• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA. Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori INTISARI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

xiv

HUBUNGAN KONFORMITAS DENGAN KEMATANGAN EMOSI PADA REMAJA

Gani Tri Utomo H. Fuad Nashori

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Hipotesis yang diajuakn dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan posititf antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang dalam hal ini adalah mahasiswa keseluruhannya berjumlah 100 orang. Metode pengumpulan data menggunakan skala konformitas dan skala kematangan emosi, metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis product moment dari Pearson. Hasil analisis data diperoleh hasil korelasi sebesar 0.549 dengan taraf signifikansi p < 0,01, yang berarti terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti menyatakan bahwa hipotesis terbukti.

Variable konformitas dalam penelitian ini mempunyai sumbangan sebesar 30,1%

terhadap kematangan emosi pada remaja.

Kata kunci: Konformitas, Kematangan Emosi dan Remaja

(2)

xv

A. Latar Belakang Permasalahan

Perilaku manusia senantiasa dipengaruhi oleh keadaan emosi dan pertimbangan akalnya. Emosi akan memberikan warna hidup, menumbuhkan semangat dan gairah hidup. Cacioppo (Wahyono, 2001) menyatakan bahwa emosi mempunyai peran penting dalam peningkatan proses konstruksi pikiran dalam memaknai dan megartikan berbagai pengalaman dalam kehidupan manusia.

Kemampuan seseorang untuk mengenali dan memantau emosi pribadi dan orang lain, mampu membedakan dan menggunakannya sebagai informasi untuk pengarahan pikiran dan tindakan seseorang, sangat penting bagi kesuksesan hidup seseorang (Goleman, 1995). Namun emosi yang berlebihan akan membuat manusia tidak mampu bergerak atau berpikir untuk beberapa lama, keadaan ini akan berkembang menuju tingkat emosi yang tidak stabil (Najati, 1985).

Kematangan emosi adalah keadaan emosi seseorang yang ditunjukkan dengan sikap mandiri, tidak egosentris, serta mampu mengontrol dan mengatur emosinya secara efektif dalam penyesuaian dengan lingkungan.

Menurut Bastaman (1995) emosi yang tidak matang akan membuat manusia mengalami kehampaan hidup, selalu berkeluh kesah, putus asa, serba bosan, merasa jenuh dengan pekerjaannya, malas dan tidak pernah merasakan kenikmatan atas prestasi yang mereka capai. Individu yang tidak matang emosinya merasa bahwa lingkungannya sangat membatasi gerak-geriknya. Pada kenyataannya, banyak individu mengalami masalah emosional yang cukup berat, seperti mudah marah, mudah terpengaruh, putus asa, sulit mengambil keputusan

(3)

xvi

dan memotivasi diri sendiri (Goleman, 1995). Terutama pada remaja, yang secara psikologis sedang mengalami masa transisi menuju kedewasaan dan kematangan.

Menurut Young (1950), salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan emosi adalah faktor lingkungan, yaitu tempat individu berada, termasuk lingkungan keluarga dan lingkungan sosial masyarakat yang turut membentuk keseimbangan dan kematangan emosi pada individu. Hal ini dipertegas oleh pendapat Sears (1988) bahwa manusia pada hakekatnya adalah mahkluk sosial, karena hampir setiap hari individu meluangkan waktu dalam kebersamaan dengan orang lain baik di sekolah, di rumah, maupun di tempat kerja.

Salah satu bentuk sosialisasi yang dikenal dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Baron & Byrne (1991) mendefinisikan konformitas sebagai suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial karena tuntutan kelompok sosial menghendaki demikian meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka. Melalui konformitas seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain. Remaja yang tidak memiliki konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya. Sebaliknya tanpa konformitas remaja merasa dirinya tidak diterima oleh orang lain terutama teman- teman sebayanya, sehingga dapat menimbulkan perasaan inferior, egosentrisme yang kuat, tidak peduli orang lain dan kemampuan memahami orang lain yang buruk.

Berdasar berbagai penjelasan diatas maka penulis menyatakan rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah, “apakah terdapat hubungan antara konformitas kelompok dengan kematangan emosi pada remaja?

(4)

xvii

B. TInjauan Pustaka

Menurut Finkelor (Sa’adah, 1997) seorang yang matang emosinya mempunyai beberapa tanda, yaitu menyadari kelebihan dan kekurangannya, mengenal reaksi-reaksi emosi batinnya terhadap orang lain dan situasi, mengetahui betapa banyak tekanan-tekanan luar yang mempengaruhinya dan mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan sifat-sifat itu. Hurlock (1973) mengatakan bahwa kematangan emosi memiliki beberapa kriteria. Kriteria pertama yaitu kontrol emosi yang secara sosial dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Kriteria kedua adalah pemahaman diri, individu yang mempunyai kematangan emosi mampu belajar mengetahui besarnya kontrol yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya. Kriteria ketiga adalah penggunaan fungsi kritis mental, individu yang matang emosinya mampu menilai situasi secara kritis sebelum memberikan responnya secara emosional, kemudian individu tersebut mengetahui cara yang tepat untuk bereaksi terhadap situasi itu.

Penulis dalam penelitian ini menyimpulkan kematangan emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang ditunjukkan dengan sikap mandiri, tidak egosentris, serta mampu mengontrol dan mengatur emosinya secara efektif dalam penyesuaian dengan lingkungan. Kematangan emosi mempunyai dua aspek, yaitu kontrol emosi dan adekuasi emosi. Kontrol emosi berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengontrol atau mengendalikan emosinya. Adekuasi emosi berkaitan dengan isi dan arah dari respon-respon emosional.

(5)

xviii

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosi emosi.

Secara umum kematangan emosi dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan individu. Faktor lingkungan meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Faktor pribadi meliputi hal-hal yang bersifat individu, seperti pengalaman, reaksi frustrasi negatif, serta gangguan emosional. Pada remaja, perkembangan pengendalian emosi berkaitan erat dengan kematangan emosinya. Remaja dikatakan telah mencapai kematangan emosi bila remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain, tetapi menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih bisa diterima (Hurlock, 1973).

Kehidupan masa remaja memang diliputi oleh keadaan-keadaan yang memungkinkan timbulnya ketegangan atau gangguan emosional dan gangguan ini dapat mengakibatkan emosi remaja menjadi tidak stabil. Puncak dari perkembangan emosi adalah kematangan emosi yang merupakan nilai-nilai dasar pribadi. . Menurut Sarwono (1994), apabila remaja tidak berhasil mengatasi situasi kritis dan terlalu mengikuti gejolak emosi, maka besar kemungkinan akan terperangkap masuk ke jalan yang salah. Kasus-kasus penyalahgunaan obat, penyalahgunaan seks atau kenakalan remaja lainnya sering kali disebabkan oleh kurang adanya kemampuan dalam mengarahkan emosinya secara positif.

Ketidakjelasan terhadap peran atau posisi diri membuat remaja masih mencari-cari pegangan yang dapat digunakan sebagai acuan agar eksistensinya diakui oleh lingkungan. Proses pencarian tersebut akan mengakibatkan banyaknya informasi ataupun pengaruh lain masuk ke dalam diri remaja. Havighurst

(6)

xix

(Mappiere, 1983) mengemukakan bahwa remaja mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalaninya secara bertahap agar remaja dapat belajar mandiri baik secara fisik maupun psikis. Salah satu tugas perkembangan yang harus dijalani remaja adalah memperluas hubungan antar pribadi serta berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita.

Mappiere (1983) mengatakan agar dapat diterima kelompoknya, remaja akan selalu berusaha berperilaku sesuai dengan tuntutan perilaku kelompok dan membangun konformitas dengan kelompoknya. Secara universal, dorongan untuk menjadi konformis dapat dikatakan terjadi pada semua remaja dengan tingkatan yang berbeda-beda. Konformitas dapat diartikan sebagai perubahan perilaku atau keyakinan individu sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap tuntutan kelompok.

Melalui konformitas seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain.

Remaja yang tidak mampu melakukan konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya.

Turner (1991) mengemukakan bahwa konformitas terdiri dari dua aspek yaitu aspek normatif dan aspek informasional. Aspek normatif berkaitan dengan keinginan individu untuk disukai atau diterima oleh orang lain, sedangkan aspek informasional berkaitan dengan keinginan individu untuk mendapat pandangan yang akurat tentang realitas. Menurut Fuhrmann (1990) konformitas dengan teman sebaya memiliki beberapa fungsi, antara lain; (1) mewujudkan suasana untuk belajar. Mereka belajar apa yang diharapkan teman membangun identitas unik dengan membandingkannya terhadap kelompok, membandingkan nilai dan

(7)

xx

keyakinan dengan anggota lain. (2) memberikan dukungan psikologis tanpa kepuasan hubungan kelompok di masa anak, remaja, dan orang dewasa akan mendapatkan halangan berat pada kepribadian maupun interaksi sosialnya.

Melihat arti penting kelompok bagi remaja tersebut maka dapat dimengerti jika remaja akan melakukan apa saja untuk bisa berinteraksi dengan kelompok, sehingga konformitas pun akan lebih besar kemungkinannya untuk terjadi. Bagi remaja konformitas merupakan aspek penting yang ditanai dengan tendensi untuk menyesuaikan, menerima, dan melakukan suatu pola atau standar nilai yang telah digunakan kelompok.

Akibat dari konformitas adalah iklim dan norma-norma dapat mempengaruhi pembentukan identitas remaja. Hal ini dimungkinkan dengan adanya keinginan remaja untuk lebih mementingkan perannya sebgaai anggota kelompok daripada mengembangkan pola norma sendiri-sendiri. Namun dalam kenyataanya iklim ataupun norma-norma kelompok tadi bisa sangat berbeda dengan moral yang diperoleh remaja dari keluarganya (Walgito, 1978).

Konformitas merupakan salah satu unsur hubungan sosial yang dapat memberikan manfaat bagi situasi emosional remaja. Melalui konformitas pula seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain. Sedangkan remaja yang tidak mampu melakukan konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya sehingga dirinya kesulitan membangun hubungan yang nyaman dengan teman sebayanya (Young, 1950).

Keuntungan dari keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya adalah tersedianya sarana untuk menjalankan tugas perkembangan pada masa remaja

(8)

xxi

seperti memperoleh peranan sosial, membentuk sistem nilai-nilai moral dan falsafah hidup, serta sebagai sarana melatih berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya (Hurlock, 1973). Pada akhirnya hal itu dapat menjadi sarana bagi remaja untuk mengembangkan diri menjadi lebih matang, emosi yang tertata dan stabil serta pola sosialisasi yang sehat.

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat konformitas individu memegang peranan yang cukup besar bagi remaja, sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap tingkat kematangan emosi remaja di dalam lingkungannya.

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka serta dinamika psikologis yang memperlihatkan keterkaitan antara konformitas kelompok dengan kematangan emosi remaja, maka peneliti mengemukakan hipotesis “Terdapat hubungan positif antara konformitas kelompok dengan kematangan emosi remaja, semakin tinggi konformitas maka kematangan emosi pada remaja akan semakin tinggi pula.

Demikian kebalikannya, semakin rendah konformitas maka kematangan emosi akan semakin rendah”.

D. Metode Penelitian Identifikasi Variabel Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maupun hipotesis penelitian pada bab sebelumnya, maka di ketahui variable-variabel dalam penelitian ini yaitu;

Variabel Tergantung : Kematangan Emosi

(9)

xxii Variabel Bebas : Konformitas

Subjek Penelitian

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa, berusia antara 18-21 tahun atau remaja akhir sebanyak 100 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive random sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai hubungan erat dengan ciri-ciri yang telah diketahui sebelumnya

Metode Pengumpulan Data

Metode pungumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, yang terdiri dari dua alat ukur, yaitu skala kematangan emosi dan skala konformitas. Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari skala likert sebagai alat pengumpul data primer. Dengan bentuk skala semacam ini, subyek telah diberi beberapa alternatif jawaban, dan subyek diminta untuk memilih salah satunya.

Berikut ini adalah penjelasan dari skala-skala tersebut:

1. Skala Kematangan Emosi

Skala kematangan emosi disusun oleh peneliti, dengan didasari oleh aspek-aspek yang dikemukakan oleh Schneiders (1964) yaitu : (1) kontrol emosi, dan (2) adekuasi emosi.

2. Skala Konformitas

Angket konformitas ini dimaksudkan untuk mengungkapkan tinggi rendahnya konformitas yang dilakukan remaja. Skala konformitas disusun peneliti

(10)

xxiii

berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Turner (1991), yaitu : (1) aspek normatif dan (2) aspek informasional.

Adapun bentuk skala mengacu pada model skala likert, aitem dalam skala penelitian terdiri dari 2 macam, aitem favourable adalah aitem yang mendukung aspek yang hendak diukur, sedangkan aitem unfavourable adalah aitem yang menentang atau menolak aspek yang hendak diukur. Masing-masing aitem tersebut memiliki empat alternatif jawaban, yaitu; Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS); dan masing-masing alternatif jawaban tersebut mempunyai skor yang berbeda-beda. Skor pada aitem- aitem favourable berjalan dari angka 4 menuju 1, sedangkan skor pada aitem- aitem unfavourable bergerak dari angka 1 menuju 4. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan program SPSS for Windows versi 12.0.

E. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dari skala konformitas dan kestabilan emosi digunakan sebagai dasar pengujian hipotesis. Deskripsi data konformitas dan kestabilan emosi pada remaja dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5

Skor Hipotetik Skor Empirik Variabel

Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD Konformitas 25 100 62,5 12,5 46 72 60,8 6,26 Kematangan

emosi

27 108 67,5 13,5 63 102 76,59 7,65

(11)

xxiv

Hasil kategorisasi konformitas pada remaja diketahui bahwa tidak seorangpun subjek berada dalam kategori sangat tinggi. Sebagian besar subjek (58 orang) berada dalam tingkat kategorisasi sedang, dan hanya 4% subjek (4 orang) dalam tingkat kategorisasi tinggi. Subjek yang berada dalam kategori rendah sebanyak 19 orang (19%) dan tidak ada subjek yang mempunyai tingkat konformitas sangat rendah. Sedangkan hasil kategorisasi kestabilan emosi pada remaja diketahui hanya 2% subjek (2 orang) berada dalam tingkat kategorisasi sangat tinggi. Sebagian besar subjek berada dalam tingkat kategorisasi kecemasan tinggi yaitu 57% subjek (57 orang). Sedangkan subjek yang berada dalam tingkat kategorisasi sedang sebanyak 41% (41 orang). Tidak ada seorang subjek yang mempunyai tingkat kategorisasi kecemasan rendah maupun sangat rendah

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang diukur memiliki sebaran normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov Smirnov Z. Pedoman atau kaidah yang digunakan untuk normal tidaknya sebaran adalah jika p > 0,05 maka sebarannya dinyatakan normal dan jika p < 0,05 maka sebarannya dinyatakan tidak normal (Hadi, 2002). Hasil uji normalitas sebaran skala konformitas pada remaja menunjukkan nilai KS – Z sebesar 0,086 dengan p = 0,063 (p > 0,05). Berdasarkan skor yang diperoleh subjek dapat disimpulkan bahwa data pada variabel konformitas pada remaja terdistribusi normal. Hasil uji normalitas sebaran skala kematangan emosi pada remaja menunjukkan nilai KS – Z sebesar 0,076 dengan p = 0,174 ( p > 0,05).

(12)

xxv

Berdasarkan skor yang diperoleh subjek dapat disimpulkan bahwa data pada variabel kematangan emosi pada remaja terdistribusi normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua variabel mempunyai hubungan yang linier. Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat linier dengan F sebesar 56,242, p=0,000 (p < 0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan linier antara variabel konformitas dengan variabel kematangan emosi pada remaja.

c. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan uji linieritas sehingga semua prasyarat terpenuhi, maka dilakukan uji korelasi product moment. Hasil analisis data menunjukkan r = 0,549 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil korelasi tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang positif antara antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja dapat diterima. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar r2= 0,301 artinya sumbangan konformitas terhadap kematangan emosi pada remaja sebesar 30,1%.

F. Pembahasan

Hasil analisis data menunjukkan r = 0,549 dengan p = 0,000 (p < 0,01), hal ini menjelaskan adanya hubungan positif yang berarti semakin tinggi konformitas

(13)

xxvi

maka kematangan emosi pada remaja juga akan semakin tinggi, demikian halnya kebalikannya semakin rendah konformitas maka kematangan emosi remaja akan semakin rendah. Koefisien determinan yang diperoleh sebesar r2= 0,301 artinya sumbangan efektif konformitas terhadap kematangan emosi pada remaja sebesar 30,1%.

Kematangan emosi merupakan keadaan emosi seseorang yang ditunjukkan dengan sikap mandiri, tidak egosentris, serta mampu mengontrol dan mengatur emosinya secara efektif dalam penyesuaian dengan lingkungan. Keadaan tersebut dapat muncul apabila individu dapat mengekspresikan emosi positif maupun negatifnya secara tepat dan wajar. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya kematangan emosi pada remaja dalam penelitian ini adalah keberadaan variabel konformitas pada remaja.

Pada masa remaja berkembang Social Cognition yaitu kemampuan untuk memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat, nilai-nilai maupun perasaannya.

Pemahamannya ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka terutama teman sebaya baik melalui jalinan persahabatan maupun percintaan. Pada masa ini juga berkembang sikap conformity yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya).

Kelompok teman sebaya maupun kelompok sosial terdekat merupakan group reference bagi remaja, di mana remaja memperoleh frame of reference

yaitu remaja mengambil norma-norma, nilai-nilai, pedoman dan sikap-sikap

(14)

xxvii

terhadap berbagai macam keadaan yang diyakini oleh kelompok teman sebaya (Gerungan,1988). Pada saat inilah terjadi yang dinamakan dengan internalisasi norma, yaitu individu mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok serta norma- normanya, sehingga ia mengambil oper sistem norma termasuk sikap-sikap sosial yang dimiliki kelompok tersebut (Freud dalam Walgito, 1978).

Proses di atas tidak akan terjadi tanpa adanya suatu conformity atau konformitas, yaitu kecenderungan untuk menyerah atau mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan, kegemaran (hobby), atau keinginan teman sebaya.

Melalui konformitas pula seorang remaja diakui keberadaannya oleh remaja lain.

Remaja yang tidak mampu melakukan konformitas akan mendapat perlakuan berbeda atau tidak menerima pengakuan dari teman sebaya lainnya.

Hal ini akan membawa dampak dua hal, pertama dia bergabung dengan kelompok lain yang mampu ia ikuti standar kelakuannya atau bila ia tetap tidak dapat melakukan konformitas, ia akan bergabung dengan kelompok yang akhirnya akan membawa pada perilaku negatif. Kedua, remaja tersebut akan menyendiri karena merasa tidak dapat bergabung dengan kelompok manapun dan merepress dirinya sehingga membuatnya kesulitan bergaul. Konformitas dapat diartikan sebagai perubahan perilaku atau keyakinan individu sebagai upaya menyesuaikan diri terhadap tuntutan kelompok. Tuntutan tersebut berupa tuntutan yang nyata, namun dapat juga berupa sesuatu yang dibayangkan sebgai tuntutan dari kelompok. Hasil kategorisasi konformitas pada remaja diketahui bahwa konformitas pada subjek remaja sedang cenderung rendah

(15)

xxviii

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kematangan emosi selain konformitas, hal ini dinyatakan dengan sumbangan efektif konformitas sebesar 30,1%. Sehingga dapat diketahui bahwa pengaruh faktor lain terhadap kematangan emosi sebesar 69,9%.

G. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara konformitas dengan kematangan emosi sebesar (r) = 0,549 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Berdasarkan hasil korelasi tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada hubungan yang positif antara antara konformitas dengan kematangan emosi pada remaja dapat diterima.

Koefisien determinan yang diperoleh sebesar r2= 0,301 artinya sumbangan konformitas terhadap kematangan emosi pada remaja sebesar 30,1%.

Referensi

Dokumen terkait

12 MEA: Desain Baru Penjajahan AS di ASEAN Selama ini pemetaan yang dibuat oleh Barat tentang status sebuah negara, apakah termasuk negara maju, berkembang atau

- SP: Mendapatkan nilai SKB penuh 100 karena memiliki sertifikat pendidik yang dikeluarkan Kemendikbud/Kemenristekdikti/Kemenag - PD: Mendapatkan nilai tambahan SKB +10 karena

dengan dihadiri Peerta Pelelangan Umum sebagaimana dalam daftar hadir pesefta rapat pembukaan penawaran:. Adapun hasil rapat adalah sebagai berikut

seharusnya Harga Penawaran dan Harga Terkoreksi untuk Pelelangan Sederhana PENGADAAN MEUBILAIR GURU SMA DAN SMK berdasarkan Hasil Evaluasi Pokja Pengadaan Barang dan Jasa

Setelah meneliti cara pembayaran pada ALFA Laundry and Dry Cleaning Service yang masih menggunakan cara manual sehingga masih sering terjadi kesalahan, seperti hilangnya data

gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi..

Berdasarkan tinjauan kebijakan moneter maret 2017, Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong

determinasi (kd) diperoleh tingkat kontribusi 62,41%. Dalam hal ini dijelaskan bahwa penguasaan kosakata memberikan kontribusi yang besar pada kemampuan membaca teks