• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting yang dapat digunakan untuk mengukur laju respirasi adalah perubahan kandungan glukosa, jumlah ATP, O2 yang dikonsumsi dan CO2 yang diproduksi. Pengukuran laju respirasi dengan menghitung produksi CO2 lebih sederhana dan praktis karena jumlah yang dihasilkan selama proses respirasi relatif cukup banyak dan penggunaan alat ukur konsentrasi untuk CO2 dapat ditampilkan secara digital sehingga keakuratan dari data CO2 yang diperoleh cukup baik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O2 yang tersedia, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah.

Penentuan laju respirasi ditujukan agar dapat mengetahui konsentrasi glukomanan yang paling tepat untuk penyimpanan buah melon terolah minimal.

Adapun konsentrasi glukomanan yang akan diujikan ada empat macam yaitu 0.5 %, 0.55 %, 0.6 %, dan tanpa edibel. Penyimpanan untuk masing-masing konsentrasi dilakukan disuhu 5oC, suhu ini dipilih berdasarkan referensi suhu penyimpanan untuk pengolahan buah minimal. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada empat konsentrasi yang berbeda didapatkan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 yang berbeda.

Pengukuran laju respirasi dilakukan hingga hari ketujuh sampai buah melon yang telah terolah minimal mengalami kerusakan, contohnya telah muncul bintik-bintik putih dan buah mengalami pelunakan. Untuk hari pertama pengukuran dilakukan setiap dua jam sekali, sampai hari kedua pengukuran dilakukan setiap dua belas jam sehari.

Berdasarkan pengamatan laju respirasi buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel, laju respirasi buah tanpa edibel lebih tinggi daripada ketiga konsentrasi yang diujikan. Hasil pengukuran laju produksi CO2 pada konsentrasi 0.5 % ; 0.55 %, 0.6 % dan tanpa edibel beturut-turut adalah 25.467 ml/kg.jam, 15.682 ml/kg.jam, 28.600

29

(2)

ml/kg.jam, 38.302 ml/kg.jam. Sedangkan laju konsumsi O2 pada konsentrasi 0.5 % ; 0.55 %, 0.6 % dan tanpa edibel beturut-turut adalah 34.687 ml/kg.jam, 26.849 ml/kg.jam, 36.606 ml/kg.jam, 46.253 ml/kg.jam. Perubahan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel, disajikan dengan grafik dalam Gambar 10-11 serta tabel pada Lampiran 1.

Gambar 10. Laju produksi CO2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel konsentrasi 0.5%, 0.55%, 0.6%, tanpa edibel.

Buah melon yang berlapis glukomanan dengan konsentrasi 0.5 % secara kasat mata lapisan kurang terlihat, hal ini dikarenakan larutan edibel glukomanan terlalu encer sehingga tidak menempel pada buah melon yang telah terolah minimal. Hanya saja jika dibandingkan dengan buah melon yang terolah minimal tanpa lapisan edibel laju respirasi dari melon dengan konsentrasi 0.5 % lebih kecil, sehingga menandakan bahwa glukomanan dapat mempertahankan umur simpan dari buah melon yang terolah minimal, sehingga nantinya dapat diaplikasikan untuk buah-buahan yang dikemas dengan MAP (Modified Atmosohere Packaging).

0 10 20 30 40 50 60 70 80

2 4 6 8 10 12 16 20 24 30 36 42 48 60 72 96 120144168 Laju Respirasi (ml/kg jam)

Umur simpan (hari)

0.55%

0.50%

0.60%

Tanpa Edibel

30

(3)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

2 4 6 8 10 12 16 20 24 30 36 42 48 60 72 96 120144168 Laju Respirasi  (ml/kg jam)

Umur simpan (hari)

0.55%

0.50%

0.60%

Tanpa Edibel

Gambar 11. Laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel konsentrasi 0.55%, 0.5%, 0.6%, tanpa edibel.

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pola laju respirasi buah melon terolah minimal dan berlapis edibel pada konsentrasi 0.5 %, 0.55 %, 0.6 %, dan tanpa lapisan edibel memiliki pola yang hampir sama dengan nilai laju respirasi yang berbeda-beda.

Jika dilihat dari data maka laju respirasi O2 lebih besar daripada laju respirasi CO2

untuk keempat konsentrasi glukomanan, dari keempat konsentrasi yang memiliki nilai laju respirasi terkecil ialah konsentrasi 0.55 % sehingga nantinya konsentrasi ini akan dipilih untuk melapisi buah melon terolah minimal dan diharapkan dapat mempertahankan umur simpan dari buah melon tersebut. Konsentrasi 0.5 % memiliki laju respirasi lebih kecil dari 0.6 % dan tanpa edibel, konsentrasi 0.6 % memiliki laju repirasi lebih rendah dari melon tanpa lapisan edibel. Kemungkinan penurunan laju respirasi terjadi karena substrat yang digunakan dalam respirasi berhenti bereaksi dalam enzim pada sel yang terdapat dipermukaan potongan buah.

Perubahan fisik yang terjadi akibat pengolahan minimal dan penyimpanan buah melon relatif tidak tampak untuk masing-masing konsentrasi glukomanan tersebut, hanya saja buah tanpa lapisan edibel terlihat sedikit pucat dan lebih cepat mengalami pelunakan, sedangkan untuk konsentrasi 0.6% buah melon terolah minimal lebih terlihat berair, hal ini dikarenakan larutan glukomanan dengan konsentrasi 0.6% terlalu

31

(4)

kental sehingga membuat melon yang telah terolah minimal menjadi kurang menarik.

Berdasarkan data yang diperoleh konsentrasi 0.55% dianggap mampu menghambat laju respirasi sehingga dapat mempertahankan umur simpan dari buah melon yang terolah minimal sehingga konsentrasi ini dapat digunakan untuk proses tahapan berikutnya.

Pada hari ketujuh melon yang berlapis edibel mulai mengalami kerusakan yang diindikasikan dengan keluarnya bintik-bintik putih pada daging buah sedangkan kekerasan dari buah melon dan tingkat kecerahannya mulai menurun. Pada hari keenam buah melon mengeluarkan bau yang kurang segar, sehingga seharusnya pengukuran laju respirasi telah dihentikan pada hari keenam.

Setelah dilakukan pengamatan untuk buah melon terolah minimal berlapis edibel pada suhu 5 oC memiliki umur simpan hingga 6 hari. Jika dibandingkan dengan buah melon terolah minimal tanpa lapisan edibel pada suhu penyimpanan 5 oC hanya bertahan selama 5 hari. Sehingga lapisan edibel glukomanan dengan konsentrasi terpilih memiliki nilai tambah kepada buah melon terolah minimal.

Apabila dilakukan pengamatan secara visual maka buah melon yang terolah minimal berlapis edibel tampak lebih segar dengan kulit buah yang masih cerah hingga hari ke-5, sedangkan untuk buah melon terolah minimal tanpa lapisan edibel pada hari ke-5 sudah tampak pucat.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada saat penentuan laju respirasi dengan konsentrasi glukomanan terpilih yaitu perhitungan volume bebas, perhitungan berat jenis buah melon yang dapat mempengaruhi laju respirasi dari melon tersebut.

B. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN SUHU PENYIMPANAN

Pada tahap kedua ini ditentukan suhu yang paling tepat untuk penyimpanan buah melon terolah minimal dengan konsentrasi glukomanan 0.55%. Adapun suhu yang digunakan untuk pengujian penyimpanan buah melon yang terolah minimal yaitu 5oC, 10 oC dan suhu ruang, sampel yang digunakan untuk masing-masing suhu sebanyak tiga buah toples. Berdasarkan referensi yang didapat suhu yang paling tepat untuk penyimpanan buah melon terolah minimal ialah suhu 5 oC, sedangkan untuk buah- buahan utuh tanpa mengalami pengolahan minimal suhu penyimpanan yang paling tepat ialah 10 oC.

32

(5)

Pada pengukuran laju respirasi untuk suhu ruang/ tanpa dimasukkan kedalam refrigerant buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel hanya bertahan selama dua puluh empat jam, setelah lewat sehari buah yang berada didalam toples langsung mengeluarkan bau yang kurang sedap dan ditemukan bintik-bintik putih pada daging buah melon tersebut. Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi untuk suhu ruang maka didapat nilai laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 138.359 ml/kg jam dan CO2 sebesar 128.024 ml/kg jam. Jika dilihat dari data yang diperoleh dapat disimpulkan untuk tiap pengambilan data dengan selang waktu empat jam maka laju respirasi pada suhu ruang terus meningkat sampai akhirnya pengukuran dihentikan karena sudah terlihat tanda-tanda buah telah rusak.

Sedangkan pengukuran laju respirasi buah melon yang disimpan pada suhu 5 oC dilakukan selama tujuh hari karena jika dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang ataupun 10 oC lebih baik sehingga umur simpan dari buah melon lebih lama.

Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi untuk suhu 5 oC maka didapat nilai laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 21.394 ml/kg jam dan CO2 sebesar 13.979 ml/kg jam, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan laju respirasi rata-rata suhu 10 oC dan suhu ruang. Data laju respirasi dari hasil pengukuran konsentrasi CO2 dapat dilihat pada table 2.3, laju respirasi pada jam ke-48 terjadi kenaikan hingga 20.766 ml/kg jam tetapi setelah jam ke-60 terjadi penurunan laju respirasi sebesar 12.295 ml/kg jam. Pada hari ke-tujuh buah melon telah mengeluarkan bau yang tidak sedap tetapi tidak sampai timbul bintik-bintik putih pada bagian daging buah.

Pada pengukuran laju respirasi suhu 10 oC bauh melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel hanya bertahan selama lima hari, setelah lima hari pengukuran dihentikan karena buah didalam toples telah mengeluarkan bau yang tidak sedap dan terdapat bintik-bintik putih pada bagian daging buah. Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi untuk suhu 10 oC maka didapat nilai laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 48.582 ml/kg jam dan CO2 sebesar 30.762 ml/kg jam. Jika dibandingkan data laju respirasi rata-rata penyimpanan buah melon pada suhu 10 oC lebih besar dari pada penyimpanan suhu 5 oC, sedangkan jika dibandingkan dengan suhu ruang maka data laju respirasi rata-rata suhu 10 oC lebih kecil. Perubahan laju produksi CO2 dan laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis edibel, disajikan dengan grafik dalam Gambar 12-14 serta tabel pada Lampiran 5-7.

33

(6)

G

ru m di pa

G

Gambar 12.

Berda uang menga melon yang t isarankan p ada suhu ru

Gambar 13.

0 50 100 150 200 250 300

Laju Respirasi ml/kg jam

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Laju Respirasi ml/kg jam

Laju produ berlapis gl asarkan graf alami kenaik terolah min

enyimpanan uang.

Laju produ berlapis g

4

4 8 12

uksi CO2dan ukomanan 0 fik diatas la kan tiap har nimal dan be

n buah me

uksi CO2dan glukomanan

8

U

16 20 24 U

n laju konsu 0.55% Peny aju respirasi rinya, hal in erlapis edib elon yang p

n laju konsu n 0.55% Pen

12

Umur Simpan 

30 36 42 Umur Simpan 

umsi O2 bua yimpanan p

i untuk pen ni menandak bel tidak coc paling tepat

umsi O2 bua nyimpanan p

16 2

(Jam)

48 60 72 (Jam)

ah melon ter ada Suhu R nyimpanan b kan bahwa cok pada su

tidak dilak

ah melon ter pada Suhu 5

0 24

C

96 120 144

rolah minim Ruang.

buah melon penyimpan uhu ruang s kukan penyi

rolah minim 5 oC.

O CO2 O2

mal dan

n di suhu nan buah sehingga impanan

168

34

CO2 O2

mal dan

(7)

0 10 20 30 40 50 60 70 80

4 8 12 16 20 24 30 36 42 48 60 72 96

Laju Respirasi ml/kg jam

Umur Simpan (Jam)

CO2 O2

Gambar 14. Laju produksi CO2dan laju konsumsi O2 buah melon terolah minimal dan berlapis glukomanan 0.55% Penyimpanan pada Suhu 10 oC.

Dari penelitian tahap kedua ini maka dapat disimpulkan bahwa suhu yang paling tepat untuk penyimpanan buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel ialah suhu 5 oC dengan pelapisan edibel konsentrasi 0.55%, hal ini terlihat dari lamanya umur simpan buah melon pada suhu tersebut sehingga sangat tepat untuk menjaga kualitas dan kesegaran dari buah melon tersebut. Untuk memperpanjang umur simpan dari buah melon maka harus dilakukan penelitian tahap berikutnya yaitu penentuan komposisi yang terbaik untuk buah melon.

C. Penentuan Komposisi O2 dan CO2 dalam Kemasan Atmosfir Termodifikasi Pada suhu yang telah terpilih tahap selanjutnya, digunakan sebagai dasar dilaksanakannya tahap penentuan komposisi O2 dan CO2 kemasan atmosfer termodifikasi. Tahap ini dilakukan pada suhu yang didapatkan pada tahap sebelumnya yaitu 5 oC, Konsentrasi glukomanan yang dipilih untuk penelitian tahap tiga ini ialah 0.55 % sedangkan suhu yang digunakan untuk penyimpanan adalah 5 oC. Adapun tiga konsentrasi yang akan diujikan pada penelitian tahap tiga ini ialah 3-5% O2 & 8-10%

CO2 , 3-5% O2 & 10-12% CO2 dan 6-8% O2 & 12-14% CO2.

35

(8)

Masing-masing konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak dua kali sehingga toples yang dibutuhkan tiga puluh satu buah, untuk setiap harinya dikeluarkan sebanyak enam toples dengan tiga kombinasi komposisi udara. Toples-toples yang berisikan buah melon tersebut dilakukan pengujian yaitu uji kekerasan, uji warna, uji total padatan terlarut dan perhitungan susut bobot. Serta dilakukan uji organoleptik/hedonik untuk mengetahui nilai yang diberikan oleh konsumen terhadap buah melon yang telah berlapis edibel dan terolah minimal ini. Pengamatan dilakukan setiap hari dengan asumsi masa simpan dari buah melon selama tujuh hari. Dari parameter susut bobot dan perubahan warna, komposisi yang dipilih ialah yang mempunyai rata-rata persentasi terkecil, sedangkan untuk kekerasan dan uji hedonik/organoleptik dipilih yang memiliki nilai rata-rata terbesar.

1. Kekerasan

Untuk laju perubahan kekerasan diukur dengan menggunakan alat Rheometer tipe CR-300. Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan buah melon yang telah terolah minimal akan menyebabkan buah melon menjadi lunak. Selain itu pelunakan pada daging buah juga disebabkan oleh mikroba (kapang, bakteri dan ragi) yang menghidrolisa makromolekul menjadi fraksi yang lebih kecil (Muchtadi, 1997).

Gambar 15. Grafik perubahan kekerasan melon selama penyimpanan suhu 5 oC.

0 2 4 6 8 10 12

0 2 4 5 6 7

Kekerasan (N)

Umur simpan (hari)

3‐5% O2 dan 8‐10% CO2 3‐5% O2 dan 10‐12% CO2 6‐8% O2 dan 12‐14% CO2

36

(9)

Penurunan tingkat kekerasan terbesar terjadi pada konsentrasi 6-8% O2 & 12- 14% CO2 dengan suhu penyimpanan 5 oC, yaitu 9.582 N menjadi 4.0 N pada konsentrasi 3-5% O2 & 10-12% CO2 terjadi perubahan nilai kekerasan dari 9.582 N menjadi 5.875 N sedangkan untuk konsentrasi 3-5% O2 & 8-10% CO2 terjadi perubahan nilai kekerasan dari 9.582 N menjadi 6.056 N. Dari perubahan nilai kekerasan selama tujuh hari diatas maka dapat dilihat pada table 3.1 nilai kekerasan pada konsentrasi A memiliki perubahan nilai kekerasan yang lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Konsentrasi B memiliki perubahan nilai kekerasan yang lebih kecil dibandingkan konsentrasi C, dari pengujian nilai kekerasan yang dilakukan pada tahap ketiga penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi udara A (3- 5% O2 & 8-10% CO2) dapat mempertahankan kekerasan buah, yang nantinya akan diaplikasi untuk penyimpanan buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel.

2. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak dua kali pengulangan perharinya untuk masing-masing konsentrasi, hasil yang didapat kemudian dirata-ratakan dan diplotkan pada grafik perubahan susut bobot diatas. Selama proses penyimpanan buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel ini mengalami susut bobot. Penurunan diakibatkan buah melon yang telah terolah minimal melakukan respirasi dengan mengubah gula menjadi CO2 dan H2O disertai dengan proses penguapan uap air. Hal tersebut mengakibatkan persentasi laju susut bobot meningkat.

Kehilangan bobot komoditi holtikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya kehilangan air tetapi juga oleh hilangnya gas CO2 hasil respirasi (Winarno 2002).

Menurut Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari deficit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan meningkat sejalan meningkatnya temperature.

Kehilangan air lebih dipengaruhi oleh perbedaan kelembaban antara ruang dan bahan yang disimpan. Pada tahapan ini buah melon terolah minimal disimpan dalam

37

(10)

toples yang tertutup rapat sehingga kelembaban hampir jenuh, oleh karena itu proses kehilangan air berlangsung lambat dan relatif kecil.

Gambar 16. Grafik perubahan susut bobot melon selama penyimpanan suhu 5 oC.

Jika dilihat data perubahan susut bobot maka untuk ketiga konsentrasi yang digunakan mengalami fluktuatif hal ini dikarenakan faktor kematangan buah yang beragam sehingga mempengaruhi susut bobot dari buah melon tersebut. Akan tetapi jika data-data tersebut ditarik garis linear maka data untuk susut bobot masing-masing konsentrasi cenderung mengalami kenaikan. Pada konsentrasi C (6-8% O2 & 12-14%

CO2) persentase susut bobot terbesar yaitu pada hari ke-6 sebesar 5.5356%, jika dilihat dari nilai ini maka pada hari ke enam buah melon dengan konsentrasi C mengalami perubahan susut bobot yang sedikit. Untuk konsentrasi B (3-5% O2 & 10-12% CO2) persentase susut bobot terbesar yaitu pada hari ke-5 sebesar 5.056% hal ini menandakan bahwa pada hari kelima toples yang berisikan melon dengan konsentrasi B susut bobot yang dialami sangat kecil. Jika dibandingkan data susut bobot masing-masing komposisi maka konsentrasi A memiliki nilai yang paling kecil dari pada konsentrasi yang lain. Jika dilihat dari data keseluruhan untuk susut bobot, perubahan susut bobot yang terjadi relatif kecil sehingga pemberian glukomanan, penyimpanan pada suhu 5oC

0 1 2 3 4 5 6

0 2 4 5 6 7

Susut Bobot (%)

umur simpan (hari)

3-5% O2 dan 8-10% CO2 3-5% O2 dan 10-12% CO2 6-8% O2 dan 12-14% CO2

38

(11)

dan pengkondisian komposisi atmosfer tidak terlalu mempengaruhi perubahan dari susut bobot melon terolah minimal dan berlapis edibel.

3. Total Padatan Terlarut

Jika dilihat dari data perubahan padatan terlarut diatas maka total padatan untuk masing-masing konsentrasi mengalami penurunan sampai penyimpanan selama tujuh hari. Kondisi ini diduga karena pembentukan gula dari sukrosa dan penggunaan gula untuk pernafasan atau gula yang diproduksi dirubah menjadi senyawa lain. Hasil pengamatan buah melon yan telah terolah minimal berlapis glukomanan dan disimpan pada suhu 5 oC sampai hari ke-7 menunjukkan total padatan terlarut terendah pada komposisi A yaitu kondisi awal sebesar 9.3 obrix menjadi 8.1 obrix, kemudian berturut- turut komposisi B menjadi 8.9 obrix, komposisi C menjadi 8.367 obrix.

Gambar 17. Grafik perubahan nilai obrix melon selama penyimpanan suhu 5 oC.

Dari data ketiga komposisi diatas maka dapat dilihat bahwa selama proses penyimpanan pada suhu 5 oC buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis glukomanan mengalami penurunan nilai obrix, hal ini dikarenakan buah melon merupakan salah satu buah non-klimaterik sehingga proses pematangannya telah terjadi dipohon yang mengakibatkan nilai kandungan gula berkurang pada saat penyimpanan dan pengolahan minimal pada buah melon akan menyebabkan kandungan gula dan air yang terkandung didalam buah akan cepat menguap. Untuk kompisisi B jika

0 4 10 12

0 2 4 5 6 7

Total Padatan Terlarut (oBrix)

umur simpan (hari)  2

6 8

3‐5% O2 dan 8‐10% CO2 3‐5% O2 dan 10‐12% CO2 6‐8% O2 dan 12‐14% CO2

39

(12)

dibandingkan dengan komposisi lainnya maka komposisi ini memiliki nilai yang sangat rendah yang menandakan bahwa proses respirasi dari melon diperlambat sehingga kandungan gula pada melon masih cukup tinggi, maka dapat disimpulkan komposisi B (3-5% O2 & 10-12% CO2) merupakan kombinasi terbaik untuk penyimpanan buah melon terolah minimal dan berlapis glukomanan.

4. Laju Perubahan Warna

Peranan warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang perlu diperhatikan karena pada umumnya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna bahan (Muchtadi, 1992). Untuk pengukuran indeks perubahan warna dilakukan dengan alat cromatometer, data yang diambil untuk masing-masing komposisi sebanyak tiga kali yang nantinya akan dirata-ratakan, nilai indeks warna yang akan diamati akan keluar dalam data L, a dan b. Perubahan warna pada buah-buahan merupakan akibat dari terjadinya perubahan kimia selama penyimpanan.

a. Kecerahan Warna (L)

Dari hasil uji beda nyata (Tabel 3.4) tampak bahwa perlakuan suhu, pengaturan komposisi udara dan masa simpan memberi pengaruh yang berbeda bagi kecerahan warna produk. Pada umumnya nilai kecerahan untuk ketiga komposisi setiap harinya akan mengalami penurunan, jika semakin tinggi nilai L maka tingkat kecerahan buah melon yang terolah minimal semakin tinggi begitupun sebaliknya.

Jika dibandingkan data nilai kecerahan masing-masing komposisi dan ditarik garis linear seperti pada table diatas maka komposisi B mengalami penurunan nilai kecerahan yang sangat signifikan, untuk komposisi nilai A penurunan yang terjadi pada data kecerahan tidak terlaru signifikan sedangkan pada komposisi C nilai kecerahan relatif kecil sejak awal, hal ini menandakan pada komposisi C buah melon yang telah terolah minimal mengalami kepucatan yang disebabkan kehilangan kadar air dan perubahan karoten pada bagian daging buahnya. Untuk penelitian kali ini komposisi yang terbaik agar mempertahankan kecerahan dari buah melon adalah komposisi A (3- 5% O2 & 8-10% CO2)

40

(13)

52 53 54 55 56 57 58 59 60 61

0 2 4 5 6 7

Kecerahan (L)

umur simpan (hari)

3‐5% O2 dan 8‐10% CO2 3‐5% O2 dan 10‐12% CO2 6‐8% O2 dan 12‐14% CO2

Gambar 18. Grafik perubahan nilai Kecerahan (L) melon selama penyimpanan suhu 5 oC.

b. Kemerahan Warna (a)

Nilai kemerahan warna (a) yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC cenderung meningkat secara linear. Hal ini menunjukkan pada masa pematangan selama penyimpanan, warna kuning buah berubah menjadi semakin merah dan agak gelap.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 2 4 5 6 7

Kemerahan

umur simpan (hari)

 (a)

3‐5% O2 dan 8‐10% CO2 3‐5% O2 dan 10‐12% 

CO2

6‐8% O2 dan 12‐14% 

CO2

Gambar 19. Grafik perubahan nilai Kemerahan (a) melon selama penyimpanan suhu 5 oC.

41

(14)

Hanya saja pada komposisi A buah melon mengalami perubahan warna merah yang cukup tinggi terlihat dari garis linear yang terlihat di grafik perubahan nilai a, kemudian komposisi kedua memiliki perubahan warna merah yang terus meningkat hanya saja tidak seperti komposisi B, sedangkan komposisi C memiliki peningkatan warna merah yang paling kecil.

c. Kekuningan

Dari hasil uji beda nyata Nampak bahwa perlakuan suhu dan masa simpan member pengaruh terhadap nilai kekuningan buah melon. Nilai kekuningan untuk masing-masing komposisi yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC cenderung menurun secara linear. Hal ini menunjukkan bahwa semakin selama masa simpan warna kuning akan berubah menjadi semakin merah dan agak gelap yang disebabkan telah terjadinya akumulasi pigmen antosianin yang akhirnya lebih mendominan dari pigmen karoten yang terbentuk selama pematangan.

Gambar 20. Grafik perubahan nilai Kekuningan (b) melon selama penyimpanan pada suhu 5 oC.

27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

0 2 4 5 6 7

Kekuningan (b)

umur simpan (hari)

3-5% O2 dan 8-10% CO2 3-5% O2 dan 10-12% CO2 6-8% O2 dan 12-14% CO2

Jika dilakukan analisis garis linear untuk ketiga komposisi maka komposisi C memiliki penurunan nilai kekuningan yang paling drastis, sedangkan untuk konsentrasi A dan B kecil terjadi penurunan nilai kekuningan dari buah melon yang telah disimpan selama tujuh hari. Dapat ditarik kesimpulan dari analisis nilai kekuningan bahwa komposisi C tidak baik untuk penyimpanan buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis glukomanan.

42

(15)

5. Hasil Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis glukomanan berdasarkan penilaian panelis terhadap 5 parameter mutu yaitu warna, aroma, kekerasan, rasa dan keseluruhan produk. Panelis yang dijadikan sampel berjumlah 10 orang. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka). Semakin tinggi skor hedonik yang diberikan semakin tinggi juga tingkat penerimaan panelis terhadap buah melon terolah minimal dan berlapis glukomanan.

Untuk komposisi C (6-8% O2 & 12-14% CO2) tingkat skor hedonik yang diterima oleh konsumen hanya sampai hari ke-2 karena pada hari ke-2 buah melon telah tercium bau asam. Sedangkan komposisi B (3-5% O2 & 10-12% CO2) masih diterima konsumen sampai hari ke-5 karena buah melon telah mengalami bau asam, komposisi A (3-5% O2 & 8-10% CO2) masih diterima oleh panelis selama 6 hari dan mulai dirasakan asam. Rasa asam yang ditimbul dikarenakan perubahan dari gula yang terkandung didalam buah melon terolah minimal berubah secara kimiawi sehingga mengalami rasa asam.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

0 2 4 5 6

nilai organoleptik

Umur Simpan (hari)

3‐5% O2 dan 8‐10% 

CO2

3‐5% O2 dan 10‐12% 

CO2

6‐8% O2 dan 12‐14% 

CO2

Gambar 21. Grafik perubahan nilai organoleptik melon selama penyimpanan suhu 5 oC.

43

(16)

pe A ka un ju un

Dari enyimpanan A (3-5% O2

ader untuk b ntuk konsen uga digunak

ntuk penyim

Gambar 2 data diatas n buah melo

& 8-10% C buah cantal ntrasi terpil kan kemasan mpanan buah

22. Kurva F s maka dap

on terolah m CO2), komp

loupe terola lih diatas ia n white stre h melon ter

Film kemasa pat disimpu

minimal da posisi ini se ah minimal.

alah stretch ecfilm untuk rolah minim

an dan Udar lkan kompo an berlapis g suai dengan . Dari kurva film, hany k memband mal dan berla

ra Terpilih ((Gunadnya 1993) osisi yang

glukomanan n yang direk a film kema ya saja untu dingkan kem

apis edibel.

paling tepa n adalah ko komendasik asan yang d uk tahap ber

masan yang

at untuk omposisi

kan oleh diperoleh rikutnya g terbaik

44

(17)

45

(18)

Gambar 23. Perbandingan antara ketiga konsentrasi sampai hari ke-5

D. Pemilihan Jenis Film dan Validasi Kemasan Atmosfir Termodifikasi

Dalam menentukan jenis film kemasan yang akan digunakan untuk penentuan parameter mutu kritis yang digunakan yaitu perubahan warna dan organoleptik. Nilai yang dijadikan acuan dari kedua parameter tersebut didapat dari penelitian tahap sebelumnya. Perubahan warna yang dipilih kecil, uji hedonik yang memiliki kecenderungan yang terus mengalami penurunan.

Penentuan pengaruh kemasan terhadap warna, kekerasan, aroma dan rasa produk diuji menggunakan analisis statistik. Data masukan berupa data tiap parameter kualitas produk. Uji Anova digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh perlakua konsentrasi dan perlakuan kemasan terhadap buah melon terolah minimal dan berlapis edibel. Dari hasil uji Anova, diambil kesimpulan tentang derajat pengaruh perlakuan apakah sangat berpengaruh, berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh. Uji ini juga digunakan untuk menentukan apakah setiap perlakuan menunjukkan beda yang nyata terhadap mutu produk dalam periode pengamatan dan pengukuran.

46

(19)

0 5 10 15 20 25

0 2 4 5 6

Komposisi (%)

Umur Simpan (hari)

CO2 O2

Gambar 24. Perubahan Konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan White Strech Film selama penyimpanan suhu 5oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

0 5 10 15 20 25

0 2 4 5 6

Komposisi (%)

Umur Simpan (hari)

CO2 O2

Gambar 25. Perubahan Konsentrasi CO2 dan O2 pada kemasan Strech Film selama penyimpanan suhu 5oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2. Konsentrasi glukomanan yang dipilih untuk penelitian tahap kelima ini ialah 0.55 % sedangkan suhu yang digunakan untuk penyimpanan adalah 5 oC. Adapun konsentrasi yang akan digunakan pada tahap kelima ini adalah 3-5 % O2 dan 8-10 % CO2. Kemasan yang akan diujikan pada penelitian tahap tiga ini ada dua macam yaitu stretchfilm dan white stretch film dengan pengulangan masing-masing kemasan sebanyak tiga kali. Setelah dilakukan perhitungan maka untuk kemasan sebesar 10 cm x 19 cm diperlukan buah untuk kemasan stretch film sebesar ± 191 gram, untuk kemasan

47

(20)

white stretch film sebesar ± 108 gram. Pengamatan dilakukan selama 6 hari dengan acuan pada penelitian tahap ketiga bahwa pada hari ke enam buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel tidak diterima oleh panelis.

Untuk setiap harinya dikeluarkan sebanyak enam kemasan dengan dua jenis kemasan yang berbeda. Buah melon yang telah dikemas tersebut dilakukan pengujian yaitu uji kekerasan, uji warna, uji total padatan terlarut dan perhitungan susut bobot.

Serta dilakukan uji organoleptik/hedonik untuk mengetahui nilai yang diberikan oleh konsumen terhadap buah melon yang telah berlapis edibel dan terolah minimal ini.

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan asumsi masa simpan dari buah melon selama enam hari. Dari parameter susut bobot dan perubahan warna, kemasan yang dipilih adalah yang memiliki nilai lebih kecil, sedangkan untuk kekerasan dan uji hedonik/organoleptik dipilih yang memiliki nilai rata-rata terbesar.

Untuk pengujian konsentrasi didalam kemasan sampai hari ke-enam, kemasan stretch film hanya tercapai sampai 17.25% O2 dan 0.74% CO2 sedangkan pada kemasan white stretch film konsentrasi yang tercapai hanya 19.75% O2dan 0.44% CO2. Sehingga kemasan yang paling baik untuk menjaga konsentrasi dari buah melon didalam kemasan adalah kemasan stretch film.

1. Kekerasan

Untuk laju perubahan kekerasan diukur dengan menggunakan alat Rheometer tipe CR-300. Akibat terjadinya proses respirasi yang menghasilkan uap air dan proses transpirasi yang menyebabkan kehilangan uap air dari permukaan buah melon yang telah terolah minimal akan menyebabkan buah melon menjadi lunak. Selain itu pelunakan pada daging buah juga disebabkan oleh mikroba (kapang, bakteri dan ragi) yang menghidrolisa makromolekul menjadi fraksi yang lebih kecil (Muchtadi, 1997).

Jika dibandingkan antara kemasan stretch film (SF) dan white stretch film (WSF) maka kemasan SF lebih bagus didalam mempertahankan kekerasan buah melon, dan pada hari kelima rata-rata nilai kekerasan untuk kedua kemasan sudah menurun . dapat mempertahankan kekerasan buah, yang nantinya akan diaplikasi untuk penyimpanan buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel. Pada hari kelima buah melon yang disimpan pada suhu 5 oC telah mengalami kerusakan baik untuk kemasan stretch film ataupun white stretch film, buah melon didalam kemasan stretch

48

(21)

film pada hari ke-5 memiliki nilai sebesar 5.608 N, sedangkan pada kemasan white stretch film memiliki nilai kekerasan sebesar 5.385 N.

Gambar 26. Grafik perubahan kekerasan melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

Setelah dilakukan uji statistik maka dapat disimpulkan bahwa pada hari ke dua hingga hari ke enam, kedua kemasan tersebut berpengaruh signifikan terhadap kekerasan buah melon. Dari data yang didapat maka dapat disimpulkan bahwa kemasan stretch film lebih baik didalam mempertahankan kekerasan dari buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel.

0 1 2 3 4 5 6 7

0 2 4 5 6

Kekerasan (N)

Umur simpan (hari)

WSF SF

2. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan perharinya untuk masing-masing kemasan, hasil yang didapat kemudian dirata-ratakan dan diplotkan pada grafik perubahan susut bobot diatas. Selama proses penyimpanan buah melon yang terolah minimal dan berlapis edibel ini mengalami susut bobot. Penurunan diakibatkan buah melon yang telah terolah minimal melakukan respirasi dengan

49

(22)

mengubah gula menjadi CO2 dan H2O disertai dengan proses penguapan uap air. Hal tersebut mengakibatkan persentasi laju susut bobot meningkat.

Gambar 27. Grafik perubahan data susut bobot melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2. Jika dilihat data perubahan susut bobot maka untuk kedua film kemasan yang akan diuji cenderung mengalami kenaikan, tetapi pada saat hari kelima mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan pada hari ke lima buah melon telah mengalami kerusakan non fisik yang mengakibatkan perubahan susut bobot dari melon sudah tidak normal. Setelah dilakukan uji statistik untuk buah melon maka dapat disimpulkan kedua kemasan tersebut berpengaruh signifikan terhadap perubahan susut bobot buah melon yang telah terolah minimal, hal ini terlihat pada hari ke-2 hingga hari ke-6. Jika dibandingkan antara kemasan SF dan WSF maka kemasan SF memiliki susut bobot yang lebih kecil dari pada WSF, maka dapat disimpulkan bahwa kemasan stretch film lebih baik didalam pengemasan hal ini terlihat dari nilai susut bobot yang relatif lebih kecil setiap harinya.

Penyimpanan mutu bahan pangan dapat dikelompokkan ke dalam penyusutan kualitatif dan penyusutan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan akibat perubahan biologi (mikro, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (tekanan, getaran, suhu, kelembaban) serta perubahan-perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan, ketengikan, penurunan nilai gizi dan aspek keamanan terhadap manusia). Penyusutan kualitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil pertanian,

0 1 2 3 4 5 6 7

0 2 4 5 6

Susut Bobot (%)

Umur Simpan (hari)

SF WSF

50

(23)

akibat penanganan pasca panen yang tidak memadai, dan juga karena adanya gangguan biologis (proses respirasi, serangan serangga dan lain-lain). Bahan pangan telah mengalami penyusutan kualitatif artinya bahan tersebut mengalami penurunan mutu sehingga menjadi tidak layak lagi untuk dikonsumsi oleh manusia. Bahan pangan disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadarluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya, dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus (Syarief dan Halid 1992).

3. Total Padatan Terlarut

Jika dilihat dari data perubahan padatan terlarut pada Lampiran 21, maka total padatan terlarut (%brix) untuk kedua kemasan berbeda, untuk kemasan stretch film (SF) data perubahan total padatan terlarut mengalami penurunan, hal ini dikarena pada kemasan SF tidak banyak uap air yang dikeluarkan, kemasan cukup baik didalam melindungi buah melon. Sedangkan untuk kemasan white stretch film data perubahan total padatan terlarut mengalami kenaikan, hal ini dikarenakan pada saat buah melon didalam kemasan WSF uap air didalam buah mudah keluar kemasan sehingga mengakibatkan kandungan gula didalam buah melon meningkat sampai penyimpanan enam hari.

Gambar 28. Grafik perubahan nilai brix melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 2 4 5 6

Total Padatan Terlarut oBrix

Umur Simpan (hari)

SF WSF

51

(24)

Jika dilakukan pengujian dengan statsitik maka dapat disimpulkan bahwa kedua kemasan tersebut hingga hari ke-6 berpengaruh signifikan terhadap nilai total padatan terlarut buah melon. Dan dapat disimpulkan bahwa kemasan SF lebih baik didalam mempertahankan kandungan air dari melon ketimbang kemasan white stretch film

4. Laju Perubahan Warna

Peranan warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang perlu diperhatikan karena pada umumnya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna bahan (Muchtadi, 1992). Untuk pengukuran indeks perubahan warna dilakukan dengan alat cromatometer, data yang diambil untuk masing-masing komposisi sebanyak tiga kali yang nantinya akan dirata-ratakan, nilai indeks warna yang akan diamati akan keluar dalam data L, a dan b. Perubahan warna pada buah-buahan merupakan akibat dari terjadinya perubahan kimia selama penyimpanan.

a. Kecerahan Warna (L)

Dari hasil uji beda nyata Lampiran 22, tampak bahwa perlakuan suhu, pengaturan komposisi udara, masa simpan dan penggunaan kemasan memberi pengaruh yang berbeda bagi kecerahan warna produk. Pada umumnya nilai kecerahan untuk kedua kemasan setiap harinya mengalami perubahan yang fluktuatif baik untuk data kemasan stretch film ataupun white stretch film. Hal ini dikarenakan buah yang dijadikan untuk pengujian warna diambil secara acak dari beberapa buah sehingga perubahan warna dari melon tidak begitu signifikan, begitu juga dengan uji statistik, kedua kemasan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kecerahan buah.

Setiap harinya buah melon yang disimpan dengan kedua kemasan tersebut mengalami perubahan tingkat kecerahan hingga hari ke-6, hanya saja melon yang disimpan didalam kemasan white stretch film memiliki nilai kecerahan lebih rendah dari pada kemasan stretch film.

52

(25)

52 54 56 58 60 62 64 66 68 70

0 2 4 5 6

Kecerahan (L)

Umur Simpan (hari)

SF WSF

Gambar 29. Grafik perubahan nilai L melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

b. Kemerahan Warna (a)

Nilai kemerahan warna (a) yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC untuk kemasan SF mengalami penuruna sedangkan untuk WSF mengalami kenaikan.

Hal ini menunjukkan pada masa pematangan selama penyimpanan, warna kuning buah berubah menjadi semakin merah dan agak gelap.

. Gambar 30. Grafik perubahan nilai a melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 2 4 5 6

Kemerahan (a)

Umur Simpan (hari)

SF WSF

53

(26)

Hanya saja pada kemasan white stretch film buah melon mengalami perubahan warna merah yang cukup tinggi terlihat dari garis linear yang terlihat di grafik perubahan nilai a, dari perubahan nilai a ini maka dapat disimpulkan bahwa kemasan stretch film lebih baik didalam menjaga tingkat kekuningan dari buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis edibel.

c. Kekuningan (b)

Nilai kekuningan untuk masing-masing kemasan yang terjadi selama masa simpan pada suhu 5 oC mengalami perubahan yang fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin selama masa simpan warna kuning akan berubah menjadi semakin merah dan agak gelap yang disebabkan telah terjadinya akumulasi pigmen antosianin yang akhirnya lebih mendominan dari pigmen karoten yang terbentuk selama pematangan. Nilai (b) dari buah melon terolah minimal dan berlapis edibel lebih tinggi dari pada nilai (a).

Gambar 31. Grafik perubahan nilai a melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

0 2 4 5 6

Kekuningan (b)

Umur Simpan (hari)

SF WSF

d. Hasil Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan buah melon yang telah terolah minimal dan berlapis glukomanan berdasarkan penilaian panelis terhadap 5 parameter mutu yaitu warna, aroma, kekerasan, rasa dan keseluruhan produk.

54

(27)

Gambar 32. Grafik Hasik Uji Organoleptik melon pada dua jenis kemasan selama penyimpanan suhu 5 oC, komposisi 3-5% CO2 dan 8-10% O2.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 2 4 5 6

Uji Organoleptik

Umur Simpan (hari)

SF WSF

Panelis yang dijadikan sampel berjumlah 10 orang. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka) dan 5 (sangat suka).

Semakin tinggi skor hedonik yang diberikan semakin tinggi juga tingkat penerimaan panelis terhadap buah melon terolah minimal dan berlapis glukomanan.

Jika dilihat dari data diatas untuk setiap harinya buah melon mengalami kerusakan hingga hari ke enam dan dapat dilihat dari skala hedonik semakin menurun hingga skala 2,4. Nilai hedonik yang diberikan panelis untuk buah melon yang dikemas dengan stretch film lebih tinggi untuk setiap harinya jika dibandingkan dengan buah melon kemasan white stretch film. Berdasarkan uji organoleptik diatas, maka buah melon yang dikemas dengan stretch film lebih disenangi oleh panelis, hal ini terlihat dari skala hedonik untuk kedua kemasan tersebut.

Dengan dilapisinya buah melon terolah minimal dengan glukomanan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari buah melon tersebut dapat dilihat dari analisis Lampiran 29, dimana buah melon yang memiliki nilai jual Rp 10.000/kg dengan dilapisinya glukomanan kepada buah melon terolah minimal dapat meningkat nilai jual menjadi Rp 12.500/kg. Nilai ini yang harus dibayar apabila ingin menambah umur simpan dari buah melon terolah minimal.

55

(28)

white stretch film stretch film

Hari ke-0 Hari ke-0

Hari ke-2 Hari ke-2

Hari ke-4 Hari ke-4

56

(29)

Hari ke-5 Hari ke-5

Hari ke-6 Hari ke-6

Gambar 33. Perbandingan tampilan luar kemasan atmosfer termodifikasi dengan film white stretch film dan stretch film untuk buah melon terolah minimal berlapis edibel selama penyimpanan pada suhu 5 oC

57

(30)

Hari ke-0 Hari ke-0

Hari ke-2 Hari ke-2

.

Hari ke-4 Hari ke-4

58

(31)

Hari ke-5 Hari ke-5

Hari ke-6 Hari ke-6

Gambar 34. Perbandingan buah melon terolah minimal berlapis edibel selama penyimpanan dalam kemasan atmosfer termodifikasi dengan film white stretch film dan stretch film pada suhu 5 oC

59

Gambar

Gambar 10. Laju produksi CO 2  buah melon terolah minimal  dan berlapis edibel  konsentrasi 0.5%, 0.55%, 0.6%, tanpa edibel
Gambar 11. Laju konsumsi O 2  buah melon terolah minimal  dan berlapis edibel  konsentrasi 0.55%, 0.5%, 0.6%, tanpa edibel
Gambar 14. Laju produksi CO 2 dan laju konsumsi O 2  buah melon terolah minimal dan  berlapis glukomanan 0.55% Penyimpanan pada Suhu 10  o C
Gambar 15. Grafik perubahan kekerasan melon selama penyimpanan suhu 5  o C.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk dijuala. Pajak penghasilan terkait pos-pos yang akan direklasifikasi ke

Berdasar pada identifikasi masalah di atas, pembatasan masalah dalam penelitian ini bahwa terdapat permasalahan pada nilai siswa dalam KD mendengarkan cerita yang selalu

Maka dari itu dengan aneka ragam bentuk penawaran yang disajikan oleh Departemen Sales dan Marketing Ciater Spa Resort berupa macam-macam produk (jasa) yang

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunkan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan

Dalam kasus Koperasi Sejahtera Selalu, laporan PEA dihitung dengan membandingkan partisipasi jasa pinjaman (bunga) dan partisipasi jasa provisi yang dikenakan

Sedangkan sektor yang mengalami kenaikan meliputi Sektor Industri, Sektor Konstruksi dan Sektor Perdagangan yang mengalami kenaikan jumlah penduduk bekerja pada

565 Anggarsari, dkk, Pengaruh Pemangkasan Pucuk … Tabel 4 Rerata Indeks Luas Daun per Tanaman Kedelai Akibat Pemangkasan Pucuk dan Pemupukan Pupuk Gandasil D Perlakuan Indeks Luas

Dari definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi perabdominal dengan melalui insisi pada dinding abdomen dan