• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu kebutuhan dasar yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi oleh banyak pihak adalah tersedianya rumah tinggal yang layak bagi semua orang. Rumah tinggal adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang vital, disamping kebutuhan sandang dan pangan. Rumah tinggal merupakan kebutuhan dasar yang bersifat struktural sebagai bagian dari kualitas kehidupan dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu pemecahan masalah perumahan tidak bisa hanya dilakukan oleh pihak tertentu saja, melainkan harus melibatkan semua pihak, baik unsur pemerintah, pengusaha maupun masyarakat.

Dalam kenyataannya 25 persen dari penduduk dunia belum bermukim secara layak, tinggal didaerah kumuh perkotaan yang tidak sehat (Komarudin, 1997).

Program perumahan dan permukiman dunia ditangani oleh PBB melalui UNCHS (United Nation Commission for Human Settlements) atau Habitat. Tahun 1976 di Vancouver Kanada merupakan tahun awal kesepakatan pembangunan perumahan dan permukiman di dunia. Telah diadakan beberapa kali sidang membicarakan tentang permasalahan perumahan dari seluruh negara-negara di dunia. Sidang pada tahun 1997 mengkaji pengalaman dan kemajuan ditiap negara dalam bidang pembangunan perumahan dan permukiman dengan tema GSS (The Global Strategy for Shelter to the year 2000) yang menganut prinsip rumah yang cukup untuk semua orang melalui system penyediaan rumah yang sesuai dengan kebutuhan pada suatu saat dan

(2)

tempat. Berdasarkan ahli perkotaan (Grimes dan Laquian, 1993) bahwa kebutuhan rumah dapat dilakukan penghitungan. Menurut Komarudin (1997), penghitungan kebutuhan rumah di Indonesia dari tahun 1989 sampai tahun 2000 berdasarkan teori Grimes dan Laquian (1983), seperti diuraikan dibawah ini.

Berdasarkan pertambahan penduduk selama 1 1 tahun Indonesia perlu pembangunan rumah 900.000 unit per tahun, menutupi kekurangan sebelum Tahun 1989 sebanyak 3 juta unit, dan untuk penggantian rumah yang sudah berumur 20 tahun sebanyak 1,7 juta unit per tahun. Sehingga kebutuhan rumah dari Tahun 1989 sampai dengan Tahun 2000 sebanyak 2,9 juta unit setiap tahun diseluruh Indonesia.

Dari jumlah tersebut untuk pembangunan rumah diperkotaan sebanyak 900.000 unit setiap tahun, namun pemerintah hanya bisa menargetkan 10 % dari kebutuhan mmah di perkotaan sekitar 90.000 unit pertahun dan sebanyak 450.000 unit selama Repelita V (330.000 unit dibangun oleh swasta dan 120.000 unit oleh pemerintah).

Rendahnya target tersebut disebabkan oleh keterbatasan dana pemerintah.

Pengalaman menunjukkan pemerintah hanya bisa membangun 15% dari target sedangkan 85% dibangun oleh swasta dan masyarakat.

Rumah menempati posisi yang penting di dalam hidup dan kehidupan manusia, karena rumah berfungsi sebagai tempat melepaskan lelah; tempat bergaul dan membina keluarga; tempat berlindung dari panas, hujan dan bahaya. Selain itu Undang undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, tepatnya Pasal 5 memperkuat dengan pernyataan "Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, ama, serasi dan teratur". Pada ayat selanjutnya juga

(3)

dikatakan bahwa "setiap warganegara mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk berpartisipasi dalam pembangunan perumahan dan permukiman" Oleh karena itu, upaya untuk menyediakan rumah yang layak tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga merupakan tanggung jawab berbagai pihak yaitu pihak swasta dan masyarakat. Selain itu rumah juga untuk tempat menyimpan barang atau benda berharga; lambang status sosial; dan modal atau investasi. Oleh karena itu banyak orang yang mendambakan rumah yang bermutu baik, dekat dengan tempat kerja, dan terjangkau oleh kemampuan ekonomi rumah tangga.

Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang pesat dikawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), menyebabkan kebutuhan terhadap lahan untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini menyebabkan harga lahan, terutama di Pusat kota menjadi semakin mahal. Sejalan dengan proses relokasi industri, terjadi pergeseran pemukiman penduduk ke wilayah Bodetabek. Kalau kita amati laju pertumbuhan penduduk di wilayah Botabek lebih pesat dibanding dengan Jakarta yaitu di wilayah Bodetabek dalam kurun waktu 10 tahun pada tahun 1990 dan 2000, laju pertumbuhan pada wilayah Bodetabek adalah 4,9 persen per tahun dan Jakarta sebesar 0,16 persen per tahun, ha1 ini menunjukkan banyak penduduk Jakarta yang bermigrasi ke wilayah Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) lihat pada Tabel 1. Masalah perumahan dan permukiman di wilayah Bodetabek merupakan masalah yang sangat serius dan mendesak, karena banyak penduduk yang kerja sehari-hari di Jakarta tetapi rumah tinggal memilih ke wilayah Bodetabek, ha1 ini disebabkan karena harga lahan yang relatif lebih murah dan adanya kemudahan-kemudahan seperti sarana

(4)

jalan yang memadai terutama adanya jalan to1 dan transportasi yang semakin lancar dengan adanya Kereta api listrik yang menghubungkan kota Jakarta ke wilayah Bodetabek dan adanya bus-bus yang semakin banyak sehingga para Komuter (migrasi ulang alik) merasa tidak ada masalah tentang transportasi.

Harga jual rumah makin meningkat dari tahun ke tahun. Harga jual rumah ditentukan oleh sembilan unsur yaitu tanah, kualitas prasarana, harga bahan bangunan, upah, kualitas desain rumah, biaya penyambungan air, biaya perijinan (lokasi, pengesahan rencana tapak, izin membangun prasarana, izin mendirikan bangunan, izin penggunaan bangunan) dan biaya persertifikatan tanah.

Keputusan Mentri Perumahan rakyat (Kepmenpera) nomor 08kptsl1992 diharapkan memberikan peluang bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang di perkotaan untuk membeli rumah dengan fasilitas kredit pemilikan dari Bank. Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga mentri yaitu Mentri Dalam Negri, Mentri Pekerjaan Umum dan Mentri Perumahan Rakyat, nomor 648-384 Tahun 1992 nomor 739kptsl1992, dan nomor 09lkptsl1992 tentang "Pedoman Pembangunan Perumahan dan Permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang" sangat diharapkan masyarakat dengan demikian pembangunan perumahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat bisa diwujudkan dalam waktu secepat-cepatnya.

Lingkungan perumahan dan permukiman yang berimbang adalah lingkungan perumahan dan permukiman yang penghuninya terdiri dari berbagai profesi, tingkat ekonomi dan status sosial yang saling membutuhkan dan dilandasi oleh rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan kegotongroyongan, serta menghindari terciptanya

(5)

lingkungan perumahan dengan pengelompokan hunian yang dapat mendorong terjadinya kerawanan sosial. Lingkungan hunian yang berimbang akan mendukung pencapaian tujuan pembangunan perumahan dan permukiman untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia terwujudnya perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur memberi arah pada pertumbuhan wilayah, serta menunjang pembangunan dibidang ekonomi, sosial budaya dan bidang bidang lain dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.

1.2 Perurnusan Masalah

Akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang sangat pesat, urbanisasi dan terjadinya industrialisasi dan tidak diimbangi adan ya pembangunan permukiman yang memadai yang disebabkan berbagai hambatan, terutama masalah lahan yang terbatas, diikuti harga tanah yang menjadi sangat tinggi dan harga bahan bangunan yang sangat melonjak akibat krisis ekonomi yang berlarut-larut melanda Indonesia, maka Pemda dilingkungan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) hams segera mengatasi permasalahan perumahan yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat disamping sandang dan pangan. Menpera mengeluarkan Kebijaksanaan umum pembangunan perumahan mengandung pengertian sebagai berikut : (a) swadaya masyarakat dengan bantuan dan bimbingan pemerintah, (b) meningkatkan peran Pemerintah Daerah (Propinsi dan KabupatenIKota), dalam penyediaan perumahan dan permukiman dengan

(6)

melibatkan keikutsertaan masyarakat, restrukturisasi dan reorganisasi tugas dan fungsi kelembagaan perumahan dan permukiman dalam rangka pembinaan dan pengendalian kegiatan di bidang perumahan dan permukiman. Sesuai Pra Lokakarya Nasional (Pra loknas) Perumahan dan Permukiman 1 992 (1 0- 12 September 1992) ada 7 butir pokok pokok kebijaksanaan perumahan yaitu :

(1) Peranan sektor informal di bidang perumahan sebagai bagian dari kegiatan sektor formal,

(2) pemantapan keterpaduan dalam pengambilan keputusan di tingkat Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN),

(3) memprioritaskan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan tanah secara mudah,

(4) orientasi pembangunan perumahan perlu difokuskan pada pembangunan rumah yang bertumpu pada masyarakat/komunitas

( 5 ) penyaluran penyediaan perumahan oleh masyarakat sebagai bagian integral dari pembangunan perumahan dan permukiman nasional.

(6) mekanisme pelaksanaan kebijaksanaan perumahan nasional ditingkat daerah

(7) upaya pemanfaatan bahan bangunan lokal melalui tehnologi tepat guna baik tehnologi sederhana, madya maupun tehnologi tinggi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Pembangunan perumahan dan infrastrukturnya akan mempengaruhi lingkungan alam baik keseimbangan ekosistem, kesuburan lahan, maupun penggunaan sumberdaya alam. Oleh karena itu hams ada koordinasi antara

(7)

pemerintah, pihak swasta, dan perusahaan-perusahaan pengembang (developer), agar pembangunan yang dilakukan akan tetap memperhatikan lingkungan. Disisi lain terbatasnya lahan yang bisa dikonversikan menjadi lahan pemukiman akan membatasi pasokan rumah dan ha1 ini akan mempengaruhi harga rumah menjadi sangat tinggi. Agar setiap penduduk memperoleh tempat yang layak, maka pemerintah memberikan kemudahan kredit pemilikan rumah (KPR) baik melalui Bank Tabungan Negara (BTN), maupun Bank bank lain. Pemberian kredit ini memungkinkan penduduk golongan berpendapatan menengah kebawah dapat memiliki rumah dengan jangka pembayaran kredit antara 5 sampai 20 tahun.

Umumnya rumah yang dibangun tersebut adalah tipe rumah sederhana (RS) atau rumah sangat sederhana (RSS), karena selain mendapat berbagai kemudahan fasilitas dari pemerintah, juga pangsa pasar rumah sederhana sangat luas.

Masalah yang perlu diangkat adalah :

(1) Meningkatnya dengan pesat kebutuhan perumahan di Perkotaan dan wilayah disekitarnya akibat pertambahan penduduk, urbanisasi dan Industrialisasi.

(2) Makin mahalnya biaya pembangunan perumahan dan permukiman.

(3) Banyak kendala yang dihadapi yaitu : (a) perencanaan tata ruang yang belum antisipatif terhadap kebijaksanaan perumahan dan permukiman, (b) rendahnya keterjangkauan masyarakat membeli rumah, (c) belum mantabnya koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan sektoral, (d) peran Pemda belum kuat dalam pembangunan perumahan, (e) dana belum memadai, (f) sulitnya tanah perumahan, (g) belum didukung peraturan dan perundang undangan, (h) pembangunan perumahan belum efisien.

(8)

Sasaran pembangunan perumahan dititik beratkan pada pemenuhan kebutuhan perumahan yang keterjangkauan (affordability), keberlanjutan (sustainability), dan keberimbangan (equaty). Kebijaksanaan pemerintah hendaknya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, mengimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi, urbanisasi dan globalisasi serta menciptakan kesejahteraan masyarakat.

1.3 Tujuan Penelitian:

Berdasarkan batasan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian adalah:

(1) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi relatif masyarakat dalam menentukan pilihan rumah tinggal.

(2) Identifikasi masyarakat Jabodetabek yang belum terjangkau memiliki rumah yang layak.

(3) Identifikasi penyebaran rumah menurut tipologinya, kepadatan penduduk dan keadaan ekonomi disetiap wilayah di Jabodetabek.

(4) Identifikasi hubungan antara pemilihan tipe rumah dengan pendapatan rumah tangga, pemilihan tipe rumah dengan tingkat pendidikan kepala keluarga, hubungan pemilihan tipe rumah dengan jarak ke fasilitas umum, hubungan rumah tinggal dengan keadaan lingkungan dan hubungan antara pendapatan rumah tangga dengan kondisi rumah

.

(9)

1.4 Kegunaan Penelitian

Apabila bisa dilaksanakan dengan baik, maka hasil penelitian ini akan sangat berguna terutama :

( I ) Membantu para pengambil kebijakan (policy maker) yaitu Pemerintah Daerah KabupatenIKota, sebagai salah satu referensi dalam menentukan kebijaksanaan pembangunan perumahan dalam menyediakan perumahan secara berkelanjutan, keterjangkauan dan keberimbangan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

(2) Membantu para pengembang dalam menentukan lokasi dan tipe rumah yang tepat dengan memperhatikan jumlah penduduk, luas wilayah dan besarnya pendapatan masyarakat di setiap wilayah.

( 3 ) Membantu para Pejabat terkait mengidentifikasi kebutuhan mayarakat, sarana dan prasarana yang diperlukan dilokasi perumahan dalam setiap pembangunan perumahan.

(4) Selain ha1 tersebut diatas penelitian ini berguna bagi para akademisi digunakan sebagai tambahan informasi dalam mengenal aspek-aspek yang berhubungan dengan perumahan.

Referensi

Dokumen terkait

1) Pedagang pengumpul (local assembler), yaitu pedagang yang membeli hasil – hasil pertanian dari petani-petani produsen, kemudian hasil itu dikumpulkan pada suatu tempat atau

Ketidak seriusan PDAM ini terlihat pada sering menerunnya tekanan aliran air bersih atau bahkan mati, atau ngalir namun airnya keruh dibeberapa daerah di

Tentukan harga x dan y dalam persamaan linier simultan sebagai berikut dengan cara determinan yang menggunakan aturan Cramer. selsesaikan persamaan linier simultan seperti dibawah

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa pada penelitian ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya adalah Multibeam dapat dihasilkan dengan

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 59 tahun 2018 tentang ijazah, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar dan Tata Cara Penulisan Gelar

Pedoman Teknis Penyusunan KLHS: PERMEN LH No.9 Tahun 2011 Pelaksanaan teknis penyusunan KLHS berpedoman pada Peraturan Menteri (PERMEN) Negara Lingkungan Hidup No. 09

Sebagaimana halnya untuk subtes Verbal dan subtes Kuantitatif, pada subtes Penalaranpun tampak bahwa aitem-aitem yang lebih sulit cenderung memiliki Jurnal Penelitian dan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengaruh proporsi pemberian pakan dengan lama pencahayaan di malam hari tidak berpengaruh terhadap konsumsi