari uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konvergensi sigma dan beta absolut pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi kecepatan konvergensi beta absolut.
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data IPM. Data
tersebut diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan antara time series dan cross section. Data time series periode tahun 2005 sampai tahun 2013 sedangkan data cross section adalah 33 provinsi di Indonesia.
Konvergensi sigma diukur dengan menggunakan dispersi logaritma IPM. Analisis konvergensi beta absolut dilakukan dengan analisis regresi data panel. Pemilihan model dilakukan untuk menentukan model yang terbaik antara common effect, fixed effect dan random effect untuk digunakan dalam estimasi data panel. Pemilihan model dilakukan dengan menggunakan uji chow dan uji hausman.
Model konvergensi absolut yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model yang dikembangkan oleh Barro dan Sala I (1992) sebagai berikut:
1
T log( 𝑦 𝑦
𝑖𝑡+𝑇𝑖,𝑡𝑜