• Tidak ada hasil yang ditemukan

Economics Development Analysis Journal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Economics Development Analysis Journal"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj

ANALISIS KONVERGENSI ABSOLUT PEMBANGUNAN MANUSIA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA

Ana Syukriyah 1

Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel

________________

Sejarah Artikel:

Diterima September 2016

Disetujui Oktober 2016 Dipublikasikan November 2016

________________

Keywords:

HDI, Absolut Beta Convergence, Speed of Convergence.

____________________

Abstrak

___________________________________________________________________

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi konvergensi sigma dan beta absolut pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi kecepatan konvergensi beta absolut. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat analisis yang digunakan adalah regresi data panel dengan model fixed effect metode Generalize Least Square (GLS). Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan terjadi konvergensi sigma IPM dan konvergensi beta absolut IPM antar provinsi di Indonesia. Kecepatan konvergensi beta absolut IPM adalah sebesar 0,807 persen pertahun.

Abstract

________________________________________________________________

The purpose of this study was to identify the sigma and absolut beta convergence of the Human Development Index (HDI) inter provinces in Indonesia, and identify the speed of absolut beta convergence. This study uses a quantitative analysis with tool used is regression panel data with fixed effect model Generalize Least Square method (GLS). The results showed an sigma convergence of HDI and absolut beta convergence of HDI inter provinces in Indonesia. The speed of absolute convergence is equal to 0.807 percent annually.

© 2016 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi:

Gedung C6 Lantai 1 FE Unnes

Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected]

ISSN 2252-6765

(2)

PENDAHULUAN

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit yang dikembangkan oleh UNDP untuk menilai keberhasilan pembangunan. IPM mencakup tiga dimensi dasar kesejahteraan yaitu kesehatan, pendidikan dan standar hidup layak. IPM tidak mengambarkan pembangunan manusia secara menyeluruh akan tetapi merupakan ukuran yang lebih baik daripada pendapatan. Salah satu kelemahan paling serius dari indeks pembangunan manusia (IPM) adalah bahwa hal

itu tidak memperhitungkan distribusi pembangunan manusia dalam suatu negara (Harttgen, 2012).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki nilai IPM 57,2 pada tahun 2005 dan meningkat menjadi 68,4 pada tahun 2013 (UNDP, 2014). IPM Indonesia merupakan akumulasi dari total nilai IPM setiap provinsi di Indonesia. Keberagaman potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia antar daerah menjadikan pencapaian IPM setiap provinsi berbeda-beda (BPS, 2013).

Sumber: Badan Pusat Statistik.

Gambar 1. Perkembangan IPM Provinsi di Indonesia tahun 2005-2013 Selama kurun waktu 2005-2013

pencapaian nilai IPM pada tiap provinsi di Indonesia mengalami tren yang meningkat seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Peningkatan IPM tersebut tidak menutup kemungkinan masih terjadinya kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh capaian IPM tertinggi pada tahun 2005 yaitu DKI Jakarta dengan nilai sebesar 76,07 dan IPM terendah yaitu Papua dengan nilai IPM sebesar 62,08. Sedangkan pada tahun 2013 kedua provinsi tersebut masih berada pada posisi yang sama akan tetapi dengan nilai IPM yang lebih tinggi. Pada tahun 2013 nilai IPM DKI Jakarta sebesar 78,59 dan nilai IPM Provinsi Papua sebesar 66,25.

Pada tahun 2005, perbedaan pencapaian IPM tertinggi dan terendah adalah 13,99 poin

sedangkan pada tahun 2013 perbedaan pencapaian IPM tertinggi dan terendah menjadi lebih rendah yaitu sebesar 12,34 poin (BPS, 2013). Hal tersebut dapat diartikan bahwa disparitas pembangunan manusia di tingkat provinsi relatif menurun. Menurunnya disparitas tersebut mengindikasikan nilai IPM antar provinsi di Indonesia bergerak kearah satu titik.

Capaian IPM yang rendah bukan menjadi hambatan untuk meningkatkan pembangunan manusia. Provinsi dengan capaian IPM yang rendah memiliki peluang untuk tumbuh lebih cepat dibanding dengan provinsi dengan capaian IPM yang yang sudah tinggi. Misalnya daerah- daerah di Papua cenderung tumbuh lebih cepat dibanding dengan daerah-daerah di DKI Jakarta yang memiliki IPM yang sudah tinggi (BPS, 2015). Proses pengejaran diri yang dilakukan 0

20 40 60 80 100

DKI D IY S ul ut K alt im R ia u K e p . R ia u K alt eng S umut S umba r B eng ku lu S ums el Ja mbi K ep. B angka B al i Ja te ng Ja ba r Ja ti m S ul se l A ce h L a mp u n g M alu ku S ul te ng B ant en G or ont alo K als el S ul ta ra S ul ba r K alb ar M al ut P apua B ar at N T T N T B P apua

2005 2013

(3)

oleh provinsi yang memiliki IPM rendah ini disebut dengan istilah konvergensi.

Menurut Barro dan Sala I (2004: 45) konvergensi merupakan suatu fenomena yang menuju satu titik pertemuan. Proses konvergensi berkaitan dengan proses pembangunan suatu wilayah. Dalam konteks pertumbuhan ekonomi, konvergensi terjadi jika daerah miskin dengan pendapatan yang lebih rendah akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan daerah kaya dengan pendapatan yang tinggi sehingga dalam jangka panjang semua daerah akan memiliki pertumbuhan yang sama (konvergen) (Mankiw, 2004: 216). Hal tersebut didasarkan pada perekonomian suatu daerah akan mengarah pada kondisi mapan (steady state) dan apabila perekonomian telah mencapai kondisi tersebut maka tingkat perekonomian akan berjalan melambat.

Terdapat dua kosep konvergensi, yaitu konvergensi sigma dan konvergensi beta.

Konvergensi sigma terjadi jika dispersi yang diukur dengan standar deviasi logaritma IPM lintas daerah cenderung turun. Konvergensi beta terjadi apabila daerah dengan IPM rendah cenderung tumbuh lebih cepat daripada daerah dengan IPM yang tinggi sehingga daerah dengan IPM rendah cenderung mengejar daerah dengan IPM yang tinggi.

Konvergensi beta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konvergensi absolut (absolut convergence) dan konvergensi kondisional (conditional convergence). Konvergensi beta absolut terjadi jika daerah dengan IPM rendah tumbuh lebih cepat dibanding daerah dengan IPM tinggi tanpa ada pengaruh lain dari perekonomian. Pengukuran konvergensi kondisional dilakukan dengan menambahkan variabel kontrol.

Dari uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konvergensi sigma dan beta absolut pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia dan mengidentifikasi kecepatan konvergensi beta absolut.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data IPM. Data

tersebut diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu gabungan antara time series dan cross section. Data time series periode tahun 2005 sampai tahun 2013 sedangkan data cross section adalah 33 provinsi di Indonesia.

Konvergensi sigma diukur dengan menggunakan dispersi logaritma IPM. Analisis konvergensi beta absolut dilakukan dengan analisis regresi data panel. Pemilihan model dilakukan untuk menentukan model yang terbaik antara common effect, fixed effect dan random effect untuk digunakan dalam estimasi data panel. Pemilihan model dilakukan dengan menggunakan uji chow dan uji hausman.

Model konvergensi absolut yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model yang dikembangkan oleh Barro dan Sala I (1992) sebagai berikut:

1

T log⁡( 𝑦 𝑦

𝑖𝑡+𝑇⁡

𝑖,𝑡𝑜

) = ⁡𝛼 − [ 1−𝑒 𝑇

−𝛽𝑇

] . log(𝑦 𝑖,𝑡0 ) + 𝑢 𝑖𝑜𝑇 ………..(1)

dimana i adalah negara atau daerah, α adalah intersep, (y

it+T

/y

i,to

) adalah tingkat pertumbuhan PDB per kapita, y

it+T

dan y

i,to

adalah pendapatan per kapita pada akhir periode dan awal periode, (1-e

-βT

) adalah koefisien pendapatan awal yang menurun seiring dengan panjangnya interval waktu. Untuk memperoleh model regresi konvergensi IPM maka variabel Y

it+T

diganti dengan variabel IPM

it

sedangkan Y

ito

diganti dengan menggunakan variabel IPM

t- 1.

Pengukuran konvergensi IPM ini dilakukan setiap tahun sehingga T sama dengan satu maka model konvergensi absolut IPM dapat dituliskan menjadi:

Log(IPM

it

/ IPM

it-1

)= α+β

1

LogIPM

it- 1

+e

it………..

(2)

dimana IPM

it

adalah IPM provinsi i pada tahun t, IPM

it-1

adalah IPM awal dan Log(IPM

it

/ IPM

it-1

) merupakan tingkat pertumbuhan tahunan dari IPM. Sedangkan e

it

merupakan eror term. Apabila koefisien regresi

pada IPM awal (β1) bertanda negatif berarti

provinsi dengan IPM yang lebih rendah tumbuh

lebih cepat daripada provinsi dengan IPM yang

(4)

lebih tinggi, maka dikatakan terjadi konvergensi beta absolut (absolute β convergence).

Menurut Barro dan Sala I (2004:56) mengetahui kecepatan konvergensi merupakan hal yang penting karena jika konvergensi terjadi semakin cepat maka perekonomian akan semakin mendekati kondisi mapan. Kecepatan konvergensi dihitung dengan mencari nilai β terlebih dahulu dengan rumus sebagai berikut:

⁡⁡𝛽 = − [ln(1+β1)] 𝑇 ⁡………..(3) dimana β adalah beta konvergensi atau rata-rata tingkat konvergensi, β

1

merupakan koefisien regresi variabel IPM awal, dan T adalah jumlah periode waktu analisis. Jika nilai β1<0 maka parameter β akan menjadi positif dan nilai β yang lebih tinggi menunjukan

konvergensi yang lebih cepat (Wau, 2015 :110) Setelah diketahui konvergensi absolut dan kondisional, kecepatan konvergensi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

𝑘𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛⁡𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑔𝑒𝑛𝑠𝑖 = ⁡𝛽⁡𝑥⁡100%

………(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN Konvergensi Sigma

Konsep konvergensi sigma menyatakan bahwa pembangunan manusia antar provinsi di Indonesia terjadi konvergensi jika mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Pada penelitian ini, perhitungan konvergensi sigma menggunakan standar deviasi logaritma IPM.

Hasil perhitungan konvergensi sigma dapat dilihat pada gambar 2.

Sumber: data diolah.

Gambar 2. Konvergensi Sigma Gambar 2 menunjukkan bahwa pada awal tahun analisis, tingkat kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia cukup tinggi. Tren dispersi IPM semakin menurun dari tahun 2005-2013. Nilai dispersi IPM pada tahun 2005 adalah sebesar 0,048683 dan menurun menjadi 0,039037 pada tahun 2013. Hasil tersebut menunjukkan bukti adanya konvergensi sigma IPM antar provinsi di Indonesia.

Konvergensi sigma ini menunjukkan bahwa kesenjangan IPM antar provinsi semakin menyempit dari tahun 2005 sampai tahun 2013 akan tetapi penurunan nilai dispersi IPM-nya sangat kecil. Hasil dari konvergensi sigma ini

mengindikasikan bahwa untuk mengurangi tingkat kesenjangan tidak dapat dilakukan secara cepat (Malik, 2014). Penurunan kesenjangan IPM antar provinsi tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mencapai pemerataan.

Perubahan atau peningkatan IPM tidak bisa terjadi secara cepat. Pembangunan manusia merupakan proses dan tidak bisa diukur dalam waktu yang singkat karena hasil investasi atau pembangunan dalam bidang pendidikan dan kesehatan tidak dapat dirasakan dalam jangka waktu yang pendek. Perlu jangka waktu yang panjang untuk dapat merasakan manfaat dari 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

0.0487 0.0454 0.044 0.0434 0.0426 0.0418 0.0411 0.04 0.039 0

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

(5)

investasi atau pembangunan dalam bidang pendidikan dan kesehatan.

Konvergensi Beta

Konvergensi beta menyatakan bahwa daerah dengan IPM yang rendah mampu tumbuh lebih cepat dari daerah dengan IPM yang tinggi. Perhitungan konvergensi beta yang dilakukan pada penelitian ini adalah konvergensi beta absolut. Analisis konvergensi beta absolut ini dilakukan dengan menggunakan regresi data panel dengan mengacu pada model yang dibangun oleh Barro dan Sala I (1992) seperti pada persamaan 1.Untuk mendapatkan model konvergensi beta absolut IPM maka

model tersebut dimodifikasi sehingga menjadi model persamaan 2. Metode yang digunakan untuk estimasi dalam penelitian ini dalah metode Generalized Least Square (GLS) untuk mengatasi masalah heterokedastisitas antar unit cross section.

Dalam mengestimasi konvergensi absolut ini hanya menggunakan satu variabel independen yaitu log IPM awal tanpa memasukan variabel independen lainnya. Tanda negatif dari koefisien regresi yang dihasilkan akan menunjukkan arah konvergensi atau divergensi. Hasil estimasi konvergensi absolut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Konvergensi Absolut Pendekatan Fixed Effect Metode GLS Variabel Koefisien t-Statistik Probabilitas Hasil

Konstanta 0,306346 9,871805 0,0000 Signifikan

Log IPM awal -0,070076 -9,616759 0,0000 Signifikan

R-squared 0,481349

Sumber: Data diolah.

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa koefisien regresi IPM awal sebesar -0.070076.

Koefisien regresi memiliki tanda negatif yang berarti bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan IPM dan IPM awal. Hal tersebut mengindikasikan adanya konvergensi IPM antar provinsi di Indonesia pada tahun 2005 -2013. Provinsi dengan IPM yang lebih rendah tumbuh lebih cepat dibandingkan provinsi dengan IPM yang awalnya sudah tinggi. Provinsi yang memiliki IPM yang rendah akan mengejar ketertinggalanya sehingga pertumbuhan IPM semua provinsi konvergen atau sama. Hasil ini didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Konya dan Guisan (2008), Hendrani (2012), Jorda dan Sarabia (2015) dan Yang dkk (2016) yang menyatakan adanya konvergensi beta absolut IPM. Nilai koefisien determinasi sebesar 0,481349 menunjukkan bahwa 48,13 persen

keragaman pertumbuhan IPM pada unit provinsi dapat dijelaskan oleh model tersebut, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Nilai konstanta sebesar 0.306346 apabila variabel independen dianggap konstan, maka besarnya pertumbuhan IPM provinsi adalah sebesar 0.306346.

Hasil estimasi fix effect model diasumsikan bahwa adanya perbedaan intersep antar cross- section namun intersepnya sama antar waktu.

Hal tersebut menunjukan bahwa setiap provinsi

dalam penelitian ini memiliki keunikan atau

heterogenitas yaitu pertumbuhan IPM dasar

yang berbeda-beda antar provinsi. Efek

individual masing-masing provinsi diperoleh

dari nilai konstanta ditambah dengan nilai

konstanta masing-masing provinsi. Perbedaan

ini dapat dilihat dari intersep masing-masing

provinsi seperti pada tabel 2.

(6)

Tabel 2. Efek Individu Konvergensi Absolut

Provinsi Konstanta Koefisien Provinsi Konstanta Koefisien

Kep. Riau 0,00386 0,31021

Papua

Barat 0,00024 0,30659

Riau 0,00365 0,31 Sulsel 0,0002 0,30655

Kaltim 0,00333 0,30968 Jambi -0,0001 0,30623

DIY 0,00262 0,30897 Sulteng -0,0004 0,30599

Jatim 0,00228 0,30863 Jabar -0,0005 0,30589

Sulut 0,00225 0,3086 Aceh -0,0012 0,30519

DKI 0,00207 0,30842 Lampung -0,0012 0,30512

Kalteng 0,00118 0,30752 Kalbar -0,0016 0,30472 Sumbar 0,00095 0,30729 Sultara -0,0016 0,30471

Sulbar 0,00092 0,30726 Kalsel -0,0017 0,3046

Sumut 0,00087 0,30722 Maluku -0,0023 0,30406

Jateng 0,00073 0,30707 NTB -0,0025 0,30388

Gorontalo 0,00069 0,30704 Banten -0,0025 0,30382

Sumsel 0,00061 0,30696 NTT -0,0027 0,30366

Kep. Bangka 0,00056 0,30691 Malut -0,0036 0,30277 Bengkulu 0,00037 0,30671 Papua -0,0058 0,30051

Bali 0,0003 0,30665

Sumber : Data diolah.

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa provinsi yang memiliki konstanta terbesar adalah Kepulauan Riau sebesar 0,310208 yang merupakan penjumlahan konstanta rata-rata 0,306346 dan intersep Kepulauan Riau 0,003862. Sedangkan provinsi yang memiliki konstanta terkecil adalah Papua yaitu sebesar 0,300509. Apabila variabel lain dianggap nol, maka pertumbuhan IPM Kepulauan Riau sebesar 0,310208 sedangkan Papua yaitu sebesar 0,300509.

Kecepatan Konvergensi

Kecepatan konvergensi menunjukkan seberapa cepat IPM yang dihasilkan dapat mencapai kondisi IPM yang mapan. Semakin tinggi kecepatan konvergensi IPM maka akan semakin cepat untuk mencapai kondisi IPM yang mapan. Kecepatan konvergensi beta absolut IPM dihitung berdasarkan nilai koefisien β1 dari hasil estimasi konvergensi absolut.

Berdasarkan tabel 1. maka dapat diketahui kecepatan konvergensi absolut IPM

rata-rata tahun 2005-2013 adalah sebesar 0,807 persen pertahun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kesenjangan IPM antar provinsi di Indonesia akan semakin menurun dengan kecepatan 0,807 persen per tahun. Kecepatan konvergensi absolut tersebut tergolong lambat sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi IPM yang mapan menjadi sangat lama.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi konvergensi sigma IPM dan konvergensi beta absolut IPM antar provinsi di Indonesia pada tahun 2005-2013.

Konvergensi sigma IPM tersebut menunjukkan

bahwa kesenjangan IPM antar provinsi di

Indonesia semakin menurun sedangkan

konvergensi beta absolut IPM menunjukkan

bahwa provinsi dengan IPM yang lebih rendah

tumbuh lebih cepat dibandingkan provinsi

dengan IPM yang awalnya sudah tinggi.

(7)

Provinsi yang memiliki IPM yang rendah akan mengejar ketertinggalanya sehingga pertumbuhan IPM semua provinsi konvergen atau sama. Kecepatan konvergensi absolut IPM antar provinsi di Indonesia adalah sebesar 0,807 persen pertahun. Kecepatan konvergensi absolut tersebut tergolong lambat sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi IPM yang mapan menjadi sangat lama.

DAFTAR PUSTAKA

Barro, R., dan Sala-i-Martin, X. (1992). Convergence.

Journal of Political Economy, 100, 407–433.

Barro, R., dan Sala-i-Martin, X.. 2004. Economic Growth Second Edition. London. England:

The MIT Press Cambridge, Massachusetts.

BPS. 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2006- 2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik

BPS. 2013. Indeks Pembangunan Manusia 2012.

Jakarta: Badan Pusat Statistik.

BPS.2015. Indeks Pembangunan Manusia 2014 Metode Baru. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Harttgen, Kenneth, Stephan Klasen. 2012. A Household-

Based Human Development Index.

World Development, 40(5), pp.878-899.

Hendrani, Pilar.2012. Konvergensi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Banten.

Skripsi.Institut Pertanian Bogor.

Jorda, Vanesa dan Jose Maria Sarabia. 2015.

International Convergence in Well-Being Indicators. Soc Indic Res (2015) 120:1–27.

Konya, L., dan Guisan, M. C. 2008. What does the Human Development Index Tell Us About Convergence?. Applied Econometrics and International Development, 8, 19–40.

Malik, Andrian Syah. 2014. Analisis Konvergensi Antar Provinsi Di Indonesia Setelah Pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2001- 2012.Jejak Vol 7, No 1 (2014): Maret 2014.

Mankiw, N. Gregory.2004.Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Terjemahan Imam Nurmawan.

Jakarta: Erlangga.

Ravallion, Marti. 2012.Troubling tradeoffs in the Human Development Index. Journal of Development Economics, 99(2), pp.201-209.

UNDP.2014. Human Development Report 2014:

Sustaining Human Progress: Reducing Vulnerabilities and Building Resilience. New York: PBM Graphics.

Wau, Taosige.2015. Konvergensi Pembangunan Ekonomi antar Daerah Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara. Proceedings SNEMA Padang.

Yakunina, R.P., G.A. Bychkov. 2015. Correlation

Analysis of the Components of

the Human Development Index Across

Countries. Procedia Economics and Finance, 24,

pp.766-771.

Gambar

Gambar 2. Konvergensi Sigma  Gambar  2  menunjukkan  bahwa  pada  awal  tahun  analisis,  tingkat  kesenjangan  IPM  antar  provinsi  di  Indonesia  cukup  tinggi
Tabel 1. Hasil Konvergensi Absolut Pendekatan Fixed Effect Metode GLS  Variabel  Koefisien  t-Statistik  Probabilitas  Hasil
Tabel 2. Efek Individu Konvergensi Absolut

Referensi

Dokumen terkait

Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum 2006 yang berbasis pada kompetensi, garis besar kurikulum 2013 adalah rumusan tujuan umum pembelajaran yang

Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di SD Negeri 3 Sragen yang dilakukan dalam 2 siklus dapat disim- pulkan bahwa dengan penerapan model

Neraca Perdagangan Indonesia (X 6 ) = Data neraca perdagangan yang digunakan tercatat setiap bulannya dalam satuan Juta USD, bersumber dari Indikator Ekonomi Badan Pusat

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanna Waa Taa’laa karena berkat rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada Kami Tim Pengabdian Masyarakat Universitas

Iodoform merupakan senyawa kimia yang dapat disentesis berdasarkan reaksi halogenasi (halogenais pada dasarnya ialah reaksi substansi / Penggantian karena atom halogen

Kredit merupakan total kredit yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar Bank)d. Dana Pihak Ketiga mancakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk

Satuan morfologi perbukitan terjal menempati bagian tengah daerah penyelidikan, terlipat agak kuat dengan puncak-puncak bukit berketinggian berkisar antara 282,5 sampai dengan

Apple Retail atau AASP tersebut dapat mengirimkan produk ke suatu lokasi layanan perbaikan Apple untuk memperoleh layanan perbaikan, (ii) dengan mengirimkan kepada anda surat