• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI AUDITIYA ASTRI YULITA SNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI AUDITIYA ASTRI YULITA SNIS"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ANAL PEN

LISIS FA NGEMBA (Studi Ka

FAKUL IN

AKTOR-F ALIAN K

asus : BR

ASTR

DEPART LTAS EK

NSTITUT

FAKTOR KREDIT U

RI Unit La

SKRIP

RI YULITA H34070

TEMEN A KONOMI

T PERTA 2011

R YANG M USAHA R alabata Ri

PSI

A AUDITIY 121

AGRIBIS DAN MA ANIAN BO

1

MEMPEN RAKYAT

ilau, Sopp

YA

SNIS ANAJEM

OGOR

NGARUH MIKRO peng)

MEN

HI O

(2)

RINGKASAN

ASTRI YULITA AUDITIYA. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA).

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang penting dalam perekonomian nasional serta mampu bertahan terhadap krisis ekonomi global yang sedang melanda kalangan usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada kontribusinya dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional serta penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Menurut data Kementerian UMKM dan Koperasi 2011, pada tahun 2010 usaha Mikro berkontribusi dalam penciptaan nilai PDB nasional atas harga konstan 2000, yaitu sebesar 33,81 persen dari PDB nasional. Usaha Mikro juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 99.401.775 orang pada tahun 2010. Sektor usaha yang memiliki kontribusi terbesar dalam penciptaan nilai PDB dan penyerapan tenaga kerja adalah sektor agribisnis yang tidak hanya meliputi sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan tetapi juga sektor industri pengolahan serta perdagangan, hotel, dan restoran.

Sektor agribisnis terutama usaha mikro yang bergerak di bidang pertanian masih memiliki permasalahan, terutama dalam hal permodalan. Lembaga keuangan seperti perbankan masih sulit dijangkau oleh petani dan pelaku usaha mikro agribisnis lainnya untuk memperoleh modal. Hal ini disebabkan pelaku usaha tersebut masih belum memenuhi persyaratan agunan dan syarat lainnya yang diajukan oleh bank. Oleh karena itu, masalah tersebut dapat diatasi salah satunya melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan program kredit tanpa agunan yang dikeluarkan oleh pemerintah bekerja sama dengan beberapa bank di Indonesia. Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan bank penyalur KUR Mikro terbesar karena BRI menjangkau pelaku usaha hingga pelosok kecamatan.

Penelitian dilakukan di BRI Unit Lalabata Rilau. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa BRI Unit Lalabata Rilau merupakan salah satu dari dua BRI Unit di wilayah kantor cabang BRI Watansoppeng yang menyalurkan KUR di bidang pertanian baik on farm maupun off farm. Selain itu, nilai NPL KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau paling rendah dibandingkan BRI unit lainnya yang menyalurkan KUR Mikro di bidang usaha pertanian on farm dan off farm, yaitu sebesar 0,03 persen pada bulan Mei 2011. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara peneliti dengan pihak BRI, sedangkan data sekunder diperoleh dari data internal BRI yang terkait nasabah KUR Mikro, data Koperasi dan UMKM, artikel, jurnal penelitian, skripsi, buku, dan data lain yang terkait dengan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.

Hasil analisis menggunakan regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau adalah variabel jarak tempat tinggal nasabah dengan BRI dan omset usaha.

(3)

Variabel jarak tempat tinggal dengan BRI memiliki nilai koefisien positif, artinya semakin jauh jarak rumah debitur dengan BRI Unit Lalabata Rilau akan memperbesar peluang untuk mengembalikan KUR Mikro secara lancar. Debitur yang jarak tempat tinggalnya lebih jauh akan memiliki rasa tanggung jawab untuk mengembalikan kredit secara lancar karena mereka tidak ingin mengurangi rasa kepercayaan pihak bank terhadap mereka. Pihak bank akan sulit memberikan kredit lagi kepada nasabah dengan tempat tinggal yang jauh dan sering menunggak karena akan mengeluarkan biaya lebih besar dan waktu yang lebih lama karena hal ini akan merugikan pihak bank.

Variabel omset usaha memiliki koefisien positif, artinya semakin besar omset usaha yang dihasilkan oleh debitur akan semakin memperbesar peluang mengembalikan kredit secara lancar. Jumlah omset yang besar menunjukkan bahwa usaha tersebut berjalan dengan baik. Omset usaha berpengaruh nyata terhadap kelancaran pengembalian kredit, padahal omset usaha merupakan penghasilan kotor nasabah. Hal ini disebabkan oleh perilaku nasabah KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau yang sebagian besar membayar angsuran dikurangi dari pendapatan kotornya, bukan dari sisa pendapatan bersih yang telah dikurangi pengeluaran rumah tangga dan lainnya.

Saran yang dapat diberikan kepada pihak BRI adalah mensosialisasikan kepada para nasabah KUR Mikro agar pendapatan kotor yang mereka terima disisihkan untuk membayar angsuran kredit sehingga tidak akan terjadi tunggakan. Hal ini terlihat dari perilaku sebagian besar nasabah di BRI Unit Lalabata Rilau yang membayar angsuran kredit dikurangi langsung dari pendapatan kotornya sehingga tingkat NPL nya rendah. Selain itu, pihak BRI harus tetap memperhatikan nasabah yang bertempat tinggal dekat dengan BRI karena mereka belum tentu disiplin untuk datang ke bank untuk membayar pinjaman walaupun rumah mereka dekat. Monitoring ke tempat usaha nasabah diperlukan untuk mengetahui perkembangan usaha nasabah, apakah kredit digunakan dengan baik untuk mengembangkan usaha atau tidak.

(4)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO

(Stuid Kasus : BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng)

ASTRI YULITA AUDITIYA H34070121

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng)

Nama : Astri Yulita Auditiya

NIM : H34070121

Menyetujui, Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, M.Si NIP. 1963 1227 1990 032 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 1958 0908 1984 031 002

Tanggal Lulus :

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro Bank Rakyat Indonesia Unit Lalabata Rilau” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Astri Yulita Auditiya H34070121

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 1989. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Chairy Lifiyan dan Ibunda Telly Marzukie.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Cilenggang, Tangerang Selatan pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Serpong, Tangerang Selatan. Lalu penulis melanjutkan pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Cisauk, Tangerang Selatan yang diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2007 dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah ikut serta dalam kepanitiaan di kampus seperti Agrination 2008 dan Agrimeet 2009. Penulis berhasil didanai dalam Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan 2010 (PKM-K) dengan tulisan yang berjudul “fruitaro (snack sehat dari talas dengan rasa buah asli)”

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit Usaha Rakyat Mikro (Studi Kasus : BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng)”. Skipsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro untuk nasabah bidang agribisnis on farm dan off farm (perdagangan dan industri pertanian) di Bank Rakyat Indonesia Unit Lalabata Rilau, Kabupaten Soppeng. Skripsi ini merupakan hasil kerja maksimal yang dapat dikerjakan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi masukan dan bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang terkait.

Bogor, Desember 2011

Astri Yulita Auditiya

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.

Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ir. Anita Ristianingrum, MSi yang telah menjadi dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

5. Direksi dan seluruh staf karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Lalabata Rilau, Kabupaten Soppeng. Bapak Yusriadi Mulyadi selaku Kepala Unit BRI Unit Lalabata Rilau, Bapak Chaeril selaku account officer KUR Mikro Unit Lalabata Rilau, seluruh staf Account Officer, Customer Service, Teller, dan seluruh staf operasional.

6. Nasabah KUR Mikro sektor Agribisnis PT. BRI Unit Lalabata Rilau, Soppeng yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam mengumpulkan data.

7. Ibu dan Bapak serta adik (Mia, Sandy, Puput) tercinta yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang dan doa untuk penulis. Semoga skripsi ini bisa menjadi persembahan yang terbaik dan awal untuk memberikan kebahagiaan kepada kalian.

8. Keluarga besar Bapak Jumain dan Ibu Nurhaedah atas dukungan, bantuan dan doa yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

9. Muhammad Ridwan Nurindah atas dukungan moral, doa, serta kritik dan saran yang diberikan.

(10)

10. Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan penulis selama proses perkuliahan, penyusunan skripsi, seminar, dan sidang.

11. Sahabat-sahabat Anisa Rahmadhani dan Yulita Dwi Fatmasari atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

12. Citra Sari, Alfianti Sari, Arini Ungki, Risamaya P, Ana Zufrida, Anggi Andhika, Febrina Mahliza, Lika Oktaviani, Annisa Milki, Salysa Pramono dan teman-teman Agribisnis 44 lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas semangat, dukungan , dan saran yang diberikan kepada penulis 13. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun tidak

menghilangkan rasa hormat dan rasa terima kasih penulis atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Bogor, Desember 2011

Astri Yulita Auditiya

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Karakteristik UMKM ... 12

2.2. Kinerja Kredit Usaha Rakyat (KUR) ... 13

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 17

3.1.1. Pengendalian Kredit Bank ... 17

3.1.2. Pertimbangan Kredit ... 17

3.1.3. Kredit Bermasalah ... 19

3.1.4. Pengertian, Unsur-unsur dan Tujuan Kredit ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 23

3.3. Hipotesis Penelitian ... 27

IV METODE PENELITIAN ... 28

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2. Data dan Instrumentasi ... 28

4.3. Metode Penentuan Sampel ... 28

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 30

4.5. Metode Analisis Data ... 30

4.5.1. Analisis Kualitatif ... 30

4.5.2. Analisis Kuantitatif ... 30

4.5.3. Definisi Operasional ... 33

V GAMBARAN UMUM BANK RAKYAT INDONESIA ... 35

5.1. Sejarah BRI ... 35

5.2. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Jangka Panjang BRI ... 36

5.3. Bidang Usaha dan Produk BRI ... 38

5.4. Gambaran Umum BRI Unit Lalabata Rilau ... 39

5.5. Persyaratan, Mekanisme Penyaluran dan Cara Pembayaran KUR ... 43

5.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengembalian KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau ... 45

(12)

5.6.1. Pengembalian KUR Mikro Berdasarkan

Karakteristik Individu ... 46

5.6.2. Pengembalian KUR Mikro Berdasarkan Karakteristik Usaha ... 49

5.6.3. Pengembalian KUR Mikro Berdasarkan Karakteristik Kredit ... 52

VI ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT USAHA RAKYAT MIKRO PADA BRI UNIT LALABATA RILAU ... 57

6.1. Variabel Usia ... 59

6.2. Variabel Jumlah Tanggungan Keluarga ... 59

6.3. Variabel Jarak Tempat Tinggal ... 60

6.4. Variabel Jenis Usaha ... 61

6.5. Variabel Omset Usaha ... 61

6.6. Variabel Nilai RPC ... 62

6.7. Variabel Jumlah Pinjaman ... 63

6.8. Variabel Jumlah Angsuran ... 63

6.9. Variabel Jangka Waktu Pengembalian Kredit ... 64

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

7.1. Kesimpulan ... 66

7.2. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 70

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha menurut

Skala Usaha Tahun 2009-2010  ... 1 2. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

UMKM menurut Skala Usaha Tahun 2009-2010

Atas Dasar Harga Konstan 2000 ...2 3. Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja menurut

Skala Usaha Tahun 2009-2010  ...  3 4. Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja

menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009  ...4 5. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB)

Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009

Atas Dasar Harga Konstan 2000  ...5 6. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

per 31 Mei 2011  ...  7 7. Jumlah Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI

Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia per 31 Mei 2011  ...8 8. Nilai Tunggakan Riil atau NPL (Non Performing Loan)

KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau per Mei 2011  ...  10 9. Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI

Wilayah Kantor Cabang Watansoppeng hingga Mei 2011... 40 10. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Usia pada Tahun 2011 ... 47 11. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Jumlah Tanggungan Keluarga pada Tahun 2011 ...  48 12. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Jarak Tempat Tinggal pada Tahun 2011 ... 49 13. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Jenis Usaha pada Tahun 2011 ...  50 14. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Omset Usahapada Tahun 2011 ... 51

(14)

Nomor Halaman 15. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Nilai RPC pada Tahun 2011 ...  52 16. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Jumlah Pinjaman pada Tahun 2011 ... 53 17. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Angsuran Kredit pada Tahun 2011 ... 54 18. Jumlah dan Proporsi Responden Nasabah Lancar dan

Menunggak KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau

menurut Jangka Waktu Pengembalian pada Tahun 2011 ... 55 19. Dugaan Parameter Regresi Logistik Berdasarkan

Omnibus Tests of Model Coefficients  ... 57 20. Dugaan Parameter Regresi Logistik Berdasarkan

Hosmer and Lemeshow Test  ... 57 21. Hasil Pengolahan Regresi Logistik Mengenai

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian

KUR Mikro pada BRI Unit Lalabata Rilau ...  58

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional ... 26 2. Struktur Organisasi BRI Unit Lalabata Rilau ... 42 3. Mekanisme Pembayaran Kredit ... 44

   

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Output Regresi Logistik Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Pengembalian KUR Mikro  ...  71 2. Formulir Pengajuan KUR Mikro  ... 74

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis serta terbukti sebagai sektor usaha yang mampu bertahan terhadap krisis ekonomi global yang sedang melanda kalangan usaha di tingkat internasional maupun kalangan usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM yang mengalami peningkatan sebesar 2,01 persen, yaitu dari 52.764.603unit pada tahun 2009 menjadi 53.823.732 unit pada tahun 2010.

Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Pelaku Usaha menurut Skala Usaha Tahun 2009- 2010

No. Skala Usaha

Jumlah (Unit) Perkembangan Tahun

2009*)

Tahun

2010**) (Unit) (%) 1 Usaha Mikro 52.176.795 53.207.500 1.030.705 1,98 2 Usaha Kecil (UK) 546.675 573.601 26.926 4,93 3 Usaha Menengah (UM) 41.133 42.631 1.498 3,64 4 Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) 52.764.603 53.823.732 1.059.129 2,01 5 Usaha Besar (UB) 4.677 4.838 161 3,43

Jumlah 52.769.280 53.828.569 1.059.289 2,01 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011)

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Usaha Mikro merupakan skala usaha yang jumlahnya paling besar dibandingkan dengan skala usaha lainnya terhadap total usaha yang ada di Indonesia, yaitu sekitar 98,88 persen pada tahun 2009 dan 98,85 persen pada tahun 2010. Sektor UMKM, terutama Usaha Mikro merupakan salah satu sektor yang berperan penting terhadap perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari kontribusi sektor Usaha Mikro yang cukup signifikan terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) di Indonesia. Pada tahun 2009,

(18)

kontribusi Usaha Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar Rp 682.259,8 milyar atau 32,66 persen, sedangkan pada tahun 2010 kontribusi Usaha Mikro terhadap PDB nasional menurut harga konstan 2000 tercatat sebesar Rp 719.070,2 milyar atau 32,42 persen. Perkembangan nilai produk domestik bruto UMKM menurut skala usaha tahun 2009-2010 atas dasar harga konstan 2000 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) UMKM menurut Skala Usaha Tahun 2009-2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000

No. Skala Usaha

Jumlah (Rp Milyar) Perkembangan Tahun

2009*)

Tahun

2010**) Jumlah (%) 1 Usaha Mikro 682.259,8 719.070,2 36.810,4 5,40 2 Usaha Kecil (UK) 224.311,0 239.111,4 14.800,4 6,60 3 Usaha Menengah (UM) 306.028,5 324.390,2 18.361,7 6,00

Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) 1.212.599,3 1.282.571,8 69.972,5 5,77 4 Usaha Besar (UB) 876.459,2 935.375,2 58.916,0 6,72

Jumlah 2.089.058,5 2.217.947,0 128.888,5 6,17 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011)

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Pada tahun 2008 hingga 2009, sektor ekonomi Usaha Mikro yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia adalah (1) sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang tercatat mengalami perkembangan sebesar 4,38 persen dan diikuti oleh (2) sektor perdagangan yang mengalami peningkatan sebesar 1,74 persen. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan tercatat memiliki proposi sebesar 37,8 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2008 dan 37,9 persen pada tahun 2009, sedangkan pada sektor perdagangan memiliki proporsi sebesar 29,9 persen pada tahun 2008 dan 29,2persen pada tahun 2009.

Selain memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional, UMKM juga merupakan usaha yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan karena sifatnya yang padat karya, berbeda dengan usaha besar yang bersifat padat modal. Pada tahun 2009, total tenaga kerja Indonesia yang terserap sebesar 96.211.332orang, sedangkan pada tahun 2010, total tenaga kerja yang terserap sebesar

(19)

99.401.775orang. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97,30 persen dari total tenaga kerja yang ada pada tahun 2009 dan 97,22 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada pada tahun 2010. Perkembangan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha tahun 2009-20010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja menurut Skala Usaha Tahun 2009-2010

No. Skala Usaha

Jumlah (Orang) Perkembangan Tahun

2009*)

Tahun

2010**) Jumlah (%) 1 Usaha Mikro 90.012.694 93.014.759 3.002.065 3,34 2 Usaha Kecil (UK) 3.521.073 3.627.164 106.091 3,01 3 Usaha Menengah (UM) 2.677.565 2.759.852 82.287 3,07

Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM) 96.211.332 99.401.775 3.190.443 3,32 4 Usaha Besar (UB) 2.674.671 2.839.711 165.040 6,17

Jumlah 98.886.003 102.241.486 3.355.483 3,39 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011)

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Ternyata, Usaha Mikro juga memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 91,03 persen dari total tenaga kerja pada tahun 2009, begitu juga pada tahun 2010 sebesar 90,98 persen dari total tenaga kerja yang terserap berasal dari Usaha Mikro. Hal ini menunjukkan bahwa Usaha Mikro telah berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Proporsi terbesar sektor ekonomi Usaha Mikro yang mampu mengatasi masalah pengangguran adalah (1) sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, yaitu sebesar 47,5 persen menyerap tenaga kerja pada tahun 2008 dan 46,7 persen pada tahun 2009, kemudian diikuti oleh (2) sektor perdagangan yang menyerap tenaga kerja sebesar 22,11 persen pada tahun 2008 dan 22,8 persen pada tahun 2009. Perkembangan jumlah penyerapan tenaga kerja Usaha Mikro menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009 dapat dilihat pada Tabel 4.

(20)

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Sektor perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan bagian dari agribisnis. Selain itu, sektor perdagangan dan industri juga merupakan bagian dari agribisnis. Ketiga sektor tersebut merupakan sektor yang menyumbang PDB terbesar di Indonesia, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5 yaitu tabel perkembangan nilai produk domestik bruto Usaha Mikro menurut sektor ekonomi tahun 2008-2009 atas dasar harga konstan 2000.Namun, UMKM masih memiliki banyak permasalahan, diantaranya adalah rendahnya produktivitas, terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif (permodalan, teknologi, informasi, dan pasar), masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, tertinggalnya kinerja koperasi dan kurang baiknya citra koperasi, serta kurang kondusifnya iklim usaha (Rafinaldy 2006).

Agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi kegiatan.

Kegiatan berhubungan yang dimaksud adalah kegiatan usaha yang menunjang No. Lapangan Usaha

Jumlah (Orang) Perkembangan Tahun

2008*)

Tahun

2009**) Jumlah (%) 1 Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 41.720.781 42.041.978 321.197 0,77 2 Pertambangan dan Penggalian 913.150 985.077 71.928 7,88 3 Industri Pengolahan 8.471.573 8.833.784 362.211 4,28 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 82.463 74.576 (7.887) (9,56) 5 Bangunan 3.515.263 3.449.378 (65.885) (1,87) 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 19.417.114 20.518.886 1.101.772 5,67 7 Pengangkutan dan

Komunikasi 5.745.591 5.670.008 (75.583) (1,32) 8 Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 1.098.718 1.131.821 33.103 3,01 9 Jasa-jasa Swasta 6.845.714 7.307.185 461.472 6,74

Jumlah 87.810.366 90.012.694 2.202.328 2,51

(21)

kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Davis and Golberg 1957; Downey and Erickson 1987; Saragih 1998, diacu dalam Antara 2004). Apabila mata rantai kegiatan agribisnis dipandang dalam suatu konsep sistem, maka mata rantai tersebut dapat dipilah-pilah menjadi empat subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem lembaga penunjang. Keempat subsistem ini mempunyai kaitan yang erat, sehingga gangguan pada salah satu subsistem atau kegiatan akan berpengaruh terhadap subsistem atau kelancaran kegiatan dalam bisnis (Antara 2004).

Tabel 5. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Mikro menurut Sektor Ekonomi Tahun 2008-2009 Atas Dasar Harga Konstan 2000

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011) Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Seluruh kegiatan usaha agribisnis pasti membutuhkan modal untuk membiayai usahanya, baik untuk modal investasi maupun modal kerja. Namun, pelaku usaha ini masih kesulitan dalam memperoleh fasilitas kredit perbankan.

No. Lapangan Usaha

Jumlah (Rp. Milyar) Perkembangan Tahun

2008*)

Tahun

2009**) Jumlah (%) 1 Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan 247.922,6 258.787,5 10.864,9 4,38 2 Pertambangan dan Penggalian 16.888,9 18.099,9 1.211,0 7,17 3 Industri Pengolahan 61.302,7 64.822,4 3.519,7 5,74 4 Listrik, Gas dan Air Bersih 33,9 34,4 0,5 1,50 5 Bangunan 13.628,8 14.696,1 1.067,4 7,83 6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 196.077,7 199.497,3 3.419,6 1,74 7 Pengangkutan dan Komunikasi 32.199,7 34.414,7 2.215,0 6,88 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 20.963,7 21.807,2 843,5 4,02 9 Jasa-jasa 66.685,9 70.302,8 3.616,9 5,42

Produk Domestik Bruto 655.703,8 682.462,4 26.758,6 4,08 Produk Domestik Bruto Tanpa

Migas 655.700,8 682.459,4 26.758,6 4,08

(22)

Menurut Ratnawati diacu dalam Ashari (2009) pada tahun 2002-2006 pangsa kredit perbankan untuk sektor pertanian rata-rata hanya 5,72 persen, padahal perbankan memiliki potensi yang cukup besar dalam pembiayaan pertanian.

Perbankan kurang antusias dalam menyalurkan kredit untuk pertanian karena sifat komoditas pertanian yang musiman sehingga pendapatan yang diperoleh petani tergantung dari hasil panen musiman, sedangkan pembayaran kredit dilakukan secara bulanan. Risiko pada bidang pertanian juga relatif tinggi, cuaca yang tidak menentu dan hama tanamanan sering mengakibatkan tanaman rusak sehingga petani mengalami gagal panen. Selain itu, tidak adanya jaminan sebagai syarat pengajuan kredit serta kurangnya pemahaman petani terhadap administrasi perbankan menyebabkan petani kesulitan dalam mengakses kredit perbankan.

Pemerintah sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan petani, telah meluncurkan beberapa kredit program atau bantuan modal bagi petani dan pelaku usaha pertanian melalui beberapa skim pembiayaan pertanian seperti KUT, KKP-E dan KUR. Perkembangan skim-skim kredit yang dijalankan oleh pemerintah ada kecenderungan mengarah kepada kegiatan kredit yang memiliki link dengan perbankan dan sifatnya eksekuting. Beberapa contoh skim kredit yang mengarah kepada model tersebut di antaranya KKP-E dan KUR yang diinisiasi dari model SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian) Deptan (Departemen Pertanian 2009)1.

Kredit Usaha Rakyat merupakan skim kredit pertanian baru yang diluncurkan oleh pemerintah pada tanggal 5 November 2007. Program kredit ini bertujuan untuk membantu aksesibilitas kredit bagi para petani yang dikembangkan melalui kerjasama dengan beberapa bank komersil yang ditunjuk oleh pemerintah dengan plafon kredit sampai dengan 500 juta rupiah serta suku bunga maksimal sebesar 14 persen untuk KUR Ritel dan 22 persen untuk KUR Mikro. KUR diberikan kepada usaha mikro, kecil dan menengah yang merupakan usaha produktif dan layak (feasible), namun belum bankable. Agunan pokok KUR adalah proyek yang dibiayai, sedangkan agunan tambahan sebagian di-cover oleh program penjaminan (PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo)sebesar 80 persenuntuk       

1Departemen Pertanian. 2007. Kredit Usaha Rakyat (KUR).

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=563&Itemid=1 55 [10 Oktober 2010]

(23)

sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri, dan untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia serta 70 persen untuk sektor lainnya2. Hal ini dikarenakan UMKM pada umumnya jarang memiliki agunan tambahan.

Tabel 6. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat per 31 Mei 2011

Bank

Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Plafon

(Rp Juta)

Outstanding

(Rp Juta) Debitur

Rata-Rata Kredit (RpJuta/Dbtr)

BNI 4.223.634 2.403.964 36.324 116,3

BRI KUR

Ritel 7.827.460 3.984.990 55.683 140,6

BRI KUR

Mikro 21.924.334 8.422.456 4.351.296 5,0

Mandiri 4.606.626 2.884.894 84.605 54,4

BTN 1.185.918 639.471 6.716 176,6

Bukopin 1.010.675 452.494 7.058 143,2

BSM 1.123.764 737.331 9.781 114,9

Bank Nagari 194.286 170.092 5.280 36,8

Bank DKI 107.761 87.663 993 108,5

Bank Jabar 1.169.766 936.433 12.189 96,0

Bank Jateng 482.201 390.067 8.131 59,3

BPD DIY 32.951 28.980 345 95,5

Bank Jatim 1.456.653 1.282.640 12.945 112,5

Bank NTB 36.814 30.291 467 78,8

Bank Kalbar 93.893 66.284 861 109,1

Bank Kalteng 50.866 42.218 1.148 44,3

Bank Kalsel 72.381 62.998 1.100 65,8

Bank Sulut 38.829 33.606 1.520 25,5

Bank Maluku 23.983 19.381 830 28,9

Bank Papua 58.016 46.621 821 70,7

Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011)

Data yang diperoleh dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa hingga bulan Mei 2011 BRI merupakan bank penyalur KUR dengan jumlah debitur terbesar, yaitu 4.406.979 debitur. Jumlah debitur BRI       

2Kementerian Keuangan. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189.

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2010/189~PMK.05~2010Per.HTM. [22 Desember 2011]

(24)

didominasi oleh nasabah KUR Mikro yang jumlahnya mencapai 4.351.296 dan merupakan jumlah terbesar dibandingkan dengan bank-bank penyalur KUR lainnya. Besarnya penyaluran KUR yang dilakukan oleh BRI tidak terlepas dari usaha BRI menjaring debitur hingga pelosok kecamatan serta pengetahuan pengelola terhadap sektor pertanian yang cukup baik.Realisasi penyaluran KUR dan jumlah debiturnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Jumlah realisasi KUR Mikro BRI pada Tabel 7 menurut sektor ekonomi menunjukkan bahwa proporsi sektor yang paling banyak menyerap KUR adalah (1) Sektor perdagangan, restoran dan hotelsebesar 78,59 persen, (2) Sektor pertanian sebesar 11,94 persen, (3) Sektor lain-lain sebesar 4,95 persen, (4) Sektor jasa-jasa dunia usaha sebesar 1,63 persen, dan (5) Sektor industri pengolahan sebesar 1,03 persen. Jumlah realisasi pada KUR mikro lebih besar dibandingkan pada KUR ritel karena usaha mikro merupakan skala usaha yang memiliki jumlah terbesar dalam UMKM.

Tabel 7. Jumlah Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia per 31 Mei 2011

No. Sektor Ekonomi Plafon Kredit Jumlah Debitur Rp Juta (%) Debitur (%)

1. Pertanian 2.618.926 11,94 529.269 12,16

2. Pertambangan 1.448 0,01 311 0,01

3. Industri Pengolahan 266.231 1,03 56.660 1,3

4. Listrik Gas dan Air 667 0,003 83 0,002

5. Konstruksi 3.453 0,02 683 0,02

6. Perdagangan, Restoran dan

Hotel 17.230.617 78,59 3.443.111 79,13

7. Pengangkutan,Pergudangan,

Komunikasi 31.122 0,14 5.467 0,13

8. Jasa-jasa Dunia Usaha 356.997 1,63 61.536 1,41

9. Jasa-jasa Sosial/ Masyarakat 328.885 1,51 64.132 1,47

10. Lain-lain 1.085.988 4,95 190.044 4,37

Total 21.924.334 100,000 4.351.296 100,000 Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM (2011)

(25)

1.2. Perumusan Masalah

Kredit Usaha Rakyat merupakan pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR diperuntukkan bagi usaha produktif yang feasible namun belum bankable. Tujuan dari program KUR adalah untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keuangan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja (Departemen Pertanian 2009)3.

Program penjaminan KUR sebesar 80 persen untuk sektor pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri serta 70 persen untuk sektor lainnya yang dilakukan oleh pemerintah membuat masyarakat tidak berusaha untuk mengembalikan pinjaman karena menganggap bahwa pemerintah telah bertanggung jawab atas hutangnya tersebut, padahal banyak di antara mereka yang sebenarnya mampu mengembalikan hutang. Hal ini sering mengakibatkan terjadinya kredit macet pada bank. Selain itu, kredit macet juga dapat terjadi karena ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan kredit. Ketidakmampuan nasabah membayar angsuran pokok pinjaman dan bunga yang dibebankan sesuai yang diperjanjikan dapat menyebabkan nilai tunggakan riil atau NPL (Non Performing Loan) pada suatu bank menjadi tinggi.

Batas NPL KUR Mikro di BRI tidak boleh lebih dari 3 persen, jika lebih dari itu maka BRI tersebut kemungkinan besar tidak diperbolehkan untuk menyalurkan KUR Mikro. Di BRI Unit Lalabata Rilau, tingkat NPL KUR Mikro cukup rendah yaitu sebesar 0,03 persen per Mei 2011. Tingkat NPL tersebut lebih rendah dari bulan Desember 2010 yang besarnya 0,60 persen atau hampir mendekati 1 persen dan menurun pada bulan Januari 2011 menjadi 0,29 persen, kemudian tingkat NPL stabil hingga Mei 2011. Berbeda dengan NPL KUR Mikro di BRI Unit Cibungbulang sebesar 35,61 persen pada tahun 2009 (Lubis 2009) dan BRI Unit Pajalesang pada bulan Mei 2011 sebesar 5,95 persen. Permasalahan NPL berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembalian       

2Departemen Pertanian. 2007. Kredit Usaha Rakyat (KUR).

http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&task=view&id=563&Itemid=1 55 [10 Oktober 2010]

(26)

kredit. Faktor-faktor ini diturunkan dari prinsip 5C yang digunakan untuk menganalisis layak atau tidaknya nasabah menerima kredit, yaitu Character, Capacity, Collateral, dan Capital Condition of Economy. Nilai tunggakan riil atau NPL (Non Performing Loan) KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau per Mei 2011 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Tunggakan Riil atau NPL (Non Performing Loan) KUR Mikro BRI Unit Lalabata Rilau per Mei 2011

Tahun Bulan

Kurang

Lancar+Diragukan+Macet (Rp)

NPL (%)

2010 Desember 17.373.970 0,60

2011

Januari 9.456.262 0,29

Februari 2.581.112 0,07

Maret 680.300 0,02

April 4.612.900 0,10

Mei 832.792 0,03

Sumber : BRI Unit Lalabata Rilau (2011)

Pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau terbilang baik dibandingkan beberapa BRI Unit lainnya. Hal ini dapat menjadi contoh bagi BRI Unit lainnya untuk memilih nasabah agar pengembaliannya lebih lancar. Oleh karena itu, hasil analisis faktor-faktor yang diturunkan melalui prinsip 5C tersebut diharapkan dapat menjadi saran atau gambaran kepada pihak BRI Unit Lalabata Rilau maupun BRI unit lainnya untuk memilih nasabah yang dapat mengembalikan kredit dengan lancar. Dengan kata lain, BRI dapat menghindari nasabah yang kemungkinan besar akan menunggak kredit.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian KUR Mikro di BRI Unit Lalabata Rilau.

(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat, informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu :

1. Bagi BRI, diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan strategi untuk menentukan kebijakan khususnya terkait dengan rencana penyaluran kredit sehingga dapat mencegah adanya kasus penunggakan pengembalian kredit (kredit bermasalah).

2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bahan pustaka dan referensi untuk melakukan penelitian terkait.

3. Bagi penulis, diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan yang telah diperoleh pada saat perkuliahan serta dapat mengaplikasikan teori-teori dan ilmu yang telah diperoleh sebagai bekal yang dapat diaplikasikan dalam dunia kerja.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro, khususnya oleh debitur yang bergerak dalam bidang agribisnis. Dalam hal ini, debitur di bidang agribisnis adalah debitur yang memiliki usaha pertanian on farm, perdagangan produk pertanian, dan industri pengolahan produk pertanian.

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik UMKM

Menurut Raffinaldy (2006) dalam tulisannya yang berjudul Memeta Potensi dan Karakteristik UMKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru bahwa karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi fluktual yang melekat pada aktivitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya.

Berdasarkan aspek komoditas yang dihasilkan, UMKM memiliki karakteristik tersendiri, yaitu :

1. Kualitasnya belum memenuhi standar, hal ini disebabkan karena sebagian besar UMKM belum memiliki teknologi yang seragam dan biasanya produk yang dihasilkan dalam bentuk hand made sehingga dari sisi kualitas relatif beragam.

2. Keterbatasan desain produk yang dimiliki oleh produk UMKM karena keterbatasan pengetahuan dan pengalamannya tentang produk karena selama ini UMKM bekerja didasarkan pada order, tidak banyak yang berani berkreasi dengan mencoba desain baru.

3. Terbatasnya jenis produk, biasanya UMKM hanya memproduksi sejenis atau terbatas sehingga apabila ada permintaan model baru dari buyer sulit untuk memenuhi karena kesulitan dalam penyesuaian dan waktunya biasanya sangat panjang untuk memenuhi order tersebut.

4. Terbatasnya kapasitas dan price list produknya, biasanya kapasitas produk yang sulit untuk ditetapkan dan harga yang tidak terukur dapat menyulitkan para pembeli atau konsumen.

Kurang standarnya bahan baku juga termasuk karakteristik UMKM.

biasanya bahan baku diperoleh dari berbagai sumber dan tidak memenuhi standar baku. Selain itu, kontinuitas produk tidak terjamin dan kurang sempurna karena produksi belum teratur, biasanya produk-produk yang dihasilkan sering apa adanya dan belum sempurna. Karakteristik UMKM tidak hanya dilihat dari aspek

(29)

komoditas yang dihasilkan, tetapi juga berdasarkan aspek manajemen usahanya yang dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Usaha Mikro memiliki karakteristik (1) jenis komoditinya berubah-ubah dan sewaktu-waktu dapat berganti produk/usaha, (2) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah, (3) belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, (4) sumber daya manusianya rata-rata masih rendah, (5) pada umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering berhubungan dengan tengkulak atau rentenir, (6) umumnya usaha ini tidak memiliki ijin usaha.

2. Usaha Kecil biasanya memiliki karakteristik yaitu (1) komoditinya tidak gampang berubah, (2) mempunyai kekayaan maksimal 200 juta dan dapat menerima kredit maksimal 500 juta, (3) lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap, (4) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah, (5) memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, (6) sumber daya manusianya sudah lumayan baik dari aspek tingkat pendidikan yakni setingkat SMU, (7) sudah mulai mengenal perbankan.

3. Usaha Menengah memiliki karakteristik (1) kekayaan 200 juta sampai 10 milyar dan dapat menerima kredit antara 500 juta sampai 5 milyar, (2) memiliki manajemen dan organisasi yang lebih teratur dan baik dengan pembagian tugas yang lebih jelas antar unit, (3) telah memiliki sistem manajemen keuangan sehingga memudahkan untuk dilakukan auditing termasuk oleh pihak auditor publik, (4) telah melakukan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah di bidang ketenagakerjaan, Jamsostek, dan lain-lain, (5) memiliki persyaratan legal secara lengkap, (6) sering bermitra dengan perbankan dan pelaku usaha lainnya, (7) sumber daya manusianya jauh lebih baik dan handal pada level Manajer dan Supervisor.

2.2. Kinerja Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Hasil kajian yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap pemanfaatan KUR di Provinsi Kalimantan Tengah menunjukkan bahwa perkembangan jumlah debitur sampai dengan bulan Juli 2009 mengalami peningkatan sebesar 12,15 persen menjadi 21.507 debitur dibandingkan triwulan sebelumnya. Dilihat dari

(30)

sisi perbankan, penyaluran KUR dapat memberikan beberapa manfaat yang dipetakan menjadi tiga hal, yaitu :

1. KUR dapat meningkatkan laba, namun tidak signifikan karena kecilnya nilai kredit KUR dibandingkan total kredit secara keseluruhan serta adanya kesulitan penyaluran KUR karena minimnya nasabah yang memenuhi syarat dan kurangnya SDM bank dalam penetrasi pasar ke kredit UMKM.

2. KUR dapat meningkatkan permintaan UMKM walaupun tidak terlalu signifikan.

3. Pengaruh KUR terhadap rasio NPL dimana tingkat NPL KUR pada perbankan rata-rata kurang dari 1 persen dari total kredit mengingat kecilnya nilai kredit dan tingginya seleksi nasabah, namun ada beberapa bank yang tingkat NPLnya mencapai 10 persen dari total kredit

Kendala yang dihadapi oleh perbankan dalam menyalurkan KUR adalah sulitnya memperoleh calon debitur yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh bank dan kerjasama dengan lembaga penjamin masih belum jelas. Sedangkan pada sisi UMKM, penyaluran KUR telah memberikan kesempatan pada pengusaha untuk mengembangkan usahanya ke arah yang lebih besar. Selain itu, KUR juga menyebabkan peningkatan pemanfaatan tenaga kerja dan kesejahteraan UMKM.

Kajian BI di Provinsi Maluku menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang paling dominan menyerap KUR adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sedangkan sektor pertanian menempati urutan ketiga. Evaluasi yang dilakukan terhadap KUR menghasilkan beberapa poin yang perlu dikembangkan guna meningkatkan performance program KUR di Provinsi Maluku, yaitu :

1. Perlunya perluasan dan peningkatan pemahaman KUR kepada masyarakat secara tepat dan juga meningkatkan program edukasi dengan menggunakan bahasa komunikasi yang efektif agar dapat dengan mudah dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

2. Bank-bank pelaksana KUR di Maluku masih kurang mampu menjangkau seluruh masyarakat, sehingga perlu ditambah bank penyalur KUR yang telah memiliki jaringan kantor cukup luas dan telah memiliki kemampuan dan pengalaman dalam pembiayaan UMKM.

(31)

3. Suku bunga KUR dinilai masih terlalu tinggi bagi UMKM, sehingga perlu ditinjau kembali mengenai besar suku bunga KUR agar lebih diminati oleh para pelaku UMKM di Maluku.

4. Masih rendahnya proporsi penyerapan KUR pada sektor pertanian yang merupakan salah satu sektor unggulan di Provinsi Maluku. Para pelaku UMKM yang bergerak pada sektor pertanian hendaknya mengoptimalkan manfaat KUR untuk mengembangkan usahanya.

2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembalian Kredit

Penelitian-penelitian yang terkait dengan pengembalian kredit telah banyak dilakukan diantaranya oleh Hasibuan (2010) yang meneliti tentang faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada kredit usaha pedesaan (Kupedes) sektor agribisnis di BRI Unit Cijeruk, Kabupaten Bogor.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet Kupedes adalah usia, pendidikan, tanggungan keluarga, jumlah pembinaan, jarak rumah debitur dengan BRI, pengalaman usaha, jangka waktu pengembalian kredit, beban bunga, dan omset usaha. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel usia, tingkat pendidikan, dan variabel agunan memiliki pengaruh nyata terhadap pengembalian tunggakan Kupedes pada BRI Unit Cijeruk. Sedangkan Handoyo (2009) menganalisis bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan syariah untuk UMKM yang bergerak dalam sektor agribisnis pada KMBT Wihdatul Ummah Kota Bogor adalah tingkat pendidikan dan pengalaman usaha.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit usaha rakyat (KUR) dilakukan oleh Agustania (2009) dan Lubis (2009). Agustania melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran pengembalian Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank BRI Unit Cimanggis, Cabang Pasar Minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR adalah omzet usaha, besarnya jumlah pinjaman, dan pinjaman lain. Variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap pengembalian KUR adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, dan jangka waktu pengembalian.

(32)

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustania, penelitian yang dilakukan oleh Lubis pada BRI Unit Cibungbulang tidak hanya tentang faktor- faktor yang mempengaruhi pengembalian Kredit Usaha Rakyat, tetapi juga realisasi kreditnya. Variabel faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit dikategorikan berdasarkan karakteristik individu, karakteristik usaha, dan karakteristik kredit. Hasil penelitian menunjukkan kredit bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap realisasi dan pengembalian kredit adalah jenis kelamin dan kewajiban per bulan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dilihat dari variabel yang ada dalam penelitian sehingga adanya gambaran variabel penjelas lain yang mempengaruhi pengembalian KUR. Selain itu, tempat yang digunakan dalam penelitian adalah unit BRI yang memiliki prestasi bagus dalam pengembalian KUR di antara unit BRI lainnya sehingga dapat menjadi rekomendasi bagi unit BRI lainnya dalam pemilihan calon debitur KUR untuk meminimalisasi terjadinya kredit macet.

(33)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank

Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk menghindari terjadinya kredit macet. Oleh karena itu, pihak bank perlu melakukan pengendalian kredit, yaitu usaha-usaha untuk menjaga kredit yang diberikan tetap lancar, produktif, dan tidak macet (Hasibuan, 2008). Lancar, produktif, dan tidak macet berarti bahwa kredit beserta bunga yang telah diberikan kepada debitur dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Penyaluran kredit harus didasarkan pada prinsip kehati-hatian serta pengendalian yang baik dan benar agar tidak terjadi kerugian pada pihak bank yang bersangkutan.

3.1.2. Pertimbangan Kredit

Pengendalian kredit dapat dilakukan sebelum merealisasikan kredit kepada debitur. Pihak bank biasanya melakukan penyeleksian terhadap calon debiturnya untuk mencegah terjadinya kredit macet. Analisis yang biasa digunakan untuk mempertimbangkan pengajuan kredit yaitu prinsip 5C dan 7P. Menurut Hasibuan (2008), prinsip 5C meliputi :

1. Character (watak), yaitu mengumpulkan informasi mengenai perilaku, kejujuran, pergaulan, dan ketaatan calon debitur dalam memenuhi pembayaran transaksi. Karakter yang baik ditunjukkan dengan adanya keinginan untuk membayar (willingness to pay) kewajibannya, sedangkan karakter yang buruk ditunjukkan dengan ketidaktaatan debitur dalam memenuhi kewajibannya mengembalikan kredit.

2. Capacity (kemampuan), yaitu kemampuan calon debitur dalam memimpin perusahaan dengan baik dan benar. Jika calon debitur mampu memimpin perusahaan, ia akan dapat membayar pinjaman sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berdiri serta menghasilkan profit. Semakin besar kemampuan calon debitur dalam mengendalikan perusahaan, maka kemampuannya dianggap baik serta layak untuk mendapatkan kredit.

(34)

3. Capital (modal), merupakan analisis tentang struktur dan besarnya modal yang terlihat dari neraca lajur perusahaan calon debitur. Hasil analisis neraca lajur akan memberikan gambaran dan petunjuk sehat atau tidak sehatnya perusahaan. Demikian juga mengenai tingkat likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan yang bersangkutan.

4. Condition of Economy(kondisi perekonomian), yaitu pertimbangan terhadap kondisi perekonomian pada umumnya dan bidang usaha pemohon kredit pada khususnya. Semakin baik prospek usaha serta baiknya kondisi ekonomi suatu wilayah, maka semakin besar kemungkinan permohonan kreditnya disetujui.

5. Collateral (agunan), yaitu barang-barang yang akan digunakan oleh nasabah untuk membayar kredit jika terjadi kredit macet. Setiap kredit yang disalurkan suatu bank kepada nasabahnya harus memiliki agunan yang cukup.

Selain prinsip 5C, prinsip lainnya yang digunakan bank sebagai pertimbangan untuk menyalurkan kredit kepada nasabah adalah prinsip 7P.

Menurut Hasibuan (2008), prinsip 7P meliputi :

1. Personality (kepribadian) adalah sifat dan perilaku calon nasabah debitur yang mengajukan permohonan kredit kepada bank. Jika calon nasabah berkepribadian baik, maka kredit akan diberikan, sebaliknya jika kepribadiannya buruk, maka kredit tidak akan diberikan. Kepribadian calon nasabah dapat diketahui dengan cara mengumpulkan informasi mengenai pekerjaan, pendidikan, dan pergaulannya.

2. Party, yaitu menggolongkan nasabah ke dalam golongan tertentu berdasarkan modal, karakter, atau loyalitasnya. Setiap golongan nasabah akan mendapatkan fasilitas berbeda dari bank.

3. Purpose (tujuan) merupakan tujuan dan penggunaan kredit yang diajukan oleh calon debitur kepada bank yang bersangkutan. Jika kredit digunakan untuk kegiatan konsumtif, maka kredit tidak dapat diberikan, sebaliknya jika kredit digunakan sebagai modal kerja, maka kredit dapat diberikan.

4. Prospect adalah prospek perusahaan di masa yang akan datang. Jika perusahaan dinilai memiliki prospek yang baik, maka kredit dapat diberikan dan sebaliknya.

(35)

5. Payment (pembayaran) yaitu mengetahui bagaimana pembayaran kembali kredit yang diberikan dengan cara memperhitungkan kelancaran penjualan serta pendapatan calon debitur, sehingga bank dapat memperkirakan kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kredit sesuai perjanjian.

6. Profitability adalah menganalisis bagaimana kemampuan calon debitur dalam memperoleh laba. Profitability diukur per periode dengan cara melihat apakah pendapatan nasabah meningkat atau konstan dengan adanya pemberian kredit.

7. Protection merupakan perlindungan yang berupa jaminan barang, jaminan orang, atau jaminan asuransi. Hal ini bertujuan agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.

Hasibuan (2008) juga memaparkan prinsip 3R sebagai prinsip yang digunakan bank untuk memilih calon debitur, prinsip 3R mencakup :

1. Returns adalah penilaian atas hasil yang akan diperoleh debitur setelah memperoleh kredit. Apabila hasil yang diperoleh cukup untuk membayar pinjaman bank, bunga pinjaman serta dapat membantu meningkatkan usaha calon debitur yang bersangkutan, maka kredit akan diberikan.

2. Repayment adalah kemampuan calon debitur dalam mengembalikan kredit sesuai dengan jumlah, jadwal, dan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

3. Risk Bearing Ability adalah kemampuan calon debitur dalam menghadapi risiko yang mungkin dihadapi dalam perusahaan sehingga mempengaruhi pengembalian kredit.

3.1.3. Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah merupakan kredit yang dikategorikan sebagai kredit yang pembayarannya tidak lancar. Hal ini dapat terjadi jika debitur tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar angsuran kredit serta bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Berdasarkan ketentuan yang dibuat Bank Indonesia dalam Dendawijaya (2001), kolektibilitas kredit digolongkan menjadi empat kategori, diantaranya :

1. Kredit lancar, yaitu kredit yang tidak mengalami penundaan pengembalian pokok pinjaman dan bunganya.

(36)

2. Kredit kurang lancar, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman serta bunganya telah mengalami penundaan selama tiga bulan dari waktu yang telah disepakati.

3. Kredit diragukan, yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman serta bunganya telah mengalami penundaan selama enam bulan dari waktu yang telah disepakati.

4. Kredit macet, yaitu kredit yang pembayaran pokok pinjaman serta bunganya telah mengalami penundaan selama lebih dari satu tahun sejak jatuh tempo waktu pengembalian yang telah disepakati.

Kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet merupakan kategori kredit bermasalah sehingga dapat menyebabkan berbagai implikasi bagi pihak bank, diantaranya :

1. Hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari kredit yang diberikan oleh bank, sehingga mengurangi perolehan laba.

2. Semakin besarnya rasio kualitas aktiva produktif atau BDR (bad debt ratio) yang menandakan memburuknya situasi BDR.

3. Mengurangi besarnya modal bank dan akan berpengaruh terhadap CAR (capital adequacy ratio) karena bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif.

4. Penurunan return on assets (ROA).

5. Akibat dari komplikasi permasalahan pada poin 2, 3, dan 4 adalah menurunnya nilai tingkat kesehatan bank.

Berbagai implikasi yang mungkin terjadi membuat pihak bank harus segera mengatasi terjadinya kredit bermasalah agar tidak mengalami kerugian.

Menurut Dendawijaya (2001), pihak bank dapat melakukan berbagai tindakan penyelamatan dengan cara berikut :

1. Rescheduling

Tindakan melakukan penjadwalan kembali yang merupakan langkah pertama pihak bank dalam menyelamatkan kredit bermasalah. Hal ini dilakukan dengan cara menyusun ulang jadwal pelunasan kewajiban debitur yang berupa pokok pinjaman serta bunganya. Misalnya jadwal angsuran per triwulan berubah menjadi per semester atau besarnya angsuran pokok

(37)

pinjaman diperkecil dengan jangka waktu angsuran yang sama sehingga pelunasan pokok pinjaman secara keseluruhan menjadi lebih lama.

2. Reconditioning

Mengubah sebagian atau seluruh persyaratan yang semula disepakati antara debitur dan pihak bank serta dituangkan dalam perjanjian kredit (PK).

Misalnya penurunan suku bunga kredit maupun tidak diserahkannya agunan kepada pihak bank karena beberapa alasan yang mendesak.

3. Restructuring

Penataan ulang, yaitu mengubah komposisi pembiayaan yang mendasari pemberian kredit.

4. Kombinasi 3R

Menggunakan kombinasi dari tindakan 3R, yaitu dengan cara rescheduling- reconditioning, rescheduling-restructuring, restructuring-reconditioning, dan rescheduling-restructuring-recondtioning secara sekaligus.

5. Eksekusi

Merupakan cara terakhir jika keempat cara diatas tetap tidak dapat membuat nasabah mampu memenuhi kewajibannya. Cara yang dilakukan adalah menyerahkan kewajiban kepada BUPN (Badan Urusan Piutang Negara) dan menyerahkan perkara ke pengadilan negeri (perkara perdata).

3.1.4. Pengertian, Unsur-Unsur dan Tujuan Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan, sehingga dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang atau lembaga yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan mampu mengembalikan kredit sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Kredit dibutuhkan karena adanya kebutuhan manusia yang beraneka ragam sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan terbatas.

Hal ini menyebabkan manusia membutuhkan bantuan untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya, salah satunya dengan cara memperoleh bantuan kredit untuk meningkatkan usahanya (Suyatno et al. 2007).

Kredit yang diberikan oleh suatu lembaga kepada seorang debitur didasarkan atas kepercayaan. Jika suatu lembaga memberikan kredit kepada debitur artinya lembaga tersebut telah mempercayai bahwa debitur tersebut akan

(38)

mengembalikan pinjamannya sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, baik dalam hal jumlah maupun waktu pengembaliannya. Tanpa adanya keyakinan tersebut, suatu lembaga tidak akan memberikan kredit kepada debitur.

Menurut Suyatno et al. (2007), unsur-unsur yang terdapat dalam kredit meliputi:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan si pemberi kredit bahwa segala prestasi yang diberikannya dalam bentuk uang, barang, atau jasa akan diterima kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

b. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang. Unsur waktu mengandung nilai agio dari uang yaitu uang yang ada sekarang nilainya lebih tinggi dibadingkan uang yang akan diterima di masa yang akan datang.

c. Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima di masa yang akan datang. Semakin lama kredit, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Hal ini menimbulkan adanya jaminan dalam pemberian kredit.

d. Prestasi, yaitu objek kredit yang diberikan tidak hanya berupa uang, tetapi juga berupa barang ataupun jasa.

Pemberian kredit oleh perbankan dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, sehingga bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit jika debitur yang akan memperoleh kredit dipercaya mampu dan mau mengembalikan kredit. Pada dasarnya, tujuan bank memberikan kredit kepada debitur adalah:

a. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan (kepentingan pemerintah).

b. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat (kepentingan masyarakat).

c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan dapat terjamin dan dapat memperluas perusahaannya (pemilik modal/pengusaha).

Dalam rangka memenuhi tujuan dari pemberian kredit oleh bank, pemberian kredit harus disertai pengembalian kredit secara tepat waktu dan

(39)

dalam jumlah yang telah disepakati. Pengembalian kredit secara tepat waktu diperlukan agar tidak terjadi kredit macet yang akan menyebabkan masalah pada kesehatan bank. Jika suatu bank bermasalah dalam keuangannya, tingkat likuiditas pada bank akan menurun dan menyebabkan bank tidak dapat menjalankan aktivitas operasionalnya dengan baik. Akibatnya, tujuan pemberian kredit pun tidak dapat tercapai dengan baik.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan salah satu lembaga keuangan yang menyediakan pembiayaan bagi UMKM. Visi BRI yaitu menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Sebagai langkah realisasi dari visinya, salah satu misi BRI adalah memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance. Oleh karena itu, BRI tidak hanya berada di wilayah perkotaan, tetapi juga memiliki unit hingga ke pelosok desa agar dapat menjangkau lapisan masyarakat kecil.

Salah satu program kredit pemerintah yang bernama Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan program kredit yang disalurkan oleh beberapa bank yang ditunjuk oleh pemerintah, salah satunya adalah BRI. Skim kredit ini diluncurkan untuk membantu para pelaku UMKM yang memiliki usaha yang feasible namun belum bankable agar usahanya dapat berkembang. Plafon maksimal KUR untuk usaha mikro adalah Rp 20 juta. Kinerja KUR hingga saat ini terbilang baik karena dapat memberikan manfaat bagi usaha yang dibiayai maupun bank yang menyalurkan KUR itu sendiri. Nilai NPL KUR Mikro juga terbilang rendah, yaitu sebesar 0,03 persen pada akhir Mei 2011 (BRI Unit Lalabata Rilau 2011). Hal ini menunjukkan bahwa pengembalian KUR masih cukup baik walaupun tetap menjadi suatu permasalahan bagi BRI karena nilai NPL harus diwaspadai agar tidak meningkat hingga di atas 3 persen.

Pencegahan kredit bermasalah agar nilai NPL tidak meningkat dilakukan oleh bank dengan cara memilih debitur berdasarkan prinsip 5C, 7P maupun 3R.

Sebagian besar bank menggunakan prinsip 5C sebagai pertimbangan untuk menyeleksi calon nasabah, seperti yang dilakukan oleh pihak BRI Unit Lalabata

Gambar

Tabel 6. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat per 31 Mei 2011
Tabel 7. Jumlah Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Menurut  Sektor Ekonomi di Indonesia per 31 Mei 2011
Gambar 1.  Diagram Kerangka Pemikiran Operasional Kredit Macet KUR Mikro BRI Unit
Tabel 9. Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro BRI Wilayah Kantor  Cabang Watansoppeng hingga Mei 2011
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Tahun n : Rp4.699.002.000,00 (Empat milyar enam ratus sembilan puluh sembilan juta dua ribu rupiah) Jumlah Tahun n + 1 : Rp5.801.600.000,00 (Lima milyar delapan ratus satu

Untuk mengajukan pinjaman guna mencukupi kebutuhan keluarga pada Bank BPD Jateng Cabang Purwodadi sebesar Rp. 175.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) dengan

5,560,918,300.00 ( Lima Milyar Lima Ratus Enam Puluh Juta Sembilan Ratus Delapan Belas Ribu Tiga Ratus rupiah).. Jumlah Tahun n + 1

 Apabila LKM B tidak memiliki Simpanan namun memiliki Pinjaman yang diterima sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) maka LKM B membentuk

Sembilan Milyar Tujuh Ratus Sembilan Puluh Lima Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah. Ketua

Jumlah Tahun n - 1 : Rp651.347.000,00 (Enam ratus lima puluh satu juta tiga ratus empat puluh tujuh ribu rupiah).. Jumlah Tahun n : Rp802.828.994,00 (Delapan ratus dua juta

(Satu milyar empat puluh lima juta seratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus empat puluh rupiah) 1.045.177.540,00. Jumlah Anggaran : Lokasi

Kasus 3 • Outstanding pinjaman seorang debitur sebesar Rp.5 juta dalam kondisi kolektibilitas kurang lancar dan masih harus diangsur 10 kali selama 10 bulan pembayaran angsuran